Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

KARSINOMA PROSTAT

Oleh :
Meidy Adlina Firliyani (20190420124)

Pembimbing :

dr.Heru Nurdianto, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT DOKTER RAMELAN SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANGTUAH
2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

KARSINOMA PROSTAT

Referat dengan judul “Karsinoma Prostat” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan
Dokter Muda di bagian Bedah.

Surabaya, 17 Juli 2020

dr.Heru Nurdianto, Sp.U


DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
BAB II................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6
2.1 Anatomi Kelenjar Prostat....................................................................................6
2.2 Histologi Kelenjar Prostat....................................................................................7
2.3 Fisiologi Kelenjar Prostat.....................................................................................8
2.4 Karsinoma Prostat...............................................................................................8
2.4.1 Epidemiologi.............................................................................................9
2.4.2 Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Prostat...............................................10
2.4.3 Gejala Klinis Kanker Prostat....................................................................11
2.5 Diagnosis Kanker Prostat...................................................................................12
2.6 Grading dan Staging Kanker Prostat..................................................................15
2.6.1 Stadium Kanker Prostat...........................................................................17
2.7 Penanganan Kanker Prostat..............................................................................18
BAB III.............................................................................................................23
PENUTUP.................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker prostat merupakan keganasan yang terjadi pada organ


prostat yang hanya ditemui pada pria. Di Jepang, dilaporkan sebanyak 39
penderita per 100.000 orang dan di China hanya 28 penderita per 100.000
orang mengalami penyakit ini (Pienta, 1998 dalam Umar dan Agoes,
2002). Pada akhir tahun 2006, di Inggris kanker prostat menyumbang 36%
dari prevalensi kanker yang sama. Pada tahun 2008 menurut GLOBOCAN
(International Agency for Research on Cancer World Health Organization)
Prostat menduduki peringkat ke -3 kanker yang paling sering terjadi pada
laki – laki setelah kanker paru dan kolorektal ini menunjukkan bahwa
kanker prostat merupakan jenis kanker yang memerlukan penanganan
khusus.

Di Asia, insiden kanker prostat rata-rata adalah 7,2 per 100.000


pria per-tahun. Di Indonesia, jumlah penderita kanker prostat di tiga RS
pusat pendidikan (Jakarta, Surabaya dan Bandung) selama 8 tahun
terakhir adalah 1.102 pasien dengan rerata usia 67,18 tahun. Stadium
penyakit tersering saat datang berobat adalah stadium lanjut sebesar
59,3% kasus, dan terapi primer yang terbanyak dipilih adalah orkhiektomi
sebesar 31,1 %, obat hormonal 182 (18%), prostatektomi radikal 89 (9%),
radioterapi 63 (6%), sisanya adalah pemantauan aktif, kemoterapi dan
kombinasi. Modalitas diagnostik yang digunakan terutama biopsi 57.9%
(ISUO, 2011)
Kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala khas. Karena
itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada umumnya
sama dengan gejala pembesaran prostat jinak atau Benign Prostate
Hyperplasia (BPH), yaitu buang air kecil tersendat/tidak lancar. Keluhan
dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu
muncul bila sudah terjadi penyebaran hingga tulang belakang

Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun


beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara diet tinggi
lemak dengan peningkatan kadar hormon testosteron. Pada bagian lain,
Rindiastuti (2007) misalnya menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami
penurunan beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium (Ca) dan
vitamin D. Tetapi pola makan dengan Ca tinggi secara berlebihan dapat
meningkatkan risiko kanker prostat pada usia lanjut
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat
pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate
Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan
biopsi, dibantu dengan Trans Rectal Ultrasound Scanning (TRUSS). Ada
50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur terbukti sebagai
kanker prostat. Nilai prediksi colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat
21,53%. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker
prostat, tapi spesifisitasnya tinggi. Bila didapatkan tanda ganas pada colok
dubur, maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena
nilai prediktifnya 80% (Umar dan Agoes, 2002).

Uraian di atas menunjukkan bahwa kanker prostat masih


merupakan aspek yang perlu didalami oleh karena perkembangan
penderita yang cukup pesat sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap
prevalensi penderita kaker prostat agar menjadi panduan untuk
melakukan skrining awal penyakit kanker prostat pada pria berusia lanjut
sebagai suatu langkah pencegahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Prostat

Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena
merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria.
Prostat berbentuk piramid, tersusun atas jaringan fibromuskular yang
mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran dengan
panjang 1,25 inchi atau kira – kira 3 cm, mengelilingi uretra pria.

Gambar 2.1. Organ prostat pada priaSumber : K. OH, William (2000)

Dalam hubungannya dengan organ lain, batas atas prostat


bersambung dengan leher bladder atau kandung kemih. Di dalam prostat
didapati uretra.Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat
bermuara ke eksternal spinkter bladder yangterbentang diantara lapisan
peritoneal.Pada bagian depannya terdapat simfisis pubis yang dipisahkan
oleh lapisan ekstraperitoneal.Lapisan tersebut dinamakan cave of Retzius
atau ruangan retropubik.Bagian belakangnya dekat dengan rectum,
dipisahkan oleh fascia Denonvilliers Prostat memiliki lapisan pembungkus
yang di sebut dengan kapsul.

Kapsul ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :


a. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat
b. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling
bersambung, menyelimuti bladder atau kandung kemih.
Sedangkan Fascia Denonvilliers berada pada bagian
belakang.

2.2 Histologi Kelenjar Prostat

Prostat merupakan suatu kumpulan kelanjar yang terdiri dari 30 -


50 kelenjar tubuloalveolar, dibentuk dari epitel bertingkat silindris atau
kuboid yang bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars
prostatika, menembus prostat. Secara histologi, prostat memiliki 3 zona
yang berbeda yaitu (gambar 2.2):
1. Zona sentral
2. Zona perifer
3. Zona transisional
Gambar 2.2. Zona prostat secara histologi

2.3 Fisiologi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang


mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan
profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi
sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu
yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk
keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam
akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan
sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret
vagina bersifat asam (pH 3,5−4). Sperma tidak dapat bergerak optimal
sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 6−6,5. Akibatnya, cairan prostat
yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan 12
seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan
fertilitas sperma (Guyton & Hall, 2008; Sherwood, 2011).

2.4 Karsinoma Prostat

Karsinoma prostat merupakan suatu penyakit kanker yang


menyerang kelenjar prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara
abnormal dan tidak terkendali, sehingga mendesak dan merusak jaringan
sekitarnya yang merupakan keganasan terbanyak diantara sistem
urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang pria yang berumur di
atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan
75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria
berusia di bawah 45 tahun (Purnomo, 2011). Penyebab kanker prostat
tidak diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian telah
menunjukkan adanya hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan
kadar hormon testosteron. Pada bagian lain, Rindiastuti (2007)
menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami penurunan beberapa unsur
esensial tubuh seperti kalsium dan vitamin D. Penurunan kandungan
kalsium tubuh mengakibatkan berbagai penyakit, diantaranya adalah
osteoporosis, sehingga timbul paradigma bahwa pada usia lanjut untuk
mengkonsumsi kalsium dalam jumlah banyak. Tetapi pola makan dengan
kalsium tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker prostat
pada usia lanjut.

Lebih dari 95 % kanker prostat bersifat adenokarsinoma.


Selebihnya didominasi transisional sel karsinoma. (Presti, J. C, 2008).
Penelitian menunjukkan bahwa 60 - 70% kasus kanker prostat terjadi
pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodul – nodul keras
irregular.Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum dengan jari
(Digital Rectal Examination).Nodul – nodul ini memperkecil kemungkinan
terjadinya obstruksi saluran kemih atau uretra yang berjalan tepat di
tengah prostat.Sebanyak 10 – 20 % kanker prostat terjadi pada zona
transisional, dan 5 – 10 % terjadi pada zona sentral.

2.4.1 Epidemiologi
Kanker prostat adalah keganasan tersering dan penyebab
kematian karena kanker paling utama pada pria di negara Barat,
menyebabkan 94.000 kematian di Eropa pada 2008 (Ferlay, 2010) dan
lebih dari 28.000 kematian di Amerika Serikat pada 2012. Data di AS
menunjukkan bahwa lebih dari 90% Kanker prostat ditemukan pada
stadium dini dan regional, dengan angka kesintasan (Survival rate) 5
tahun mendekati 100%. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan dengan 25
tahun lalu, yang hanya mencapai 69%. Barnes pada tahun 1969
menemukan angka kesintasan 10 tahun dan 15 tahun untuk Kanker
prostat stadium dini hanya sebesar 50% dan 30% Rasio insidensi
terhadap mortalitas sebesar 5.3 pada tahun 2000. Angka mortalitas juga
berbeda pada tiap negara, yang tertinggi di Swedia (23 per 100.000
penduduk) dan terendah di Asia (<5 per 100.000 penduduk) (Klein, 2007).

2.4.2 Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Prostat

Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi


dan faktor resiko kanker prostat adalah sebagai berikut:
a. Usia Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50
tahun pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga
menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam pada
usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi
sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang
diperolehmelaui autopsi di berbagai negara menunjukkan
sekitar 15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat
secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60 – 70% pria
memiliki gambaran histology kanker prostat. (K. OH, William et
al, 2000).
b. Ras dan tempat tinggal Penderita prostat tertinggi ditemukan
pada pria dengan ras Afrika – Amerika.Pria kulit hitam memiliki
resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat
dibandingkan dengan pria kulit putih (Moul, J. W., et al, 2005).
c. Riwayat keluarga Carter dkk menunjukkan bahwa kanker
prostat didiagnosa pada 15% pria yang memiliki ayah atau
saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila dibandingkan
dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang
terkena kanker prostat (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997). Pria
yang satu generasi sebelumnya menderita kanker prostat
memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar menderita kanker
prostat dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan untuk
pria yang 2 generasi sebelumnya menderita kanker prostat
memiliki resiko 9 - 10 kali lipat lebih besar menderita kanker
prostat.
d. Faktor hormonal Testosteron adalah hormon pada pria yang
dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi
bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di organ
prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa teori
menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya
peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum
dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian
menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada
penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan
kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan
meningkatnya kadar testosteron. (Haas, G. P dan Wael A. S.,
1997).
e. Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan
berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan
dalam terjadinya kanker prostat belum dapat dijelaskan secara
rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada rasa
atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status
ekonomi dan lain sebagainya.

2.4.3 Gejala Klinis Kanker Prostat

Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala


khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada
umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air
kecil tersendat aau tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang
dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah ada penyebaran
ke tulang belakang Tahap awal (early stage) yang mengalami kanker
prostat umumnya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik.
Pada tahap berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi sebagai
gejala yang paling sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga hematuria
yakni urin yang mengandung darah, infeksi saluran kemih, serta rasa nyeri
saat berkemih. Pada tahap lanjut (advanced) penderita yang telah
mengalami metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat
jarang menhgalami kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai
karena kompresi korda spinalis.

2.5 Diagnosis Kanker Prostat

Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala.


Kecurigaan akan meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri
tulang, fraktur patologis ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu
dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun, sedangkan yang mempunyai
riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40
tahun.
Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah
anamnesis perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum
serta ultrasonografi transrektal/ transabdominal.
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada
saat pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate
Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan
biposi,dibantu oleh trans rectal ultrasound scanning (TRUSS). Ada 50%
lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur yang terbukti suatu kanker
prostat. Nilai prediksi colok dubur untukmendeteksi kanker prostat
21,53%. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker
prostat tapi spesifisitasnya tinggi,namun bila didapatkan tanda ganas pada
colok dubur maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat
karena nilai prediktifnya 80% (Umar dan Agoes, 2002).
1. Digital Rectal Examination Pemeriksaan rutin prostat yang di
perlukan adalah pemeriksaan rektum dengan jari atau digital
rectal examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk
yang dimasukkan ke dalam rektum untuk meraba prostat.
Penemuan prostat abnormal pada DRE berupa nodul atau
indurasi hanya 15 – 25 % kasus yang mengarah ke kanker
prostat (Moul, J. W., et al, 2005).
2. Pemeriksaan kadar Prostat Spesifik Antigen Prostat Spesifik
Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh
epitel prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen
dalam jumlah yang banyak. Prostat Spesifik Antigen memiliki
nilai normal ≤ 4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan
bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan
biopsy. Peningkatan kadar PSA bias terjadi pada keadaan
Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi saluran kemih dan
kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalam
interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju
nilai PSA, densitas PSA dan nilai rata – rata PSA, yang nilainya
bergantung kepada umur penderita

Umur (tahun) Rata –rata Nilai Normal PSA


(ng/mL)
40 – 49 0.0 – 2.5
50 – 59 0.0 – 3.5
60 – 69 0.0 – 4.5
70 – 79 0.0 – 6.5

Tabel 2.1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur
( Choen J.J dan Douglas M.D
Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya
menderita kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa
hanya 2% laki – laki yang menderita BPH yang memiliki kadar PSA
lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103 pasien dengan semua
stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih dari 10
ng/mL .Dimana 305 nya dapat ditemukan pada pasien dengan
stadium kanker T1 – 2, NX, M0. Dengan demikian jelaslah bahwa ada
hubungan antara peningkatan PSA dengan stadium kanker prostat (K.
OH, William, et al,. 2000).
3. Biopsi Prostat
Biopsi prostat merupakan “gold standart” untuk menegakkan diagnose
kanker prostat. (Jefferson, K dan Natasha J., 2009).Pemeriksaan
biopsi prostat menggunakan panduan transurectal ultrasound
scanning (TRUSS) sebagai sebuah biopsi standar. Namun seringnya
penemuan mikroskopis kanker prostat ini terjadi secara insidentil dari
hasil TURP atau pemotongan prostat pada penyakit BPH
Pemeriksaan biopsi prostat dilakukan apabila ditemukan peningkatan
kadar PSA serum pasien atau ada kelainan pada saat pemeriksaan
DRE atau kombinasi keduanya yaitu ditemukannya peningkatan kadar
PSA serum dan kelainan pada DRE. Pada pemeriksaan mikroskopis
ini sebagian besar karsinoma prostat adalah jenis adenokarsinoma
dengan derajat diferensiasi berbeda – beda. 70% adenokarsinoma
prostat terletak di zona perifer, 20% di zona transisional dan 10% di
zona sentral (Moul, Judd W, et al, 2005). Namun penelitian lain
menyatakan bahwa 70% kanker prostat berkembang dari zona perifer,
25% zona sentral dan zona transisional dan beberapa daerah
periuretral duct adalah tempat – tempat yang khusus untuk beningn
prostate hyperplasia (BPH) (Seitz, M., et al, 2009). Pada hasil biopsi
prostat, sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma
dengan derajat yang berbeda – beda. Kelenjar pada kanker prostat
invasif sering mengandung fokus atipia sel atau Neoplasia Interaepitel
Prostat (PIN) yang diduga merupakan prekusor kanker prostat.
4. Pencitraan
Dalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis pencitraan yang
biasa di pakai dalam mendiagnosis kanker prostat diantaranya yaitu :
1) Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS)
Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS) adalah pemeriksaan
yang digunakan untuk menentukan lokasi kanker prostat yang lebih
akurat dibandingkan dengan DRE, juga merupakan panduan klinisi
untuk melakukan biopsi prostat sehingga TRUSS juga sering
dikatakan sebagai “a biopsy – guidence”.Selain untuk panduan
biopsi, TRUSS juga digunakan untuk mengukur besarnya volume
prostat yang diduga terkena kanker. Transrectal Ultrasound juga
digunakan dalam tindakan cryosurgery dan brachytherapy. Untuk
temuan DRE yang normal namun ada peningkatan kadar PSA
(biasanya lebih dari 4) dapat juga digunakan TRUSS untuk melihat
apakah ada kemungkinan terjadi keganasan pada prostat
(Evidence Based Guideline Transrectal Ultrasound BlueCross
BlueShield of North Carolina, 1994).
2) Endorectal Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3) Axial Imaging (CT – MRI)
4) Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah pasien penderita
kanker prostat menderita metastase ke tulang pelvis atau kelenjar
limfe sehingga klinisi bias menetukan terapi yang tepat bagi pasien.
Namun perlu diingat juga bahwa penncitraan ini cukup memakan
biaya dan sensitivitasnya juga terbatas hanya sekitar 30 – 40%.

2.6 Grading dan Staging Kanker Prostat

Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe pelvis


kemudian metastase berlanjut ke tulang – tulang pelvis → vertebra
lumbalis → femur → vertebra torakal → kosta. Lesi yang sering terjadi
pada metastase di tulang adalah lesi osteolitik (destruktif), lebih sering
osteoblastik (membentuk tulang). Adanya metastasis osteoblastik
merupakan isyarat yang kuat bahwa kanker prostat berada pada tahap
lanjut. Untuk menentukan grading, yang paling umum di gunakan di
Amerika adalah sistem Gleason (Presti, J. C., 2008). Skor untuk sistem ini
adalah 1 – 5 berdasarkan pola secara pemeriksaan spesimen prostat di
laboratorium Patologi Anatomi (Tabel 2.2).

Ada 2 skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu :


1. Skor primer adalah penilaian yang diberikan berdasarkan
gambaran mikroskopik yang paling dominan pada spesimen yang
diperiksa.
2. Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang
paling dominan setelah yang pertama.

Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan skor
sekunder dimana masing – masing rentang nilai untuk skor primer dan
sekunder adalah 1 - 5 dan totalnya 2 – 10. Bila total skor Gleason 2 –
4, maka specimen dikelompokkan kedalam kategori well –
differentiated, sedangkan bila skor Gleason 5 – 6 dikategorikan
sebagai moderate differentiated dan skor Gleason 8 – 10
dikelompokkan sebagai poor differentiated. Tidak jarang skor Gleason
bernilai 7 sesekali di masukkan ke dalam kategori moderate
differentiated, namun bisa dimasukkan kedalam kategori poor
differentiated. Kerancuan ini diatasi dengan cara sebagai berikut :

a) Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka di


masukkan ke dalam kategori moderate differentiated.
b) Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka di masukkan
ke dalam kategori poor differentiated, karena memiliki prognosis
yang lebih buruk daripada yang memiliki skor primer Gleason 3
(Presti, J. C., 2008).
Tabel 2.2. Skor Grading menurut Gleason Skor Gleason

2.6.1 Stadium Kanker Prostat

Sistem staging yang digunakan untuk Kanker prostat adalah menurut


AJCC (American Joint Committee on Cancer) 2010/ system TNM 2009.

Tabel 2.2. Tingkat penyebaran

Tx Tumor tidak dapat ditentukan

T0 Tumor tidak ada

T1 Tidak dapat diraba, penemuan


histologik kebetulan

T1a tumor ditemukan tidak sengaja


pada TUR;≤ 5% merupakan
keganasan

T1b tumor ditemukan tidak sengaja


pada TUR; > 5% merupakan
keganasan

T1c tumor ditemukan pada biopsi


jarum karena terdapat peningkatan
T2 PSA
Tumor teraba

T3 T2a pada ≤ 1/2 lobus


T2b pada 1/2 – 2 lobus

T3c pada 2 lobus


Menembus simpai dan/atau vesika
seminalis
T3a penyebaran ekstrakapsular
unilateral

T3b penyebaran ekstrakapsular


bilateral
T3c tumor menginfasi vesika
T4 seminalis
Tumor terinfeksi atau mengeinvasi
struktur sekitarnya lebih dari vesika
seminalis
Nx
T4a tumor menginfasi leher
blandder dan/atau sfingter
ekstema dan/atau rektum

metastasis kelenjar limfe regional


tidak dapat ditentukan

2.7 Penanganan Kanker Prostat

Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat, perlu


diperhatikan faktor – faktor yang berhubungan dengan prognosis
kanker prostat yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu faktor – faktor
prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor prognostik klinis
adalah faktor – faktor yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik, tes
darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Faktor klinis ini
sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi
karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai.
Sedangkan faktor patologis adalah faktor – faktor yang yang
memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan evaluasi kesuruhan
prostat. (Buhmeidaet al, 2006).
Faktor – prognostik antara lain :
1. Usia pasien
2. Volume tumor
3. Grading atau Gleason score
4. Ekstrakapsular ekstensi
5. Invasi ke kelenjar vesikula seminalis
6. Zona asal kanker prostat
7. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor
dan lain – lain.

Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya


apakah kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan
atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan
faktor – faktor prognostik diatas yang sangat penting untuk melakukan
terapi kanker prostat. Untuk penyakit yang masih terlokalisasi langkah
pertama yang dilakukan adalah melakukan watchfull waiting atau
memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan
pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari
10 tahun atau memiliki skor Gleason 3 + 3 dengan volume tumor yang
kecil yang memiliki kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10
tahun apabila tidak diobati (Choen, J. J. dan Douglas M. D., 2008).

RESIKO USIA
≤ 70 Tahun 71-80 Tahun >80 Tahun
Rendah: 1. Prostatektomi 1. Monitoring aktif 1. Monitoring aktif
T: 1a atau 1c dan radikal 2. EBRT atau
Gleason:2-5 dan 2. EBRT atau Brakhiterapi
PSA: <10 dan Brakhiterapi permanen
Temuan biopsi: permanen 3. Terapi
Unilateral <50% 3. Monitoring aktif investigasional
4. Terapi
investigasional
Sedang: 1. Prostatektomi 1. EBRT, 1. Monitoring aktif
T: 1b, 2a atau radikal Brakhiterapi 2. EBRT,
Gleason: 6, atau 2. EBRT, permanen Brakhiterapi
3+4 atau Brakhiterapi atau kombinasi permanen atau
PSA: < 10 atau permanen atau 2. Prostatektomi kombinasi
Temuan biopsi: kombinasi radikal 3. T e r a p i
Bilateral, <50% 3. Terapi 3. Terapi investigasional
investigasional investigasional
Tinggi: 1. EBRT+ terapi 1. EBRT+terapi 1. Terapi hormonal
T: 2b, 3a, 3b atau hormonal (2-3 thn) hormonal (2-3 thn) 2. E B R T +
Gleason: ≥ 4+3 2. Prostatektomi 2. Terapi hormonal Terapi hormonal
atau radikal 3. Prostatektomi 3. T e r a p i
PSA: 10-20 atau + diseksi KGB radikal + diseksi investigasional
Temuan biopsi: > pelvis KGB pelvis
50% perineural, 3. Terapi 4. Terapi
Duktal investigasional investigasional
4. Terapi hormonal
Sangat tinggi: 1. EBRT+ terapi 1. Terapi hormonal 1. Terapi hormonal
T: 4 atau hormonal 2. E B R T + 2. EBRT+ terapi
Gleason: ≥ 8, 2. Terapi hormonal terapi hormonal
atau 3. Prostatektomi hormonal 3. Terapi
PSA: > 20, atau radikal 3. Prostatektomi investigasional
Temuan biopsi: + diseksi KGB radikal
limfovaskuler, pelvis + diseksi KGB
neuroendokrin 4. Terapi sistemik pelvis
+terapi hormonal 4. Sistemik terapi
5. Terapi non
multimodal hormonal
Investigasional (kemoterapi)

Sumber lain menuliskan bahwa watchfull waiting dilakukan bila


pasien memiliki skor Gleason 2 – 6 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5
pada nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah
untuk berkembang (Presti, J. C, 2008) Sekarang ini, pria yang
memiliki resiko sangat rendah (very low risk) terhadap kanker prostat
dan memilih untuk tidak melakukan pengobatan, tetapi tetap dilakukan
monitoring. Menurut Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli patologi dari
Rumah Sakit Johns Hopkins (Epstein, J., 2011) mengemukakan
beberapa kriteria yang termasuk kedalam golongan resiko rendah
terhadap kanker prostat (very low risk) :
1) Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)
2) Densitas PSA (jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat)
kurang dari 0,15
3) Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak
ditemukannya pola yang bernilai 4 atau 5
4) Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50% dari
bagian yang di biopsi. Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah
standar yang mengangkat prostat dan vesika seminalis.Prognosis
pasien yang melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan
gambaran patologis spesimen prostat.

Terapi hormonal menggunakan pengobatan atau pembedahan


untuk menghambat asupan Dihidro testosterone (DHT) pada sel
kanker prostate, DHT adalah suatu hormon yang dihasilkan di prostat
dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metastasis sel kanker
prostate.
Penghambatan DHT dapat menghentikan pertumbuhan kanker prostat
bahkan menghambat metastasisnya. Namun, terapi hormon jarang
menyembuhkan kanker prostat karena kanker yang berespon
terhadap terapi hormonal biasanya menjadi resisten 1 sampai 2 tahun
berikutnya. Sel hormonal biasa diberikan pada kanker prostat yang
sudah mendapat terapi pembedahan atau radioterapi untuk mencegah
timbulnya rekurensi.
Tujuan dari terapi hormonal adalah menurunkan kadar testosteron
atau untuk menghentikan kerja testosteron. Kanker prostate
distimulasi oleh testosteron dan hormon-hormon pria lainnya
(androgen). Pertama-tama kadar DHT yang rendah dalam darah
menstimulasi hipotalamus untuk menghasilkan GnRH. GnRH
kemudian menstimuli kelenjar hipofise untuk menghasilkan LH, yang
selanjutnya LH menstimuli testis untuk menghasilkan testosteron.
Pada akhirnya testosteron dari testis dan dihidro epiandrosteron dari
kelenjar adrenal akan menstimuli prostat untuk menghasilkan DHT.
Terapi hormonal dapat menurunkankadar DHT dengan cara
mengganggu telur pembentukkan tersebut di atas.

Berikut ini beberapa bentuk dari terapi hormonal.


 Orchiektomy adalah suatu pembedahan yang bertujuan
mengangkat testis. Karena testis yang dihasilkan testosterone,
maka apabila testis diangkat maka stimulasi hormonal terhadap
tumor akan terhenti.
 Menggunakan Agonis dari LHRH, seperti leuprolide (lupron,
viaduneligart), Gossereline (zoladex) atau Busereline (supra Fact),
untuk menghentikan produksi testosterone.
 Anti Androgen yang biasa digunakan adalah flutamide (eulexine)
bisa lutamide (casodex), nilutamide dan asetat siproteron, yang
menghambat kerja testosterone dan DHT pada pasien kanker
prosta.
 Obat lain yang digunakan untuk menghambat produksi androgen
pada kelenjar adrenal adalah DHEA yang mengandung
ketokenazol dan aminoglutethimide. Karena kelenjar adrenal
hanya membentuk 5 % dari androgen seluruh tubuh, maka
pengobatan ini umumnya dikombinasikan dengan pengobatan lain
yang dapat menghambat 95 % dari produksi androgen di testis.
Cara kombinasi ini biasa disebut TAB (Total Androgen Block)
 Estrogen dalam bentuk dietil stilbesfron, dapat juga digunakan
untuk menekan pembentukkan testosteron. Namun estrogen
jarang digunakan karena efek sampingnya yang kuat. Efek
samping dari cara pengobatan ini berbeda-beda

Orchiektomy dan Agonis LHRH dapat menimbulkan impotensi, rasa


panas, dan hilangnya keinginan untuk berhubungan seks. Anti
androgen dapat menyebabkan timbulnya mual, muntah, diare, dan
pembesaran payudara. Beberapa diantara cara pengobatan tersebut
dapat menyebabkan kelemahan tulang (medicine).

BAB III

PENUTUP
Karsinoma prostat merupakan suatu penyakit kanker yang
menyerang kelenjar prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara
abnormal dan tidak terkendali, sehingga mendesak dan merusak jaringan
sekitarnya yang merupakan keganasan terbanyak diantara sistem
urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang pria yang berumur di
atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan
75% pada usia lebih dari 80 tahun.

Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala


khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada
umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air
kecil tersendat aau tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang
dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah ada penyebaran
ke tulang belakang Tahap awal (early stage) yang mengalami kanker
prostat umumnya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik.
Pada tahap berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi sebagai
gejala yang paling sering ditemukan.

Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya


apakah kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau
sudah mengalami metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan faktor –
faktor prognostik diatas yang sangat penting untuk melakukan terapi
kanker prostat. Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan
beberapa factor yaitu grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi
penderita, usia harapan hidup saat diagnosis. Dalam menentukkan usia
harapan hidup, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu
parameter untuk menentukan pilihan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong.Review of medical Phisiologi. USA. McGraw-Hill companies.


2003.

Indonesian Society of Urologic Oncology (ISUO). ISUO Meeting 2011.


2011.

Ferlay J, Shin HR, Bray F, et al. Estimates of worldwide burden of cancer


in 2008: GLOBOCAN 2008. Int J Cancer 2010; 127: 2893– 2917.

Murai M, Cheng C, Khauli R, et al. Prostate cancer: 6th international


consultation on new developments in prostate cancer and prostate
diseases. 2006. Epub ahead of print 2006. DOI:
10.1016/j.juro.2007.01.121.

Klein E, Platz E, Thompson I. Epidemiology, Etiology, and Prevention of


Prostate Cancer. In: Wein A, Kovoussi L, Novick A, et al. (eds) Campbell-
Walsh Urology. Philadelphia, 2007, pp. 2854–73.

Indonesian Society of Urologic Oncology (ISUO). ISUO Meeting 2011.


2011.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke-6.
Jakarta: EGC.

Moore KL. 2001. Anatomi klinik dasar. Jakarta: EGC.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Retensi Urin Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Widjoseno Gardjito


Lab/UPFIlmu Bedah FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia, edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Schwartz, Seymour I. 2009.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed 6. EGC


Jakarta.

Suyono S, 2007, Buku Ajar Ilmur Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai