Oleh:
Pembimbing:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir stase muatan lokal yang
berjudul “Pelayanan Terapi Hiperbarik di RSUD Kota Mataram”. Penugasan ini
kami susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Muatan Lokal Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Ucapan terima kasih
kepada Dr. dr. E. Hagni Wardoyo, Sp.MK., Sp.KL (K), yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyusun tugas ini. Kami
berharap penyusunan tugas ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita
semua.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas
dan menerima segala amal ibadah kita.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................................. 2
1.3 Waktu ................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 6
2.1 Definisi................................................................................................................................ 3
2.2 Indikasi................................................................................................................................ 3
2.3 Kontraindikasi..................................................................................................................... 6
2.4 Efek Terapi.......................................................................................................................... 7
2.5 Persiapan............................................................................................................................. 9
2.6 Prosedur Terapi................................................................................................................. 10
2.7 Metode Terapi................................................................................................................... 10
BAB III HASIL OBSERVASI RUANG HIPERBARIK................................................... 12
3.1 Alat – Alat di Fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik ......................................................... 12
3.2 Manajemen Pengelolaan Ruang Hiperbarik...................................................................... 16
3.3 Pemeliharaan Fasilitas di Chamber Hiperbarik................................................................. 16
3.3 Resume Kasus yang Ditangani Selama 3 Bulan Terakhir................................................. 16
BAB IV LAPORAN KASUS................................................................................................ 18
4.1 Identitas Pasien.................................................................................................................. 18
4.2 Anamnesis......................................................................................................................... 18
4.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................. 19
4.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................... 20
4.5 Diagnosis Kerja................................................................................................................ 20
4.6 Planning............................................................................................................................ 20
4.7 Prosedur Terapi................................................................................................................ 20
4.8 Lampiran.......................................................................................................................... 22
BAB V PEMBAHASAN.............................................................................................. ....... 23
KESIMPULAN.................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN
a. Mengetahui fasilitas kesehatan di RSUD Kota Mataram untuk penanganan kasus
kasus penyelaman (terutama tentang layanan hiperbarik)
b. Mengetahui definisi, efek terapi, indikasi dan kontraindikasi terapi oksigen
hiperbarik
c. Mengetahui prosedur persiapan pasien untuk menjalani terapi oksigen
hiperbarik
d. Mengetahui manajemen pengelolaan terapi oksigen hiperbarik
e. Mengetahui teknik pemeliharaan alat hiperbarik
f. Refleksi pengalaman selama kunjungan lapangan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi dengan memberikan 100% oksigen
pada dua sampai tiga kali dari tekanan pada level air laut atau lebih dari 1 Atmosfer
Absolut (ATA). ATA merupakan unit dari tekanan dan 1 ATA sebanding dengan 760
mm mercury atau tekanan pada level air laut. Terapi oksigen hiperbarik efektif dalam
mengatasi berbagai penyakit antara lain luka karena trauma akut, ulserasi yang tidak
membaik dengan terapi, crush injury, luka bakar, gas gangren, dan sindrom
kompartemen dapat pula digunakan pada kasus-kasus keracunan gas misal keracunan
gas karbon monoksida. Terapi oksigen hiperbarik memiliki komplikasi dan efek
toksik karena hiperoksia. Terapi ini sering digunakan pada pasien-pasien kritis misal
karena keracunan karbon monoksida, luka bakar, gas gangren, abses intrakranial,
emboli, sehingga klinisi khususnya anestesiologist perlu mengetahui mekanisme, efek
serta komplikasi terapi oksigen hiperbarik (Ortega et al., 2021).
3
darah dan deformasi jaringan sehingga mengganggu perfusi dan oksigenasi jaringan
tersebut. Gejala yang ditimbulkan bervariasi mulai dari nyeri otot, nyeri sendi,
gangguan irama jantung, hingga gangguan sistem saraf pusat seperti kebingungan,
gangguan neurologis fokal, dan penurunan kesadaran. HBOT dapat mengurangi
ukuran bubble yang terbentuk
c. Keracunan karbon monoksida (CO)
Oksigenasi arterial akan menurun saat seseorang menghirup karbon monoksida
yang memiliki afinitas lebih tinggi dari oksigen terhadap hemoglobin. Hal ini akan
menyebabkan gejala hipoksia akut, hilang kesadaran, kejang, gangguan neurologis
fokal, kejang, dan komplikasi jantung. HBOT berperan dalam memberikan suplai
oksigen konsentrasi tinggi sehingga akan memperpendek waktu paruh
karboksihemoglobin dari 4—6 jam menjadi hingga <30 menit. HBOT pada 2,4 –
3,0 ATA selama 120 menit yang dapat diulang dalam 6-8 jam direkomendasikan
apabila terdapat gangguan neurologis persisten.
d. Clostridial Myonecrosis (Gas Gangrene)
Pemberian oksigen 100% pada HBOT dapat merupakan bersifat toksik terhadap
bakteri anaerob dengan membentuk formasi oksigen radikal bebas dalam keadaan
tidak adanya enzim pereduksi radikal bebas seperti superoksida dismutase, katalase,
dan peroksidase pada bakteri.
e. Crush injury dan sindrom kompartemen
Penggunaan oksigen hiperbarik pada crush injury dan sindrom kompartemen
berfungsi dengan memberikan hiperoksigenasi untuk meningkatkan oksigen dalam
plasma, hal ini akan menginduksi juga penurunan aliran darah yang menyebabkan
kapiler mampu meresorbsi cairan luar dan pada akhirnya menurunkan edema.
f. Anemia berat
HBOT dapat membantu perbaikan klinis dengan mengakumulasi kekurangan
oksigen pada anemia berat yang tidak memungkinkan untuk dilakukantransfusi
darah karena keadaan tertentu. Oksigen diakumulasi di jaringan tubuh dengan
difusi atau kelarutan oksigen pada cairan dan jaringan akibat tekanan sekitar yang
lebih tinggi.
g. Abses intrakranial
Abses intrakranial mencakup abses serebral, empiema subdural dan empiema
epidural. Tekanan oksigen yang tinggi pada HBOT dapat menghambat
4
pertumbuhan bakteri anaerob yang banyak ditemukan pada abses intrakranial.
Selain itu, HBOT dapat menurunkan tekanan intrakranial yang mampu mereduksi
pada edema otak perifocal, dapat meningkatkan sistem imun dari pasien.
h. Infeksi jaringan lunak nekrotik
HBOT dapat membantu mengurangi jumlah leukosit pada area yang mengalami
hipoksia jaringan dan infeksi. Selain itu, menyediakan oksigenasi padaarea iskemi
yang dapat mengurangi penyebaran dan progresifitas dari infeksi. Difusi oksigen
pada plasma dalam sirkulasi juga membantu jaringan denganperfusi yang buruk,
dan mengurangi toksisitas sistemik.
i. Osteomielitis Refrakter
Osteomielitis adalah infeksi tulang atau sumsum tulang, biasanya disebabkan
oleh bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis refraktori didefinisikan
sebagai osteomielitis kronis atau akut yang tidak dapat disembuhkanmenggunakan
terapi yang seharusnya, biasanya sering pada pasien immunocompromised.
HBOT dapat meningkatan tekanan oksigen pada daerah sekitar luka, meredakan
peradangan, serta mengaktivasi osteoklast. Selain itu, HBOT juga membantu
menstimulasi produksi growth factors dan meningkatkan suplementasike tulang.
j. Delayed Radiation Injury (Soft tissue and Bony Necrosis)
Cedera akibat radiasi dapat diklasifikasikan menjadi akut, subakut atau lambat.
Cedera akut dapat sembuh sendiri dan dapat diberi terapi simtomatis. Cedera
subakut hanya dapat diketah2i pada beberapa sistem organ. Cedera yang terjadi
secara lambat biasanya lebih sulit untuk diobati dan baru muncul mulai dari6 bulan
atau bahkan sampai beberapa tahun. Bentukan cedera yang ditimbulkan akibat
radiasi dikelompokkan menjadi dua yaitu osteoradionekrosis dan cedera jaringan
lunak. Penyebab cedera tersebut adalah obliterasi vaskular dan fibrosis stroma.
HBOT dapat menstimulasi angiogenesis dan menginduksi neovaskularisasi pada
jaringan yang hipoksia, beberapa penelitian juga menunjukkan HBOT dapat
menginduksi sel stem dengan meningkatkan nitrit oksigen.
k. Insufisiensi arteri
Insufisiensi arteri yang dimaksud adalah oklusi arteri sentral pada retina
(CRAO) dan mempercepat penyembuhan pada luka tertentu. Pada CRAO, oksigen
hiperbarik berfungsi untuk menurunkan tekanan intraokular pada mata. Pada
penyembuhan luka tertentu, HBOT pada prinsipnya membantu mencegah hipoksia
sel dan jaringan, replikasi fibroblast, deposisi kolagen, membantu proses
5
angiogenesis, dan proses pembunuhan bakteri oleh leukosit intraseluler.
2.3 Kontraindikasi
Terdapat kontraindikasi absolut dan relatif pada terapi oksigen hiperbarik (HBOT)
(Latham, 2020).
Tabel 2.1. Kontraindikasi absolut HBOT
6
Kontraindikasi Absolut Alasan Terapi sebelum HBOT
Asma Udara yang terperangkap saat pendakian Harus dikontrol dengan baik
menyebabkan pneumothoraks menggunakan obat-obatan
7
biokimia dari hiperoksia. Dasar untuk semua terapi hiperbarik adalah Boyle’s law
yang menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan berbanding terbalik dengan
volume gas. Volume gelembung gas baik nitrogen maupun gas lainnya dapat
mengecil bila dalam lingkungan dengan tekanan atmosfer yang lebih tinggi dan terapi
oksigen hiperbarik dapat memperkecil ukuran atau volume gelembung gas sehingga
dapat terhindar dari penyumbatan pembuluh darah (Kahle and Cooper, 2022).
Selain yang sudah disebutkan diatas, efek terapi oksigen hiperbarik juga
didasarkan pada proses biokimia yang dipicu oleh hiperoksigenasi dan efek fisiologis
sesuai dengan hukum fisik dan sifat gas. Pada manusia, oksigen sebagian besar
dibawa oleh jaringan darah dan melekat pada hemoglobin. Ketika kondisi hiperbarik,
proporsi oksigen dan oksigenasi jaringan akan meningkat. Efek ini dapat dikaitkan
dengan Henry’s law yang menjelaskan tentang pengaruh tekanan gas pada kelarutan
gas dalam cairan dengan menyatakan menyatakan bahwa jumlah gas yang dilarutkan
dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas. Dengan pemberian
tekanan yang lebih tinggi maka kelarutan gas akan semakin tinggi. Prinsip ini dipakai
pada kasus pembengkakan jaringan, penyumbatan pembuluh darah serta kasus patah
tulang atau dislokasi sendi karena pada kasus ini mengakibatkan pembengkakan
jaringan sehingga oksigen dari pembuluh darah tidak mampu mencapai sel-sel. Maka
dari itu perlu dilakukan terapi oksigen hiperbarik karena dapat meningkatkan
kelarutan oksigen sehingga mampu mencapai sel-sel dengan cara meningkatkan
tekanan hingga 3 ATA agar kemampuan difusi oksigen menjadi lebih besar hingga 4
kali jika dibandingkan pada tekanan 1 ATA. Hal ini dapat menyelamatkan jaringan
supaya tetap hidup (Kahle and Cooper, 2022).
Efek terapi oksigen hiperbarik juga didasarkan oleh proses biokimia dari
hiperoksia. Hiperoksia pada jaringan normal menyebabkan vasokonstriksi, tetapi hal
ini dapat dikompensasi dengan terdapatnya peningkatan kandungan oksigen pada
plasma dan aliran darah mikrovaskuler. Efek vasokonstriktor ini dapat mengurangi
edema jaringan pasca trauma, yang berkontribusi pada pengobatan luka bakar,
sindrom kompartemen dan crush injury (Kahle and Cooper, 2022).
b. Efek Fisiologis
Dalam kondisi normal di permukaan laut, komposisi udara terdiri dari sekitar 21%
oksigen yang menghasilkan tekanan oksigen alveolar (PAO2) sekitar 100 mmHg.
Dalam kondisi ini, hemoglobin plasma hampir seluruhnya jenuh, dan oksigen plasma
8
yang terlarut minimal. Oleh karena itu, dengan asumsi konsentrasi hemoglobin
12g/dL, kandungan oksigen darah gabungan dalam sirkulasi adalah sekitar 16,2 mL
O2/dL. Pada kondisi hiperbarik yang menghirup oksigen 100% pada 3 atmosfer
absolut (ATA), nilai PAO2 meningkat menjadi sekitar 2280 mmHg, dan menurut
hukum Henry, kandungan oksigen gabungan dalam darah utuh meningkat menjadi
23,0 mL O2/dL. Peningkatan 42% dari baseline ini hampir seluruhnya berasal dari
peningkatan oksigen terlarut dalam plasma. Peningkatan pasokan oksigen dan tekanan
oksigen arteri membentuk dasar dari HBOT (Kahle and Cooper, 2022).
Oksigen terutama digunakan oleh tubuh dalam pembentukan adenosin trifosfat,
molekul yang bertanggung jawab untuk transfer energi intraseluler melalui proses
yang disebut respirasi seluler. Rata-rata manusia menggunakan sekitar 6 mL O2/dL
darah untuk menjaga metabolisme; oleh karena itu, HBOT menawarkan oksigen
plasma yang cukup untuk menggerakkan respirasi seluler dan potensi untuk
mengatasi anemia hemoragik masif (Kahle and Cooper, 2022).
Efek fisiologis utama lainnya dari oksigen berhubungan dengan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar oksigen menyebabkan penurunan produksi nitric oxide (NO) lokal
oleh sel endotel, sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Sebaliknya, peningkatan
kadar karbon dioksida, meningkatkan produksi NO dan vasodilatasi. Hal ini sangat
penting karena berkaitan dengan aliran darah serebral karena kondisi hiperoksia
jangka pendek menyebabkan vasokonstriksi serebral dan penurunan aliran darah.
Namun, bahkan dengan berkurangnya aliran darah, lebih banyak oksigen dialirkan ke
otak sebagai akibat dari keadaan hiperoksik. Selain itu, hiperoksia juga telah terbukti
mengurangi edema serebral, meskipun mekanisme dibaliknya masih belum dipahami
dengan baik, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi fenomena
ini (Kahle and Cooper, 2022).
2.5 Persiapan
Beberapa persiapan pasien yang perlu diperhatikan sebelum dilakukannya terapi
antara lain
1. Pasien tidak diperkenankan untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung kafein dan merokok sebelum terapi.
2. Menggunakan baju longgar dan berbahan katun selama terapi HBOT. Biasanya
untuk baju sudah disediakan dari fasilitas hiperbarik
3. Tidak diperkenankan untuk menggunakan produk perawatan rambut dan kulit
9
seperti minyak rambut, lotion, cat kuku, parfum, deodorant, dan penggunaan
make up berlebihan untuk menghindari potensi dari kebakaran.
4. Tidak boleh membawa perangkat elektronik dan bahan logam lainnya ke dalam
ruang chamber.
5. 1-2 jam sebelum terapi, dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tidak terlalu
berat namun bernutrisi.
6. Dianjurkan untuk buang air kecil terlebih dahulu sebelum terapi
7. Pada pasien dengan diabetes mellitus, dilakukan pemeriksaan gula darah
sebelum dan sesudah terapi. Jika ditemukan kadar gula darah yang rendah maka
dapat diberikan pengganti glukosa di dalam chamber
8. Dianjurkan datang 30 menit lebih awal sebelum jadwal terapi
9. Jika pasien mengalami gejala demam dan infeksi lainnya seperti batuk, pilek,
muntah, nyeri sinus, maka segera menghubungi petugas untuk menunda terapi.
10
10. Edukasi setelah terapi dan observasi minimal 2 jam di fasilitas hiperbarik.
11
Gambar 2.2. Gambar tabel 6 U.S Navy
BAB III
12
Gambar 3.1. Tampak bagian dalam dan luar chamber hiperbarik
Gambar 3.2. Medical lock akses untuk mengeluarkan barang - barang yang
terlupa
13
Gambar 3.3. Masker oksigen
Terdapat beberapa jenis tabung oksigen yang tersedia diantaranya adalah tabung
oksigen sentral yang langsung tersambung ke chamber hiperbarik, air bank yang
merupakan yang mengalirkan oksigen ke dalam pipa-pipa yang terhubung ke chamber
hiperbarik.
Alat monitor ini merupakan salah satu panel kontrol yang dioperasikan oleh
operator yang berada di luar chamber dan berfungsi untuk mengkoordinasikan keadaan
di dalam chamber selama proses terapi. Panel kontrol hiperbarik ini terdiri dari keran
input, keran output, meteran tekanan udara, meteran oksigen, meteran kompresor, jam
atau timer dan audiovisual. Di dalam panel kontrol ini terdapat 12 keran kontrol (6
untuk main room, 6 untuk entry room).
14
Gambar 3.5. Panel Kontrol pada Ruangan Oksigen Hiperbarik
10. Meteran digital analyzer oksigen Mengukur konsentrasi oksigen di dalam ruang
hiperbarik setelah keran analyzer dibuka
15
3.1.5. Alat Komunikasi
Alat komunikasi dibutuhkan untuk koordinasi antara operator dan tender selama
terapi berlangsung. Alat komunikasi yang digunakan di fasilitas ruang hiperbarik RSUD
Kota Mataram adalah telepon berkekuatan 3 watt yang berjumlah 2 buah.
Pelayanan terapi oksigen hiperbarik di RSUD Kota Mataram periode Juli 2023
hingga Oktober 2023, terdapat beberapa kasus dengan frekuensi terbanyak yaitu
16
kebugaran dan diabetes melitus. Berdasarkan daftar kasus di bawah, diketahui terapi
oksigen hiperbarik tidak hanya dimanfaatkan untuk pasien akibat penyakit dekompresi,
namun penyakit lainnya turut mendapat manfaat dari terapi jenis ini yaitu :
1 Kebugaran 58 kali
2 DM 51 kali
4 SNH 22 kali
5 HT 20 kali
6 SNHL 16 kali
7 Tinitus 5 kali
9 Insomnia 4 kali
11 vertigo 3 kali
12 Insomnia 4 kali
15 Dispepsia 1 kali
17
BAB IV
LAPORAN KASUS
4.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Merasakan nyeri sendi di siku dan lutut, kaki kanan lemas serta pasien juga
mengeluhkan pusing.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Laki-laki berusia 22 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Mataram pada Selasa, 17 Oktober 2023 dengan keluhan merasakan nyeri sendi di siku
dan lutut, kaki kanan lemas disertai pusing.
Sebelumnya pasien menyelam di Gili Trawangan sebanyak 1 kali yang dimulai
pada pukul 14.00 WITA. Pasien menyelam berdua dengan temannya. Pasien
menyelam dengan alat SCUBA, selama menyelam menghirup O2 28%. Pasien
menyelam dengan total kedalaman 35 meter. Pada kedalaman 30 meter, pasien
terkena arus dalam dan membuat pasien menyelam cepat hingga kedalaman 35 meter.
18
Saat di kedalaman tersebut pasien mengalami tunnel vision dan kesemutan di kaki
kanan sehingga pasien naik dengan cepat.
Pasien juga melakukan deco stop yaitu pada kedalaman 5 meter akhir yang
dilakukan selama 3 menit. Selama di atas permukaan, pasien mengalami nyeri sendi di
siku dan lutut, kaki kanan lemas, disertai pusing.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat data mengenai keluhan serupa, riwayat penyakit jantung, paru
maupun penyakit lainnya pada keluarga pasien
19
• Perkusi
Tidak ada data
• Auskultasi
Tidak ada data
6) Abdomen
• Inspeksi
Tidak ada data
• Auskultasi
Tidak ada data
• Perkusi
Tidak ada data
• Palpasi
Tidak ada data
7) Ekstremitas
• Ekstremitas superior
Tidak ada data
• Ekstremitas inferior
Tidak ada data
20
Monosit : 5.8 (Normal)
4.6 Planning
Pasien direncanakan untuk mendapatkan Hyperbaric oxygen therapy dengan panduan
table 5 U.S Navy.
21
Depth : 35 m
Deco Stop
4.8 Lampiran
22
BAB V
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 22 tahun datang ke RSUD Kota Mataram
pada hari Selasa, 17 oktober 2023 dengan keluhan merasakan nyeri sendi di siku dan lutut,
kaki kanan lemas serta pasien juga mengeluhkan pusing. Keluhan lain seperti
mual,muntah, sulit BAB dan BAK tidak ada keluhan pada pasien. Gejala ini dirasakan
oleh pasien muncul setelah pasien naik ke permukaan setelah sebelumnya pasien
menyelam selama 1 kali di kedalaman 35 meter. Selama proses penyelaman, Pasien
menggunakan peralatan menyelam yang lengkap dan sesuai standar dan melakukan deco
stop saat proses ascent, pasien melakukan deco stop selama 3 menit.
Pada anamnesis serta pemeriksaan fisik pasien dicurigai mengalami dekompresi
tipe 1. Data dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang penyelam
profesional. Selain itu diketahui juga bahwa pasien telah melakukan penyelaman sedalam
35 meter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas normal. Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diduga menderita DCS Tipe I. Tatalaksana yang
dilakukan pada kasus ini yaitu terapi HBOT.
DCS dapat membentuk gelembung karena kejenuhan gas di jaringan selama
ascent. Gelembung-gelembung di intravaskular dapat memicu respons peradangan yang
terkait dengan disfungsi endotel. Gelembung mungkin menjadi penyebab kerusakan
endotel yang diinduksi oleh dekompresi yang mampu menghasilkan pelepasan berbagai
mediator inflamasi. Selain itu, gelembung gas inert intravaskular telah dikaitkan dengan
peningkatan sirkulasi mikropartikel yang diamati pada manusia dan hewan model
penyelaman dan mikropartikel ini terkait dengan inflamasi lebih tepatnya pada aktivasi
neutrofil. Perubahan akut faktor inflamasi baru-baru ini terjadi telah digunakan sebagai
biomarker untuk memprediksi kualitas dekompresi, bahkan tanpa adanya peristiwa DCS.
23
Selain itu, juga dapat menyebabkan koagulasi dan trombosis yang mengganggu aliran
darah sebagai akibat dari aktivasi platelet dan agregasi platelet di sekitar gelembung, yang
nantinya dapat menyebabkan leukositosis sebagai akibat dari aktivasi leukosit
(Rocco,2021)
DCS dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan II. Pada DCS tipe I tanda dan gejala
yang didapatkan berupa nyeri ringan, pruritus, sensasi terbakar pada kulit serta cutis
marmorata. Sedangkan pada DCS tipe II gejala yang ditemukan akan lebih berat serta
akan melibatkan sistem pulmonal dan gejala sistem saraf. DCS tipe II termasuk kedalam
kasus berbahaya dikarenakan dapat menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan
defisit neurologis seperti kelumpuhan atau paralisis, parestesia, dan low back pain serta
keluhan berkemih yang terganggu. Pada kasus ini, berdasarkan keluhan dari pasien yaitu
merasakan nyeri sendi di siku dan lutut, kaki kanan lemas serta pasien juga mengeluhkan
pusing maka manifestasi klinis yang disebutkan masuk kedalam DCS tipe I.
Pada kasus ini, pasien memiliki faktor risiko yaitu melakukan penyelaman yang
dalam yaitu 35 meter. Seperti yang diketahui bahwa pasien merupakan seorang penyelam
profesional yang tentunya sering melakukan penyelaman mengingat kedalaman menyelam
pasien di Gili Trawangan hingga kedalaman 35 meter dimana hal ini menjadi faktor risiko
terjadinya DCS. Pada pasien ini , dilakukan terapi oksigen hiperbarik dengan tabel US
NAVY 5 , Selama 144 menit.
24
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, C. et al. (2017) Tinjauan Pustaka Jurnal Komplikasi Anestesi Vol. 4 No. 2,
Maret 2017. Terapi Oksigen Hiperbarik.
Kahle AC, Cooper JS. Hyperbaric Physiological And Pharmacological Effects of Gases.
[Updated 2023 Jul 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470481/
Lantham, E. (2020) Hyperbaric Oxygen Therapy, Medscape. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview.
Ortega MA, Fraile-Martinez O, García-Montero C, Callejón-Peláez E, Sáez MA
Álvarez-Mon MA, et al. A general overview on the hyperbaric oxygen
therapy:Applications, mechanisms and translational opportunities. Med.
2021;57(9):1–25.
Rocco M, Maggi L, Loffredo C, et al. The impact of different gas mixtures on inflammatory
responses in advanced recreational divers. Diving Hyperb Med. 2021;51(2):140-146.
doi:10.28920/dhm51.2.140-146
26