Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP D-DIMER

Pembimbing :
Letkol Laut (K/W) Dr. Titut Harnanik, dr., M.Kes

Disusun oleh :
I Gusti Ngurah Gede Wira Adnyana 20190420021
Maretta Wulandari 20190420121
Meidy Adlina Firliyani 20190420124

LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RSAL DR. RAMELAN SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul “Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap


D-dimer” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca
dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian
LAKESLA.

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing

Letkol Laut (K/W) Dr. Titut Harnanik, dr., M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan Referat dengan topik
“PengaruhTerapi Oksigen Hiperbarik Terhadap D-dimer” dengan lancar.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA, dengan harapan dapat dijadikan
sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun
pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada:
A. Letkol Laut (K/W) Dr. Titut Harnanik, dr., M.Kes
B. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL Surabaya.
C. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL Surabaya.
Kami menyadari bahwa Referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga Referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, 27 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv
BAB I....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................2
2.1 Terapi HBO.................................................................................................................2
2.1.1 Definisi....................................................................................................................2
2.1.1 Prinsip Hukum Fisika................................................................................................4
2.1.2 Mekanisme Kerja.....................................................................................................5
2.1.4 Indikasi HBO............................................................................................................6
2.1.5 Kontra Indikasi dan Efek Samping.........................................................................11
2.1.6 Efek Terapetik pada Terapi HBO............................................................................12
2.1.7 Komplikasi............................................................................................................12
2.2 D-dimer....................................................................................................................13
2.2.1 Definisi..................................................................................................................13
2.2.2. Struktur dan sintesis D-dimer...............................................................................13
2.2.3. Peran pemeriksaan D-dimer.................................................................................15
2.2.4. Metode Pemeriksaan D-dimer.............................................................................16
2.2.5 Interpretasi hasil tes D-dimer................................................................................17
2.3 Pengaruh Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap D-dimer.........................18
BAB III................................................................................................................................18
KERANGKA KONSEP...........................................................................................................18
3.1 Kerangka Konseptual...............................................................................................19
3.2 Keterangan Kerangka Konseptual............................................................................19
BAB IV...............................................................................................................................20
KESIMPULAN.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Monoplace Chamber ............................................................4


Gambar 2. 2 Multiplace Chamber .............................................................4
Gambar 2. 3 Alur pembentukan cross-linked fibrin.................................19
Gambar 2. 4 Mekanisme Pembentukan D-dimer......................................20
BAB I

PENDAHULUAN

Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu terapi dengan pemberian


oksigen konsentrasi 100% dan tekanan lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA),
yang dilakukan di ruang udara bertekanan tinggi/ruang hiperbarik dengan
tekanan lebih dari 1 atmosfer (Atm). Terapi oksigen hiperbarik ini (HBOT)
telah digunakan dalam praktik klinis, medis dan kesehatan untuk mengobati
penyakit dekompresi, keracunan karbon monoksida, infeksi klostridial, dan
meningkatkan penyembuhan luka. Sejalan waktu, terjadi perkembangan yang
lebih baru dari terapi ini mampu menyembuhkan dan memperbaiki berbagai
kondisi seperti sindrom kompartemen, luka bakar, radang dingin, dan
gangguan pendengaran sensorineural. Terapi hiperbarik bekerja melalui
inhalasi oksigen konsentrasi tinggi dalam ruang bertekanan. (Ilmi et al., 2017)
Tahun 1952, Ferry menjelaskan proses polimerisasi pembentukan
fibrin yang merupakan komposisi trombus. Marder (1983) menemukan skema
pemecahan fibrin dimana fibrinogen diubah menjadi fragmen X dengan
memindah ikatan C-terminal pada 42 asam amino di rantai ß, yang
selanjutnya terpecah dan membentuk fragmen Y, fragmen D dan fragmen E.
Ikatan dimer antara satu fragmen E dan dua fragmen D inilahyang
selanjutnya dikenal dengan nama D-dimer. (Chapman, 2017)
D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang berguna untuk
mengetahui abnormalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian
trombotik dan untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses
fibrinolitik. Fibrinolisis adalah proses aktivitas enzym hidrolitik plasmin untuk
mencerna fibrin dan fibrinogen yang secara progresif mereduksi bekuan
(trombus).13 Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah
produk degradasi fibrin yang terlarut.13,24 Fibrin degradation product (FDP)
yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D dan satu
fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. Hasil
pemeriksaan kadar D-dimer yang normal mempunyai nilai sensitifitas dan
nilai ramal negatif yang tinggi untukkedua keadaan tersebut. (Couturaud F,
2017)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi HBO


2.1.1 Definisi

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi medis yaitu


pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau
pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber).Terapi oksigen
hiperbarik merupakan suatu cara pengobatan dimana peserta terapi bernafas
dengan menghirup oksigen murni (100%) di dalam ruang udara bertekanan
tinggi lebih dari 1 atmosfer absolut. Kondisi lingkungan dalam HBOT
bertekanan udara yang lebih besar di bandingkan dengan tekanan didalam
jaringan tubuh (1ATA).

Terapi diberikan di multiplace chamber atau monoplace chamber.


Dimana pasien masing-masing menghirup oksigen murni melalui masker
wajah atau endotracheal tube (Rijadi, 2016)

Terapi oksigen hiperbarik dapat dilakukan pada Multi place chamber


maupun Monoplace chamber. Pada monoplace chamber, satu individu
menghirup oksigen murni terkompresi. Sedangkan pada multiplace chamber,
beberapa individu terpapar udara bertekanan tinggi secara bersamaan dan
masing-masing menghirup oksigen murni melalui masker, tudung, atau
endotracheal tube. ( Lam G , 2017)
Gambar 2.1 Monoplace chamber. Sumber : ( Lam G , 2017)

Gambar 2.2 Multi place chamber. Sumber : ( Lam G , 2017)


2.1.1 Prinsip Hukum Fisika
a. Hukum Boyle
Penyelaman berhubungan dengan tekanan, yang menyatakan bahwa
pada suhu konstan, volume gas berbanding terbalik dengan tekanan
yang diterapkan. Artinya semakin tinggi tekanan maka volume udara
akan semakin berkurang, hal tersebut berhubungan dengan masalah
Barotrauma.
b. Hukum Henry
Jumlah gas yang larut dalam suatu cairan pada suhu tertentu
berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut. Hal tersebut
berarti semakin tinggi tekanan maka jumlah gas terlarut juga semakin
besar. Hukum Henry berhubungan dengan penyakit dekompresi pada
penyelam
c. Hukum Charles
Pada tekanan konstan, volume gas berbanding lurus dengan suhu
absolut, untuk massa gas tetap. Hukum Dalton Dalam campuran gas
ideal, jumlah total tekanan berbanding lurus dengan jumlah tekanan
parsial dari gas komponen. Implikasinya, peningkatan jumlah gas yang
terlarut di dalam darah dan jaringan terjadi saat tekanan lingkungan
meningkat (Leung and Lam, 2018)

2.1.2 Mekanisme Kerja


Menurut (Mohamed et al. 2018), terapi oksigen hiperbarik memiliki
beberapa mekanisme kerja antara lain :

a) Efek tekanan : menurunkan volume gelembung udara sehingga


memungkinkan gelembung tersebut bergerak pada pembuluh
darah kecil sehingga menurunkan kemungkinan infark. Efek ini
membantu pada kasus emboli udara dan decompression
sickness.
b) Efek meningkatkan tekanan udara : pemberian oksigen pada
tekanan tinggi membantu eliminasi keracunan gas seperti
karbon monoksida, sehingga digunakan untuk mengobati
keracunan karbon monoksida.

c) Efek vasokonstriksi reaktif : HBO berperan sebagai agen alfa


adrenergic yang menyebabkan vasokonstriksi reaktif pada
pembuluh darah kecil sehingga menurunkan edema vascular
tanpa mengubah oksigenasii jaringan yang normal.

d) Efek anti bakterial : kebanyakan mekanisme pertahanan


antibacterial bergantung pada oksigen, sehingga HBO akan
mengoptimalkan property anti infektif dari neutrophil melalui
pembentukan ezim dan ion superoksida.

e) Efek anti iskemik : terapi HBO mengakibatkan peningkatan


jumlah oksigen yang larut dalam darah serta meningkatkan
deformabilitas eritrosit, yang memungkinkan eritrosit mencapai
jaringan iskemik.

Efek penyembuhan : HBO mendukung pertumbuhan osteoclast dan


osteoblast, memfasilitasi sintesis kolagen sehingga menstimulasi
angiogenesis sehingga digunakan sebagai managemen lesi refraktori,
osteoradionecrosis, luka bakar yang luas dan compromised grafts.
2.1.4 Indikasi HBO

Penting untuk mengetahui indikasi untuk terapi hiperbarik. Indikasi


meliputi penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan karbon monoksida,
cedera, anemia kehilangan darah akut, abses intrakranial, luka bakar termal,
fasciitis nekrotikans, gas gangren, dan kehilangan pendengaran akut. Kondisi
tersebut perlu mendapat perawatan terapi oksigen hiperbarik. Pada umunya
pusat hiperbarik merawat pasien dengan dengan kondisi non-alergi seperti
penyembuhan luka yang buruk, cedera radiasi yang tertunda, osteomielitis
kronis dan flap. Sangat penting bagi tim medis yang merawat untuk
mengenali indikasi hiperbarik yang muncul. (Chen et al., 2019)
Menurut UHMS indikasi untuk terapi oksigen hiperbarik adalah; Emboli
udara atau Keracunan gas karbon monoksida; keracunan sianida; inhalasi
asap Myostitis dan mionekrosis klostridial (gangren gas); Cedera; sindrom
kompartemen, dan iskemia perifer akut lainnya. Penyakit dekompresi;
Peningkatan penyembuhan pada luka; Anemia kehilangan darah yang
banyak; Abses intrakranial; Infeksi jaringan lunak nekrotikans; Osteomielitis
refraktori; Flap dan cangkok kulit (terganggu); Cedera radiasi (jaringan lunak
dan nekrosis tulang); Luka bakar termal.(Chen et al., 2019; Mathieu, Marroni,
& Kot, 2017)
Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik menurut (Mathieu et al., 2017)
1. Keracunan karbon monoksida (CO)
Keracunan karbon monoksida dapat terjadi ketika seseorang
menghirup gas karbon monoksida yang menyebabkan penyerapan
oksigen oleh darah terganggu. Terapi oksigen hiperbarik dapat
mengatasi kondisi ini dengan cara menghilangkan karbon monoksida
dari dalam darah dengan pemberian oksigen murni bertekanan tinggi.
 Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan keracunan CO
(rekomendasi Tipe 1, bukti Level B).
 Merekomendasikan 100% oksigen segera diterapkan pada
orang yang keracunan CO sebagai pengobatan pertolongan
pertama (rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
 Merekomendasikan HBOT untuk setiap orang yang keracunan
CO yang disertai dengan adanya perubahan kesadaran, tanda-
tanda klinis gangguan neurologis, jantung, pernapasan atau
psikologis dan tingkat karbokshaemoglobin pada saat masuk
rumah sakit (rekomendasi Tipe 1, bukti Level B).
 Merekomendasikan HBOT pada wanita hamil yang keracunan
CO apa pun gejala klinis mereka dan tingkat
karboksihemoglobin saat masuk rumah sakit (rekomendasi Tipe
1, bukti Level B).
 Sebaiknya merawat pasien dengan keracunan CO minor baik
dengan oksigen normobarik 12 jam atau HBOT (rekomendasi
Tipe 3, bukti Level B).
 Tidak merekomendasikan perawatan dengan pasien tanpa
gejala HBOT yang terlihat lebih dari 24 jam setelah akhir
paparan CO (rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
2. Radionekrosis/lesi yang disebabkan oleh radiasi
 Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan osteoradionekrosis
mandibula (Rekomendasi Tipe 1, bukti Level B).
 Merekomendasikan HBOT untuk pencegahan osteoradionekrosis
mandibula setelah pencabutan gigi (rekomendasi Tipe 1, bukti
Level B).
 Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan sistitis radiasi
hemoragik (Rekomendasi Tipe 1, bukti Level B).
 Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan proktitis radiasi
(rekomendasi Tipe 1, bukti Level A).
 Menyarankan HBOT dalam pengobatan osteoradionekrosis
tulang selain mandibula (Rekomendasi Tipe 2, bukti Level C).
 Menyarankan HBOT untuk mencegah kehilangan implan
osseointegrasi pada tulang yang diradiasi (Rekomendasi Tipe 2,
bukti Level C).
 Menyarankan HBOT dalam pengobatan radionekrosis jaringan
lunak (selain sistitis dan proktitis), khususnya di daerah kepala
dan leher (rekomendasi Tipe 2, bukti Level C).
3. Penyakit Dekompresi (DCI)
Penyakit dekompresi merupakan kondisi yang terjadi pada saat
aliran darah di dalam tubuh terhambat, dikarenakan perubahan
tekanan udara. Perubahan tekanan ini dapat terjadi akibat
penerbangan, menyelam, atau hal lain yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tekanan udara secara drastis. Perubahan tekanan udara di
luar tubuh yang tiba-tiba dapat menyebabkan timbulnya gelembung
udara di dalam pembuluh darah atau emboli. Terapi oksigen hiperbarik
dapat mengecilkan gelembung di dalam pembuluh darah akibat
perubahan tekanan.
Terapi hiperbarik oksigen (HBOT) adalah terapi penting untuk
Decompresi (DCS), dan memiliki aplikasi luas dalam pengobatan
keracunan karbon monoksida, penyembuhan luka, iskemia serebral
dan penyakit lainnya. HBOT juga berfungsi secara profilaksis untuk
mencegah DCS. Dalam sebuah penelitian, menunjukkan bahwa
pretreatment HBOT 18 jam sebelum menyelam, secara signifikan
mengurangi kejadian dan kematian dari DCS dalam model tikus dan
selanjutnya memverifikasi keterlibatan protein heat shock (HSP) dalam
model dan dalam kultur sel primer Sebagai stres oksidatif moderat,
HBOT dapat menginduksi ekspresi protein pelindung termasuk HSP,
yang secara langsung dapat mencegah cedera oksidatif dan iskemia,
dan memiliki anti-oksidatif, anti-inflamasi, dan anti-apoptosis (Qing et
al., 2018)
4. Emboli Gas
Emboli gas adalah gelembung gas yang berjalan di pembuluh darah,
dan bila mencapai pembuluh darah kecil akan menyumbat pemb. uluh
darah. Penyumbatan pembuluh darah pada otak berakibat stroke,
pada jantung berakibat penyakit jantung koroner, pada ginjal menjadi
gagal ginjal akut, pada paru menjadi gagal napas. Volume gelembung
gas baik nitrogen ataupun gas lainnya dapat mengecil bila dalam
lingkungan dengan tekanan atmosfer yang lebih tinggi. Terapi oksigen
hiperbarik dapat memperkecil ukuran atau volume gelembung gas
sehingga terhindar dari masalah penyumbatan pembuluh darah.
Gelembung gas tersebut secara perlahan akan dimetabolisme atau
dibuang dari tubuh melalui pernapasan (wash out).
5. Infeksi bakteri anaerob mixed
 Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan infeksi bakteri
anaerob mixed (rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
 Merekomendasikan HBOT untuk pengobatan infeksi jaringan
lunak nekrotikans di semua lokasi, terutama gangren perineum.
(Rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
 Merekomendasikan HBOT diintegrasikan dalam protokol
pengobatan yang dikombinasikan dengan pembedahan segera
dan memadai dan pemberin antibiotik bakteri anaerob dan
aerobik yang paling sesuai (rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
 Merekomendasikan HBOT diintegrasikan dalam protokol
pengobatan abses intra-kranial ketika salah satu kriteria berikut
dipenuhi: terdapat beberapa abses; abses di lokasi yang dalam
atau dominan; compromised host; kontra indikasi terhadap
pembedahan, kurangnya respons atau kemunduran lebih lanjut
terlepas dari pengobatan standar (rekomendasi Tipe 1, bukti
Level C).
 Menyarankan HBOT diintegrasikan sebagai tindakan kedua
dalam pengobatan infeksi jaringan anaerob atau aerob-
anaerob-Mixed lainnya seperti infeksi pleuropulmonary atau
peritoneal (Rekomendasi Tipe 2, bukti Level C).
6. Tuli mendadak (gangguan pendengaran sensorineural mendadak
idiopatik, ISSNHL)
Sudden Deafness adalah penyakit tiba-tiba tuli atau tidak mendengar,
hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu), bunyi-
bunyian yang keras atau penyebab lain yang tidak diketahui. Dengan
melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau
terhindar dari tuli permanen.
• Merekomendasikan HBOT dalam pengobatan ISSNHL
(Rekomendasi Tipe 1, bukti Level B).
• Merekomendasikan HBOT dikombinasikan dengan terapi
medis pada pasien dengan ISSNHL akut yang datang dalam
dua minggu setelah onset penyakit (Rekomendasi Tipe 1, bukti
Level B).
• Tidak merekomendasikan penggunaan HBOT sendiri atau
dikombinasikan dengan terapi medis pada pasien dengan
ISSNHL yang datang setelah enam bulan onset penyakit
(rekomendasi Tipe 1, bukti Level C).
• Sebaiknya menggunakan HBOT sebagai tambahan untuk
kortikosteroid pada pasien yang datang setelah dua minggu
pertama tetapi tidak lebih dari satu bulan, terutama, pada
pasien dengan gangguan pendengaran yang parah dan
mendalam (rekomendasi Tipe 3, bukti Level C).

2.1.5 Kontra Indikasi dan Efek Samping

Kontraindikasi yang paling serius terhadap HBOT adalah


pneumotoraks yang tidak dikenali atau tidak diobati, yang akan memburuk
tekanan ruang. Kontraindikasi relatif terhadap HBOT termasuk penyakit
demam, yang menurunkan ambang toksisitas kejang sistem saraf pusat,
gangguan kejang yang tidak terkontrol, dan hipertiroidisme. Karena oksigen
adalah vasokonstriktor, dan HBOT dapat meningkatkan afterload jantung,
CHF juga merupakan kontraindikasi relatif bagi siapa saja dengan fraksi
ejeksi kurang dari 30% (Lam et al,2017).
Minor Adverse Events
 Barotrauma to ears and sinuses
 Myopia
 Accelerated cataract maturation

Major Adverse Events

 Seizures
 Congestive heart failure (CHF) exacerbation
 Pulmonary edema
 Retinal changes

Relative Contraindications

 Febrile illness
 Seizure disorder
 Hyperthyroidism
 CHF
 Pulmonary disease (eg, chronic obstructive pulmonary disease)
 Severe claustrophobia

Absolute Contraindications

 Untreated pneumothorax

2.1.6 Efek Terapetik pada Terapi HBO

Fungsi HBOT sangat kompleks. Akan mengurangi ukuran gelembung


gas dalam cairan (darah). Sehingga meningkatkan kapasitas pembawa
oksigen darah melalui peningkatan konsentrasi oksigen plasma menjadi
sekitar 7%. Adanya bakteriostatik dan bakteriosidal pada tekanan dan
oksigenasi yang lebih tinggi. Oksigen hiperbarik akan meningkatkan
neovaskularisasi arteri dan mengurangi edema jaringan, yang akan
menghambat berbagai eksotoksin seperti racun alfa dan beta yang terkait
dengan infeksi nekrotikans. Pengobatan hiperbarik akan meningkatkan difusi
oksigen lebih lanjut dalam jaringan dengan jarak sekitar empat kali jarak
perfusi normal. Sehingga akan menyebabkan terjadi difusi oksigen dari
lingkungan yang kaya oksigen ke lingkungan oksigen yang buruk seperti
dengan luka iskemik dan anggota badan. Hukum Boyle adalah dasar untuk
efektivitas dalam penyakit dekompresi dan emboli udara. Permukaan terlalu
cepat dari penyelaman bawah laut yang dalam akan menghasilkan presipitasi
gelembung nitrogen dalam darah. Ini akan menghasilkan persendian yang
sangat menyakitkan, tikungan, dan bahkan kematian. (Rosyanti et al., 2019)

Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah pembentukan gelembung


nitrogen sehingga berkurang ukurannya dan kembali larut. Hal yang sama
berlaku untuk perawatan emboli udara. Peningkatan tekanan yang diberikan
oleh terapi medis hiperbarik akan mengurangi gelembung gas tersebut.
Keracunan karbon monoksida disebabkan oleh perpindahan oksigen dari
hemoglobin darah yang membentuk karboksihemoglobin yang yang merusak.
Oksigen hiperbarik akan menggerakkan kurva saturasi untuk meningkatkan
saturasi oksigen sel darah merah yang menggantikan molekul karbon
monoksida. Sehingga sebagai indikasi yang penting untuk perawatan. HBOT
dapat menyembuhkan beberapa kondisi seperti penyembuhan luka,
osteomielitis yang sulit disembuhkan, cedera radiasi, cangkok yang
terganggu, cush injury, dan luka bakar. Peningkatan pengiriman oksigen ke
daerah tersebut, neovaskularisasi, penurunan edema, dan jarak perfusi
oksigen yang lebih besar adalah semua hasil terapi yang terbukti
memberikan dampak positif. (Rosyanti et al., 2019)

Infeksi nekrotikans dan abses intrakranial juga mendapat manfaat dari


efek oksigen hiperbarik. Dipengaruhi secara positif oleh aksi terapi
bakteriostatik dan bakterisidal serta penghambatan berbagai eksotoksin
seperti racun alfa, beta, dan delta. Oksigen hiperbarik juga telah terbukti
meningkatkan efektivitas beberapa antibiotik seperti Quinolones dan
Gentamicin. Alasan untuk pengobatan gangguan pendengaran sensorineural
akut dan oklusi arteri retina akut bahwa jaringan ini, retina, dan koklea sangat
sensitif terhadap kekurangan oksigen. Terapi oksigen hiperbarik akan
memberikan oksigen yang cukup ke daerah-daerah ini serta mempromosikan
neovaskularisasi sampai ada cukup pasokan oksigen bawaan yang
dipulihkan ke daerah tersebut (Rosyanti et al., 2019)

ketidakseimbangan glikemik dapat dikurangi atau bahkan


disembuhkan dengan sesi perawatan yang komprehensif yang melibatkan
oksigen dalam ruang hiperbarik. Selain itu, oksigen hiperbarik biasanya
meningkatkan reperfusi, mendukung angiogenesis bahkan di arteri kecil,
seperti arteri retina, yang alirannya umumnya dipengaruhi oleh diabetes;
Oleh karena itu, ruang hiperbarik dapat menawarkan manfaat untuk pasien
dengan retinopati diabetik dan etiologi diabetes tidak serta retinitis
pigmentosa. Sama seperti oksigen hiperbarik meningkatkan oksigenasi dan
meningkatkan sirkulasi di area kecil tubuh, oksigen juga terbukti efektif di
telinga, membantu memulihkan dua fungsi penting yang terjadi di area
atrium: pendengaran dan keseimbangan. Temuan ini telah dilakukan baik
pada orang dengan gangguan ketajaman pendengaran orang-orang dengan
tinnitus.(Rosyanti et al., 2019)

Dengan meningkatkan perfusi dan mendukung beberapa aspek


neurosensorik, terapi oksigen hiperbarik telah ditemukan bermanfaat dalam
pemulihan pasien yang menderita infark serebral aterosklerotik, serta pada
mereka yang menderita cerebral palsy akibat hipoksia neonatal. Dalam
beberapa kondisi yang lebih kompleks seperti dalam kasus penyakit
Parkinson dan keracunan oleh karbon monoksida telah berhasil dalam
meningkatkan fungsi kognitif mereka yang telah menderita kerusakan seperti.
Secara umum, ini memberikan manfaat bagi pasien yang menderita
kerusakan pada sistem saraf, bahkan ketika datang ke neuropati virus,
seperti yang dihasilkan oleh virus herpes zoster, atau dalam kasus di mana
kerusakan otak berulang dan kronis, atau karena tumor otak terapi oksigen
hiperbarik telah menunjukkan efek positif pada kualitas hidup dan fungsi
pasien anak dengan gangguan spektrum autistik. (Rosyanti et al., 2019)

Manfaat dari perawatan oksigen hiperbarik telah dieksplorasi di area


onkologis, menemukan hasil yang baik sebagai pengobatan bersamaan
dengan radioterapi, kemoterapi atau fototerapi, dan setelah operasi reseksi
tumor, termasuk mastektomi. Efek oksigen hiperbarik ini secara langsung
terkait dengan kemampuan regenerasi jaringan yang rusak atau
penyembuhan; Justru karena alasan inilah ia juga berguna dalam penutupan
flap pasca operasi yang berasal dari kecelakaan, termasuk bahkan
penutupan kulit kepala pada setidaknya satu individu yang menderita
pemisahan area jaringan tersebut. Selain itu, peningkatan fungsi kandung
kemih telah ditemukan pada pasien dengan sistitis hemoragik karena
pengobatan terapi radiasi. (Rosyanti et al., 2019)

Kerusakan jaringan lunak juga dapat menunjukkan peningkatan yang


signifikan dengan pengobatan di ruang hiperbarik, bahkan ketika data infeksi
atau gangren, atau jika ini adalah jenis gas dan menghasilkan sindrom
kompartemen atau fascitis. Dalam jaringan jantung, terapi oksigen hiperbarik
telah berfungsi untuk memulihkan daerah iskemik pada serangan jantung,
karena terapi ini mendukung oksigenasi posteremia-reperfusi. Efek
menguntungkan yang sama dari oksigenasi hiperbarik yang telah diamati
dalam miokardium juga terlihat pada jaringan paru. Jaringan tulang
sebelumnya telah menunjukkan efektivitas oksigen hiperbarik dalam infeksi
tulang dan sebagai tambahan dalam operasi kardiotoraks dengan sternotomi,
serta pada osteonekrosis sekunder akibat trauma akibat pembedahan atau
konsumsi bifosfonat. (Rosyanti et al., 2019)
Dalam beberapa kondisi, baik akut maupun kronis, di mana diperlukan
untuk melepaskan racun yang beracun bagi tubuh, pengobatan di ruang
hiperbarik berguna; seperti kasus keracunan karbon monoksida, yang dapat
dihasilkan oleh paparan emisi dari kendaraan yang menggunakan bensin,
misalnya, atau dengan racun yang diinokulasi oleh hewan beracun, seperti
ular Akhirnya, efek menguntungkan dari oksigenasi hiperbarik telah
dilaporkan dalam perawatan hematologi, di mana ia mendukung oksigenasi
dan meningkatkan sirkulasi darah, seperti yang terjadi pada kasus anemia
parah dan diskrasia darah, seperti purpura fulminan. Penggunaan
eksperimental untuk pengobatan jenis infertilitas tertentu telah terbatas
hingga saat ini, meskipun telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.
(Rosyanti et al., 2019)

Terapi HBOT akan mencegah terjadinya DCS (decompresi). Karena


itu perawatan ini mungkin bermanfaat bagi penyelam dan pekerja di
ketinggian tinggi. Perawatan HBO berulang atau komprehensif mungkin lebih
efektif. Richard et al. juga melaporkan bahwa HBOT dapat mengurangi atau
menghilangkan mikronukleus gas dalam jaringan. Selain itu, Katsenelson dan
Blatteau mengilustrasikan bahwa oksigen dengan kemurnian tinggi dalam
jaringan dapat dengan cepat berdifusi dalam mikronukleus gas dan
menggantikan nitrogen, menghasilkan penyerapan cepat dari gelembung
yang mengandung oksigen berkepadatan tinggi; dengan demikian,
micronuclei gas menyusut, dan jumlah gelembung yang muncul berkurang.
(Rosyanti et al., 2019)

Selain itu, rezim rekompresi juga dilaporkan menyebabkan penurunan


ukuran gelembung yang signifikan. Pengobatan HBOT dan rezim rekompresi
dapat secara efektif mengurangi dan menghindari kerusakan paru yang
disebabkan oleh dekompresi. Selain itu, Bosco dan Landolfi menemukan
bahwa HBOT dapat mengurangi risiko aktivasi trombosit selama dekompresi,
dan mencegah pembentukan trombi vena. Menjelaskan pengurangan yang
signifikan pada emboli vena dan kapiler yang diamati pada kelompok
perawatan HBOT mencegah kerusakan epitel pernapasan dan darah-gas
dari fungsi pertukaran gas alveolar di DCS. (Rosyanti et al., 2019)

2.1.7 Komplikasi

Tidak ada bahaya pada penggunaan protokol standar TOH dengan


tekanan tidak melebihi 3 ATA dan durasi terapi kurang dari 120 menit. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah nyeri pada telinga (barotrauma
aural) karena ketidak mampuan menyeimbangkan tekanan membran timpani
akibat tuba Eustasius tersumbat. Pneumothorak dan emboli udara
merupakan komplikasi berbahaya akibat adanya robekan paru yang
mengalami tekanan tinggi, dengan kejadian yang sangat jarang. Kondisi lain
seperti toksisitas oksigen, katarak, fibroplasia retrolental, miopia reversibel,
dan hipersensitif oksigen jarang terjadi. Toksisitas oksigen dapat dicegah
dengan kombinasi pemberian 5 menit udara biasa dan 30 menit oksigen.
Pasien klaustrofobia akan tidak nyaman berada di ruang TOH. Kebakaran
dapat dicegah dengan prosedur yang aman. (Heyboer, 2016)

2.2 D-dimer
2.2.1 Definisi

D-dimer adalah salah satu dari beberapa fragmen degradasi produk


yang diproduksi saat aktivitas kerja enzim plasmin yang diaktifkan jalur
fibrinolitik, membelah fibrin untuk memecah gumpalan.Terdiri dari dari dua
domain fibrin D yang terikat secara kovalen yang terkait silang oleh faktor XIII
saat bekuan terbentuk. Fragmen ini bentuknya unik epitop yang dapat
ditargetkan oleh antibodi monoklonal di D-dimer tes untuk memastikan bahwa
kaskade koagulasi menghasilkan trombin. Sejak 1990, tes D-dimer
digunakan untuk pemeriksaan trombosis. Hasil pemeriksaan yang positif
menunjukkan adanya trombus, namun tidak dapat menunjukkan lokasi
kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial lain. (Longstaff
C.,2016)

2.2.2. Struktur dan sintesis D-dimer

Dalam proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk


pada tahap terakhir proses koagulasi. Fibrin dihasilkan oleh aktivitas trombin
yang memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen adalah
glikoprotein dengan formula Aα, Bβ, γ. Terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida
yang tidak identik dan saling beranyaman yaitu 2 rantai Aα, 2 Bβ, dan 2γ.
Molekul fibrinogen adalah dimer yang diikat oleh ikatan disulfida pada bagian
terminal end. Pasangan rantai Aα dan Bβ memiliki fibrinopolipeptida
berukuran kecil pada bagian terminal yang disebut sebagai fibrinopolipeptida
A dan B. (Riley RS, 2016)
Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu
tahap enzimatik, polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, 2 molekul
fibrinopeptida A dan 2 molekul fibrinopeptida B dipecah dan fibrinogen diubah
oleh trombin menjadi monomer fibrin yang larut. Tahap polimerisasi,
fibrinopolipeptida A dilepas yang akan menimbulkan agregasi side to side
disusul dengan pelepasan fibrinopeptida B yang mengadakan kontak dengan
unit-unit monomer dengan lebih kuat dan membentuk bekuan yang tidak
stabil. Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan
trombin, faktor XIIIa dan ion kalsium (Ca2+) sehingga terbentuk unsoluble
fibrin yang stabil. (Chapman, 2017)
Trombin menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan
sebagai transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang (cross-
linked) fibrin monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan
kovalen yang stabil (fibrin Mesh). Rantai α dan γ berperan dalam
pembentukan unsoluble fibrin yang stabil. (Chapman, 2017)
Plasminogen yang secara normal terdapat dalam plasma akan diserap oleh
fibrin. Saat didalam fibrin, plasminogen diubah oleh tissue-plasminogen
activator (tPA) menjadi plasmin. (Chapman, 2017)

Gambar 2.3. Alur pembentukan cross-linked fibrin (Dikutip dari : Dictio 6332)

Plasmin merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah


fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan bermacam-macam produk
degenerasi
fibrinogen (Fibrin Degradation Product / FDP). Jika plasmin melisiskan
unsoluble fibrin, maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin
yang terlarut.13,24 Fibrin degradation product (FDP) yang dihasilkan berupa
fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D dan satu fragmen E akan berikatan
dengan kuat membentuk D-dimer. (Longstaff C.,2016)

Gambar 2.4 Skema pembentukan D-dimer (Dikutip dari : Adam 55)

2.2.3. Peran pemeriksaan D-dimer

Pemeriksaan D-dimer bermanfaat untuk mengetahui pembentukan


bekuan darah yang abnormal atau adanya kejadian trombotik (indirek) dan
untuk mengetahui adanya lisis bekuan atau proses fibrinolitik (direk). Hasil
pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai sensitifitas dan nilai ramal negatif
yang tinggi untuk dua keadaan tersebut.
Indikasi pemeriksaan D-dimer yaitu disseminated intravascular
coagulation (DIC), deep vein thrombosis (DVT), pulmonary embolism (PE),
venous dan arterial thrombosis (VT dan AT), terapi antikoagulan dan
trombolitik serta sebagai parameter tambahan pada penyakit jantung koroner.

2.2.4. Metode Pemeriksaan D-dimer

Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan


antibodimonoklonal yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada
beberapa metode pemeriksaan yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay
(ELISA), Latex Agglutination (LA) dan Whole Blood Agglutination
(WBA).28,56
Metode ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas pemeriksaan.
Sensitivitas dan nilai ramal negatif untuk D-dimer berkisar 90%.57 Antibodi
dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding atau
microliter well dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua
ditambahkan dan jumlah substansi berlabel yang terikat secara langsung
sepadan dengan D-dimer yang diukur. Tes rapid ELISA menunjukan
sensitivitas mirip metode ELISA konvensional. ( Di Nisio M, 2017)
Metode Latex agglutination menggunakan antibodi yang dilapiskan
pada partikel latex. Aglutinasi secara makroskopik terlihat bila ada
peningkatan D-dimer dalam plasma. Cara ini kurang sensitif untuk uji
saring.30 Latex agglutination yang dimodifikasi dengan menggunakan
analyzer automatik dapat dipakai untuk mengukur D-dimer secara kuantitatif
dengan menilai sensitivitas 98 – 100 %.56 Contohnya adalah Latex
enhanced turbidimetric test. Prinsip metode ini adalah terbentuknya ikatan
kovalen partikel polystyrene pada suatu antibodi monoklonal terhadap cross-
linkage region dari D-dimer. Cross-linkage tersebut memiliki struktur
stereosimetrik. Reaksi aglutinasi yang terjadi dideteksi dengan menggunakan
turbidimetri. Hasil metode ini sebanding metode ELISA konvensional. ( Di
Nisio M, 2017)
ELISA ELFA Latex-enhanced Whole-blood
immunoturbidimetric point of care

Description Quantitative Quantitative Quantitative Quantitative

Turnaround 2-4 h 35 min 15 min 2-5 min


time

Sensitivitya 94% (86-97) 96% (89-98) 93% (89-95) 83% (67-93)


(95% CI)

Specificitya 53% (38-68) 46% (31-61) 53% (46-61) 71% (57-82)


(95% CI)

Advantages High sensitivity High sensitivity Comparable Can be


sensitivity to ELISA performed at
Fully automated
Fully automated bedside
Higher
specificity

Disadvantages Labor- Moderate Moderate specificity Observer


intensive dependent
specificity
Moderate Lower
specificity
sensitivity

Tabel 1. Macam-macam Metode Pemeriksaan D-dimer (Di Nisio M, 2017)

2.2.5 Interpretasi hasil tes D-dimer

Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara kuantitatif dinyatakan dalam


satuan μg/L. Nilai cut off D-dimer dengan metode latex agglutination adalah
500 μg/L.31 Kadar D-dimer yang lebih dari nilai normal rujukan menunjukkan
adanya produk degradasi fibrin dalam kadar yang tinggi; mempunyai arti
adanya pembentukan dan pemecahan trombus dalam tubuh. Kadar D-dimer
yang normal dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding
gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala klinik yang ada.
(Mullier F, 2014)
2.3 Pengaruh Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap D-dimer

Saat ini, terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa HBOT


memiliki keuntungan, baik sebagai pengobatan tunggal atau sebagai
pengobatan tambahan, untuk pasien dengan penyakit infeksi menular.
Selama prosedur HBOT, tekanan O2 dalam darah arteri dapat meningkat
menjadi 2000 mmHg, dan gradien tekanan oksigen darah-ke-jaringan yang
tinggi meningkatkan tekanan O2 jaringan menjadi 500 mmHg. Efek ini
dianggap berguna untuk penyembuhan gangguan inflamasi dan
mikrosirkulasi dalam keadaan iskemik. (Memar et al., 2019)
Hipoksia/iskemia cerebral dapat menonaktifkan metabolisme energi,
mengurangi produksi ATP, melepaskan glutamat, dan menyebabkan kalsium
yang berlebihan dan terjadinya depolarisasi. Kerusakan mitokondria diikuti
dengan terbentuknya radikal bebas dan terjadi reaksi inflamasi. Semua
peristiwa patologis ini tidak hanya menyebabkan apoptosis nuron, tetapi juga
mengakibatkan infark otak, edema otak dan disfungsi sawar darah otak. Hasil
akhirnya adalah kematian atau cacat pada pasien. (Hu Q, 2016)
HBO dapat meningkatkan pengiriman oksigen atau ekstraksi oksigen
untuk meningkatkan kelangsungan hidup neuron dan dapat mengurangi
edema serebral. Metabolisme otak meningkat dengan HBO dan kadar
glutamat, glukosa dan piruvat stabil. Efek penghambatan HBO di dalam
reaksi inflamasi dan apoptosis dapat dimediasi oleh pengaturan kembali
superoxide dismutase dan dengan meningkatkan jumlah gen Bcl-2. Akhirnya,
HBO mengurangi deformabilitas sel darah merah untuk meningkatkan
mikrosirkulasi dan mengurangi hipoksia-iskemia. Jaringan hipoksia adalah
kontributor kunci untuk jalur ini. Peningkatan kadar oksigen dalam jaringan
iskemik berfungsi sebagai neuroprotektor. Konsentrasi plasma yang sepuluh
kali lipat lebih tinggi dari oksigen terlarut yang dicapai dengan HBO akan
memfasilitasi difusi oksigen ke jaringan iskemik dan meminimalkan
ketergantungan pada oksigen yang terikat pada hemoglobin. Studi terbaru
menunjukkan bahwa HBO juga bertindak melalui beberapa mekanisme
biokimia, molekuler dan hemodinamik tidak langsung seperti yang tampak
pada gambar. (Choudhury, R. 2018)
Efek utama dari HBO adalah meningkatkan oksigenasi jaringan otak
dan metabolisme dalam jaringan. Dalam kasus stroke fokal, HBO secara
signifikan meningkatkan tekanan dan kadar oksigen arteri, terjadi
peningkatan 20% pasokan oksigen ke daerah iskemik perifer. Dalam kasus
cedera otak traumatis, HBO meningkatkan pO2 jaringan otak, meningkatkan
tingkat metabolisme oksigen otak, penurunan kadar laktat dan piruvat di otak,
dan meningkatkan fungsi mitokondria. Pada pasien dengan trauma otak,
HBO meningkatkan kadar laktat dan piruvat otak dan menurunkan tekanan
intrakranial. Kelainan Difusion-weight MRI (DWI) setelah stroke iskemik
terjadi karena kegagalan pompa ion, dan perbaikan kelainan tersebut dengan
terapi HBO dan NBO menunjukkan bahwa hiperoksia mengembalikan fungsi
pompa ion. Akhirnya, dengan meningkatkan kadar oksigen, HBO
menghambat terjadinya depolarisasi pasca anoksia yang dikenal dapat
berkontribusi dalam pertumbuhan lesi iskemik. (Ma VY, 2014)
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan bahwa HBO memiliki
efek anti inflamasi. Dalam penelitian dengan menggunakan tikus, terapi HBO
mengurangi mRNA cyclooxygenase-2 dan kadar protein, dan menurunkan
infiltrasi sel polimorfonuklear. Dalam kasus cedera iskemia / reperfusi, HBO
telah terbukti mengurangi adhesi interseluler molekul -1 dan mengurangi
adhesi polymorphonuclear neutrofil melalui induksi sintesis oksida nitrat
endotel. Bukti terbaru menunjukkan bahwa HBO menghambat apoptosis,
merupakan mekanisme utama penundaan kematian sel. Dalam kasus
iskemia/reperfusi secara global, HBO menurunkan ekspresi beberapa gen
pro-apoptosis termasuk faktor yang menginduksi hipoksia seperti alpha-1,
p53, caspase-9 dan caspase-3. Hasil serupa juga ditemukan dalam kasus
stroke fokal, cedera otak hipoksia-iskemik pada neonatal dan trauma otak.
Efek anti inflamasi dan anti apoptosis dari HBO dapat membantu untuk
melindungi jaringan otak dan membantu pemulihan neurologis. (Gamdzyk M,
2016)
HBO menurunkan viskositas darah, mengurangi agregasi platelet dan
meningkatkan mikrosirkulasi. Sehingga dengan adanya pemberian terapi
HBO terhadap jaringan yang mengalami iskemi dengan cara menyuplai
oksigen konsentasi tinggi dapat melancarkan metabolisme dalam jaringan
dan menyeimbangkan dalam sistem hemostasis dan koagulasi dalam darah
untuk memperbaiki jaringan dalam tubuh atau pada pembuluh darah yang
terdapat plak atau thrombosis yang menjadi penyebabnya terjadinya jaringan
iskemi. Dengan terapi HBO dapat menyeimbangkan sistem hemostasis
berpengaruh pada pemeriksaan D-dimer yang berfungsi sebagai pendeteksi
terjadinya thrombus pada jaringan pembuluh darah menurun atau kembali
normal. (Bennett MH, 2012)
Secara keseluruhan terapi HBO sebagai fungsi neuroprotektor,
vasokonstriktor dan antiinflamasi dari HBO diyakini untuk mencegah
kematian sel, menjaga integritas sawar darah otak dan mengurangi
permeabilitas vaskuler, semua berkontribusi untuk penurunan sitotoksik dan
vasogenik edema pada otak. (Xing P,2018)
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konseptual

HBOT

Pemberian O2 100% &


tekanan > 1 ATA

Thrombus

ROS

Hipoksia ↓ Distribusi O2 ↑ Mikrosirkulasi ↑

Kadar FDP ↓

D-dimer ↓
BAB IV

KESIMPULAN

HBOT adalah teknik yang mana pasien dipaparkan dengan oksigen


100% untuk jangka waktu tertentu dan tekanan tertentu, yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer, di ruang monoplace atau multiplace khusus. Tekanan O2
untuk HBOT harus paling sedikit 1,4 atmosfer absolut (ATA) atau lebih tinggi.
Di ruang monoplace, seorang pasien menghirup langsung O2 100%
bertekanan. Di ruang multiplace dapat diisi lebih dari satu pasien, bernafas
dengan 100% O2 bertekanan secara tidak langsung oleh tudung kepala
(head hood), masker atau endotrakeal tube. Mengirimkan O2 ke paru
menyebabkan peningkatan tingkat sirkulasi dan jaringan O2 selama HBOT.
HBOT biasanya diberikan sebagai terapi primer atau alternatif dari
peradangan, keracunan karbon monoksida (CO), luka kronis, iskemia dan
infeksi (Yousef et al., 2019).

D-dimer adalah salah satu dari beberapa fragmen degradasi produk


yang diproduksi saat aktivitas kerja enzim plasmin yang diaktifkan jalur
fibrinolitik, membelah fibrin untuk memecah gumpalan. Sejak 1990, tes D-
dimer digunakan untukpemeriksaan trombosis. Hasil pemeriksaan yang
positif menunjukkan adanya trombus, namun tidak dapat menunjukkan lokasi
kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial lain. (Longstaff
C.,2016)

HBO menurunkan viskositas darah, mengurangi agregasi platelet yg


mencegah terjadinya koagulasi pembentukan dari plak dan meningkatkan
mikrosirkulasi. Sehingga dengan adanya pemberian terapi HBO terhadap
jaringan yang mengalami iskemi dengan cara menyuplai oksigen konsentasi
tinggi dapat melancarkan metabolisme dalam jaringan dan menyeimbangkan
dalam sistem hemostasis dan koagulasi dalam darah untuk memperbaiki
jaringan dalam tubuh atau pada pembuluh darah yang terdapat plak atau
thrombosis yang menjadi penyebabnya terjadinya jaringan iskemi. Dengan
terapi HBO dapat menyeimbangkan sistem hemostasis berpengaruh pada
pemeriksaan D-dimer yang berfungsi sebagai pendeteksi terjadinya thrombus
pada jaringan pembuluh darah menurun atau kembali normal. (Bennett MH,
2012)
DAFTAR PUSTAKA

1. Lam, Gretl BA; Fontaine, Rocky CHT; Ross, Frank L. MD; Chiu, Ernest 
S.2017. MD Advances in Skin & Wound Care. Wolters Kluwer Health

2. Chen, W., Liang, X., Nong, Z., Li, Y., Pan, X., Chen, C., & Huang, L.
(2019). The multiple applications and possible mechanisms of the
hyperbaric oxygenation therapy. Medicinal Chemistry, 15(5), 459-471.

3. Leung, J. K., & Lam, R. P. (2018). Hyperbaric Oxygen Therapy: It’s Use in
Medical Emergencies and Its Development in Hong Kong. Hong Kong
Medical Journal.

4. Choudhury, R. (2018). Hypoxia and Hyperbaric Oxygen Therapy: A


Review.  International Journal of General Medicine. 

5. Rosyanti, L., Hadi, I., Syanti, R. D. Y., & Wida, A. B. B. W. (2019). HIJP :
HEALTH INFORMATION JURNAL PENELITIAN MEKANISME YANG
TERLIBAT DALAM TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK ( Theoritical Review
Hyperbaric Oxygen Therapy /HBOT). HIJP : Health Information Junal
Hiperbarik, 11(2), 182–205.

6. Heyboer, M. (2016). Hyperbaric Oxygen Therapy Side Effects – Where Do


We Stand? Journal of the American College of Clinical Wound Specialists,
8(1–3), 2–3. https://doi.org/10.1016/j.jccw.2018.01.005
7. Chapman CS, Akhtar N, Campbell S, Miles K, O’Connor J, Mitchell
VE.The use of D-Dimer assay by enzyme immunoassay and latex
agglutinationtechniques in the diagnosis of deep vein thrombosis. Clin
LabHaematol. 2017;12:37‐42.

8. Couturaud F, Kearon C, Bates SM, Ginsberg JS. Decrease in sensitivity of


D-dimerfor acute venous thromboembolism after starting anticoagulant
therapy. Blood Coagul Fibrinolysis. 2002;13:241‐246.

9. Rijadi, R. (2016) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.


Lakesla.

10. Mohamed, A. S. E. et al. (2018) „Hyperbaric oxygen therapy: A review‟,


European Journal of Clinical Pharmacy, 20(5), pp. 263–269.

11. Ilmi, M. I., Yunus, F., Guritno, M., Damayanti, T., Samoedro, E.,
Nazaruddin, A. M., & Nurwidya, F. (2017). Comparison of lung function
values of trained divers in 1.5 ATA hyperbaric chamber after inhaling
100% oxygen and regular air: a crossover study. Advances in respiratory
medicine, 85(5), 233-238.

12. Riley RS, Gilbert AR, Dalton JB, Pai S, McPherson RA. Widely Used
Types and Clinical Applications of D-Dimer Assay. Lab Med. 2016;47:90‐
102.

13. Yousef, M. et al. (2019) „Biomedicine & Pharmacotherapy Hyperbaric oxygen


therapy : Antimicrobial mechanisms and clinical application for infections‟,
Biomedicine & Pharmacotherapy. Elsevier, 109(October 2018), pp. 440–447.
doi: 10.1016/j.biopha.2018.10.142.

14. Di Nisio M, Squizzato A, Rutjes AW, Buller HR, Zwinderman AH,


Bossuyt PM. Diagnostic accuracy of D-dimer test for exclusion of
venous thromboembolism: a systematic review. J Thromb Haemost.
2007;5:296‐304.
15. Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, Cushman M, Das SR, Deo R,et al.
Heart disease and stroke statistics-2017 update: A report fromthe
American Heart Association. Circulation 2017;135:e146-603.

16. Ma VY, Chan L, Carruthers KJ. Incidence, prevalence, costs, and impact
on disability of common conditions requiring rehabilitationin the United
States: Stroke, spinal cord injury, traumatic braininjury, multiple sclerosis,
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, limb loss, and back pain. Arch Phys
Med Rehabil 2014;95:986-950.

17. Hu Q, Manaenko A, Xu T, Guo Z, Tang J, Zhang JH. Hyperbaric oxygen


therapy for traumatic brain injury: Bench-to-bedside. Med Gas Res
2016;6:102-10.

18. Gamdzyk M, Małek M, Bratek E, Koks A, Kaminski K,Ziembowicz A, et al.


Hyperbaric oxygen and hyperbaric air preconditioning induces ischemic
tolerance to transient forebrain ischemia in the gerbil. Brain Res
2016;1648:257-65.

19. Xing P, Ma K, Li L, Wang D, Hu G, Long W. The protection effectand


mechanism of hyperbaric oxygen therapy in rat brain with traumatic injury.
Acta Cir Bras 2018;33:341-53.

20. Bennett MH, Trytko B, Jonker B. Hyperbaric oxygen therapy for the
adjunctive treatment of traumatic brain injury. Cochrane Database Syst
Rev 2012;12:CD004609.

Anda mungkin juga menyukai