Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

HIPERBARIK OKSIGEN
HUBUNGAN TERAPI HBO TERHADAP EMBOLI PARU

Pembimbing:
dr. Djati Widodo EP, M. Kes

Penyusun:
Monica Camilla Chandra 2015.04.2.0102
Monica Roseseka 2015.04.2.0103
Nabilla 2015.04.2.0106

LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Hubungan Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Emboli Paru”
telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian LAKESLA RSAL dr
Ramelan Surabaya.

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

Letkol Laut (K) dr. Djati Widodo EP., M.Kes

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III

Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes dr. Ni Komang S.D., M.Kes, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan topik “Hubungan
Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Emobili Paru” dengan lancar. Referat ini
disusun sebagai salah satu penilaian tugas untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik
di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya. Penulis berharap referat ini
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak


yang membantu penulis dalam penyusunan referat ini, yaitu:

a. dr.Djati Widodo, M.Kes, selaku Pembimbing dari referat ini.

b. dr. Titut Harnanik, M.Kes dan dr. Ni Komang Sri Dewi, M.Kes, Sp.S

c. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.

d. Kelompok DM 39N dan 39O

Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik yang
membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.

Surabaya, Agustus 2015

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan…………………………………………………………. ......... ii

Kata Pengantar ............................................................................................... iii

Daftar Isi ........................................................................................................... iv

Daftar Tabel . ................................................................................................... vi

Daftar Gambar ............................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik …………………………………………… ....... 3

2.1.1 Definisi………………………………………………………………… ......... 3

2.1.2 Hyperbarik chamber…................................................................ ........... 3

2.1.3 Fisiologi terapi oksigen hiperbarik…………………………….. ................ 4

2.1.4 Prosedur……………………………………………………………….. ........ 4

2.1.5 Manfaat terapi hiperbarik oksigen……………………………….. ............ 4

2.1.6 Indikasi terapi hperbarik oksigen………………………………. ............... 6

2.1.7 Kontraindikasi terapi hiperbarik oksigen ................................................ 7

2.1.8 Komplikasi………………………………………………………………. .... 10

2.1.9 Efek terapi ......................................................................................... 11

2.2 Pulmonary Overinflation Syndromes………………………………........ 11

2.2.1 Definisi…………………………………………………………………….... 11

2.2.2 Arterial gas embolism………………………………………………… ...... 12

iv
2.2.3 Etiologi AGE ....................................................................................... 12

2.2.4 Mekanisme terjadinya AGE ................................................................. 13

2.2.5 Gejala klinis AGE........................................................................... ...... 13

2.2.6 Treatment AGE………………………………………………………… ..... 14

2.2.7 Pemeriksaan foto thorax……………………………………………. ........ 21

2.2.8 Perbedaan AGE dengan penyakit DCS……………………………. ...... 22

2.2.9 Prevensi AGE………………………………………………………….. ..... 23

BAB 3 HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN ARTERIAL

GAS EMBOLI ...................................................................................... 24

3.1 Efek Terapi hiperbarik oksigen terhadap arterial gas embolism ............. 24

3.2 Efek Mekanikal tekanan……………………………………………. ........... 24

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………......... 26

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Guideline HBo Therapy…………………………………..………... 7


Tabel 2.2 Terapi AGE atau DCS tipe 2……………………………………… 17
Tabel 2.3 Terapi DCS tipe 1………………………………………………….. 18
Tabel 2.4 Terapi gejala yang belum membaik……………………………… 19
Tabel 2.5 Treatment Tabel 6………………………………………………….. 20

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Pulmonary Overinflation Syndromes …………...... 13

Gambar 2.2 Pulmonary Acute Emboli...................................................... ..... 22

vii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi dengan bernafas


menghirup oksigen 100% didalam ruang perawatan atau hyperbaric chamber yang
diberi tekanan yang lebih besar dari permukaan laut (1 atmosfer absolut, ATA).
HBOT dapat diterapkan dalam monoplace (satu orang) atau multiplace chamber.
Pada multiplace chamber diberikan tekanan dengan udara, kemudian oksigen di
berikan melalui face-mask, hood tent atau endotracheal tube, sedangkan pada
monoplace chamber diberikan tekanan dengan menggunakan oksigen (Gill dan Bell,
2004).

Di ruang terapi oksigen hiperbarik, tekanan udara dinaikkan hingga tiga kali
lebih tinggi dari tekanan udara normal sehingga paru-paru dapat mengumpulkan
hingga tiga kali lebih banyak oksigen dari pada menghirup oksigen murni pada
tekanan udara normal. Darah akan membawa seluruh oksgien tersebut keseluruh
tubuh sehingga nantinya akan merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan sel
induk, yang dapat merangsang penyembuhan (Mayo Clinic, 2011).

Kemampuan HBOT adalah meningkatkan suplai oksigen yang dapat diikat


oleh darah untuk disalurkan keseluruh tubuh, sehingga dengan keadaan tersebut
dapat meningkatkan suplai oksigen jaringan. Indikasi HBOT yang utama adalah
untuk DCS (Decompression sickness), arterial gas embolism dan keracunan CO
(carbon monoksida), namun dengan kemampuan tersebut HBOT memiliki bukti klinis
untuk memperbaiki kondisi dari suatu penyakit seperti diabetes militus dengan
gangrane, infeksi kulit atau pada tulang yang menyebabkan kerusakan jaringan, luka
bakar, luka yang lama sembuh, anemia yang parah (Mathieu, 2006).

HBOT mampu dalam memperbaiki kelainan emboli paru. Emboli paru


merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru. Emboli paru merupakan
keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau
cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli trombus atau emboli yang lainnya,
termasuk emboli udara. Emboli udara akibat yang paling serius dari barotrauma paru
ascent adalah masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru. Emboli gas terbawa

1
ke jantung dan kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi arterial sehingga
menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh-pembuluh paru.

Penyakit emboli gas yang biasa terjadi pada penyelaman dapat di akibatkan
karena naik ke permukaan dengan cepat. Dimana, interval diantara penyelaman
yang tidak tepat dapat menyebabkan mendadak timbulnya gejala akut karena
redistribusi vaskuler dari gelembung sehingga terjadi gangguan fungsi pernafasan
dan jantung.

Emboli paru merupakan salah satu masalah kesehatan dengan insidensi yang
masih tinggi dan angka mortalitasnya cukup signifikan. Survei epidemiologis di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira terdapat 50.000 kasus penyakit ini
tiap tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kurang dari 10% pasien
emboli paru meninggal akibat penyakit ini. Emboli udara sedikit saja sudah dapat
menimbulkan gangguan serius. Kematian bisa terjadi terutama karena sumbatan di
pembuluh koroner atau cerebral.

Pada kejadian kasus emboli paru, HBOT dapat memberikan efek terapi
berupa efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang
memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara. Karena
material gelembung udara yang beredar dalam peredaran darah sampai sirkulasi
pulmonal dan tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonalis memberi akibat
timbulnya gejala klinis. Diharapkan HBOT dapat membantu penyakit-penyakit yang
tergolong berbahaya dan mengancam jiwa dengan fungsi dari oksigen tingkat tinggi
tersebut dan dengan efek samping yang minimal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik

2.1.1 Definisi

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dalam suatu


ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan
barometer tinggi (hyperbaric chamber) dengan tekanan lebih besar daripada
1 ATA (Biomedical engineering, 2014).

Tekanan 1 atmosfer (760 mmHg) adalah tekanan udara yang dialami


oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap
dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan (Biomedical
engineering, 2014).

2.1.2 Hyperbarik chamber


Terapi oksigen hiperbarik pada suatu ruang hiperbarik (hyperbaric
chamber) yang dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Monoplace : pengobatan satu penderita
- Multiplace : pengobatan untuk beberapa penderita pada waktu
bersamaan dengan bantuan masker tiap pasiennya

Pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen 100% bertekanan tinggi


> 1 ATA. Tiap terapi diberikan selama 2-3 ATA, menghasilkan 6 ml oksigen
terlarut dalam 100 ml plasma, dan durasi rata-rata terapi 60-90 menit. Jumlah
terapi bergantung dari jenis penyakit. Untuk akut sekitar 3-5 kali dan untuk
kasus kronik bisa mencapai 50-60 kali. Dosis yang digunakan pada
perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk pasien dan
mempunyai efek imunosupresif.

3
2.1.3 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik

1. Dasar dari terapi hiperbarik menggunakan prinsip fisika.


2. Udara yang kita hirup sehari-hari mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan
Oksigen (O2) 21%.
3. Sedangkan pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan
mengandung Oksigen (O2) 100%.
4. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum
Dalton, Boyle, Charles dan Henry (Biomedical engineering, 2014).

2.1.4 Prosedur

1. Setelah pasien memasuki ruang hiperbarik, pintu ditutup dan segel. Mulailah
peningkatan tekanan yang bertahap dalam ruang atau chamber, penekanan
tersebut dinamakan kompresi
2. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa “penuh” pada telinga akibat
tingginya tekanan didalam chamber selama fase kompresi, yang mana
berlangsung dari 10 sampai 15 menit tergantung pada kenyamanan dan
toleransi pasien.
3. Ketika didalam chamber telah mencapai tekanan yang ditentukan, sensasi
“penuh” di telinga biasanya berhenti. Interior ruangan tetap pada suhu kamar
selama pengobatan.
4. Lamanya perawatan Hbo tunggal bervariasi dari 45 menit untuk keracunan
CO, dan 5 jam untuk beberapa gangguan dekompresi yang parah. Untuk
pengobatan non – healing diabetic foot ulcer rata – rata 90 menit untuk
masing – masing 20 – 30 perawatan.
5. Pada akhir pengobatan, tekanan didalam chamber secara bertahap menurun
yang disebut fase dekompresi, yang umumnya berlangsung dari 10 – 15
menit, pasien mungkin mengalami sedikit sensasi popping di telinga, mirip
dengan sensasi pada saat mengemudi naik ke ketinggian atau terbang
dengan pesawat terbang.

2.1.5 Manfaat Terapi Hiperbarik Oksigen (Sahni, 2013)

1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada


aliran darah yang berkurang.

4
2. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran
darah pada sirkulasi yang berkurang.
3. Menyebabkan pelebaran arteri sehingga meningkatkan diameter pembuluh
darah, dibanding pada permulaan terapi.
4. Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superoxide dismutase (SOD),
merupakan salah satu anti oksidan dalam tubuh untuk pertahanan terhadap
radikal bebas dan bertujuan mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel
darah putih sebagai antibiotic pembunuh kuman.
5. Luka bakar
Pemberian terapi HBOT sebagai terapi tambahan pada penderita luka bakar
dapat diberikan pada 24 jam pertama untuk mencegah perluasan luka bakar,
sedangkan pemberian pada hari berikutnya bermanfaat untuk menurunkan
resiko infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.
6. Luka penderita kencing manis
Luka pada penderita kencing manis merupakan salah satu komplikasi yang
paling ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi di kaki dan
disebabkan oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat mematikan
bakteri tersebut dan mempercepat penyembuhan luka.
7. Luka pasca operasi
• Terapi HBO dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
• Penyembuhan telapak tangan yang terputus setelah operasi penyambungan
• Penyembuhan ujung amputasi kaki pada penderita DM.
8. Kebugaran dan kecantikan
Pemberian terapi HBO dapat meningkatkan dan mempertahankan kebugaran
tubuh, menghilangkan kelelahan serta dapat meningkatkan elastisitas kulit
dan peremajaan sel-sel tubuh.
9. Terapi HBO juga berguna untuk :
a. Keracunan gas CO
b. Cangkokan kulit
c. Osteomyelitis
d. Meningkatkan Konsentrasi Oxygen pada seluruh jaringan tubuh
bahkan pada aliran darah yang berkurang.
e. Rehabilitasi pasca stroke
5
f. Merangsang pertumbuhan pembulu h darah baru untuk meningkatkan
aliran darah pada sirkulasi yang berkurang.
g. Mampu membunuh bakteri,terutama bakteri anaerob seperti
clostridium perfingens ( penyebab penyakit gangren).
h. Mampu menghentikan aktifitas bakteri ( bakteri ostatik).
i. Antara lain bakteri E coli dan pseudomonas sp. Yang umumnya
ditemukan pada luka-luka mengganas.
j. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
k. Memperbaiki fungsi ereksi pada penderita diabetes.
l. Tubuh menjadi segar,badan tidak mudah lelah,gairah hidup
meningkat,tidur lebih enak dan pulas.
m. Radionekrosis.
n. Meningkatkan motilitas sperma pada kasus infertilitas.
o. Alergi.

2.1.6 Indikasi Terapi Hiperbarik Oksigen

(Japanese Society for Hyperbaric Medicine, Japan 2011)

 Kondisi akut (di mana terapi HBO harus diberikan awal dan dikombinasikan
dengan pengobatan konvensional) :
1. Intoksikasi gas CO
2. Gas gangren
3. Emboli udara dan Penyakit dekompresi
4. Gangguan vaskuler perifer
5. Syok
6. Infark Myocardial dan insufisiensi coroner lain
7. Gangguan kesadaran dan oedema otak
8. Gangguan hipoksia berat pada otak
9. Gangguan obstruktif akut pada arteri retina
10. Gangguan sumsum tulang belakang
11. Ileus paralitik
12. Tuli mendadak

6
 Kondisi kronis :
1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan / luka bermasalah (diabetes /
vena dll)
2. Radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan
3. Cangkok kulit dan penutup (yang mengalami reaksi penolakan/rejection)
4. Osteomielitis kronis

Tabel 2.1 Guideline HBo Theraphy

2.1.7 Kontraindikasi Terapi Hiperbarik Oksigen (Riyadi, 2013)


Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolut:
a. Pneumothorax

7
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum
dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat
dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut
2. Kontraindikasi relatif
1. ISPA
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat
ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan
miringotomi bilateral
2. Sinusitis kronis
Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau
dilakukan miringotomi bilateral.
3. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi
oksigen. Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan
sebelumnya.
4. Emfisema dengan retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari
normal akan menyebabkan penderita secara spontan berhenti
bernafas akibat rangsangan hipoksik. Pada penderita dengan
penyakit paru yang disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik
dapat dikerjakan bila penderita diintubasi atau memakai ventilator.
5. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen.
Kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik
juga dapat dengan pemberian anti konvulsan.

6. Riwayat penumothorax spontan


Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT
tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar
ganda dapat dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai.
Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pneumothorax
spontan harus dilakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi hal
tersebut.
7. Riwayat operasi dada
8
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul
saat dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi
kasus untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil.
Tetapi jelas dekompresi harus dilakukan secara lambat.
8. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan
plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu
kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan
tekanan dapat mengganggu implan terseut konsultasi dengan
spesialis THT perlu dilakukan.
9. Kerusakan paru asimptomatis yang nampak secara radiologis
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut
pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak
menimbulkan masalah
10. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan
lebih hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan
alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma
(common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik
sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan
pengobaran sehera dengan oksigen hiperbarik
11. Spherosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian
oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila
memang pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini
tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-
langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin
timbul.
12. Riwayat neuritis optik
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik
terjadinya kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik.
Namun kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita
dengan riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami gangguan
penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun
9
kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan
perlu konsultasi dengan ahli mata.

13. Keganasan

Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan


yang belum diobati atau keganasan metastasik dapat menjadi lebih
buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan
termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan luar
biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini
menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam
suasana oksigen hiperbarik, biasanya secara bersama –sama juga
menerima terapi radiasi atau kemoterapi.

14. Kehamilan

Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial


oksigen yang tinggi nerhubungan dengan penutupan patent ductus
arteriosus sehingga pada bati prematur secara teori dapat terjadi
fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian dikerjakan
menunjukan bahwa komplikasi ini tidak terjadi.

2.1.8 Komplikasi

Ketika digunakan dalam protokol standar tekanan yang tidak melebihi


3 ATA ( 300 kPa ) dan durasi pengobatan kurang dari 120 menit , terapi
oksigen hiperbarik aman.

Efek samping yang paling umum adalah:


1. Barotrauma telinga
2. Barotrauma paru
3. Barotrauma dental
4. Toksisitas oksigen
5. Reaksi kecemasan

10
2.1.9 Efek Terapi

Efek yang didapatkan dari terapi HBOT ada dua yang pertama efek
mekanik dan kedua efek fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelas kan melalui
mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan
meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam-plasma.

1. Efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang


memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara seperti
pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja penyelaman dan
gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis rumah sakit.
Akibat peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan yang
memberikan manfaat terapeutik: bakteriostatik pada infeksi kuman anaerob,
detoksikasi pada keracunan karbon monoksida, sianida dan hidrogensulfida,
reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment syndrome
maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis radiasi, skin
graft preparation dan luka bakar.
2. Efek Fisiologis Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak
adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan
pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia
masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari
pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi, dan difusi. Dengan
kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang
menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.

2.2 Pulmonary Overinflation Syndromes

2.2.1 Definisi (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008).

Pulmonary Overinflation Syndromes (POIS) adalah kebocoran gas


menuju jaringan interstitial pulmo yang tidak menunjukkan gejala kecuali
kebocoran lebih lanjut terjadi. Jika gas masuk sirkulasi arterial, berpotensi
terjadi emboli gas arterial yang fatal. Pulmonary Overinflation Syndromes
termasuk salah satu grup penyakit baro trauma yang disebabkan ekspansi
udara yang terperangkap di paru selama naik (reverse squeeze) atau tekanan
berlebih pada paru dengan subsekuen overekspansi dan pecahnya kantong

11
udara alveolar. Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan
berlebih di dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan
ekspansi gas untuk keluar dari paru selama naik.
Manifestasi klinis POIS tergantung pada lokasi dimana udara bebas
berada. Di semua kasus, yang pertama terjadi adalah pecahnya alveoli
dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah kondisi yang dikenal
sebagai interstitial emphysema. Interstitial emphysema ini tidak menimbulkan
gejala sampai distribusi udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan
jalan menuju cavitas dada atau sirkulasi arterial.

2.2.2 Arterial Gas Embolism (AGE) (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-
010, revision 6,2008).

Arterial gas embolism, kadang di sebut juga emboli udara, adalah


obstruksi aliran darah disebabkan oleh gelembung udara (emboli) yang
memasuki sirkulasi arterial. Obstruksi dari arteri otak dan jantung dapat
menimbulkan kematian jika tidak dilepaskan seketika (U.S. Navy Diving
Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008).
2.2.3 Etiologi AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision
6,2008).

AGE disebabkan oleh ekspansi gas yang berada di paru – paru ketika
bernapas dalam tekanan dan menahan di paru – paru ketika naik. Gas
mungkin dipertahankan secara sadar maupun tidak sadar. Gas dapat terjebak
dan menyebabkan obstruksi dari paru – paru yang terkena imbas dari insiden
atau penyakit sebelumnya; atau dari penyelam yang bereaksi panik pada
situasi sulit, mungkin menahan napas tanpa menyadarinya. Jika terdapat
cukup gas dan jika itu mengembang secara cukup, tekanannya akan
memaksa gas melalui dinding alveolar menuju jaringan sekitarnya dan
menuju aliran darah. Jika gas memasuki sirkulasi arterial, itu akan menyebar
menuju semua organ tubuh. Organ yang terutama rentan terhadap AGE dan
yang bertanggung jawab untuk gejala yang mengancam keselamatan adalah
CNS dan jantung. Di semua kasus dari AGE, memungkinkan untuk
dihubungkan dengan pneumothorax dan tidak seharusnya diabaikan.

12
Kelelahan dari suplai udara dan kebutuhan untuk sebuah kenaikan yang
darurat adalah penyebab tersering AGE

2.2.4 Mekanisme Terjadinya AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-


010, revision 6,2008).
1. Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan berlebih di
dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan ekspansi
gas untuk keluar dari paru selama naik.
2. Pecahnya alveoli dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah
kondisi yang dikenal sebagai interstitial emphysema.
3. Interstitial emphysema ini tidak menimbulkan gejala sampai distribusi
udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan jalan menuju cavitas
dada atau sirkulasi arterial.

Gambar 2.1 Mekanisme Pulmonary Overinflation Syndromes

2.2.5 Gejala klinis AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision
6,2008)

1. Tidak sadar
2. Paralysis
3. Kekakuan
4. Kelemahan
5. Kecapekan yang ekstrem
6. Besarnya area yang mengalami sensasi abnormal (Paresthesias)

13
7. Kesulitan berpikir
8. Vertigo
9. Convulsi
10. Abnormalitas pengelihatan
11. Kehilangan koordinat
12. Mual dan atau muntah
13. Abnormalitas pendengaran
14. Sensasi yang mirip pada sebuah pukulan pada dada selama naik
15. Sputum berdarah
16. Pusing
17. Personalitas yang berubah
18. Hilang control dari tubuh
19. Tremor

2.2.6 Treatment AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision


6,2008)

1. Rekompresi langsung
Terapi Rekompresi untuk Gangguan Penyelaman dengan tujuan :
a. Kompresi gelembung gas menjadi volum kecil, kemudian meredakan
tekanan lokal dan memulai kembali aliran darah.
b. Menyediakan waktu yang cukup untuk resorpsi gelembung
c. Meningkatkan oksigen dalam darah dan kemudian penghantaran oksigen
menuju jaringan yang luka.

Terapi Rekompresi Ketika Chamber Tersedia. Tabel terapi oksigen secara


signifikan lebih efektif daripada tabel terapi udara . Tabel terapi udara hanya dapat
digunakan setelah kegagalan sistem oksigen atau intoleransi pasien terhadap
masalah toksisitas oksigen dengan rekomendasi petugas kesehatan penyelaman .
Perawatan tabel 4 dapat digunakan dengan atau tanpa oksigen tetapi harus selalu
digunakan dengan oksigen jika tersedia.
I. Selalu :
a. Ikuti terapi tabel perawatan secara akurat, kecuali dimodifikasi oleh
Petugas Kesehatan Penyelaman dengan persetujuan dari Komandan.

14
b. Memiliki tender yang memenuhi syarat di ruang setiap saat selama
perawatan.
c. Menjaga tingkat keturunan dan pendakian yang normal sebanyak
mungkin.
d. Periksa pasien secara menyeluruh pada tingkat kelegaan atau terapi
yang mendalam.
e. Perlakukan seorang pasien yang tidak sadar karena emboli gas arteri
atau penyakit dekompresi serius kecuali kemungkinan kondisi seperti
ini dapat dikesampingkan tanpa pertanyaan.
f. Gunakan tabel terapi udara hanya jika oksigen tidak tersedia.
g. Waspada untuk peringatan tanda-tanda keracunan oksigen jika
oksigen digunakan.
h. Dalam hal terjadi kejang oksigen, membuka masker oksigen dan
menjaga pasien dari bahaya. Jangan memaksa membuka mulut
selama kejang.
i. Menjaga penggunaan oksigen dalam waktu dan kedalaman tertentu
yang ditentukan oleh tabel terapi.
j. Periksa kondisi dan tanda-tanda vital pasien secara berkala. Sering
diperiksa jika kondisi pasien berubah dengan cepat atau tanda-tanda
vital yang tidak stabil.
k. Amati pasien setelah pengobatan untuk kekambuhan gejala. Amati 2
jam hanya untuk gejala nyeri, 6 jam untuk gejala yang serius. Jangan
melepaskan pasien tanpa konsultasi Petugas Kesehatan Penyelaman.
l. Menjaga ketepatan waktu yang akurat dan merekam.
m. Menjaga persediaan Alat Darurat Utama dan Kedua.
II. Pernah:
a. Izinkan adanya pemendekan atau perubahan lain dari tabel, kecuali di
bawah arahan dari Petugas Kesehatan Penyelaman.
b. Tunggu tas resusitasi. Gunakan resusitasi mulut ke mulut dengan
perangkat penghalang segera jika pernapasan berhenti.
c. Interupsi kompresi dada selama lebih dari 10 detik.
d. Izinkan penggunaan oksigen 100 persen di bawah 60 kaki dalam
kasus DCS atau AGE.
e. Gagal untuk mengobati kasus yang meragukan.
15
f. Biarkan personil dalam ruang untuk mengambil posisi sempit yang
mungkin menginterfens sirkulasi darah lengkap.
2. Pertolongan pertama dasar
3. Oksigen 100%
a. Perawatan Rekompresi Dengan Oksigen .
Gunakan Terapi Oksigen Tabel 5 , 6 , 6A , 4 , atau 7 , menurut diagram
alur pada Gambar 20-1 , 20-2 Gambar dan Gambar 20-3 . Tingkat
keturunan untuk semua tabel ini adalah 20 kaki per menit . Setelah
mencapai kedalaman perawatan 60 WPS atau tempat dangkal pasien
pada oksigen. Untuk perawatan kedalaman lebih dari 60 FSW ,
menggunakan terapi gas jika tersedia.
b. Perawatan rekompresi Ketika Oksigen Tidak Tersedia .
Gunakan Terapi Oksigen Tabel 1A , 2A , dan 3 ( Angka 20-11 , 20-12 ,
dan 20-13 ) disediakan untuk digunakan hanya sebagai pilihan terakhir
ketika oksigen tidak tersedia. Gunakan Terapi Udara Tabel 1A jika
nyeri lega pada kedalaman kurang dari 66 fsw. Jika nyeri lega pada
kedalaman lebih besar dari 66 fsw, penggunaan Terapi Tabel 2A .
Terapi Tabel 3 digunakan untuk pengobatan gejala yang serius di
mana oksigen tidak dapat digunakan . Gunakan Terapi Tabel 3 jika
gejala lega dalam waktu 30 menit pada 165 fsw. Jika gejala tidak lega
dalam waktu kurang dari 30 menit di 165 fsw , menggunakan Terapi
Tabel 4. Terapi oksigen pada Tabel 1A, 2A, dan 3 disediakan sebagai
pilihan terakhir ketika oksigen tidak tersedia. Tabel terapi oksigen lebih
efektif daripada tabel terapi oksigen dan seharusnya digunakan
kapanpun bisa.
4. Arterial gas embolism dirawat menurut perawatan DCS tipe 1 dengan inisial
kompresi sampai 60 fsw. Jika gejala membaik dalam periode napas oksigen
pertama, kemudian perawatan dilanjutkan dengan tabel 6. Jika gejala
bertambah buruk, bisa dilanjutkan perawatan DCS tipe 2, tanpa melebihi 165
fsw.

16
Tabel 2.2 Terapi AGE atau DCS tipe 2

17
Tabel 2.3 Terapi DCS tipe 1

18
Tabel 2.4 Terapi gejala yang belum membaik

19
Tabel 2.5 Treatment Tabel 6
Terapi tabel 6 pada Gambar 20-5, digunakan untuk hal berikut:
1. Emboli gas Arterial
2. Gejala Type II DCS
3. Gejala Type I DCS di mana dalam waktu 10 menit pada 60 fsw rasa sakit
bertambah parah dan rekompresi langsung harus dilakukan sebelum
pemeriksaan neurologis dapat dilakukan:
o Cutis marmorata
o Keracunan karbon monoksida yang parah, keracunan sianida, atau
menghirup asap
o Asymptomatic dihilangkan dengan dekompresi
o Symptomatic ascent yang tidak terkontrol
o Gejala recurrence dari 60 fsw

20
Terapi tabel 6A digunakan untuk terapi AGE atau gejala DCS ketika gejala
berat tetap tidak berubah dalam 20 menit pertama di 60 fsw(2ata). Pasien
dikompresi ke kedalaman yang melegakan (meningkat signifikan), tidak melebihi 165
fsw (6 ata). Begitu sampai di kedalaman membaik, terapi gas (N2O2, HeO2) dimulai
bila tersedia. Konsultasi dengan Petugas Kesehatan Penyelam secepat mungkin.

2.2.7 Pemeriksaan Foto thorax

Pada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya


ditemui kelainan, yang sering berhubungan dengan adanya kelainan penyakit
kronik paru dan jantung. Memang tidak ada gambaran patogonomik untuk
emboli paru pada hasil foto dada.

Pada pasien emboli paru tanda radiologik yang sering didapatkan


adalah pembesaran arteri pulmonalis desendens, peninggian diafragma
bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan
karena peningkatan tekanan arteri tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh
darah di atas obstruksi. Pembesaran jantung kanan bervariasi besarnya,
sering-sering sulit di deteksi. Tanda Westermark, yaitu suatu hiperlusen paru,
dan ini dianggap paling khas pada emboli paru, meskipun hanya ditemukan
pada 15% kasus. Peninggian diafragma bilateral sering terdapat dan khas
pada emboli paru, terutama apabila berhubungan dengan adanya densitas
paru dan ateleaktasis (plate like atelectasis)

Gambaran lain yang dapat ditemukan pada emboli paru adalah efusi
pleura unilateral atau bilateral, dan menghilang beberapa hari setelah perfusi
membaik. Hasil pemeriksaan radiologis sangat penting dalam evaluasi hasil
sidikan perfusi/ventilasi paru.

1. Sidikan Paru Perfusi dan Ventilasi


2. Angiografi Paru
3. Analasis gas darah
4. Dopler ultra sound blood velocity detector
5. Impedance plethysmography (IPG)
6. Isotop 125 atau fibrinogen test

21
Gambar 2.2 Pulmonary Acute Emboli

2.2.8 Perbedaan AGE dengan Penyakit DCS (Riyadi, 2013)


Penyakit dekompresi adalah seuatu penyakit atau kelainan yang disebabkan
oleh perlepasan dan mengembangnya gelembung-gelembung gas dari fase
larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan di sekitarnya.
Gejala :
1. Rasa nyeri seluruh tubuh
2. Kelelahan
3. Gejala neurologis
4. Gejala gangguan pernafasan maupun gangguan jantung setelah
menyelam.

Ini berhubungan dengan kecepatan lepasnya gas nitrogen dari fase


larut menjadi tidak larut dalam bentuk gelembung gas (bubles) waktu proses
dekompresi berlangsung.

Kondisi supersaturai gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas
tertentu masih bias ditolerir, dimana memberikan kesempatan gas untuk
berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru
dan diekshalasi keluar tubuh.

22
2.2.9 Prevensi AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision
6,2008).

Resiko dari AGE dapat dikurangi atau di hilangkan dengan memperhatikan


pada berikut:
1. Semua penyelam harus menerima latihan intensif di fisik dan fisiologi
menyelam, begitu juga dengan penggunaan yang benar dari alat
penyelaman. Perhatian istimewa harus diberikan pada latihan menyelam
SCUBA, karena operasi SCUBA menghasilkan insiden yang tinggi dari
emboli.
2. Seorang penyelam harus tidak menginterupsi napas selama naik dari sebuah
penyelaman di mana gas kompresi telah di hirup.
3. Seorang penyelam harus menghembuskan napas terus menerus sementara
membuat pendakian darurat. Tingkat pernafasan harus sesuai dengan tingkat
pendakian. Untuk pendakian bebas, di mana penyelam menggunakan daya
apung alami untuk dilakukan ke permukaan, laju pernafasan harus cukup
besar untuk mencegah emboli, tapi tidak begitu besar sehingga daya apung
positif hilang. Dalam pendakian yang tidak terkontrol atau apung, di mana
pelampung, baju kering atau daya apung kompensator membantu penyelam,
tingkat pendakian mungkin jauh melebihi dari pendakian bebas. Pernafasan
harus dimulai sebelum pendakian dan harus menjadi kuat, stabil, dan kuat.
Sulit untuk penyelam yang tidak terlatih untuk menjalankan pendakian darurat
dengan benar. Hal ini juga sering berbahaya untuk melatih seorang penyelam
di teknik yang tepat.
4. Penyelam tidak harus ragu untuk melaporkan setiap penyakit, terutama
penyakit pernapasan seperti flu, dengan Pengawas Penyelaman atau
Personil medis Penyelaman sebelum menyelam.

23
BAB 3

Hubungan Terapi hiperbarik oksigen dengan Arterial Gas Emboli

3.1 Efek Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Arterial Gas Embolism

Terdapat hanya 2 efek dasar dari oksigenasi hiperbarik pada tubuh


manusia. Efek mekanikal yang mana berguna dalam mengurangi ukuran
gelembung (mengikuti kejadian penyelaman atau perkenalan iatrogenic dari
udara intravaskuler), dan efek meningkatkan tekanan partial dari oksigen
(dimana bermacam – macam tergantung dari keadaan fisik dan patofisiologi
di organ dan jaringan) (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010,
revision 6,2008).

3.2 Efek Mekanikal tekanan

Efek pada ukuran gelembung


Gelembung dan gas yang mengisi cavitas dalam tubuh bersifat
subjektif terhadap efek mekanik dari pergantian tekanan. Efek ini mengikuti
hukum Boyle, yang mana menyatakan bahwa volum berbanding terbalik
terhadap tekanan absolute. Volum berubah pada sebuah progresi geometris
yang dihubungkan dengan perubahan tekanan; besar reduksi mengambil
tempat di dekat permukaan, dengan subsekuen reduksi menjadi lebih kecil di
tekanan tinggi. Efek mekanikal tekanan juga sumber dari barotraumas yang
tidak diinginkan di dalam bentuk distress middle-ear, sinus squeeze, lung
squeeze selama kompresi (tekanan signifikan berbedapun akan
menyebabkan pembuluh darah di area bertekanan rendah untuk mebesar
untuk menyesuaikan tekanan, menyebabkan pendarahan middle – ear,
perdarahan sinus, atau perdarahan pulmo yang dihubungkan dengan
squeeze), dan rusaknya paru bila seseorang menahan napasnya selama
dekompresi. Jika seorang pasien menderita dari distensi gas usus, kompresi
di chamber akan meringankan ketidaknyamanannya ketika inhalasi oksigen
akan memantapkan sebuah gradien tinggi untuk menghilangkan nitrogen dari
usus yang distensi. Udara terjebak di usus menurun sampai kurang lebih 50%

24
ketika seorang pasien bernapas oksigen melebihi periode 6 jam pada 2
tekanan absolut.
Di DCS dan emboli udara, pada dasarnya semua gelembung udara
adalah intravascular. Kedua nitrogen dan helium berdifusi sangat cepat
melalui sitoplasma dari sel menuju kapiler terdekat. Hal itu yang
menyebabkan masalah dalam bentuk transportasi gas. Pembuluh darah
kapiler hanya dapat membawa sebuah nilai tertentu dari gas insersi subjek ke
kendala koefisien kelarutan Bunsen pada suhu 37 derajat Celcius. Jika lebih
banyak gas menuju pembuluh darah dari jaringan daripada darah yang
terbawa di larutan, itu harus pasti gelembung.

Ketika gelembung terbentuk, jumlah gelembung yang lebih banyak


dibawa, sampai pada poin dimana gelembung menjadi terlalu besar dan
membuat aktif platelet signifikan dan merusak dinding pembuluh darah.
Ketikas sebuah gelembung udara dikompresi ke 6 ATA, volumnya mengecil
sampai 16% dari yang ada di permukaan. Sebuah gelembung bulat,
bagaimanapun, penurunan diameternya kurang lebih 1,5 pada 6 ATA. Fakta
ini mungkin membuat takut orang yang mengobati DCS, karena dengan
setiap peningkatan atmosfer di atas 6 ATA, reduksi diameternya gelembung
menjadi lebih sedikit. Hal ini harus diingat, bahwa, hanya jenis gelembung
yang mana tidak membuat sakit linu adalah bulat.

Satu – satunya gelembung yang membuat rugi mekanikal adalah


gelembung berbentuk silindris, cenderung memblok pembuluh darah. Pada
rekompresi 3 ATA, gelembung ini berkurang panjangnya 2/3 bagian; pada 6
ATA, gelembung berkurang menjadi 1/6 dari panjang aslinya. Ini
menimbulkan perubahan signifikan pada arsitektur gelembung dan mungkin
menyebabkan gelembung menjadi bulat dan pergi. Pembuluh darah yang
menuju paru menjadi membesar, dimana gelembung kemudian terjebak dan
dieliminasi oleh difusi gas melalui dindingnya. Mekanisme dari hilangnya
gelembung terjadi ketika gelembung bulat menjadi partikel yang lebih kecil.
Paksaan dari tekanan permukaan menyebabkan gelembung kolaps. Pada
poin tersebut, gelembung antara kolaps dan menghilang atau mengecil ke
ukuran nucleus (Kindwall EP, Wheelan HT: Hyperbaric Medicine Practice,
2nd ed. Flagstaff, AZ, Best Publishing Company, 2004)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Adityo Wibowo, 2015, Oksigen Hiperbarik : Terapi Percepatan Penyembuhan


Luka, volume 5 number 9, Universitas Lampung,
<http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/viewFile/645/649>
2. Amira et al, 2014, Resume Hyperbaric Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Bali tanggal 26 s/d 30 September 2014, Mataram, Program Studi
Diploma III Keperawatan.
3. Elias, C.N., Oshida., Yoshiki., Henrique., Cavalanti L.J., Alberto, Muller C.,
2008, Relationship between surface properties (roughness,wettability and
morphology) of titanium and dental implant removal torque, Journal of
Mechanical Behavior of Biomedical Materials I, 234-242, Elsevier Ltd.
4. Gill, A L, and Bell C A.2004. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of
action and outcomes, Oxford Jurnalist, Volume 97, Issue 7 Pp. 385-395
5. Kindwall EP, Wheelan HT: Hyperbaric Medicine Practice, 2nd ed. Flagstaff,
AZ, Best Publishing Company, 2004
6. Mathieu, Daniel, Wattel, Francis.2006. Methodology for Assesing Hyperbarik
Oxygen Therapy in Clinical Practice.Handbook on Hyperbarik Medicine 1st
ed. Netherlands Springer.
7. Mayo Clinic Staff.2011.Test and Procedures Hyperbaric Oxygen Therapy.
http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/hyperbaric-oxygen-
therapy/basics/definition/PRC-20019167
8. Rahmatullah, Pasiyan.2007. Emboli Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
9. Riyadi, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla.
10. Sahni, T. 2013 Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and
Applications, JAPI vol 51
11. U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008

26

Anda mungkin juga menyukai