Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUGAS AKHIR STASE MUATAN LOKAL

PELAYANAN TERAPI HIPERBARIK RSUD KOTA MATARAM

Oleh:

I Gusti Bagus Surya Ari Kusuma (H1A322032)

Febry Gilang Tilana (H1A322065)

Lale Sirin Rifdah Salsabila (H1A322107)

Dela Serlina (H1A322108)

Pembimbing:

Dr. dr. E. Hagni Wardoyo, Sp.MK., Sp.KL (K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KEPULAUAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir stase muatan lokal yang
berjudul “Pelayanan Terapi Hiperbarik di RSUD Kota Mataram”. Penugasan ini
kami susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Muatan Lokal Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Ucapan terima kasih
kepada Dr. dr. E. Hagni Wardoyo, Sp.MK., Sp.KL (K), yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyusun tugas ini. Kami
berharap penyusunan tugas ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita
semua.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas
dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................................. 2
1.3 Waktu ................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 6
2.1 Definisi................................................................................................................................ 3
2.2 Indikasi................................................................................................................................ 3
2.3 Kontraindikasi..................................................................................................................... 6
2.4 Efek Terapi.......................................................................................................................... 7
2.5 Persiapan............................................................................................................................. 9
2.6 Prosedur Terapi................................................................................................................. 10
2.7 Metode Terapi................................................................................................................... 10
BAB III HASIL OBSERVASI RUANG HIPERBARIK................................................... 12
3.1 Alat – Alat di Fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik ......................................................... 12
3.2 Manajemen Pengelolaan Ruang Hiperbarik...................................................................... 16
3.3 Pemeliharaan Fasilitas di Chamber Hiperbarik................................................................. 16
3.3 Resume Kasus yang Ditangani Selama 3 Bulan Terakhir................................................. 16
BAB IV LAPORAN KASUS................................................................................................ 18
4.1 Identitas Pasien.................................................................................................................. 18
4.2 Anamnesis......................................................................................................................... 18
4.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................. 19
4.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................... 20
4.5 Diagnosis Kerja................................................................................................................ 20
4.6 Planning............................................................................................................................ 20
4.7 Prosedur Terapi................................................................................................................ 20
4.8 Lampiran.......................................................................................................................... 22
BAB V PEMBAHASAN.............................................................................................. ....... 23
KESIMPULAN.................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.508
pulau. Luas Negara Indonesia 87.764, dan 2/3 luasnya merupakan lautan. Laut selain
sebagai jalur transportasi, objek wisata juga merupakan sumber mata pencaharian
bagi masyarakat terutama nelayan. Dalam mengelola kekayaan alam tersebut
masyarakat nelayan masih menggunakan cara-cara tradisional, antara lain menyelam
dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan tanpa pelatihan penyelaman yang
benar. Kegiatan menyelam pada laut yang dalam di Indonesia ternyata dapat berisiko
menyebabkan penyakit dekompresi. Penyakit dekompresi (Decompression sickness)
atau juga biasa disebut Caisson Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh pembentukan dan peningkatan ukuran gelembung ketika tekanan parsial gas
inert dalam darah dan jaringan melebihi tekanan ambient. Pembentukan gelembung
udara akan menyumbat aliran darah serta sistem saraf sehingga akan menimbulkan
gejala seperti rasa sakit di persendian, sakit kepala, gatal-gatal, mati rasa (numbness)
kelumpuhan (paralysis) bahkan dapat menyebabkan kematian. Hasil penelitian
Kementerian Kesehatan mengenai penyakit dan kecelakaan yang terjadi pada nelayan
dan penyelam tradisional menunjukkan bahwa nelayan di Nusa Tenggara Barat
menderita nyeri persendian (57,5%) dan gangguan pendengaran ringan sampai
ketulian (11,3 %) (Ortega et al., 2021; Fitriani et al., 2017).
Hyperbaric Chamber atau dikenal dengan Ruangan Udara Bertekanan Tinggi
(RUBT), merupakan salah satu metode pengobatan yang dilakukan dengan
penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer.
Terapi hiperbarik oksigen adalah modalitas pengobatan dimana seseorang bernafas
100% oksigen dalam ruangan dengan tekanan atmosfer yang meningkat, yaitu
dengan cara memberikan oksigen murni didalam ruangan khusus yang bertekanan
udara tinggi, untuk dihirup oleh pasien. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan di
ruangan khusus yang dapat meningkatkan tekanan udara hingga tiga kali tekanan
atmosfer normal. Peningkatan tekanan udara didalam ruangan hiperbarik ini
menyebabkan paru-paru pasien akan menyerap oksigen lebih banyak dari biasanya
sehingga dapat membantu proses penyembuhan berbagai penyakit (Ortega et al.,
2021; Fitriani et al., 2017)

1
1.2 TUJUAN
a. Mengetahui fasilitas kesehatan di RSUD Kota Mataram untuk penanganan kasus
kasus penyelaman (terutama tentang layanan hiperbarik)
b. Mengetahui definisi, efek terapi, indikasi dan kontraindikasi terapi oksigen
hiperbarik
c. Mengetahui prosedur persiapan pasien untuk menjalani terapi oksigen
hiperbarik
d. Mengetahui manajemen pengelolaan terapi oksigen hiperbarik
e. Mengetahui teknik pemeliharaan alat hiperbarik
f. Refleksi pengalaman selama kunjungan lapangan

1.3 WAKTU PELAKSANAAN


a. Hari/Tanggal : Kamis, 19 Oktober 2023
b. Waktu : 08.00 - 10.00 WITA
c. Tempat : Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
d. Pembimbing : Dr. dr. Eustachius Hagni Wardoyo, Sp.MK., Sp. KL(K)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi dengan memberikan 100% oksigen
pada dua sampai tiga kali dari tekanan pada level air laut atau lebih dari 1 Atmosfer
Absolut (ATA). ATA merupakan unit dari tekanan dan 1 ATA sebanding dengan 760
mm mercury atau tekanan pada level air laut. Terapi oksigen hiperbarik efektif dalam
mengatasi berbagai penyakit antara lain luka karena trauma akut, ulserasi yang tidak
membaik dengan terapi, crush injury, luka bakar, gas gangren, dan sindrom
kompartemen dapat pula digunakan pada kasus-kasus keracunan gas misal keracunan
gas karbon monoksida. Terapi oksigen hiperbarik memiliki komplikasi dan efek
toksik karena hiperoksia. Terapi ini sering digunakan pada pasien-pasien kritis misal
karena keracunan karbon monoksida, luka bakar, gas gangren, abses intrakranial,
emboli, sehingga klinisi khususnya anestesiologist perlu mengetahui mekanisme, efek
serta komplikasi terapi oksigen hiperbarik (Ortega et al., 2021).

2.2 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Menurut Underwater and Hyperbaric Medical Society tahun 2019 menetapkan 14
indikasi HBOT dan telah disetujui oleh FDA sebagai berikut:

a. Decompression sickness (DCS)


DCS terjadi ketika adanya hambatan aliran karena terjadinya perubahan tekanan
akibat udara saat penderita melakukan penerbangan, penyelaman, ataupun hal
lainnya yang dapat menyebabkan perubahan tekanan secara drastis. Gelembung gas
(bubble) yang terbentuk akibat perubahan tekanan ini yang menghambat di dalam
tubuh. HBOT merupakan pengobatan utama DCS, HBOT bertujuan untuk
mengurangi volume gelembung, meningkatkan gradien difusi gas inert dari
gelembung ke jaringan sekitar, oksigenasi jaringan iskemik dan mengurangi edema
sistem saraf pusat.
b. Air or Gas Embolism
Embolisme gas terjadi ketika gelembung gas memasuki arteri atau vena. HBOT
dapat memperkecil ukuran atau volume gelembung gas sehingga gelembung gas
tersebut secara perlahan dapat dimetabolisme atau dibuang dari tubuh melalui
pernapasan (wash out). Emboli gas arteri menyebabkan sumbatan pada pembuluh

3
darah dan deformasi jaringan sehingga mengganggu perfusi dan oksigenasi jaringan
tersebut. Gejala yang ditimbulkan bervariasi mulai dari nyeri otot, nyeri sendi,
gangguan irama jantung, hingga gangguan sistem saraf pusat seperti kebingungan,
gangguan neurologis fokal, dan penurunan kesadaran. HBOT dapat mengurangi
ukuran bubble yang terbentuk
c. Keracunan karbon monoksida (CO)
Oksigenasi arterial akan menurun saat seseorang menghirup karbon monoksida
yang memiliki afinitas lebih tinggi dari oksigen terhadap hemoglobin. Hal ini akan
menyebabkan gejala hipoksia akut, hilang kesadaran, kejang, gangguan neurologis
fokal, kejang, dan komplikasi jantung. HBOT berperan dalam memberikan suplai
oksigen konsentrasi tinggi sehingga akan memperpendek waktu paruh
karboksihemoglobin dari 4—6 jam menjadi hingga <30 menit. HBOT pada 2,4 –
3,0 ATA selama 120 menit yang dapat diulang dalam 6-8 jam direkomendasikan
apabila terdapat gangguan neurologis persisten.
d. Clostridial Myonecrosis (Gas Gangrene)
Pemberian oksigen 100% pada HBOT dapat merupakan bersifat toksik terhadap
bakteri anaerob dengan membentuk formasi oksigen radikal bebas dalam keadaan
tidak adanya enzim pereduksi radikal bebas seperti superoksida dismutase, katalase,
dan peroksidase pada bakteri.
e. Crush injury dan sindrom kompartemen
Penggunaan oksigen hiperbarik pada crush injury dan sindrom kompartemen
berfungsi dengan memberikan hiperoksigenasi untuk meningkatkan oksigen dalam
plasma, hal ini akan menginduksi juga penurunan aliran darah yang menyebabkan
kapiler mampu meresorbsi cairan luar dan pada akhirnya menurunkan edema.
f. Anemia berat
HBOT dapat membantu perbaikan klinis dengan mengakumulasi kekurangan
oksigen pada anemia berat yang tidak memungkinkan untuk dilakukantransfusi
darah karena keadaan tertentu. Oksigen diakumulasi di jaringan tubuh dengan
difusi atau kelarutan oksigen pada cairan dan jaringan akibat tekanan sekitar yang
lebih tinggi.
g. Abses intrakranial
Abses intrakranial mencakup abses serebral, empiema subdural dan empiema
epidural. Tekanan oksigen yang tinggi pada HBOT dapat menghambat

4
pertumbuhan bakteri anaerob yang banyak ditemukan pada abses intrakranial.
Selain itu, HBOT dapat menurunkan tekanan intrakranial yang mampu mereduksi
pada edema otak perifocal, dapat meningkatkan sistem imun dari pasien.
h. Infeksi jaringan lunak nekrotik
HBOT dapat membantu mengurangi jumlah leukosit pada area yang mengalami
hipoksia jaringan dan infeksi. Selain itu, menyediakan oksigenasi padaarea iskemi
yang dapat mengurangi penyebaran dan progresifitas dari infeksi. Difusi oksigen
pada plasma dalam sirkulasi juga membantu jaringan denganperfusi yang buruk,
dan mengurangi toksisitas sistemik.
i. Osteomielitis Refrakter
Osteomielitis adalah infeksi tulang atau sumsum tulang, biasanya disebabkan
oleh bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis refraktori didefinisikan
sebagai osteomielitis kronis atau akut yang tidak dapat disembuhkanmenggunakan
terapi yang seharusnya, biasanya sering pada pasien immunocompromised.
HBOT dapat meningkatan tekanan oksigen pada daerah sekitar luka, meredakan
peradangan, serta mengaktivasi osteoklast. Selain itu, HBOT juga membantu
menstimulasi produksi growth factors dan meningkatkan suplementasike tulang.
j. Delayed Radiation Injury (Soft tissue and Bony Necrosis)
Cedera akibat radiasi dapat diklasifikasikan menjadi akut, subakut atau lambat.
Cedera akut dapat sembuh sendiri dan dapat diberi terapi simtomatis. Cedera
subakut hanya dapat diketah2i pada beberapa sistem organ. Cedera yang terjadi
secara lambat biasanya lebih sulit untuk diobati dan baru muncul mulai dari6 bulan
atau bahkan sampai beberapa tahun. Bentukan cedera yang ditimbulkan akibat
radiasi dikelompokkan menjadi dua yaitu osteoradionekrosis dan cedera jaringan
lunak. Penyebab cedera tersebut adalah obliterasi vaskular dan fibrosis stroma.
HBOT dapat menstimulasi angiogenesis dan menginduksi neovaskularisasi pada
jaringan yang hipoksia, beberapa penelitian juga menunjukkan HBOT dapat
menginduksi sel stem dengan meningkatkan nitrit oksigen.
k. Insufisiensi arteri
Insufisiensi arteri yang dimaksud adalah oklusi arteri sentral pada retina
(CRAO) dan mempercepat penyembuhan pada luka tertentu. Pada CRAO, oksigen
hiperbarik berfungsi untuk menurunkan tekanan intraokular pada mata. Pada
penyembuhan luka tertentu, HBOT pada prinsipnya membantu mencegah hipoksia
sel dan jaringan, replikasi fibroblast, deposisi kolagen, membantu proses

5
angiogenesis, dan proses pembunuhan bakteri oleh leukosit intraseluler.

l. Compromised Graft and Flaps


HBOT pada prinsipnya membantu mencegah hipoksia sel dan jaringan.
Mekanisme lainnya yaitu dengan menutup penghubung antara arteri dan vena
(Arteriovenous shunt), membantu fibroblas, sintesis kolagen, dan angiogenesis.
m. Trauma luka bakar akut
HBOT membuat hiperoksigenasi pada daerah sekitar luka, meredakan
peradangan, serta membantu proses epitelisasi jaringan kulit, deposisi kolagen, dan
perbaikan kegagalan mikrosirkulasi dengan memicu angiogenesis pada sel. Dari
kerja tersebut, menghasilkan pencegahan terhadap edema, hipoksia, dan keparahan
infeksi.
n. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss
Gangguan pendengaran sensorineural mendadak idiopatik didefinisikan sebagai
gangguan pendengaran setidaknya 30 dB yang terjadi dalam tiga hari selama
setidaknya tiga frekuensi yang berdekatan. HBOT mengatasi hipoksia relatif pada
badan koklea dan kanalis vestibulum, mengurangi viskositas cairan endolimfe,
serta dapat berfungsi sebagai mekanisme antibakterial.

2.3 Kontraindikasi
Terdapat kontraindikasi absolut dan relatif pada terapi oksigen hiperbarik (HBOT)
(Latham, 2020).
Tabel 2.1. Kontraindikasi absolut HBOT

6
Kontraindikasi Absolut Alasan Terapi sebelum HBOT

Pneumothoraks yang tidak a. Gas emboli Thoracostomy


diobati b. Tension pneumothoraks
c. Pneumomediastinum

Bleomycin Interstitial pneumonitis Tidak ada perawatan untuk


waktu yang lama dari
penggunaan obat

Cisplatin Gangguan penyembuhan luka Tidak ada perawatan untuk


waktu yang lama dari
penggunaan obat

Disulfiram Memblokir dismutase superoksida, yang Berhenti minum obat


melindungi terhadap toksisitas oksigen

Doksorubicin Kardiotoksisitas Berhenti minum obat

Sulfamylon Gangguan penyembuhan luka Berhenti minum obat

Tabel 2.2. Kontraindikasi relatif HBOT

Kontraindikasi relatif Alasan Terapi sebelum HBOT

Asma Udara yang terperangkap saat pendakian Harus dikontrol dengan baik
menyebabkan pneumothoraks menggunakan obat-obatan

Claustrophobia Ansietas (gangguan cemas) Terapi dengan benzodiazepines

Sferositosis kongenital Hemolisis berat Tidak ada medikasi


HBOT dilakukan hanya dalam
keadaan darurat

Disfungsi tuba eustachius Barotrauma Pelatihan PE Tubes

Demam tinggi Risiko lebih tinggi terjadi kejang Antipiretik

ISPA Barotrauma Decongestan

2.4 Efek Terapi


Secara umum efek terapi oksigen hiperbarik terbagi menjadi 2 yakni efek fisika
dan efek fisiologis.
a. Efek Fisika
Efek terapi oksigen hiperbarik didasarkan pada regulasi gas, efek fisiologis dan proses

7
biokimia dari hiperoksia. Dasar untuk semua terapi hiperbarik adalah Boyle’s law
yang menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan berbanding terbalik dengan
volume gas. Volume gelembung gas baik nitrogen maupun gas lainnya dapat
mengecil bila dalam lingkungan dengan tekanan atmosfer yang lebih tinggi dan terapi
oksigen hiperbarik dapat memperkecil ukuran atau volume gelembung gas sehingga
dapat terhindar dari penyumbatan pembuluh darah (Kahle and Cooper, 2022).
Selain yang sudah disebutkan diatas, efek terapi oksigen hiperbarik juga
didasarkan pada proses biokimia yang dipicu oleh hiperoksigenasi dan efek fisiologis
sesuai dengan hukum fisik dan sifat gas. Pada manusia, oksigen sebagian besar
dibawa oleh jaringan darah dan melekat pada hemoglobin. Ketika kondisi hiperbarik,
proporsi oksigen dan oksigenasi jaringan akan meningkat. Efek ini dapat dikaitkan
dengan Henry’s law yang menjelaskan tentang pengaruh tekanan gas pada kelarutan
gas dalam cairan dengan menyatakan menyatakan bahwa jumlah gas yang dilarutkan
dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas. Dengan pemberian
tekanan yang lebih tinggi maka kelarutan gas akan semakin tinggi. Prinsip ini dipakai
pada kasus pembengkakan jaringan, penyumbatan pembuluh darah serta kasus patah
tulang atau dislokasi sendi karena pada kasus ini mengakibatkan pembengkakan
jaringan sehingga oksigen dari pembuluh darah tidak mampu mencapai sel-sel. Maka
dari itu perlu dilakukan terapi oksigen hiperbarik karena dapat meningkatkan
kelarutan oksigen sehingga mampu mencapai sel-sel dengan cara meningkatkan
tekanan hingga 3 ATA agar kemampuan difusi oksigen menjadi lebih besar hingga 4
kali jika dibandingkan pada tekanan 1 ATA. Hal ini dapat menyelamatkan jaringan
supaya tetap hidup (Kahle and Cooper, 2022).
Efek terapi oksigen hiperbarik juga didasarkan oleh proses biokimia dari
hiperoksia. Hiperoksia pada jaringan normal menyebabkan vasokonstriksi, tetapi hal
ini dapat dikompensasi dengan terdapatnya peningkatan kandungan oksigen pada
plasma dan aliran darah mikrovaskuler. Efek vasokonstriktor ini dapat mengurangi
edema jaringan pasca trauma, yang berkontribusi pada pengobatan luka bakar,
sindrom kompartemen dan crush injury (Kahle and Cooper, 2022).

b. Efek Fisiologis
Dalam kondisi normal di permukaan laut, komposisi udara terdiri dari sekitar 21%
oksigen yang menghasilkan tekanan oksigen alveolar (PAO2) sekitar 100 mmHg.
Dalam kondisi ini, hemoglobin plasma hampir seluruhnya jenuh, dan oksigen plasma

8
yang terlarut minimal. Oleh karena itu, dengan asumsi konsentrasi hemoglobin
12g/dL, kandungan oksigen darah gabungan dalam sirkulasi adalah sekitar 16,2 mL
O2/dL. Pada kondisi hiperbarik yang menghirup oksigen 100% pada 3 atmosfer
absolut (ATA), nilai PAO2 meningkat menjadi sekitar 2280 mmHg, dan menurut
hukum Henry, kandungan oksigen gabungan dalam darah utuh meningkat menjadi
23,0 mL O2/dL. Peningkatan 42% dari baseline ini hampir seluruhnya berasal dari
peningkatan oksigen terlarut dalam plasma. Peningkatan pasokan oksigen dan tekanan
oksigen arteri membentuk dasar dari HBOT (Kahle and Cooper, 2022).
Oksigen terutama digunakan oleh tubuh dalam pembentukan adenosin trifosfat,
molekul yang bertanggung jawab untuk transfer energi intraseluler melalui proses
yang disebut respirasi seluler. Rata-rata manusia menggunakan sekitar 6 mL O2/dL
darah untuk menjaga metabolisme; oleh karena itu, HBOT menawarkan oksigen
plasma yang cukup untuk menggerakkan respirasi seluler dan potensi untuk
mengatasi anemia hemoragik masif (Kahle and Cooper, 2022).
Efek fisiologis utama lainnya dari oksigen berhubungan dengan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar oksigen menyebabkan penurunan produksi nitric oxide (NO) lokal
oleh sel endotel, sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Sebaliknya, peningkatan
kadar karbon dioksida, meningkatkan produksi NO dan vasodilatasi. Hal ini sangat
penting karena berkaitan dengan aliran darah serebral karena kondisi hiperoksia
jangka pendek menyebabkan vasokonstriksi serebral dan penurunan aliran darah.
Namun, bahkan dengan berkurangnya aliran darah, lebih banyak oksigen dialirkan ke
otak sebagai akibat dari keadaan hiperoksik. Selain itu, hiperoksia juga telah terbukti
mengurangi edema serebral, meskipun mekanisme dibaliknya masih belum dipahami
dengan baik, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi fenomena
ini (Kahle and Cooper, 2022).

2.5 Persiapan
Beberapa persiapan pasien yang perlu diperhatikan sebelum dilakukannya terapi
antara lain
1. Pasien tidak diperkenankan untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung kafein dan merokok sebelum terapi.
2. Menggunakan baju longgar dan berbahan katun selama terapi HBOT. Biasanya
untuk baju sudah disediakan dari fasilitas hiperbarik
3. Tidak diperkenankan untuk menggunakan produk perawatan rambut dan kulit

9
seperti minyak rambut, lotion, cat kuku, parfum, deodorant, dan penggunaan
make up berlebihan untuk menghindari potensi dari kebakaran.
4. Tidak boleh membawa perangkat elektronik dan bahan logam lainnya ke dalam
ruang chamber.
5. 1-2 jam sebelum terapi, dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tidak terlalu
berat namun bernutrisi.
6. Dianjurkan untuk buang air kecil terlebih dahulu sebelum terapi
7. Pada pasien dengan diabetes mellitus, dilakukan pemeriksaan gula darah
sebelum dan sesudah terapi. Jika ditemukan kadar gula darah yang rendah maka
dapat diberikan pengganti glukosa di dalam chamber
8. Dianjurkan datang 30 menit lebih awal sebelum jadwal terapi
9. Jika pasien mengalami gejala demam dan infeksi lainnya seperti batuk, pilek,
muntah, nyeri sinus, maka segera menghubungi petugas untuk menunda terapi.

2.6 Prosedur Terapi


Berikut merupakan standar prosedur operasional terapi hiperbarik RSUD Kota Mataram :

1. Pasien akan mendaftarkan diri ke fasilitas pelayanan hiperbarik

2. Dokter hiperbarik akan menjelaskan mengenai rencana terapi hiperbarik


diantaranya tujuan terapi, manfaat, dan efek samping yang dapat terjadi.
3. Apabila pasien bersedia, maka pasien diminta untuk menandatangani
persetujuan lembar informed consent.
4. Melakukan anamnesis kepada pasien

5. Melakukan pemeriksaan fisik lengkap terhadap pasien. Jika terdapat


peningkatan suhu dan hipertensi maka terapi oksigen hiperbarik sebaiknya
ditunda.
6. Melakukan pemeriksaan penunjang untuk menilai jika ada kontraindikasi lainnya
7. Menentukan tabel terapi klinis yang digunakan
8. Mempersiapkan pasien. Persiapan pasien dimulai dari menjelaskan benda-benda
yang boleh dan tidak boleh dibawa saat terapi berlangsung, menjelaskan kepada
pasien proses yang akn terjadi selama terapi berlangsung, dan menjelaskan
mengaenai cara ekualisasi yang benar.
9. Melakukan tindakan terapi yang terdiri dari 3 fase yakni fase pengisian tekanan, fase
terapi, dan fase istirahat.

10
10. Edukasi setelah terapi dan observasi minimal 2 jam di fasilitas hiperbarik.

2.7 Metode Terapi Oksigen Hiperbarik

Terdapat berbagai protokol perawatan ruang hiperbarik untuk penyakit


dekompresi. Perbedaan ini didasarkan pada hal-hal seperti tingkat keparahan
keluhan/gangguan dan ketersediaan oksigen. Protokol perawatan yang biasa
dilakukan di Amerika Serikat adalah Treatment table 5 dan 6 U.S Navy. Terapi ini
menggunakan tekanan sekitar 2,8 ATA, akan tetapi terdapat perbedaan waktu total
terapi antara tabel 5 dan tabel 6. Pada tabel 5, waktu terapi yaitu selama 135 menit
sedangkan pada tabel 6 selama 285 menit.

Gambar 2.1. Gambar tabel 5 U.S Navy

11
Gambar 2.2. Gambar tabel 6 U.S Navy

BAB III

HASIL OBSERVASI RUANG HIPERBARIK

3.1 Alat - Alat di Fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik

3.1.1 Chamber Hiperbarik

Fasilitas Chamber hiperbarik yang terdapat di RSUD Kota Mataram merupakan


jenis multiplace chamber yang terdiri dari dua ruang yakni main room dan entry room
dengan kapasitas 6 orang pasien dan 1 orang tender yang bertugas mendampingi pasien
selama terapi. Main room berfungsi sebagai ruang utama saat terapi berlangsung,
sedangkan entry room berfungsi sebagai akses keluar masuk main room ketika terapi
sedang berlangsung. Entry room dapat digunakan dalam kondisi ketika terdapat salah
satu pasien yang tidak mampu melanjutkan terapi atau ketika pergantian shift tender.
Setiap ruangan dilengkapi dengan 6 kursi beserta selang oksigen pada main room dan 2
kursi pada entry room.

12
Gambar 3.1. Tampak bagian dalam dan luar chamber hiperbarik

Fasilitas di dalam chamber hiperbarik yang dapat mendukung kenyamanan


pasien seperti air conditioner (AC), air minum, makanan kecil dan audio musik serta
medical lock yang berfungsi sebagai akses keluar masuk benda-benda yang tidak
sengaja terbawa oleh pasien maupun benda/alat yang perlu disalurkan ke dalam
chamber. elain itu pada bagian luar dari chamber hiperbarik ini juga disediakan daftar
lengkap benda-benda yang dilarang dibawa ke dalam ruangan terapi sehingga
memudahkan pasien untuk mengetahui apa saja benda yang tidak bisa dibawa ke dalam
ruangan terapi

Gambar 3.2. Medical lock akses untuk mengeluarkan barang - barang yang
terlupa

3.1.2 Masker Oksigen

Pada chamber hiperbarik terdapat masker oksigen masing-masing satu buah


untuk setiap kursi. Masker oksigen yang terdapat di dalam chamber berfungsi untuk
mengalirkan oksigen selama terapi berlangsung. Masker tersebut biasa digunakan oleh
pasien dan tender selama proses terapi.

13
Gambar 3.3. Masker oksigen

3.1.3 Tabung Oksigen

Terdapat beberapa jenis tabung oksigen yang tersedia diantaranya adalah tabung
oksigen sentral yang langsung tersambung ke chamber hiperbarik, air bank yang
merupakan yang mengalirkan oksigen ke dalam pipa-pipa yang terhubung ke chamber
hiperbarik.

Gambar 3.4. Kran tabung oksigen

3.1.4 Panel Kontrol

Alat monitor ini merupakan salah satu panel kontrol yang dioperasikan oleh
operator yang berada di luar chamber dan berfungsi untuk mengkoordinasikan keadaan
di dalam chamber selama proses terapi. Panel kontrol hiperbarik ini terdiri dari keran
input, keran output, meteran tekanan udara, meteran oksigen, meteran kompresor, jam
atau timer dan audiovisual. Di dalam panel kontrol ini terdapat 12 keran kontrol (6
untuk main room, 6 untuk entry room).

14
Gambar 3.5. Panel Kontrol pada Ruangan Oksigen Hiperbarik

Tabel 3.1 Panel kontrol

No. Kontrol Fungsi

1. Keran input/inlet Untuk mengalirkan udara bertekanan dari


kompresor. Keran dibuka saat inisiasi tekanan
menuju kedalaman dan saat melakukan
ventilasi.

2. Keran output/outlet Membuang udara dari dalam ruang hiperbarik


ke atmosfer. Keran dibuka saat ventilasi dan
saat menuju ke permukaan.

3. Keran oxygen supply Mengalirkan oksigen ke dalam pipa-pipa yang


didistribusikan ke masker pasien. Keran
dibuka saat telah mencapai kedalaman terapi
atau saat dokter memberikan instruksi.

4. Keran analyzer Berguna mengukur konsentrasi oksigen dalam


chamber dengan cara Mengalirkan sampel
udara dalam ruang hiperbarik ke dalam
analyzer oksigen.

5. Keran drain Untuk membuang hasil kondensasi udara dan


air conditioner keluar dari hiperbarik chamber

6. Timer Berguna untuk menunjukkan waktu selama


proses terapi berlangsung. Biasa digunakan
oleh operator di luar ruang hiperbarik

7. Depth Meter Penanda tekanan pada chamber. Setiap 1 garis


lingkaran menunjukan kedalaman 1 meter

8. Oxygen Pressure Meter Menunjukkan sisa oksigen yang dimiliki

9. Meteran Kompresor Menunjukkan tekanan kompresor

10. Meteran digital analyzer oksigen Mengukur konsentrasi oksigen di dalam ruang
hiperbarik setelah keran analyzer dibuka

15
3.1.5. Alat Komunikasi

Alat komunikasi dibutuhkan untuk koordinasi antara operator dan tender selama
terapi berlangsung. Alat komunikasi yang digunakan di fasilitas ruang hiperbarik RSUD
Kota Mataram adalah telepon berkekuatan 3 watt yang berjumlah 2 buah.

Gambar 3.6. Alat komunikasi antara tender dan operator

3.2 Manajemen Pengelolaan di Fasilitas Chamber Hiperbarik

Pada manajemen pengelolaan fasilitas chamber hiperbarik RSUD Kota Mataram


penanggung jawabnya dipegang oleh 2 dokter. Selain itu, terdapat 4 orang perawat yang
akan bertanggung jawab sebagai 1 operator, 1 tender dan 2 officer. Operator akan
bertanggung jawab dalam mengoperasikan chamber pada saat pasien sedang terapi
hiperbarik oksigen, tender bertugas di dalam chamber saat terapi hiperbarik untuk
mengontrol, mengarahkan pasien, serta menginstruksikan pasien di dalam chamber
dan2 officer bertugas dalam registrasi dan anamnesis pasien. Terdapat pula 2 orang
teknisi yang bertugas untuk pengecekan berkala dan ketika terdapat kerusakan pada alat
- alat di fasilitas chamber hiperbarik.

3.3 Pemeliharaan Fasilitas di Chamber Hiperbarik

Teknisi rumah sakit yang telah mengikuti pelatihan-pelatihan terkait perawatan


alat-alat adalah orang yang bertugas dalam pemeliharaan fasilitas di ruang hiperbarik.
Pengecekan dan penilaian fungsional alat dilakukan secara rutin untuk memastikan
tidak ada kerusakan pada komponen-komponen alat. Setiap 6 bulan sekali, dilakukan
kalibrasi terhadap alat-alat di fasilitas ruang hiperbarik. Setiap hari, cleaning service
(CS) membersihkan ruangan hiperbarik dengan menggunakan vacuum cleaner dan
cairan desinfektan.

3.4 Resume Kasus yang Ditangani Selama 3 Bulan Terakhir

Pelayanan terapi oksigen hiperbarik di RSUD Kota Mataram periode Juli 2023
hingga Oktober 2023, terdapat beberapa kasus dengan frekuensi terbanyak yaitu

16
kebugaran dan diabetes melitus. Berdasarkan daftar kasus di bawah, diketahui terapi
oksigen hiperbarik tidak hanya dimanfaatkan untuk pasien akibat penyakit dekompresi,
namun penyakit lainnya turut mendapat manfaat dari terapi jenis ini yaitu :

Tabel 3.2 Resume kasus 3 bulan terakhir

No Jenis Kasus Jumlah Terapi

1 Kebugaran 58 kali

2 DM 51 kali

3 DCS tipe I 23 kali

4 SNH 22 kali

5 HT 20 kali

6 SNHL 16 kali

7 Tinitus 5 kali

8 Sudden deafness 5 kali

9 Insomnia 4 kali

10 DCS tipe II 3 kali

11 vertigo 3 kali

12 Insomnia 4 kali

13 Diabetic foot 2 kali

14 Wash out nitrogen 1 kali

15 Dispepsia 1 kali

17
BAB IV

LAPORAN KASUS

4.1 Identitas pasien


Nama : Adam Bronche
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gili Trawangan
Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 17 Oktober 2023

4.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Merasakan nyeri sendi di siku dan lutut, kaki kanan lemas serta pasien juga
mengeluhkan pusing.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Laki-laki berusia 22 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Mataram pada Selasa, 17 Oktober 2023 dengan keluhan merasakan nyeri sendi di siku
dan lutut, kaki kanan lemas disertai pusing.
Sebelumnya pasien menyelam di Gili Trawangan sebanyak 1 kali yang dimulai
pada pukul 14.00 WITA. Pasien menyelam berdua dengan temannya. Pasien
menyelam dengan alat SCUBA, selama menyelam menghirup O2 28%. Pasien
menyelam dengan total kedalaman 35 meter. Pada kedalaman 30 meter, pasien
terkena arus dalam dan membuat pasien menyelam cepat hingga kedalaman 35 meter.

18
Saat di kedalaman tersebut pasien mengalami tunnel vision dan kesemutan di kaki
kanan sehingga pasien naik dengan cepat.
Pasien juga melakukan deco stop yaitu pada kedalaman 5 meter akhir yang
dilakukan selama 3 menit. Selama di atas permukaan, pasien mengalami nyeri sendi di
siku dan lutut, kaki kanan lemas, disertai pusing.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat data mengenai keluhan serupa, riwayat penyakit jantung, paru
maupun penyakit lainnya pada keluarga pasien

4.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : E4V5M6 (compos mentis)
TD : 123/75 mmHg
Nadi : 109 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : Tidak ada data
SpO2 : 99 %
b. Status Lokalis
1) Kepala leher
Tidak ada data
2) Mata
Tidak ada data
3) Mulut
Tidak ada data
4) Hidung
Tidak ada data
5) Thorax
• Inspeksi
Pasien tampak sesak
• Palplasi
Tidak ada data

19
• Perkusi
Tidak ada data
• Auskultasi
Tidak ada data
6) Abdomen
• Inspeksi
Tidak ada data
• Auskultasi
Tidak ada data
• Perkusi
Tidak ada data
• Palpasi
Tidak ada data
7) Ekstremitas
• Ekstremitas superior
Tidak ada data
• Ekstremitas inferior
Tidak ada data

4.4 Pemeriksaan Penunjang


Hematologi (17 Oktober 2023, Hyperbaric Chamber)
Hemoglobin : 14.7 (Normal)
Eritrosit : 4.87 (Normal)
Hematokrit : 42.5(Normal)
Trombosit : 211 (Normal)
MCV : 87.3 (Normal)
MCH : 30.2 (Normal)
MCHC : 34.6 (Normal)
RDW : 13.0 (Normal)
Leukosit : 11.04 (Normal)
Basofil : 0.1 (Normal)
Eosinofil : 0.10 (Menurun)
Neutrofil : 78.0 (Meningkat)
Limfosit : 16.0 (Menurun)

20
Monosit : 5.8 (Normal)

4.5 Diagnosis Kerja


Decompression Sickness tipe 1

4.6 Planning
Pasien direncanakan untuk mendapatkan Hyperbaric oxygen therapy dengan panduan
table 5 U.S Navy.

4.7 Prosedur Terapi


Terapi yang diberikan kepada pasien berdasarkan keluhan dan diagnosis pasien adalah
hyperbaric oxygen therapy menggunakan panduan table 5 U.S Navy. Detail terapi pasien
menggunakan HBOT dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4.1 Terapi pasien dengan menggunakan HBOT

Waktu DPTH O2 (%) Tindakan


(Meter)

20.01 0m 100 HBOT dimulai, Masker O2 terpasang, tekanan diberikan


langsung hingga kedalaman 18 meter.

20.09 18 m 100 Menghirup O2 10 liter selama 20 menit (I)

20.29 18 m - Masker O2 dibuka , istirahat selama 5 menit

20.34 18 m 100 Masker O2 dipasang, menghirup O2 10 liter 20 menit (II)

20.54 18 m hingga 9 100 Menghirup O2 10 liter selama 30 menit sambil naik


m perlahan menuju 9 meter

21.24 9m - Masker O2 dibuka, istirahat selama 5 menit

21.29 9m 100 Mesker O2 dipasang , menghirup O2 10 liter selama 30


menit (III)

21.49 9m - Masker O2 dibuka , istirahat selama 5 menit

21.54 9 m hingga 0 m 100 Masker O2 dipasang, menghirup O2 10 liter selama 30


Sambil tekanan diturunkan perlahan ke permukaan 0 m
(tekanan normal)

22.24 0m - Pintu chamber terbuka


HBOT selesai

Tabel 4.2 Tabel Dive Profile

Time : 14.00 Time : 15.00

21

Depth : 35 m

Deco Stop
4.8 Lampiran

22
BAB V

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 22 tahun datang ke RSUD Kota Mataram
pada hari Selasa, 17 oktober 2023 dengan keluhan merasakan nyeri sendi di siku dan lutut,
kaki kanan lemas serta pasien juga mengeluhkan pusing. Keluhan lain seperti
mual,muntah, sulit BAB dan BAK tidak ada keluhan pada pasien. Gejala ini dirasakan
oleh pasien muncul setelah pasien naik ke permukaan setelah sebelumnya pasien
menyelam selama 1 kali di kedalaman 35 meter. Selama proses penyelaman, Pasien
menggunakan peralatan menyelam yang lengkap dan sesuai standar dan melakukan deco
stop saat proses ascent, pasien melakukan deco stop selama 3 menit.
Pada anamnesis serta pemeriksaan fisik pasien dicurigai mengalami dekompresi
tipe 1. Data dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang penyelam
profesional. Selain itu diketahui juga bahwa pasien telah melakukan penyelaman sedalam
35 meter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas normal. Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diduga menderita DCS Tipe I. Tatalaksana yang
dilakukan pada kasus ini yaitu terapi HBOT.
DCS dapat membentuk gelembung karena kejenuhan gas di jaringan selama
ascent. Gelembung-gelembung di intravaskular dapat memicu respons peradangan yang
terkait dengan disfungsi endotel. Gelembung mungkin menjadi penyebab kerusakan
endotel yang diinduksi oleh dekompresi yang mampu menghasilkan pelepasan berbagai
mediator inflamasi. Selain itu, gelembung gas inert intravaskular telah dikaitkan dengan
peningkatan sirkulasi mikropartikel yang diamati pada manusia dan hewan model
penyelaman dan mikropartikel ini terkait dengan inflamasi lebih tepatnya pada aktivasi
neutrofil. Perubahan akut faktor inflamasi baru-baru ini terjadi telah digunakan sebagai
biomarker untuk memprediksi kualitas dekompresi, bahkan tanpa adanya peristiwa DCS.

23
Selain itu, juga dapat menyebabkan koagulasi dan trombosis yang mengganggu aliran
darah sebagai akibat dari aktivasi platelet dan agregasi platelet di sekitar gelembung, yang
nantinya dapat menyebabkan leukositosis sebagai akibat dari aktivasi leukosit
(Rocco,2021)

DCS dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan II. Pada DCS tipe I tanda dan gejala
yang didapatkan berupa nyeri ringan, pruritus, sensasi terbakar pada kulit serta cutis
marmorata. Sedangkan pada DCS tipe II gejala yang ditemukan akan lebih berat serta
akan melibatkan sistem pulmonal dan gejala sistem saraf. DCS tipe II termasuk kedalam
kasus berbahaya dikarenakan dapat menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan
defisit neurologis seperti kelumpuhan atau paralisis, parestesia, dan low back pain serta
keluhan berkemih yang terganggu. Pada kasus ini, berdasarkan keluhan dari pasien yaitu
merasakan nyeri sendi di siku dan lutut, kaki kanan lemas serta pasien juga mengeluhkan
pusing maka manifestasi klinis yang disebutkan masuk kedalam DCS tipe I.

Pada kasus ini, pasien memiliki faktor risiko yaitu melakukan penyelaman yang
dalam yaitu 35 meter. Seperti yang diketahui bahwa pasien merupakan seorang penyelam
profesional yang tentunya sering melakukan penyelaman mengingat kedalaman menyelam
pasien di Gili Trawangan hingga kedalaman 35 meter dimana hal ini menjadi faktor risiko
terjadinya DCS. Pada pasien ini , dilakukan terapi oksigen hiperbarik dengan tabel US
NAVY 5 , Selama 144 menit.

24
KESIMPULAN

Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu terapi yang menggunakan oksigen


murni pada tekanan tertentu. Terapi ini dapat digunakan baik sebagai terapi suatu penyakit
atau dijadikan pilihan dalam terapi kebugaran. Pada suatu dekompresi, terapi yang
digunakan dapat berasal dari tabel US NAVY 5 atau 6, tergantung dari jenis dekompresi
tersebut.
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
akumulasi dari nitrogen didalam tubuh yang tidak berhasil keluar akibat proses ascent
yang terlalu cepat. Penyakit dekompresi secara umum dibagi menjadi tipe I dan II yang
digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya keterlibatan sistem saraf.

25
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, C. et al. (2017) Tinjauan Pustaka Jurnal Komplikasi Anestesi Vol. 4 No. 2,
Maret 2017. Terapi Oksigen Hiperbarik.
Kahle AC, Cooper JS. Hyperbaric Physiological And Pharmacological Effects of Gases.
[Updated 2023 Jul 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470481/
Lantham, E. (2020) Hyperbaric Oxygen Therapy, Medscape. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview.
Ortega MA, Fraile-Martinez O, García-Montero C, Callejón-Peláez E, Sáez MA
Álvarez-Mon MA, et al. A general overview on the hyperbaric oxygen
therapy:Applications, mechanisms and translational opportunities. Med.
2021;57(9):1–25.
Rocco M, Maggi L, Loffredo C, et al. The impact of different gas mixtures on inflammatory
responses in advanced recreational divers. Diving Hyperb Med. 2021;51(2):140-146.
doi:10.28920/dhm51.2.140-146

26

Anda mungkin juga menyukai