Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

BAROTRAUMA FORENSIK

Disusun oleh :
DOKTER MUDA
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
KELOMPOK UWKS TUBAN C
Periode 29 Februari 2016 27 Maret 2016
Hariz Huda Aditama
Meliana Angeline Uirianto
Agung Tanian
Aldila Tiurmawati Lumban Gaol
Titin Damayanti
Vinny Dwi Alvionita
I Made Sintar Neswiala

14710061
14710007
14710057
14710077
14710073
14710074
14710098

Pembimbing :
Dr.H.Ahmad Yudianto,dr,SpF,SH.M Kes

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr.SOETOMO
SURABAYA
2016
i

LEMBAR PENGESAHAN

Referat berjudul BAROTRAUMA FORENSIK telah disetujui dan disahkan oleh


Departemen / Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga RSUD Dr.Soetomo Surabaya pada :
Hari

Tanggal :
Tempat

: Ruang Kuliah Dokter Muda Departemen/Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo
Surabaya

Penyusun : DM FK UWKS KELOMPOK TUBAN C


(Periode 29 Februari 2016 27 Maret 2016)

Anggota :
1. Hariz Huda Aditama

14710061

2. Meliana Angeline Uirianto

14710007

3. Agung Tanian

14710057

4. Aldila Tiurmawati Lumban Gaol

14710077

5. Titin Damayanti

14710073

6. Vinny Dwi Alvionita

14710074

7. I Made Sintar Neswiala

14710098

Surabaya,

Maret 2016

Mengetehui,

Koordinator Pendidikan

Dr. Nilly Sulistyorini, Sp F


NIP. 198204152009122002

Pembimbing

Dr.H.Ahmad Yudianto,dr,SpF,SH.M Kes


NIP. 197305302006041019

KATA PENGANTAR
ii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Barotrauma Forensik. Penulis
menyusun referat ini untuk memahami lebih dalam tentang aspek medicolegal kecelakaan
lalu lintas dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Forensik Universitas Airlangga di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
dokter-dokter pembimbing di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, antara lain :
1. dr. H. Edi Suyanto, Sp.F, SH, M.Kes selaku Ketua Depertemen Kedokteran Forensik
& Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2. dr. H. Hoediyanto, Sp.F (K) selaku Ketua SMF Kedokteran Forensik & Medikolegal.
3. dr. H. Ahmad Yudianto, dr, Sp.F, SH, M.Kes selaku Kepala Instalasi Kedokteran
Forensik & Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan sebagai dokter
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan,
petunjuk serta bantuan dalam menyusun referat ini.
4. dr. Nilly Sulistyorini, Sp.F, sebagai koordinator pendidikan Kedokteran Forensik &
Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
5. Kedua orang tua kami atas bantuan dan doanya untuk menyelesaikan referat ini.
6. Teman-teman yang telah memberikan bantuan baik secara material dan spiritual
kepada penulis dalam menyelesaikan referat.
Penulis sadar pembuatan referat ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, kami mengharapkan semoga referat
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, Maret 2016

Penulis
DAFTAR ISI
iii

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Definisi

2.2. Etiologi dan Klasifikasi

2.3. Anatomi dan Fisiologi

2.4. Epidemiologi

14

2.5. Patofisiologi

15

2.6. Diagnosis

16

2.7. Penatalaksanaan

23

2.8. Aspek Forensik dan Medikolegal pada Barotrauma

24

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan

32
32

DAFTAR PUSTAKA

33

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga tengah)
dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan pesawat terbang
atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, wajah (sinus), dan
paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya.
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat
yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang
diakibatkan oleh kegagalan tuba eustakius untuk menyamakan tekanan dari bagian
telinga tengah dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari
bawah air saat menyelam. Barotrauma telinga tengah merupakan cedera terbanyak
yang dapat terjadi pada saat menyelam.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan suatu volume gas dalam ruang
tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang
berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertututup dengan
menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan barotrauma?

2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan barotrauma ?


3. Bagaimana aspek forensik dan medikolegal pada barotrauma?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal pada
Barotrauma

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui secara umum tentang Barotrauma
2. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, anatomi dan fisiologi, epidemiologi,
patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan Barotrauma.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan akibat perubahan tekanan barometrik
yang terjadi pada saat menyelam atau saat terbang.1 Barotrauma merupakan segala
sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi
udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan tuba eustachius untuk
menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan adekuat dan terjadi paling
sering selama turun dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam. [2] Hukum
boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan
akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang
tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang
berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) mejadi ruang tertututup dengan
menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.1
2.2. Etiologi dan Klasifikasi
Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh menjadi
ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi yang normal.2
Kelainan ini terjadi pada keadaan-keadaan:
a. Saat menyelam
Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh yaitu tekanan
atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang ada di atas air.
Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan oleh air yang berada di atas
penyelam. Barotrauma dapat terjadi baik pada saat penyelam turun ataupun naik.
Divers depth gauges digunakan hanya untuk mengetahui tekanan hidrostatik
(kedalaman air) dan berada pada angka nol pada permukaan laut. Ini tidak dapat
mengetahui 1 atmosfer (1 ATA) diatasnya. Jadi, gauge pressure selalu 1 atmosfer
lebih rendah dari tekanan yang sebenarnya dan tekanan absolut.3
Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer yang ada di laut yaitu 1 atmosfer atau 1 bar. 1 Atmosfer
diperkirakan mendekati dengan 10 meter kedalaman laut, 33 kaki kedalaman air laut,
3

34 kaki kedalaman air segar, 1 kg/cm2, 14,7 Ibs/in2 psi, 1 bar, 101,3 kilopascals, 760
mmHg.3
Tabel 1. Tekanan atmosfer dan Tekanan Gauge di bawah laut 3
Tekanan Absolute

Tekanan Gauge

Kedalaman Laut

1 ATA

0 ATG

Permukaan

2 ATA

1 ATG

10 meter (33ft)

3 ATA

2 ATG

20 meter (66 ft)

4 ATA

3 ATG

30 meter (99 ft)

Gambar 1. Tekanan di berbagai lapisan bumi


(dikutip dari kepustakaan 3)

Tekanan Absolut
Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami seorang penyelam ketika
berada di kedalaman laut yang merupakan jumlah dari tekanan atmosfer yang berada
di permukaan air ditambah tekanan yang dihasilkan oleh massa air di atas penyelam
(tekanan hidrostatik). Tekanan total yang dialami penyelam disebut tekanan absolut.
Tekanan ini menggambarkan keadaan atmosfer dan dissebur sebagai absolut atmosfer
atau ATA.3
Tekanan Gauge
Seperti yang telah dijelaskan, tekanan hidrostatik pada pada penyelam secara umum
diukur dengan suatu tekanan atau depth gauge. Seperti alat ukur yang telah dijelaskan

tekanan pada permukaan laut dan mengabaikan tekanan atmosfer (1 ATA). Tekanan
gauge dapat diubah menjadi tekanan absolute dengan menambahkan 1 tekanan
atmosfer.3
Tekanan Parsial
Pada campuran gas, proporsi tekanan total yang dimiliki oleh masing-masing gas
disebut sebagai tekanan parsial (bagian atas tekanan). Tekanan parsial yang dimiliki
oleh masing-masing gas sebanding dengan persentase campuran. Setiap gas memiliki
proporsi yang sama dengan tekanan total campuran, seperti proporsinya dalam
komposisi campuran. Misalnya, udara pada 1 ATA mengandung oksigen 21%, maka
tekanan parsial oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA mengandung nitrogen
78%, maka tekanan parsial nitrogen adalah 0,78 ATA.3
Barotrauma pada saat menyelam dapat terjadi pada saat turun ke dalam air yang
disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke permukaan air
secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure.4
b. Saat penerbangan
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan ketinggian yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara sekitar. Tekanan udara akan
menurun pada saat lepas landas (naik/ascend) dan meninggi saat pendaratan
(turun/descend). Tekanan lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam
telinga tengah mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka
tuba auditiva akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat, terjadi
perbedaan tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang besar selama lepas
landas dan mendarat, menyebabkan ekstensi maksimal membran tympani. Keadaan
ini dapat mengakibatkan pendarahan. Pada ekstensi submaksimal, akan timbul
perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi maksimal berubah menjadi nyeri.5
Berdasarkan letak anatomisnya, barotrauma dapat dibagi menjadi:4
a. Barotrauma Telinga
Barotrauma telinga luar
Barotraumas telinga tengah
Barotraumas telinga dalam
5

b. Barotrauma Sinus Paranasalis


c. Barotrauma Pulmonal
d. Barotrauma Odontalgia
2.3. Anatomi dan Fisiologi
2.3.1. Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari
membran timpani.

Gambar 2. Anatomi Telinga


(dikutip dari kepustakaan 6)

Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah
liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga
lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang
melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.6
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah terbagi atas
tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas
membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari
membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani. Fungsi
dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga luar
kedalam koklea yang berisi cairan.6
6

Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam
terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang
kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya
mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam
terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang
merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis (ruang
perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari
vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea. Vestibulum merupakan bagian yang
membesar dari labirin tulang dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3
mm.6
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan
lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Koklea membentuk tabung
ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas skala
vestibuli, skala media dan skala timpani.6

Gambar 3 . Anatomi Telinga Dalam


(dikutip dari kepustakaan 6)

2.3.2.
Anatomi Sinus Paranasalis
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus
paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi

tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus


mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.7

Gambar 4. Anatomi Sinus Paranasalis


(dikutip dari kepustakaan 7)

2.3.3. Anatomi Paru-Paru


Paruparu adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru kanan
memiliki 3 lobus, sedangkan paruparu kiri memiliki 2 lobus. Paru-paru berfungsi
dalam pertukaran gas antara udara luar dan darah yaitu oksigen dari udara masuk ke
darah, dan karbondioksida dari darah ke luar ke udara. Proses pertukaran gas terjadi
melalui lapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membran basalis, cairan antarsel
endotel kapiler, plasma, membran sel darah merah, dan cairan intrasel darah merah.
Alveoli paru-paru/ kantong udara merupakan kantong kecil dan tipis yang melekat
erat dengan lapisan pembuluh darah halus (kapiler) yang membawa darah yang bebas
oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul oksigen dapat disaring melalui dinding
pembuluh darah tersebut untuk masuk ke aliran darah. Sama halnya dengan
karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke dalam kantong udara untuk
dikeluarkan melalui pernapasan, menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam
darah dan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari darah.8

Gambar 5. Struktur Paru-paru dan pertukaran gas di alveoli


(dikutip dari kepustakaan 8)

Hukum Boyle
Hukum ini menyatakan hubungan antara tekanan dan volume. Hukum Boyle
berbunyi Volume suatu gas berbanding terbalik dengan tekanan yang bekerja
pada gas tersebut (jika suhu tetap konstan). Hal ini berarti, untuk jumlah gas
tertentu, jika tekanan meningkat, volume proporsionalnya menurun demikian
sebaliknya atau dapat diartikan jika tekanan naik dua kali lipat, berarti volumenya
seperdua, demikian sebaliknya.
Secara matematis dapat ditulis: V = 1/P (dimana P: tekanan, dan V: volume). Oleh
karena itu, untuk jumlah gas tertentu, volume dikalikan dengan tekanan selalu
memiliki nilai konstan (PxV bernilai konstan).
Jadi, jika suatu gas memiliki volume awal V1 dan tekanan awal P1, dan tekanan
dan volume tersebut berubah, maka hasil kali volume baru dan tekanan baru yang
dihasilkan bernilai sama dengan keadaan awal apabila dikalikan.
Pada saat menyelam, tekanan di dalam air atau laut meningkat seiring dengan
kedalaman yang ada, konsekuensinya bagi penyelam harus mengurangi volume
gas yang adab karena tubuh memiliki banyak ruang untuk udara.3
Masalah Penyelam saat Turun
Masalah yang biasa terjadi, misalnya udara di telinga tengah dan sinus paranasalis
akan terdesak dalam suatu volume selama penyelam turun ke di area laut yang
lebih dalam. Jika perubahan volume ini tidak dikompensasi dengan penambahan

udara yang lebih banyak (pemerataan), maka barotraumas pada jaringan akan
terjadi. Sebagai contoh, Jika tas dengan volume 6 liter udara yang ada di
permukaan laut (1 ATA) dan dibawa pada kedalaman 20 meter (3 ATA), maka
volume akan berkurang 3 kali lipat menjadi 2 liter.
P1 x V1 = P2 x V2
1 x 6 = 3 x V2
V2 = 2 liter
Dengan cara yang sama pula ketika seorang penyelam mengambil napas
maksimal di permukaan laut dan menyelam sampai kedalaman 20 meter (3 ATA),
maka volume udara di paru-parunya berkurang dari 6 liter menjadi 2 liter. Dada
dan paru-paru mengatasi dengan kompresi yang lebih baik daripada kompresi.3
Masalah Penyelam saat Naik
Penyelam laki-laki biasanya memiliki kapasitas volume udara paru-paru sekitar 6
liter. Jika seorang penyelam mengambil napas penuh pada kedalaman 20 meter (3
ATA) dari set scuba dan kembali ke permukaan tanpa menghembuskan napas,
maka volume gas di paru-parunya akan meningkat dari volume paru-paru total 6
liter menjadi kapasitas untuk 18 liter udara (6x3 liter).3
Paru-paru harus memperluas kapasitasnya untuk menampung volume sebanyak 18
liter sehingga dapat menyebabkan titik yang tidak dapat ditoleransi oleh paruparu. Hal ini dapat menyebabkan barotrauma pada paru-paru atau pulmonary
barotrauma of ascent.4
Yang terpenting dari Hukum Boyle yaitu bahwa perubahan volume terbesar dekat
dengan permukaan laut. Hal ini berarti bahwa bahay terbesar terjadinya
barotrauma berada pada daerah permukaan dan ini berlaku baik pada saat
penyelam naik ataupun turun.3

Gambar 6. Perubahan volume dan tekanan gas pada berbagai kedalaman.


(dikutip dari kepustakaan 3 )

Hukum Charles
Sebagian penyelam pasti menyadari bahwa pompa dan kompresor udara yang
digunakan pada saat menyelam menjadi panas saat digunakan. Saat volume gas
dikompresi, panas dihasilkan. Hal ini dapat dijelaskan oleh Hukum Charles.
Hukum ini menyatakan bahwa jika tekanan tetap konstan, maka volume dari suatu
massa gas bervariasi secara langsung dengan temperature absolute (suhu absolute
diperoleh dengan menambahkan 273 untuk suhu dalam derajat celcius). Dengan
kata lain, pada tekanan tetap, jika gas dipanaskan volume bertambah, dan jika gas
didinginkan volumenya berkurang.
Hukum Charles dan Hukum Boyle dapat dikombinasikan dalam Hukum Gas
Umum: PV/T adalah konstan. Hal ini berarti untuk jumlah gas tertentu, tekanan
dikalikan volume dibagi oleh suhu, memiliki nilai yang sama, jadi jika salah satu
bervariasi, memiliki efek pada kedua faktor yang lain. Jika gas dikompresi,
volumenya menurun dan semakin panas. Jika gas dipanaskan dan volume dicegah
untuk mengalami penambahan, maka tekanan meningkat.3
Hukum Daltons
Dalam suatu campuran gas, tekanan total diberikan oleh campuran gas tersebut,
yaitu jumlah dari tekanan yang akan diberikan oleh masing-masing gas jika
menempati volume total gas tersebut. Artinya, tekanan total adalah jumlah dari

tekanan parsial. Dengan meningkatnya tekanan (sesuai dengan kedalaman air),


sehingga tekanan parsial masing-masing gas meningkat. Misalnya jika udara
mengandung sekitar 21% oksigen (O2) dan 78% nitrogen (N2), kemudian dalam
sampel dari udara pada tekanan tertentu, O2 akan berkontribusi 21% dari tekanan
total dan N2 akan memberikan kontribusi 78%.3

Gambar 7. Kedalaman laut dan kandungan udara


(diambil dari kepustakaan 3)

Hukum Henry
Hukum ini menjelaskan tentang kelarutan gas dalam cairan dan menyatakan
bahwa jumlah gas yang akan larut dalam cairan pada suhu tertentu sebanding
dengan tekanan parsial gas dalam kontak dengan cairan tersebut. Ini berarti bahwa
jika tekanan gas dalam cairan meningkat, maka lebih banyak gas akan larut dalam
cairan.3

Gambar 8. Molekul gas yang terlarut dalam cairan menunjukkan tekanan gas dalam
cairan meningkat dari 1 ATA menjadi 2 ATA
(diambil dari kepustakaan 3)

Contoh dari hukum ini dapat dilihat setiap kali minuman ringan bersoda
botol dibuka. Selama pembuatan minuman ini, karbondioksida dilarutkan dalam
cairan di bawah tekanan dan tutup botol untuk mempertahankan tekanan. Ketika
botol dibuka dan tekanan dilepaskan, cairan tidak akan membiarkan kelebihan gas
dilepaskan sehingga kelebihan gas itu dikeluarkan dalam bentuk gelembunggelembung cairan. Pada permukaan laut (1ATA) tubuh manusia berisi sekitar 1
liter N2 yang terlarut dalam jaringan. Setiap kali seorang penyelam bernafas
dan terjadi kompresi udara di kedalaman laut, N2 lebih akan larut dalam tubuh
karena tekanan parsial N2 dalam udara pernapasan meningkat. Ini adalah
penyebab pembiusan nitrogen. Dalam keadaan tertentu, ketika penyelam kembali
kepermukaan, N2 ini bisa keluar dalam bentuk gelembung. Gelembung ini
menyebabkan cedera jaringan yang merupakan dasar dari penyakit dekompresi.3
2.4. Epidemiologi
Barotrauma dapat terjadi misalkan pada telinga tengah dapat terjadi saat
menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki
pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000
kaki pertama di atas bumi. Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan
terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini
dapat menjelaskan relative tingginya insiden barotrauma pada telinga tengah saat
menyelam. Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelaman kompresi
udara yaitu dengan menggunakan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing
Apparatus) atau penyelaman dengan menahan napas. Seringkali terjadi pada
kedalaman 10-20 kaki. Sekalipun insidens relatif lebih tinggi pada saat menyelam,
masih lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan orang
menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun hanya sampai
8000 kaki. Maka barotrauma masih mungkin terjadi, namun insidensnya tidak
setinggi yang diakibatkan menyelam. Hal ini disebabkan karena pada saat
menyelam, untuk mengatasi tekanan yang meningkat, harus dilakukan usaha
untuk menyeimbangkan tekanan misalnya melalui Manuver valsalva, sedangkan

pada saat naik pesawat komersial, tekanan yang menurun biasanya dapat
diseimbangkan secara pasif.
Kasus barotrauma di Amerika Serikat dapat ditemukan pada 2,28 kasus per
10.000 penyelaman pada kasus berat. Sedangkan pada kasus ringan tidak
diketahui karena banyak penyelam tidak mencari pengobatan. Resiko Barotrauma
ini meningkat pada penyelam dengan riwayat asma, selain itu juga meningkat 2,5
kali pada pasien dengan paten foramen ovale. Kematian akibat Barotrauma di
pesawat militer telah dilaporkan terjadi pada tingkat 0,024 per juta jam
penerbangan. Tingkat insiden dekompresi untuk rata-rata penerbangan sipil
sekitar 35 per tahun. Sedangkan pada departemen pertahan Australia dapat
ditemukan 82 insiden per juta jam waktu terbang. Sedangkan pada barotrauma
akibat menyelam tidak ada informasi yang tersedia di seluruh dunia.3,4
2.5. Patofisiologi
Hukum Boyle menyatakan bahwa terdapat hubungan antara volume gas dalam
ruangan tertutup dengan tekanan lingkungan sekitar. Penurunan atau peningkatan
pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan)
suatu volume dalam ruangan tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang
lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi.
Barotrauma dapat timbul akibat adanya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
struktur tubuh yang terkait.2
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze.
Syarat untuk terjadinya squeeze adalah:4
Adanya ruangan yang berisi udara
Ruangan tersebut memiliki dinding yang kuat
Ruangan tersebut tertutup
Ruangan tersebut memiliki membran dengan suplai darah dari arteri
maupun vena yang memasuki ruangan dari luar
Adanya perubahan tekanan pada lingkungan sekitar secara tiba - tiba
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
disebut reverse squeeze atau overpressure.

Terjadi usaha tubuh untuk

mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan.4


2.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau

penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara


spesifik, barotrauma juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang
mengakibatkan peningkatan tekanan paru sehingga menyebabkan terjadinya
pulmonary barotrauma.4 Pasien dengan barodontalgia biasanya memiliki satu atau
lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun
kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu
dekat. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda
barotrauma telinga tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien
memiliki riwayat rhinitis dan polip nasi.3,4
b. Gejala Klinis dan Mekanisme
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze.
Gejala Knilis pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami
gangguan, yaitu sebagai berikut:
1. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar mengalami
obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi atau dikurangi
selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada pemakaian tudung
yang ketat, wax pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau
menggunakan penutup telinga. Biasanya obstruksi pada saluran telinga bagian
luar ini akan menyebabkan penonjolan membran timpani disertai perdarahan,
swelling dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian luar.
Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan kedalaman
sedikitnya 2 meter.3,9

Gambar 9. Barotrauma penurunan (squeeze) pada telinga luar


(dikutip dari kepustakaan 9)

2. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah


Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling umum.
Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang
telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang
telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai
bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba eustachi. Ketika tabung eustachi
ditutupi oleh mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya
barotrauma

(adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang tertutup,

penetrasi pembuluh darah).


Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi
ketidakseimbangan

tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang

telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang
berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada
telinga tengah lebih rendah dari tekanan air diluar, menciptakan vakum relative
dalam ruang telinga tengah. Tekana negatif ini menyebabkan pembuluh darah
pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran
dan akhirnya dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga
yang menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk
menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan

menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan,


dan pendarahan merupakan hal sering terjadi.
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu nyeri
akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan
sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit berkurang
dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa
meter secara perlahan.
Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap dapat
terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan berkurang
dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi keras,
rongga telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga tersebut.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan disarankan agar
tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat membran
timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal tersebut dapat
menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi akibat adanya
gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin yang merangsang
mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah
terjadi tidak harus disertai dengan pecahnya membran timpani.3,9

Gambar 10. Barotrauma Penurunan (Squeeze) pada telinga tengah


(dikutip dari kepustakaan 9)

3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam


Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga
tekanan pada membran timpani diteruskan pada oval dan round window sehingga

meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur oval dan round window dapat terjadi
dan mengakibatkan gangguan telingah dalam sehingga gejala yang ditemukan
adalah gangguan keseimbangan dan pendengaran seperti vertigo persisten dan
kehilangan pendengaran.3,9
Gejala klinis yang biasa terjadi pada barotrauma pada telinga dalam yaitu adanya
tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo, disakusis, mual
dan muntah.9
4. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis
Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan
ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan
adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang
berasal dari sinus yang terkena.3,10
5. Barotrauma Odontalgia
Barodontalgia terjadi bila terdapat udara yang dibentuk oleh pembusukan berada
pada sambungan yang kurang baik sehingga udara tersebut terperangkap. Gejala
klinis yang terjadi adalah keretakan gigi maupun lepasnya tambalan gigi.3
6. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Pulmonal
Barotrauma pada paru terjadi saat tidak adanya udara yang dapat masuk ke dalam
paru untuk menyesuaikan tekanan dengan lingkungan, seperti pada penyelaman
dengan menahan napas. Darah dan cairan tubuh akan mengalir ke paru untuk
meningkatkan tekanan sehingga membentuk pembengkakan. Gejala klinis yang
terjadi biasanya fatal dan berupa kompresi dinding dada.3,11
7. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Wajah dan Tubuh
Terjadi saat penggunaan masker wajah SCUBA, masker wajah lain yang
menyebabkan pengeluaran udara melalui hidung, maupun pada exposure suit yang
mengakibatkan udara terperangkap. Pada barotrauma wajah, daerah yang
mengalami gangguan terberat adalah mata dan kantong mata. Pada barotrauma
tubuh, udara yang terperangkap pada pakaian akan menyebabkan rasa tidak
nyaman dan pendarahan pada daerah tersebut.3,12

Gambar 12. Barotrauma pada Wajah


(diambil dari kepustakaan 12)

.
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk
mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan. Overpressure
memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan squeeze yaitu:
1. Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah
Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran timpani dapat
terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze. Sebagai tambahan,
dapat terjadi facial baroparesis dimana peningkatan tekanan mengakibatkan
kurangnya suplai darah pada nervus facialis karena tekanan pada telinga tengah
diteruskan ke os temporalis. Dibutuhkan overpressure selama 10 sampai 30 menit
untuk gejala dapat terjadi, dan fungsi nervus facialis kembali ke normal setelah 5 10 menit setelah penurunan overpressure.3,9
2. Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis
Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.3
3. Overpressure Pulmonal
Disebabkan karena ekspansi dari gas yang masuk ke paru - paru saat menyelam.
Ekspansi ini bila melebihi kapasitas pengembangan paru akan dipaksakan untuk
masuk ke dalam jaringan sekitar dan pembuluh darah sehingga menimbulkan
emboli. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada daerah emboli. Gas pada
jaringan sekitar paru akan menimbulkan emfisema mediastinum dan subkutis,
bahkan pneumothoraks.3,11

Gambar 13. Barotrauma pulmonal ascendens


(dikutip dari kepustakaan 11)

c. Pemeriksaan Fisik
Pada peneriksaan fisik ditemukan pembengkakan dan perdarahan pada daerah
yang mengalami squeeze maupun overpressure, adanya krepitasi pada emfisema
subkutis, dan defisit neurologis pada pasien dengan emboli gas.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah pemeriksaan lab
berupa:
Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya
emboli gas.
Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis
yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
Kadar Serum Creatin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan kerusakan
jaringan karena mikroemboli.
2.7. Penatalaksanaan

Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 100% O2 pada


tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di RUBT
maka rekompresi dengan 100% O2 dengan tekanan paling sedikit kedalaman 18
meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD. Bila sesudah 10
menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100
menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini
dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan
mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya
penderita dinaikkan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan
dapat berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter
gelembung sesuai Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan
mengurangi kerusakan jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam
plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang digunakan dalam terapi mempercepat
sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang
rusak dan iskemik.
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi
dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi dilakukan pada
kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1
meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di kedalaman
tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik kepermukaan. Setiba
dipermukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan udara
selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam. Walaupun dapat dan telah
dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam didalam
air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang
dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat
dilakukan intervensi medis bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh
karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan
beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya.
Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infus cairan
(dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada
edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal
jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi

pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen
hiperbarik.3,4
2.8. Aspek Forensik dan Medikolegal pada Barotrauma
a. Pemeriksaan Post Mortem
1) Riwayat
Dengan mengetahui riwayat saat penyelaman dapat

membantu

untuk

menyimpulkan penyebab kematian pada kasus barotrauma. Informasi dapat


diperoleh dari berbagai macam sumber diantaranya:
Polisi dan Saksi
1) Laporan kepolisian
2) Kesaksian dari penyelam yang lain
3) Karakteristik lokasi penyelaman, lamanya, cuaca dan kondisi lain saat
kejadian terjadi.
4) Kapan penyelaman mulai menemui masalah?, selama penurunan, saat di
bagian bawah laut, selama naik pada saat menyelam.
5) Apakah penyelam terlalu cepat naik saat menyelam juga perlu
dipertanyakan.
Riwayat menyelam korban
1) Frekuensi dan pengalaman menyelam korban
2) Sertifikasi menyelam
3) Riwayat penyakit penyelam, misalnya adanya riwayat penyakit iskemik
jantung, asthma, diabetes, dan epilepsy.
Peralatan Pemeriksaan
1) Berapa banyak udara yang tersisa di dalam tangki? Komposisi? (terutama
dalam teknis diving)
2) Keberadaan karbon monoksida?
3) Regulator / tangki / SM termasuk pengujian dalam kondisi yang relevan.
4) Dive computer log down loaded (ini adalah bukti terbaik dari kecepatan
pada saat naik)
5) Apakah penyelam menggunakan beban terlalu banyak pada sabuk berat
badan.
Autopsi (sebaiknya oleh ahli patologi dengan pengalaman menyelam kematian)
1) CT scan tubuh harus dilakukan dalam waktu 8 jam kematian
2) Temuan otopsi termasuk deskripsi situs dan perkiraan volume gas
3) Histologi organ yang relevan khususnya paru-paru, jantung dan otak
4) Toksikologi termasuk karbon, alkohol monoksida dan obat

2) Penyimpanan tubuh
Jenazah sering dibawa ke kamar mayat dengan masih menggunakan peralatan
menyelam, pakaian basah, sirip, masker,sabuk berat. Karena efek dari isolasi
setelan yang basah adalah temuan umum untuk jenazah untuk menunjukkan awal
posting perubahan dekomposisi mortem, walaupun pendinginan. Patologi harus
tepat dalam meninjau, mempertimbangkan, dan mendokumentasikan (termasuk
fotografi) penampilan luar dari tubuh pada saat penerimaan pertama di tempat
yang memiliki fasilitas.
3) Pemeriksaan radiologi untuk gas sebagai bagian dari pemeriksaan pos
mortem
Peran pemeriksaan CT scan tubuh adalah kontroversial karena tingginya
kejadian pasca-mortem artefak gas, sebagian besar post-mortem "setelah
penyerangan dengan gas beracun". Akumulasi gas penting dapat ditunjukkan
dengan kista paru, pneumothoraks, emfisema mediastinum dan gas intravaskuler
(PBT / CAGE).
Pencitraan harus dilakukan dalam waktu 8 jam dari kematian. Pencitraan
yang dilakukan setelah 8 jam sedikit atau tidak ada nilainya. CT Scan merupakan
pemeriksaan yang sensitif untuk mendeteksi jumlah gas yang kecil pada tubuh.
Pemeriksaan perlu dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kematian. CT Scan akan
menunjukkan gas pada arteri serebral dan pada ventrikel kiri dan kanan dari
jantung. Jumlah gas yang kecil pada hati biasanya merupakan hasil dekomposisi.
Gas pada vena, sendi, dan jaringa lunak menunjukkan antara pelepasan gas setelah
kematian atau dekomposisi.
X-ray tegak pada dada dan abdomen dapat digunakan jika CT Scan tidak tersedia.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan jumlah gas yang relatif besar pada ventrikel
kanan (air fluid level pada ventrikel kanan atau trunkus pulmonalis), aorta, dan
vena pada leher. X-ray pada kepala akan menunjukkan adanya gas pada pembuluh
darah cervikal, sedangkan x-ray pada ekstremitas akan menunjukkan gas pada
vena, sendi, dan jaringan lunak yang menunjukkan dekomposisi atau pelepasan
gas setelah kematian.
Pada barotrauma pulmonal dan emboli gas arteri serebralis, ditemukan gas pada
arteri serebral dan ventrikel kiri pada jantung. Telah disugestikan bahwa pada

emboli gas arteri serebralis, emboli gas akan melewati kapiler dan vena dan
terperangkap pada vena pulmonalis atau ventrikel kanan. Jumlah gas yang besar
juga dapat ditemukan pada ventrikel kanan pada pelepasan gas setelah kematian,
dekomposisi, dan resusitasi.
CT atau MRI dapat berguna pada pendeteksian gelembung karena dekompresi
pada medulla spinalis. Walaupun begitu, adanya gas pada intravaskuler
merupakan hal yang umum pada autopsi penyelam dan tidak spesifik pada
barotrauma dan emboli gas arteri serebral. Pada pemeriksaan 13 kasus kematian
penyelam, gas intravaskuler ditemukan pada 12 dari 13 kasus, sedangkan 4 kasus
memiliki riwayat yang kuat untuk adanya emboli gas arteri serebralis, dan 3
memiliki riwayat yang mungkin menderita emboli gas arteri serebralis.
Gas intravaskuler juga dapat disebabkan karena:
1) Dekomposisi
Bakteri pada tubuh memproduksi gas setelah kematian. Ini dapat ditemukan pada
vena porta atau vena hepatika pada 12 jam setelah kematian. Jika mayat tidak
dimasukkan dalam pendingin, tubuh akan memeperlihatkan gas yang ekstensif
pada intravaskuler dan jaringa lunak pada 36 jam setelah kematian. Hidrogen dan
methane pada gas yang ditemukan mengindikasikan dekomposisi.
2) Resusitasi
Mengikuti resusitasi dengan tuba endotrakeal dan ventilasi tekanan positif,
ditemukan jumlah gas yang signifikan pada jantung yang terdeteksi pada x-ray
dada pada 5 dari 13 kasus kematian pada bukan penyelam.
3) Pelepasan gas setelah kematian atau dekompresi post mortem
Pada penyelaman yang dalam, jaringan menyerap nitrogen. Jika penyelam naik ke
permukaan dengan cepat dan meninggal, atau jika penyelam meninggal pada
dasar dan dibawa dengan cepat ke permukaan, gelembung nitrogen akan terbentuk
pada jaringan dan pembuluh darah. Proses ini akan memproduksi gas
intravaskuler dan jaringan lunak, dan secara teori dapat diberdakan dengan emboli
gas arteri serebralis dengan adanya gas pada otot dan sendi. Pada prakteknya, sulit
untuk mengidentifikasi emboli gas arteri serebralis jika pada pasien juga
ditemukan adanya dekompresi setelah kematian.
Percobaan eksperimental oleh Cole et

al

menggunakan

domba

mendemonstrasikan bahwa penyelaman selama 45 menit pada kedalaman 18


meter dapat memproduksi gas yang besar pada CT scan karena pelepasan gas post

mortem pada 8 sampai 24 jam. Kesimpulan mereka adalah "adanya gas pada
sistem vaskuler pada kadaver manusia setelah kematian yang berkaitan dengan
penyelaman merupakan hal yang diespektasikan dan tidak harus berkaitan dengan
emboli gas yang mengikuti barotrauma pulmonal seperti yang sebelumnya
dikatakan".
Diagnosis emboli gas arteri serebral hanya dapat dibuat bila adanya riwayat naik
ke permukaan air secara cepat dan kehilangan kesadaran setelah sampai ke
permukaan.
Kriteria mayor untuk barotrauma pulmonal dan emboli gas arteri serebral
a.
Riwayat naik ke permukaan diikuti oleh kehilangan kesadaran yang tiba b.

tiba pada saat sampai ke permukaan.


Emfisema meastinal atau subkutaneus yang terbatas pada area perithorax

c.

dan atau penumothorax.


Gas pada bagian kiri dari jantung, sirkulus willisi, arteri koroner atau retina,
dimana kemungkinan pelepasan gas setelah kemungkinan jarang terjadi.

Kriteria minor
a.
Situasi kurang udara atau panik.
b.
Penyelam pemula atau pelajar.
c.
Jaket penyelam yang terlalu dipompa atau ikat pinggang pemberat yang
ditinggalkan
d.
Bukti komputer penyelam tetang naik yang cepat ke permukaan.
e.
Bukti lain oleh barotrauma, emfisema subkutaneus atau pneumothorax.
4)
Autopsi
Kehilangan perlengkapan menyelam harus dicatat, dan perlengkapan harus
disimpan dengan saluran yang tertutup untuk penyegelan gas pernapasan untuk
analisis.
Pemeriksaan Luar
Adanya busa pada disekitar hidung atau mulut (cairan edema pulmonal) sering
terlihat pada kasus tenggelam. Hal ini cepat hilang sehingga pemeriksaan cepat
pada tubuh harus dilakukan. Tanda - tanda kompresi pada hidung dan atau mulut
dan pendarahan kecil pada konjungtiva biasanya mengindikasikan squeeze masker
yang menandakan penyelarasan tekanan yang kurang saat turun pada kedalaman.
Pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi dapat memperlihatkan perforasi
(biasanya pada penurunan). Gigitan pada bibir atau lidah dapat mengindikasikan

fitting (periksa juga mouthpiece). Perdarahan, abrasi, dan lebam pada wajah dan
ekstremitas menunjukkan perlukaan yang terjadi sebelum sirkulasi berhenti.Ini
dapat terjadi karena trauma oleh batu, atau gigitan binatang.Kerusakan setelah
kematian oleh lingkungan dapat dideteksi dengan tidak adanya perdarahan pada
jaringan lunak sekitarnya.
Pemotongan Inisial
Rekomendasi dahulu adalah diseksi pada kranium dan dada di dalam air, untuk
mendeteksi adanya gas pada kepala dan dada. Tetapi proses ini sulit dan
memerlukan perlengkapan yang terspesialisasi, dan memiliki hasil yang dubia
sehingga pemeriksaan radiologi lebih digunakan daripada diseksi dalam air.
Pembukaan Primer pada dada yang terelevasi dan aspirasi jantung
Ini dilakukan setelah dokumentasi gas melalui CT atau x-ray. Penahan leher
ditempatkan dibawah bahu sehingga dada terelevasi sehingga gas akan tertumpuk
pada traktus outflow dari ventrikel kanan dan aorta proksimalis. Kulit leher dan
dada direfleksi dengan hati-hati dengan menghindari pemotongan pembuluh darah
leher. Sternum dikeluarkan dengan memotong kartolago kosta dengan scalpel dan
saccus perikardialis dibuka dengan gunting. Keempat ruangan pada jantung
kemudian diaspirasi dengan penempatan jarum suntik pada bagian teratas jantung
dan volume gas pada tiap ruangan jantung diukur. Gas ini kemudian dibandingkan
dengan hasil CT dan x-ray.
Kepala dan Leher
Jika dada dibuka sebelum kepala, arteri karotis harus diikat pada dasar leher.
Kepala kemudian dibuka dan adanya gas pada arteri serebralis dicatat. Membran
timpani harus diperiksa untuk melihat adanya perforasi menggunakan ostoskopi.
Jika terdapat kerusakan membran timpani atau ada bukti lain gangguan pada
telinga tengah atau dalam, telinga tengah dan dalam harus diperiksa dan idealnya
dikeluarkan, untuk kemudian diperiksa dan dilihat kerusakannya. Pemeriksaan
nuropati pada otak dianjurkan untuk dilakukan. Pada beberapa kasus emboli gas
arteri serebralis, terdapat perdarahan perivaskuler pada batang otak dan dasar
ventrikel keempat, walaupun signifikansi tidak tetap. Waktu minimum untuk
fiksasi formalin pada otak untuk pemeriksaan neuropatologis yang optimal adalah
sekitar 48 jam immersi pada 20% formalin. Jika pemeriksaan neuropatologi pada

otak tidak dapat dilakukan, pemeriksaan pada otak yang segar harus dilakukan
dengan sistematis dan hati-hati. Jika resusitasi awalnya berhasil dan penyelam
bertahan hidup untuk sementara waktu sebelum kematian, perubahan patologis
pada otak dan medulla spinalis lebih dapat terjadi.
Dada dan Abdomen
Penemuan gas pada jantung, vena kava inferior, dan vena porta telah
dideskripsikan di atas. Paru-paru yang overexpanded yang menutupi jantung dan
menunjukkan immersi dari kosta dapat ditemukan pada tenggelam dan kondisis
dimana adanya pemerangkapan udara perifer seperti asma dan aspirasi dalam pada
muntah; hal ini juga dapat merupakan karakteristik dari resusitasi.
Adanya air pada abdomen dan edema pada paru dan trakea menandakan adanya
tenggelam. Paru dapat diinflasi dengan udara di dalam air untuk menemukan
kebocoran paru yang menunjukkan adanya barotrauma pulmonal.
Jantung harus diperiksa dengan teliti untuk mendeteksi aterosklerosis koroner dan
kelainan jantung lainnya yang dapat menyebabkan kematian tiba-tiba. Foramen
ovale pada jantung harus periksa patensinya karena hal ini dapat menyebabkan
tejadinya emboli gas paradoksis.
Sistem Muskulo-Skeletal
Dulunya pemeriksaan kepala femur untuk nekrosis avaskuler dilakukan pada
penyelam komersial dan karir, tetapi hal ini sekarang jarang diperiksa dan hanya
diperiksa bila ada kelainan radiologis.
Histologis
Pemeriksaan histologis yang komprehensif pada semua organ harus dilakukan.
Penyelam yang tetap hidup beberapa jam seblum kematian dapat menunjukkan
patologis pada jantung dan sistem saraf pusat seperti infak kecil pada otot jantung
dan medulla spinalis.13

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang
tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan
oleh kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga
tengah dengan adekuat dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau
naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi saat menyelam dan
saat penerbangan. Hukum Boyle menyatakan hubungan antara tekanan dan
volume. Hukum Boyle berbunyi Volume suatu gas berbanding terbalik dengan
tekanan yang bekerja pada gas tersebut (jika suhu tetap konstan). Hal ini berarti,
untuk jumlah gas tertentu, jika tekanan meningkat, volume proporsionalnya
menurun demikian sebaliknya atau dapat diartikan jika tekanan naik dua kali lipat,
berarti volumenya seperdua, demikian sebaliknya. Pada anamnesis umumnya
didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan dimana terdapat
perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Barotrauma dapat terjadi pada telinga,
barotrauma telinga luar, barotrauma telinga tengah, barotrauma telinga dalam,

barotrauma sinus paranasalis, barotrauma pulmonal, dan barotrauma odontalgia.


Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu analisis gas darah, darah lengkap, dan
kadar serum creatin phosphokinase. Untuk pemeriksaan autopsi dapat dilakukan
pada post morte dengan pemeriksaan yang teliti dan sistematis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, George L, MD, et al. Barotrauma dalam BOEIS Buku Ajar
penyakit THT Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006; 912.
2. Aly, Rusly, dr. Barotrauma. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala. 2010;35-8.
3. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 11-28.
4. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas
Surface Supplied Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision
6. 2011; 180-199.
5. Ajeng, Darmafindi dan Indriawati Ratna. Pengaruh Frekuensi Penggunaan
Pesawat Terbang dengan Kejadian Barotrauma. Yogyakarta: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2011.;1-6.
6. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Telinga. Medan: Bagian Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;122.
7. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Sinus Paranasalis. Medan:
Bagian Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2012;1-13.
8. Hernawati. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru dalam Sistem Pernapasan
Manusia pada Kondisi Latihan dan Perbedaan Ketinggian. Bandung:
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Universitas Pendidikan
Indonesia. 2012;1-25.

9. Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving


Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 90-107.
10. Edmonds, Carl MD, et al. Sinus Barotrauma Chapter 10 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 108-112.
11. Edmonds, Carl MD, et al. Pulmonary Barotrauma Chapter 11 dalam
Diving Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National
Library of Australia. 2013; 113-129.
12. Edmonds, Carl MD, et al. Other Barotrauma Chapter 11 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 130-134.
13. Lawrence, Chris Dr. Autopsy and Investigation of Scuba Diving Fatalities.
Australia: The Royal College of Pathologist of Australia. 2012;1-16.

Anda mungkin juga menyukai