Anda di halaman 1dari 25

JOURNAL READING

“Participation of autophagy in acute lung injury induced by


seawater”

OLEH:
Lalu Rizky Adipura
H1A320054

PEMBIMBING:
dr. Irawanto Rochadi Bima Sakti, Sp.FM, M.H.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas Journal Reading
yang berjudul “Participation of autophagy in acute lung injury induced by seawater”
ini. Journal reading ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. Ucapan terima kasih yang sebesar - besarnya saya
berikan kepada dr. Arfi Syamsun, Sp.KF., M.Si Med, sebagai pembimbing dalam
menyelesaikan penugasan ini. Saya berharap penyusunan tugas ini dapat berguna
dalam meningkatkan pemahaman kita semua.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di
dalam melaksanakan tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Maret 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
IDENTITAS JURNAL 3
ISI JURNAL 4
ANALISIS JURNAL 20
KESIMPULAN....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN NASKAH JURNAL 23

2
I. IDENTITAS JURNAL
1. Judul : EstablishingParticipation of autophagy in acute lung injury
induced by seawater
2. Penulis : Qiu-ping Liu, Dang-xia Zhou, Pu Lin, Xiao-li Gao, Lei Pan, and Fa-
guang Jin
3. Nama Jurnal : Experimental Lung Research
4. Vol/Issue : Volume 6 Issue 1
5. Tahun terbit : 2013
6. DOI : 10.3109/01902148.2013.845626

3
II. ISI JURNAL
Abstract

Seawater drowning can lead to acute lung injury (ALI). However, the
molecular and cellular mechanisms un- derlying this phenomenon remain elusive.
The overall aim of this study is to clarify the role of autophagy in seawater-induced
ALI, by which we can further understand the molecular mechanism and develop new
methods for prevention and treatment of seawater-induced ALI. In this study, electron
microscopy, western blot analysis, and RT-PCR were used to detect autophagy in
lung tissues. Moreover, arterial blood gas analysis, lung weight coefficient, TNF-α,
IL-8 in bronchoalveolar fluid (BALF), histopathology were used to detect the lung
injury of seawater exposure. An inhibitor of autophagy (3-Methyladenine, 3-MA)
was injected intraperitoneally before seawater exposure to further explore the role of
autophagy in ALI. Electron microscopy revealed increasing au- tophagosomes in
alveolar epithelial cell in seawater group compared with the control. The transcription
and expression levels (mRNA and protein levels) of the LC3 II significantly
increased in lung tissue of seawater group compared with those in control group.
Furthermore, the alterations of autophage were basically consistent with the changes
in arterial blood gas, lung weight coefficient, TNF-α, IL-8 in BALF and morphologic
findings. In ad- dition, inhibition of autophagy by 3-MA partly ameliorated seawater-
induced ALI, as indicated by reduced lung weight coefficient and TNF-α in BALF, as
well as increased PaO2. In conclusion, seawater aspiration triggered autophagy, and
autophagy may be a scathing factor responsible for ALI induced by seawater.

Keywords: Burns; Charred bodies; Mutilated bodies; Decomposed bodies; Exhumed


bodies; Skeleton remains; Cause of death; Identity establishment

4
Abstrak

Tenggelam di air laut dapat menyebabkan cedera paru akut. Namun,


mekanisme molekuler dan seluler yang mendasari fenomena ini masih sulit untuk
dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan guna dari autofagi pada cedera
paru akut akibat air laut, dan dengan hal ini kita dapat memahami mekanisme
molekuler dan menemukan metode baru untuk pencegahan dan penanganan pada
kasus cedera paru akut kibat dari tenggelam pada air laut. Pada peneltian ini,
penggunaan dari mikroskop electron, analisis western blot, dan RT-PCR diperlukan
untuk mendeteksi autofagi pada jaringan paru. Selain itu, analisis gas darah arteri,
koefisien berat paru- paru, TNF-α, IL-8 pada cairan bronchoalveolar (BALF), dan
histopatologi digunakan untuk mendeteksi cedera pada paru- paru akibat paparan air
laut. Penghambat autofagi (3-Methyladenine, 3-MA) disuntikkan secara
intraperitoneal sebelum paru- paru terpapar air laut untuk lebih mengetahui peran dari
autofagi pada cedera paru akut. Hasil mikroskop elektron menunjukkan peningkatan
autofagosom pada sel epitel alveolar pada kelompok yang terpapar air laut
dibandingkan dengan control. Tujuan dasar dari otopsi medico legal adalah untuk
menentukan identitas dan penyebab kematian. Ini sangat penting dan memiliki nilai
hukum dalam kematian yang tidak wajar. Mayat menjadi tidak dapat diidentifikasi
karena berbagai alasan termasuk mutilasi yang disengaja. Mutilasi dapat terjadi
karena pembusukan, perubahan, atau kejadian-kejadian yang terjadi pada saat
kematian seperti: kebakaran, kecelakaan udara, bencana alam (gempa bumi),
runtuhnya bangunan, kecelakaan kereta api atau kejadian-kejadian buatan manusia
seperti ledakan bom atau penembakan massal dll. Mutilasi mayat yang disengaja oleh
penjahat untuk menyembunyikan kejahatan tidak jarang terjadi. Tugas menjadi lebih
sulit ketika tubuh benar-benar kerangka. Namun, pemeriksaan medico legal yang
ilmiah dan teliti dengan korelasi ilmiah membantu sampai pada kesimpulan definitif
tentang identitas dan penyebab kematian. Hal ini kemudian akan membantu lembaga
investigasi dalam membawa keadilan bagi yang meninggal dan penghentian

5
kebingungan bagi keluarga almarhum. Dalam studi ilmiah kami, total 51 kasus seperti
itu dipelajari di mana menetapkan identitas dan penyebab kematian adalah tugas yang
menantang. Namun, pemeriksaan forensik yang teliti membantu menentukan identitas
dalam banyak kasus bersama dengan penyebab kematian. Penelitian ini disajikan
seperti terlampir dibawah.

Kata kunci: Luka bakar; Tubuh hangus; Tubuh dimutilasi; Tubuh membusuk; Tubuh
ekshumasi; Kerangka sisa; Penyebab kematian; Pembentukan identitas

Pendahuluan

Tenggelam adalah salah satu penyebab kematian yang tidak disengaja. Telah terbukti
bahwa tenggelam telah menyebabkan sekitar 450.000 kematian setiap tahun di dunia. Situasi
lainnya bisa juga akibat stres seperti trauma, luka bakar, dan sepsis, aspirasi air laut juga
dapat menyebabkan cedera paru akut / Acute Respiratory Distress Syndrome. Tempat untuk
tenggelamnya beragam, hal ini dididasari oleh tingginya osmolaritas pada air laut, cedera
paru akut termasuk edema paru, hipoksemia dan reaksi inflamasi lebih serius jika terjadi pada
tenggelam di air laut dibandingkan dengan tenggelam di air tawar. Namun mekanisme cedera
paru akut akibat air laut masih belum dipahami dengan jelas sehingga saat ini belum ada
strategi yang efektif untuk menanganinya. Oleh karena itu, penting untuk memahami
bagaimana aspirasi air laut mempengaruhi jaringan pada paru-paru.

Kerusakan sel epitel alveolar dan aktivasi respon inflamasi merupakan ciri dari ALI / ARDS.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tenggelamnya air laut menyebabkan peningkatan

6
degenerasi, kematian, dan kehilangan sel epitel alveolar. Studi sebelumnya menunjukkan
bahwa apoptosis sel epitel alveolar merupakan kontributor penting untuk patogenesis ALI.
Namun, apoptosis bukanlah satu-satunya cara kematian sel terprogram. Baru-baru ini,
autophagy, suatu proses di mana vesikel tertutup membran yang terbentuk de novo menelan
dan memakan

Identitas adalah penentuan individualitas seseorang. Pasal 6 dari Deklarasi


Universal Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa setiap orang memiliki hak untuk
diakui dimanapun sebagai pribadi di hadapan hukum. Pertanyaan tentang identifikasi
orang yang hidup sebagian besar menjadi perhatian polisi dan diangkat di pengadilan
pidana dihubungan dengan tentara dan penjahat yang melarikan diri, serta orang-
orang yang dituduh melakukan penyerangan, pemerkosaan, sodomi, pembunuhan,
penukaran bayi yang baru lahir di rumah sakit, atau anak-anak kecil yang hilang, dan
kadang-kadang, orang dewasa yang kehilangan ingatan mereka. Identifikasi post
mortem sering diajukan di pengadilan sipil karena peniruan identitas yang dilakukan
oleh orang-orang untuk mengamankan kepemilikan properti yang tidak sah, klaim
asuransi atau untuk mendapatkan perpanjangan dari pembayaran yang sudah
kadaluwarsa. Identifikasi orang yang masih hidup didasarkan sepenuhnya pada sidik
jari yang sebelumnya sudah diketahui, tanda lahir atau beberapa kesan pribadi
sehubungan dengan ciri-ciri gerak tubuh, gerakan atau bentuk dan ciri-ciri lain dari
gigi, mata dan rambut, atau suara. Identifikasi bedah mayat tradisional didasarkan
pada sidik jari, bukti gigi atau kerangka. Namun, kematian akibat kebakaran, ledakan,
kecelakaan pesawat, dan peristiwa traumatis lainnya, serta sisa-sisa lama sulit
diidentifikasi melalui metode tradisional. Korban tetap di lokasi kebakaran fatal
biasanya sulit untuk dideteksi, dipulihkan, dan ditangani. Materi yang terbakar di
tempat kejadian, termasuk jaringan biologis, sering berubah menjadi warna hitam
gelap yang serupa. Tulang khususnya, berubah warna, rapuh, dan sangat
terfragmentasi. Pelaku sering menggunakan api untuk menghancurkan tubuh,
menghancurkan fitur yang digunakan dalam identifikasi korban (misalnya, fitur
wajah atau sidik jari), dan / atau menghancurkan bukti yang terkait dengan keadaan

7
sekitar kematian. Kehancuran jaringan lunak oleh api dapat secara signifikan
menghambat analisis oleh para ahli seperti ahli patologi forensik, oleh karena itu,
analisis sisa-sisa manusia yang terbakar adalah tugas umum yang dilakukan oleh
antropolog forensik. Jika terdapat perubahan termal minimal pada sisa-sisa jenazah,
prosedur normal untuk identifikasi dapat dikerjakan. Penambahan fraktur post
mortem, fragmentasi dan kehilangan tulang akibat teknik pemulihan ini menambah
tugas otopsi dan analisis laboratorium yang sudah sulit terhadap sisa-sisa manusia
yang terbakar.

Saat memeriksa sisa-sisa jenazah yang terbakar, dimutilasi, membusuk atau


kerangka, identifikasi secara visual, sidik jari atau teknik identifikasi lainnya
seringkali tidak mungkin. Dalam kasus seperti itu, pertanyaan berikut diajukan oleh
lembaga investigasi, Apa jenis kelamin sisa-sisa jenazah yang ditemukan? 2) Berapa
usia sisa-sisa jenazah tersebut? 3) Apa penyebab kematiannya? 4) Kemungkinan
untuk dapat menetapkan identitas spesifik individu pada jenazah tersebut. Untuk
menjawab ini harus dilakukan pemeriksaan otopsi lengkap termasuk pemeriksaan gigi
dan analisis DNA.

Tujuan dan sasaran

1. Tujuan utama studi adalah untuk menetapkan identitas umum seseorang yang
berkaitan dengan usia dan jenis kelamin.

2. Untuk menetapkan identitas khusus almarhum.

3. Untuk mengetahui penyebab kematian.

4. Untuk membantu lembaga investigasi kejahatan dan korelasinya dengan insiden.

5. Memulihkan sampel bahan bukti dari jenazah.

Bahan dan metode

8
Penelitian ini dilakukan di Departemen Kedokteran Forensik dan Toksikologi,
yang terletak di rumah sakit perawatan tersier dan Government Medical College. Ini
adalah pusat rujukan tersier untuk kasus medico legal. Di sini banyak mayat dikirim
untuk penyelidikan post mortem medico legal. Kami telah memasukkan total 51
kasus dimana identitas yang belum diketahui secara pasti dan penyebab kematian
tidak pasti. Kasus-kasus ini termasuk tubuh yang tidak diketahui dan tidak diklaim
seperti, tubuh yang digali, tubuh yang terbakar dan hangus, sisa-sisa kerangka
manusia, tubuh yang dimutilasi, dan tubuh yang membusuk.

Penentuan identitas diperlukan dalam kasus pidana untuk mengajukan


tuntutan terhadap tersangka pelaku, dalam proses klaim asuransi jiwa dan dalam
menyerahkan jenazah kepada kerabat. Jika tidak ada identitas yang ditetapkan, akta
kematian tidak dikeluarkan dengan nama individu. Hal ini pada gilirannya dapat
menciptakan ketidakmampuan untuk memenuhi formalitas hukum untuk tujuan
administratif dalam kasus perdata dan pidana

Setelah menerima jenazah ke kamar mayat, informasi yang diberikan oleh


otoritas investigasi ditinjau. Pemeriksaan otopsi meliputi pemeriksaan pakaian dan
benda asing, ornamen, liontin, kartu identitas, ponsel dll. Foto diambil selama otopsi
pada semua kasus. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada kasus yang terindikasi.
Pemeriksaan luar tubuh, yang meliputi evaluasi khusus untuk mengidentifikasi ciri-
ciri sidik jari dan tato, kelainan, bekas luka dll. Jika memungkinkan. Pemeriksaan alat
kelamin dan anus dilakukan. Pemeriksaan cedera dan perubahan akibat dekomposisi
dilakukan. Pada tubuh kerangka, pemeriksaan rinci tulang dilakukan. Pemeriksaan
internal rinci dilakukan dan sampel untuk analisis kimia didokumentasikan. Pada
jenazah wanita, usap vagina dan rektal didokumentasikan untuk menyingkirkan
kemungkinan serangan seksual berdasarkan keberadaan air mani. Sampel
dikumpulkan untuk analisis DNA dan pengelompokan seperti akar rambut, tulang,
tulang vertebra, gigi dll. Hasilnya dikorelasikan dan diinterpretasikan disini.

9
Review literatur

Protokol yang digunakan selama Identifikasi Korban Bencana mencakup


langkah-langkah seperti memberi penandaan dan pengemasan tubuh, sidik jari,
patologi forensik, dan kedokteran gigi forensik. Tim kedokteran gigi forensik dibagi
menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan gigi dan radiologi gigi. DNA berguna dalam
mengidentifikasi sisa-sisa manusia dan dalam penyelidikan kriminal karena beberapa
alasan. Alasan pertama adalah bahwa DNA unik pada tiap individu dan tetap konstan
sepanjang hidup dan kedua mengikuti The Laws of Mendelian inheritance.

Orang muda dan orang tua adalah korban umum dari kebakaran yang tidak
disengaja. Dalam kebakaran gedung, kehadiran jelaga sangat umum terjadi (90% atau
lebih kasus). Adanya jelaga di saluran udara di bawah pita suara, yang terlihat pada
saat otopsi, adalah bukti bahwa korban masih hidup pada saat kebakaran."Smoke
inhalation" adalah istilah umum yang mencakup penghirupan partikel dan gas yang
dihasilkan dalam api dengan pembakaran atau pirolisis (dekomposisi oleh panas
tanpa oksigen yang cukup untuk menyebabkan pengapian).

Gigi tahan terhadap serangan lingkungan, seperti insinerasi, pencelupan,


trauma, mutilasi, dan pembusukan. Sebagai hasilnya, gigi merupakan sumber bahan
DNA yang sangat baik. Odontologi forensik adalah cabang ilmu forensik yang
berkaitan dengan identifikasi individu manusia berdasarkan ciri-ciri gigi mereka.
Secara tradisional, ahli odontologi forensik mengandalkan morfologi restorasi gigi
Untuk mengidentifikasi korban. Namun, beberapa bahan modern yang digunakan
dalam restorasi dan tambalan memiliki karakteristik radiografi yang buruk. Saat ini,
proses pencarian dan identifikasi ini dilakukan secara manual, yang membuatnya
sangat memakan waktu dan terkadang tidak dapat diandalkan. Sistem yang lebih
canggih dapat membantu memperbaiki masalah ini. Sistem Identifikasi Gigi Otomatis
(ADIS) dapat digunakan oleh lembaga penegak hukum untuk menemukan orang
hilang menggunakan database rontgen gigi.

10
Merupakan sebuah tantangan untuk mengekstrak DNA dari tulang yang
sebelumnya direndam dalam air, dibakar, atau dikubur dalam waktu yang lama. Hal
ini disebabkan kualitas dan kuantitas DNA dalam sampel tulang berkurang.
Degradasi dramatis DNA dan adanya inhibitor PCR di kolagen secara signifikan
mempersulit proses identifikasi DNA pada tulang yang terkerangka dan hangus.
Alternatif yang berhasil untuk metode ini adalah dengan menggunakan teknologi
DNA yang lebih canggih untuk tujuan identifikasi. Biasanya, ini memerlukan
penggunaan penanda short tandem repeat (STR), yang dicirikan oleh tingkat
polimorfisme yang tinggi dan melimpah dalam genom manusia. Ada metode untuk
melakukan genotipe multipleks penanda STR menggunakan teknologi fluoresen yang
sensitif dan sangat andal, yang banyak digunakan di bidang forensik.

Pada tahun 1991, Sajantila et al. melaporkan penulisan DNA yang berhasil
pada semua 26 sampel yang diambil dari 10 korban kebakaran yang menunjukkan
luka bakar yang ekstrim. Terhitung dari 95 persen kasus, 19 dikatakan laki-laki.
Kelompok usia 21-50 tahun merupakan kelompok usia tersering; yaitu 58%,
Identifikasi berdasarkan dari pakaian ditemukan pada 4 kasus (21%) dan dari desain
tato dalam satu kasus (5,2%).

Cavard dkk. melaporkan bahwa, dari 134 kasus hampir 28% telah
diidentifikasi dengan biologi molekuler (DNA), 23% dengan pemeriksaan
odontologi, 7,5% dengan sidik jari 7,5% dengan pakaian / barang pribadi dan 4,5%
dengan dokumen identitas.

Pengamatan dan Hasil

Setelah pemeriksaan otopsi dilakukan dan analisis ahli forensik diselesaikan,


maka dicatat observasi dan hasil sebagai berikut:

Kondisi tubuh

11
Dalam studi terbaru, total 51 mayat tak dikenal dipelajari untuk menentukan
identitas dan penyebab kematian. Dari 51 kasus, 39 kasus (76,47%) dibakar dan sisa-
sisa jenazah hangus. Kasus-kasus ini terutama mengalami luka bakar dalam insiden
kebakaran yang tidak disengaja. Mayoritas kematian terkait kebakaran adalah
kecelakaan di alam dan luka bakar terjadi ante mortem seperti yang dikonfirmasi
selama pemeriksaan otopsi. Namun dua dari kasus tersebut, menunjukkan beberapa
cedera yang terkait dengan luka bakar post mortem.

Tujuh mayat (13,7%) dalam kerangka dan enam kerangka digali oleh polisi
dan dibawa untuk pemeriksaan post mortem medico legal. Pemeriksaan otopsi
terhadap empat kerangka menemukan tulang tengkorak yang retak yang
menunjukkan bahwa cara kematiannya adalah pembunuhan. Dua kerangka
menunjukkan patah tulang tungkai yang menunjukkan cara kematian karena
pembunuhan dengan banyak luka. Dalam satu kerangka tidak ada cedera tulang yang
tercatat, oleh karena itu penyebab kematian "tidak diketahui".

Empat mayat (7,8%) ditemukan dalam keadaan termutilasi. Dalam satu kasus
hanya dua tungkai bawah (di bawah lutut) dikirim untuk pemeriksaan post mortem
medico legal. Kasus lain hanya lengan kiri yang dikirim untuk pemeriksaan. Kasus
ketiga menunjukkan kepala perempuan yang dipenggal dalam keadaan sebagian
kerangka. Kasus terakhir, batang tubuh/trunk wanita yang ditranseksi dibawa untuk
pemeriksaan otopsi medico legal. Sayatan tajam diambil setinggi lutut dan di atas
daerah perut untuk membuat transek batang tubuh, dengan tujuan untuk
menyembunyikan identitas korban. Satu mayat (1,9%) dalam keadaan membusuk
dalam bentuk mumifikasi (Tabel 1)

Kondisi tubuh jenazah Kasus Persentase (%)

Terbakar dan hangus 39 76,47

12
Ekshumasi atau tersisa 7 13,73
tulang belulang
termutilasi 4 7,84
terdekomposisi 1 1,96
Total 51 100
Tabel 1. Kondisi jenazah

Jenis kelamin

Selama pemeriksaan luar, pada tujuh kasus (13,72%) jenis kelamin ditentukan
dari genitalia eksternal yang dapat diidentifikasi. Setelah laporan dianalisis, dari 51
kasus, 34 (66,7%) diidentifikasi menjadi laki-laki dan 15 adalah perempuan (29,4%).
Dalam dua kasus (3,92%), identifikasi dan jenis kelamin yang pasti pada saat
pemeriksaan eksternal tidak memungkinkan, satu kasus merupakan lengan kiri yang
diteruskan untuk pemeriksaan otopsi dan kasus lain adalah pemeriksaan di bawah ini
lutut. Pendapat tentang penentuan jenis kelamin sedang menunggu prosedur maserasi
dan pemeriksaan kerangka (Tabel 2).

Jenis Kelamin Kasus Persentase (%)


Laki-laki 34 66,7
Perempuan 15 29,4
Tidak teridentifikasi 2 3,9
Total 51 100

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin

Usia grup

Setelah menganalisis laporan, distribusi kelompok umur dari semua 51 kasus


dilakukan. Distribusi usia adalah sebagai berikut: 1 hari sampai 10 tahun sejumlah 2
kasus (3,9%), 11 sampai 20 tahun sejumlah 3 kasus (5,88%), 21 sampai 30 tahun

13
sejumlah 16 kasus (31,38%), 31 sampai 40 sejumlah 11 kasus (21,5 %), 41-50
sejumlah 8 kasus (15,68%), 51-60 sejumlah 5 kasus (9,8%),> 61 tahun sejumlah 2
kasus (3,9%) dan dalam 4 kasus (7,8%) usia tidak dapat ditentukan karena mutilasi.
Di antara empat kasus, dua kasus dengan anggota tubuh yang diamputasi dikirim
untuk pemeriksaan (Gambar 1). Dalam dua kasus lainnya, penentuan usia tidak
memungkinkan karena perubahan kerangka tulang dan dekomposisi yang terjadi pada
jenazah (Tabel 3).

Grup usia Kasus Persentase (%)


1 hari - 10 tahun 2 3,92
11 tahun – 20 tahun 3 5,88
21 tahun – 30 tahun 16 31,38
31 tahun – 40 tahun 11 21,56
41 tahun – 50 tahun 8 15,68
51 tahun – 60 tahun 5 9,8
>61 tahun 2 3,9
Tidak diketahui 4 7,84
Total 51 100
Tabel 2. Distribusi usia

14
Gambar 1. Distribusi usia

Metode identifikasi

Dalam sebagian besar kasus yang diteliti (34 kasus yaitu 66,7%) identitas
individu ditentukan oleh pencocokan DNA dengan alel orang tua.

Temuan gigi seperti adanya mahkota gigi, tambalan perak, gigi tanggal, gigi
tiruan, dan trauma atau deformitas atau kekhasan gigi ditemukan membantu untuk
menentukan identitas pada lima kasus (9,8%). Ornamen dan barang pribadi seperti
rantai emas, gelang metalik, kartu identitas dan handphone dll. Membantu identifikasi
dalam 3 kasus (5,8%). Lima jenazah (9,8%) diidentifikasi kerabat dari pakaian
almarhum, seperti sari dan blus, kemeja dan celana, salwar dan gamis dll (Gambar 2).

15
Salah satu kasus luka bakar (1,9%), identitasnya diketahui dari foto yang
dicocokkan dengan korban yang hilang. Kerabat kemudian memverifikasi tubuh
tersebut. Dalam kasus lain (1,9%), identitas diverifikasi dari tanda tato yang ada di
lengan (tato 'bentuk hati' di lengan kanan dan tato suci 'om' di lengan kiri). Dalam dua
sisa yang dimutilasi (3,92%) penyelidikan masih berlanjut untuk menentukan
identitas (Gambar 3-5).

Gambar 2. Metode yang digunakan dalam identifikasi

Penyebab kematian

Penyebab kematian akibat luka bakar ekstensif tercatat 35 kasus (68,62%),


dimana korban terbanyak adalah bencana massal. Dimana riwayat kejadian diketahui
dan 2 kasus (3,92%) meninggal akibat asfiksia akibat menghirup asap dari gas yang
tidak dapat terhirup dalam kebakaran yang tidak disengaja. Cedera kepala tercatat

16
dalam total enam kasus yang diteliti. Empat dari enam sisa (7,84%) dalam kerangka
dan dua kasus lainnya (3,9%) cedera kepala dengan mutilasi mayat dan luka bakar
dicatat. Kematian akibat trauma multipel ditemukan pada 6 kasus (11,76%), dan
dalam dua kasus (3,9%) tidak dapat diketahui secara pasti. Hal tersebut karena tidak
ada laporan analitik positif yang ditemukan pada satu kerangka dan yang lainnya
adalah tubuh yang membusuk (Tabel 4 dan 5).

Gambar 3. Jenazah yang terbakar dan hangus yang kemudian diketahui laki-laki

17
Gambar 4. Jenazah yang terdekomposi karena perubahan mumifikasi, diketahui
sebagai perempuan

Gambar 5. Kerangka tengkorak dari ekshumasi berdasarkan dari pemeriksaan


anatomi diketahui sebagai perempuan

Cara kematian

Pembunuhan sebagai cara kematian ditemukan pada 12 kasus (23,52%) dari


total 51 kasus. Dalam 37 kasus (72,54%) cara kematian diketahui tidak disengaja.
Dalam dua kasus (3,92%) cara kematian tidak pasti. Dari 12 kasus pembunuhan, 8

18
korban (66,66%) adalah perempuan dan dua laki-laki (16,6%). Dalam dua kasus
(16,6%) jenis kelamin tidak ditentukan (Tabel 6).

Diskusi

Dalam studi baru-baru ini, 51 mayat yang tidak diketahui telah dianalisa,
tetapi mengetahui identitas tetap menjadi tugas yang sulit dan harus dievaluasi secara
rinci. Poin-poin berikut dibahas:

Kasus jenazah terbakar mewakili sebagian besar kasus; Yaitu 39 kasus


76,47% diikuti sisa kerangka 7 kasus yaitu 13,73%. Mayoritas kasus (34 kasus)
berjenis kelamin laki-laki (66,7%) diikuti oleh 15 perempuan (29,4%)). Lebih banyak
kasus dilaporkan dari kelompok usia 21 hingga 30 tahun (yaitu 16 kasus (31,38%),
dan 31 hingga 40 tahun (yaitu 11 kasus (21,56%). Temuan ini konsisten dengan
Kumar Ajay et al.

Sidik jari DNA adalah metode utama yang digunakan untuk identifikasi,
terbukti dengan membantu untuk menentukan identitas pada 34 kasus (yaitu 66,7%),
diikuti dengan pemeriksaan gigi pada 5 kasus yaitu (9,8%). Dalam lima kasus (9,8%),
kerabat almarhum mengidentifikasi jenazah dari pakaian mereka. Penyebab kematian
terbanyak adalah luka bakar luas pada 35 kasus (68,62%) diikuti oleh trauma multipel
pada 6 kasus (11,76%), dan cedera kepala pada 4 kasus (7,84%). Cara kematian tidak
disengaja dalam 37 kasus; yaitu 72,76%, disusul pembunuhan 12 kasus 23,52%. Dari
12 kasus pembunuhan, delapan korban (66,66%) adalah perempuan dan dua laki-laki
(16,66%).

Gambaran umum mengenai usia dan jenis kelamin ditentukan pada 47 kasus
(92,15%) dari 51 kasus. Identifikasi jenis kelamin tidak ditentukan dalam 4 kasus
(7,84%). Namun demikian, identifikasi spesifik seperti nama dan alamat hanya
dikenali pada 44 kasus yaitu 86,27% dan tidak pada tujuh kasus (13,72%) dari 51
kasus.

19
Kasus Persentase (%)
Analisis DNA 34 66,7
Dental charting 5 9,8
Barang pribadi 3 5,9
Dari pakaian 5 9,8
Foto 1 1,96
Tato 1 1,96
Tidak teridentifikasi 2 3,9
Total 51 100

Tabel 4. Metode yang digunakan untuk identifikasi

Penyebab kematian Kasus Persentase (%)


Luka bakar luas 35 68,62
Trauma kepala 4 7,84
Inhalasi asap 2 3,92
Trauma multipel 6 11,76
Trauma kepala dengan 2 3,9
luka bakar
Tidak diketahui 2 3,93
Total 51 100

Tabel 5. Penyebab kematian

Cara kematian Kasus Persentase (%)


Kecelakaan 37 72,54
Pembunuhan 12 23,52
Bunuh diri 0 0
Tidak diketahui 2 3,93
Total 51 100

20
Tabel 6. Cara kematian

Kesimpulan

Pemeriksaan dan evaluasi medico legal secara rinci dari total 51 kasus,
identitas spesifik ditentukan pada 86,27 persen kasus dan penyebab kematian
ditemukan pada 96,07 persen kasus dengan kesimpulan sebagai berikut.

1) Dalam penelitian ini, dominasi laki-laki tercatat dalam kategori kematian tidak
wajar.

2) Kelompok paling rentan adalah kelompok umur antara 21 sampai 40 tahun.

3) Identifikasi umum ditetapkan pada 92,15 persen kasus.

4) Identifikasi Gender ditetapkan pada 96,07 persen kasus.

5) Analisis DNA membantu pembentukan identitas pada 66,7 persen kasus.

6) Cara pembunuhan tercatat sebanyak 23,52 persen kasus.

7) Korban pembunuhan terbanyak berjenis kelamin perempuan yaitu 66,66 persen.

Otopsi medico legal yang rinci dan menyeluruh termasuk pemeriksaan


barang-barang pribadi, pemeriksaan eksternal, dan pemeriksaan internal serta
didukung oleh penyelidikan analitik yang diperlukan sangat membantu untuk
menentukan identitas dan penyebab kematian. Sejarah kejadian sama pentingnya
dengan penyebab kematian pada tubuh yang sangat membusuk dan atau kerangka.
Pemeriksaan anatomi rangka dan analisis DNA penting untuk menentukan identitas.
Metode berguna lainnya yang digunakan dalam identifikasi adalah penilaian
radiologis usia, cedera, benda asing dan data gigi. Analisis kimiawi dari sampel
mungkin terbukti bermanfaat dalam beberapa kasus. Diperlukan pendekatan multi
faktor untuk menetapkan identitas dan penyebab kematian.

21
III. ANALISIS JURNAL

1. Kelebihan Jurnal :
a. Judul dan abstrak memberikan gambaran yang cukup jelas terhadap apa
yang akan ditemukan dalam isi jurnal.
b. Tujuan dalam jurnal ini jelas dan tercapai dengan baik berdasarkan isi jurnal
dan pembahasannya.
c. Jumlah kasus yang dipaparkan cukup banyak dan variatif sehingga kasus
yang disajikan tidak monoton.
d. Peneliti menyajikan tabel dan gambar yang cukup membantu pemahaman
mengenai isi jurnal
e. Jurnal ini memisahkan beberapa pembahasan penting menjadi beberapa
subjudul sehingga lebih mudah dipahami.

2. Kekurangan Jurnal :
a. Bahasa inggris yang digunakan dalam jurnal ini pada beberapa bagian sulit
untuk dipahami.
b. Terdapat beberapa kesalahan penulisan dalam jurnal.
c. Pada bagian diskusi peneliti kurang banyak membandingkan hasil
temuannya dengan temuan penelitian lain dan tidak menjabarkan
kemungkinan penyebab munculnya temuan yang ada dalam penelitian ini.

22
IV. Kesimpulan
Jurnal deskriptif dengan judul “Establishing Identity and Cause of Death in
Mutilated and Un Identifiable Corpses: A Challenging Task for Medico Legal
Expert” cukup mudah dipahami walaupun terdapat beberapa kekurangan didalamnya.
Jurnal ini memberikan gambaran kepada pembaca mengenai cara dan alur
mengidentifikasi jenazah yang belum diketahui identitasnya dengan beberapa metode
yang telah dipaparkan dalam jurnal. Memberikan skema mengenai metode mana yang
kemudian terbukti sering digunakan dan memaparkan angka kasus yang dibagi
berdasarkan kondisi jenazah, jenis kelamin, grup usia, metode identifikasi, penyebab
kematian, dan cara kematian. Namun, karena junal ini tidak memuat desain studi
yang digunakan, tidak memberikan kriteria inklusi dan eksklusi, serta metode analisa
data yang akan digunakan jurnal ini hanya dapat dijadikan sebagai sumber bacaan
untuk menambah ilmu pengetahuan (knowledge)

23
DAFTAR PUSTAKA

Waghmare, P.B., BG, C. and SD, N., 2015. Establishing Identity and Cause of Death
in Mutilated and Un Identifiable Corpses: A Challenging Task for Medico
Legal Expert. Journal of Forensic Biomechanics, 06(01), pp.1–5.

24

Anda mungkin juga menyukai