UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Universitas Indonesia
MEI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Universitas Indonesia
Nama:
NPM
1006774146
Tanda Tangan:
Tanggal:
Juni 2014
HALAMAN PENGESAHAN
NPM :
1006774146
Program Studi
Fisika
Judul Skripsi
Menggunakan
Kompaktifikasi
Dimensi
Ekstra
DEWAN PENGUJI
2
Penguji I
Penguji II
Ditetapkan
di
: Depok
Tanggal
: Juli 2014
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur kehadirat
Allah SWT, karena hanya dengan hidayah dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada manusia pilihan
Tuhan, idola tercinta Rasulullah SAW, atas peranannya di muka
bumi dalam memberikan tuntunan dan sebagai inspirasi kepada
seluruh umat manusia.
Berawal ketika di bangku SMA, penulis menyukai pembahasan
mengenai alam lain, mesin waktu dan hal-hal gaib berbau ilmiah
lainnya. Dalam mencari kebenaran dari hal-hal tersebut, penulis
banyak membaca buku-buku tentang kecepatan cahaya,
"dimensi lain", antipatrikel, mesin waktu dan lain-lain yang
dijelaskan dengan indah dalam teori relativitas dan mekanika
kuantum hingga akhirnya semakin mencintai teori ini. Karena
kurangnya ilmu yang didapat dibangku SMA penulis bertekad
untuk belajar di fisika UI. Skripsi ini menjelaskan mengenai
dimensi ekstra. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat
merasakan kehadiran dimensi ekstra tersebut. Jawaban yang
memungkinkan ialah dimensi ekstra tersebut terkompak tidak
memanjang sampai tak hingga. Mekanisme kompaktifikasi
dimensi ekstra inilah yang penulis pilih sebagai topik skripsi kali
ini.
Penulis sadar bahwa dalam proses menempuh kegiatan
penerimaan dan adaptasi, belajar-mengajar, hingga penulisan
skripsi ini, penulis tidak sendirian. Penulis banyak mendapat
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis
ingin berterima kasih kepada:
Bapak Handhika S. Ramadhan, Ph.D selaku Pembimbing atas
bimbingan dan kebersamaan selama ini, mengajarkan
kosmologi kepada dua orang awam bukanlah hal yang
mudah, iya kan kak? Hehehe.... Beliau begitu sabar
menjelaskan makna fisis dari berbagai macam persamaan
matematis untuk jagat raya sehingga penulis dan temannya
merasa tidak sia-sia belajar fisika.
Bapak Dr. Imam Fachruddin selaku pembimbing akademik
dan penguji I atas bimbingan dan nasihatnya dalam memilih
mata kuliah serta berbagai hal akademik selama belajar di
peminatan Fisika Nuklir dan Partikel sehingga penulis tidak
merasa kesulitan. Bapak Dr. Anto Sulaksono selaku penguji II
atas saran, nasehat dan masukan-masukannya yang sangat
berharga selama penulisan skripsi ini. Juga kepada dosen
peminatan nuklir partikel: Prof.
Terry, Dr. Agus dan Dr. Handoko.
v
Orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan
dukungan sepenuh hati, serta adik penulis satu-satunya
yang banyak memberikan bantuan. Pak Budi, Ibu Umaya,
Ibu Hannan, Pak Robbi, Ibu Zuherni, Ibu Jazuli, Pak Ridwan
dan Mas Agam atas bantuannya baik secara moral maupun
material. Para pemberi beasiswa atas bantuannya selama
perkuliahan yang tak pernah penulis tahu siapa dan dimana
keberadaannya.
Rekan-rekan penghuni Lab Teoretik: Iqbal, Ichang, Ilham,
Fera, LDy, Eri, Yogi, Bang Har, Miranda, Putu, Wowo. Rekanrekan Asisten Lab FisLan:
Bang Jay, Kak Khalid, Kak Khari, Kak Iky dan banyak lagi
serta rekan-rekan Asisten dan officers FisDas UPP-IPD.
Teman-teman angkatan 2010: Wahyu, Ardani, Saaddin,
Apep, Jawir, Ryan, Rara, Poppy, Aldo, Mas Fiki, Bobby dan
masih banyak yang tidak bisa disebut satu persatu
semuanya disini. Serta teman-teman angkatan 2008, 2009,
2011 dan adik-adik 2012.
4
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
:
:
:
:
Ilmu
Alam
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk
memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah
saya yang berjudul:
Kompaktifikasi Dimensi Ekstra Menggunakan Teori EinsteinHiggs Non-Linier
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
Pada tanggal
Depok
:
Juni 2014
Yang menyatakan
ABSTRAK
Nama
:
Brian Agung Cahyo
Program Studi :
Fisika
Judul:
Kompaktifikasi
Dimensi
Ekstra
Menggunakan
Teori
Einstein-Higgs Non-Linier
ABSTRACT
Name
:
Brian Agung Cahyo
Program :
Physics
Title :
Flux Compactification Using
Linear Theory
Einstein-Higgs
Non-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTARiv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH vi
ABSTRAK
vii
Daftar Isi
ix
Daftar Gambar
xi
1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.4
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.5
Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2 Teori Dasar
4
2.1 Relativitas Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.1.1
Tensor metrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.1.2 Simbol Christoffel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.1.3 Turunan kovarian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.4 Geodesik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2.1.5 Tensor kelengkungan Riemann . . . . . . . . . . . . . . . .
7 2.1.6
Tensor energi-momentum
..........
. . . . . . . . 8 2.1.7
Persamaan gravitasi
Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . .9
2.1.8 Ruang-waktu non-Euclid . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.2 Teori Dirac-Born-Infeld . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
10
x
3.4 Sudut Pandang Empat Dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22
37
Bibliografi 39
LAMPIRAN 1
Lampiran 1 : Persamaan Geodesik 2
Lampiran 2 : Persamaan Gravitasi Einstein 3
Lampiran 3 : Potensial Efektif pada q-Dimensi Ekstra 6
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
3
untuk
= 1 dan tiga nilai dimensi ekstra yang
6
berbeda q = 1,3,6.
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyatuan gaya/interaksi fundamental merupakan impian para
fisikawan sedunia.
Ada empat gaya fundamental yang dikenal dalam fisika yaitu
Gaya Nuklir Kuat, Gaya Nuklir Lemah, Gaya Elektromagnetik dan
Gaya Gravitasi. Para fisikawan berusaha membangun berbagai
teori unifikasi untuk menggabungkan keempat interaksi
fundamental tersebut. Teori tentang penyatuan (unifikasi)
interaksi fisika ini telah menjadi perhatian para fisikawan pada
tahun
1920-an
berawal
ketika
Theodor
Kaluza
dan
disempurnakan oleh Oscar Klein mencoba menyatukan gaya
gravitasi dan gaya elektromagnet menggunakan geometri
Riemannian pada lima dimensi. Dari kerangka pemikiran teori
Kaluza-Klein, para fisikawan kemudian mengembangkan teori
tentang penyatuan antar-interaksi.
Hingga hari ini hanya tiga interaksi yang dapat disatukan
melalui penjelasan teori medan kuantum. Teori kuantum
kromodinamika (QCD) yang mengakomodasi pengetahuan kita
tentang gaya kuat dan teori Electroweak yang menyatukan gaya
elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah keduanya terangkum
dalam Model Standar. Satu gaya yang belum dapat digabungkan
adalah gaya gravitasi.
Teori tentang gravitasi telah dijelaskan sangat indah oleh
Einstein dalam Teori Relativitas Umumnya. Ia menggambarkan
bahwa medan gravitasi merupakan kelengkungan ruang-waktu
1
2
Teori string konsisten pada sepuluh dimensi, empat dimensi
yang kita kenal dan enam dimensi ekstra. Dimensi-dimensi
ekstra ini dipostulatkan tidak bisa kita rasakan dikehidupan
sehari-hari karena ukuran dimensi ekstra tersebut sangat kecil.
Lalu bagaimana cara kita menyembunyikan "hidden" dimensidimensi ekstra tersebut? Enam dimensi ekstra tersebut
terkompak melingkar (curled up) dalam ruang internal dimensi
ekstra. Prosedur untuk menghubungkan ruang ini dengan empat
dimensi kita disebut Kompaktifikasi String[5].
Dimensi ekstra yang akan kami bahas menggulung menjadi
dimensi yang kompak/padat pada volume kecil[6] dan tidak
menuju tak berhingga seperti keempat dimensi pada umumnya.
Dimensi ekstra ini berjalan melingkar (winds) dari 0 hingga 2L
dimana LF adalah radius dimensi ekstra[7].
Dalam skripsi ini, kami mengkaji kompaktifikasi dimensi ekstra
pada model sederhana dengan menggunakan medan skalar
Dirac-Born-Infeld. Kita dapat menghitung nilai radius dimensi
Universitas Indonesia
BAB 2
TEORI DASAR
Bab ini berisi teori-teori yang akan kita gunakan nantinya dalam
penurunan analitik kompaktifikasi dimensi ekstra. Sub-bab
pertama akan diberikan penjelasan singkat beberapa tools
matematika yang mendukung Teori Relativitas Umum serta
pembahasan
singkat
mengenai
persamaan
Einstein.
Menyertakan juga solusi vakum persamaan Einstein non-Euclid.
Sub-bab kedua menjelaskan mengenai teori Dirac-Born-Infeld
sebagai teori yang kita pilih dalam penelitian ini. Pada sub-bab
ketiga akan diberikan penjelasan mengenai mekanisme
kompaktifikasi dimensi ekstra menggunakan medan skalar biasa
[7] dan akan kita gunakan prosedur yang sama pada model
sederhana yang kita pilih.
4
empat dimensi dinyatakan dengan
ds2
(2.2)
(2.3)
Tensor metrik dapat menaik-turunkan indeks suatu tensor.
Contohnya
(2.4)
Konsekuensi dari dua persamaan di atas adalah kita tidak bisa
membedakan tensor kontravarian dan kovarian dalam artian
fisis.
Untuk setiap ruang-waktu dengan tensor metrik g pada
ruang M yang berhubungan pada ruang-waktu dengan tensor
g = 2g (2.5)
dimana faktor konformal secara umum merupakan fungsi
sembarang yang dapat disesuaikan[10].
2.1.2 Simbol Christoffel
Simbol Christoffel atau koefisien koneksi merupakan fungsi dari
koordinat yang kita pilih. Walaupun bentuknya seperti tensor
namun koefisien ini bukanlah suatu tensor karena simbol
Christoffel bergantung pada pemilihan sistem koordinat. Simbol
Christoffel didefinisikan sebagai
(2.6)
Simbol Christoffel jenis kedua didefinisikan sebagai = g.
Simbol Christoffel jenis kedua sering disebut dengan Koneksi
Affin.
6
2.1.3 Turunan kovarian
Sama halnya pada salar maupun vektor, tensor juga dapat
diturunkan menghasilkan tensor baru. Turunan kovarian
didefinisikan sebagai
T
=
=
T
Beberapa aturan penting untuk turunan kovarian ialah:
(2.
7)
(2.
8)
(2.9)
(2.10)
(2.11)
2.1.4 Geodesik
Universitas Indonesia
7
Dalam relativitas umum, gravitasi diformulasikan sebagai
interpretasi geometris dari ruang-waktu empat dimensi.
Geodesik merupakan hal yang sangat penting dalam
menjelaskan gerak partikel dalam ruang-waktu akibat gravitasi.
Geodesik didefinisikan sebagai jarak (lintasan) terpendek antara
dua titik dalam suatu ruang. Contoh geodesik yang paling
sederhana berada pada ruang datar Euclid yaitu garis lurus.
Persamaan geodesik dapat disebut sebagai persamaan yang
menjelaskan gerak sebuah partikel titik dalam sebuah medan
gravitasi. Persamaan geodesik dapat dinyatakan dengan
(Penurunan di Lampiran 1)
(2.12)
2.1.5 Tensor kelengkungan Riemann
Tensor kelengkungan Riemann dapat diartikan sebagai
pengukuran kelengkungan pada ruang intrinsik tanpa perlu
mengacu ke dimensi lebih tinggi. Ruang intrinsik di sini berarti
ruang yang diobservasi oleh pengamat dalam ruang tersebut.
Sebagai contoh, bayangkan selembar kertas dua dimensi, kertas
tersebut kita buat kerucut atau silinder. Menurut pengamat yang
hidup di permukaan dua dimensi, katakanlah seekor semut,
kertas tadi tetap berupa permukaan datar. Ruang intrinsik dari
selembar kertas tersebut merupakan permukaan datar.
Sedangkan ruang ekstrinsik dari kertas tersebut merupakan
bidang lengkung. Istilah kelengkungan yang digunakan dalam
skripsi ini adalah ruang intrinsik. Tensor kelengkungan
merupakan hal yang sangat penting dalam menjelaskan
kelengkungan ruang-waktu.
Universitas Indonesia
8
Gambar 2.1: Gambar tiga jenis kelengkungan[2].
(2.13)
Universitas Indonesia
9
R = gR. Tensor ini bersifat simetri sehingga R = R.
Tensor Ricci secara lengkap dapat ditulis sebagai
(2.18)
dengan mengkontraksikan lagi kedua indeks dari tensor Ricci
maka kita akan mendapatkan
Ricci scalar curvature
(2.19)
Postulat kedua Einstein menyatakan bahwa semua hukum fisika
harus sama pada semua kerangka acuan. Hal ini berarti energi
dan momentum pada suatu sistem harus kekal. Maka T
merupakan besaran fisika yang kekal, T = 0.
2.1.7 Persamaan gravitasi Einstein
1 penurunan di Lampiran 2
Universitas Indonesia
10
Setelah mendapatkan bentuk matematis dari keberadaan materi
pada ruang-waktu, saatnya kita mengkaji ruang-waktu yang
melengkung akibat adanya materi tersebut. Ruang-waktu yang
melengkung dapat kita konstruksi dengan menggunakan
geometri Riemann.
Einstein berasumsi bahwa dalam ruang kosong, R = 0.
"Kosong" di sini diartikan sebagai ketiadaan materi dan tidak
adanya medan fisis kecuali medan gravitasi, karena medan
gravitasi tak mengganggu kekosongan sedangkan medan lainnya
mengganggu kekosongan. Ruang datar memenuhi syarat di atas
karena R merupakan sebuah tensor yang menggambarkan
kelengkungan suatu ruang-waktu. Apabila tidak ada R artinya
tidak ada kelengkungan secara global, dengan kata lain ruangwaktu yang kita tinjau merupakan ruang-waktu datar.
Penurunan persamaan Einstein berdasarkan [9]. Formalisme
Lagrangian yang akan kita gunakan berdasarkan prinsip aksi
minimum. Dari pembahasan kalkulus, variasi aksi akan minimum
pada titik stasionernya, artinya variasi aksi akan nol apabila kita
gunakan syarat batas. Aksi minimum digambarkan sebagai I =
0. Kita definisikan Lagrangian aksi untuk relativitas umum
sebagai
L = g (LG 2LF )
(2.20)
(2.21)
2.1.8 Ruang-waktu non-Euclid
Persamaan Einstein merupakan persamaan diferensial non-linier
orde dua, karena itu merupakan hal yang sangat sulit untuk
2 penurunan di Lampiran 2
Universitas Indonesia
11
dicari solusinya. Untuk mendapatkan solusi persamaan tersebut
kita asumsikan ruang-waktu bersifat simetri maksimal dan
dimodelkan kosong R = 0, disebut sebagai ruang-waktu datar
Minkowski. Jika R > 0 disebut ruang-waktu de Sitter sedangkan
jika R < 0 disebut sebagai ruangwaktu anti de Sitter. Tiga solusi
eksak persamaan medan Einstein ini memegang peranan
penting dalam fisika kosmologi. Sub-bab ini membahas
mengenai dua solusi persamaan Einstein yaitu ruang-waktu de
Sitter dan anti de Sitter.
Lagrangian (2.20), apabila kita tambahkan suku yang
mengandung akan menghasilkan persamaan Einstein dengan
kehadiran suku . Dengan lagrangian
L(g) = R 2 2LF (2.22)
akan menghasilkan persamaan Einstein dengan bentuk
(2.23)
Ruang-waktu (anti) de Sitter ditinjau tanpa adanya materi
sehingga T pada persamaan di atas dapat kita hilangkan
(2.24)
Masukkan R = gR akan didapat R = g. Dengan mencari
tensor metrik dan tensor Ricci dan menggunakan teknik kalkulus
akan kita dapatkan solusi persamaan Einstein. Kita mulai dari
metrik simetri bola yang statis[14]
(2.25)
Kita konsisten dengan perjanjian tanda (,+,+,+)[2]. Kita
dapatkan metriknya
e
A(r)
Universitas Indonesia
12
0 eB(r) 0 0 g = 0 0 r 2 0
(2.26)
0
r2 sin2
(2.27)
(2.28)
(2.29)
(2.30)
dimana nilai A0 = dAdr dan B0 = dBdr . Semua komponen R lain
bernilai nol. Dengan menggunakan R = g kita dapatkan
komponen R di atas menjadi
(2.31)
(2.32)
(2.33)
(2.34)
Kita subtitusi persamaan (2.32) ke dalam (2.31) menghasilkan
A0 = B0 A = B
(2.35)
Universitas Indonesia
13
Masukkan persamaan (2.35) ke persamaan (2.33), kita dapatkan
nilai eA yaitu
(2.36)
Dengan K merupakan konstanta integrasi. Untuk K = 0 lalu
masukkan persamaan
(2.36) ke persamaan (2.25) akan menghasilkan metrik baru yaitu
dimana
dimensi
(2.38)
(2.39)
Dalam ruang-waktu de Sitter, kita gunakan koordinat hiperboloid
yang mengandung
(t,,,) dengan menggunakan hubungan
(2.41)
Universitas Indonesia
14
Persamaan di atas merupakan bentuk global dari koordinat de
Sitter. Koordinat simetri bola (T,R,,) pada ruang-waktu de Sitter
didapatkan dari parameterisasi
Z3 = Rsin cos
Z4 = Rsin sin
(2.42)
Masukkan ke persamaan elemen garis (2.39) menghasilkan
(2.44)
Universitas Indonesia
15
(2.46)
Bila kita memasukkan ke persamaan (2.45) maka metrik anti de
Sitter menjadi
Z2 = Rsin cos
Z3 = Rsin sin
(2.48)
dan metriknya menjadi
Universitas Indonesia
16
yang memiliki lagrangian
lagrangian DBI[12].
yang
sama
bentuknya
dengan
!
(2.50)
Prinsip keberhinggaan (principle of finiteness) menyatakan
bahwa teori yang memuaskan harus menghindari kuantitas fisis
menuju ketakberhinggaan[13]. Born
mengganti lagrangian pada teori Maxwell
menjadi
(2.51)
Universitas Indonesia
17
Persamaan (2.51) analog dengan lagrangian partikel
relativistik (2.50). Pada lagrangian DBI-Maxwell (2.51), teori
Maxwell biasa akan kita peroleh apabila kita limitkan pada
medan lemah E,H 0.
Lagrangian Maxwell di atas dapat kita tulis dalam notasi
tensor
Maxwell sebagai
!
(2.52)
dimana F = A A merupakan kuat medan yang berasal dari
potensial tera (gauge potential) A, dan tensor metrik Minkowski
(g) digunakan untuk menaikkan atau menurunkan indeks[11].
Bentuk
tensor
energi-momentumnya
yaitu
(2.53)
Lagrangian DBI-Maxwell pada persamaan (2.52) di atas,
apabila nilai konstanta kopling bernilai sangat besar (b2 )
maka lagrangian tersebut akan menjadi lagrangian Maxwell
biasa. Kita dapat mengganti (2.52) menggunakan medan skalar
menjadi
(2.54)
dimana jika nilai konstanta kopling menuju tak berhingga (2 )
akan menghasilkan lagrangian skalar biasa,
. Teori
DBI ini sesuai pada level energi tinggi dimana untuk "melihat"
dimensi ekstra kita butuhkan energi yang sangat besar (dalam
orde Planck).
Universitas Indonesia
18
(2.55)
dimana M,N = 0,1,2,3,5; dengan
= ei
M = iei(M)
M = iei(M)
(2.5
6)
(2.5
7)
(2.59)
Universitas Indonesia
19
(2.60)
Kita akan mendapatkan solusi TAB di atas dengan menggunakan
metrik
(2.61)
dimana , = 0,1,2,3 adalah notasi koordinat empat dimensi dan
kita asumsikan bahwa dimensi ekstra memiliki panjang
kompaktifikasi, 0 < x5 < 2L. Kita asumsikan juga tensor metrik
g55(x) = L2 = Konstan (2.62)
G = 3H2g
55
= 6H2g55
(2.63)
(2.65)
Fase menggambarkan berapa kali flux medan skalar
menggulung dimensi ekstra, oleh sebab itu n adalah bilangan
bulat. Ansatz (2.64) yang kita pilih memenuhi solusi persamaan
Euler-Lagrange (2.59).
Universitas Indonesia
20
Langkah selanjutnya mencari nilai T dan T55 menggunakan
(2.60) didapat
(2.66)
Dengan sedikit matematika kalkulus dan persamaan (2.63) kita
dapatkan hubungan H dan L:
(2.67)
sehingga kita dapatkan nilai untuk H dan L:
(2.68)
Kita dapat simpulkan dari nilai L2 bahwa dimungkinkan terjadi
(2.69)
Universitas Indonesia
21
Kita reduksi aksi
konformal sebagai
5D
dengan
menggunakan
transormasi
(2.70)
Aksi kita (2.69) menjadi aksi efektif empat dimensi sebagai
(2.71)
Dimana hubungan massa Planck 4D dengan massa 5D sebagai
MP2 = 2LM
(2.72)
Kita dapat melihat dari potensial efektif ini bahwa medan
memungkinkan kompaktifikasi stabil jika kita gunakan konstanta
kosmologi negatif 5D. Aksi (2.69) menghasilkan AdS sebagai
konstanta kosmologi. Namun kita tahu bahwa AdS bukanlah
konstanta yang kita cari karena konstanta ruang-waktu dimana
kita tinggal mengembang dan dipercepat. Karena itu kita butuh
cara baru supaya kita dapatkan Minkowski atau de Sitter sebagai
solusi konstanta kosmologi pada model kita.
Pada penelitian kali ini kami mengganti suku kinetik medan
skalar pada aksi (2.69) dengan persamaan medan skalar BornInfeld. Pada aksi di atas, suku pertama merupakan suku
kelengkungan ruang-waktu lima dimensi yang mana merupakan
persamaan non-linier. Dengan mengganti aksi kinetik DBI
diharapkan akan memecahkan kesulitan pada sifat non-linier
suku pertama tersebut dan diharapkan mendapatkan vacua
Minkowski atau de Sitter pada perspektif empat dimensi.
BAB 3
KOMPAKTIFIKASI DIMENSI EKSTRA MENGGUNAKAN
LAGRANGIAN DBI
Universitas Indonesia
22
Kita tinjau bentuk aksi model kita sebagai
persamaan
(3.1),
kita
asumsikan
!
(3.2)
Lagrangian dari persamaan aksi di atas kita pisahkan menjadi
dua suku
!
(3.3)
(3.4)
Universitas Indonesia
23
Untuk Lagrangian materi (LM) kita turunkan terhadap . Gunakan
persamaan
Euler-Lagrange
akan
didapatkan
persamaan
geraknya.
18
,
(3.5)
(3.7)
MN
(3.8)
dengan suku kedua nol maka yang tersisa hanya suku pertama
dimana
Universitas Indonesia
24
(3.9)
Turunan dari lagrangian materi menghasilkan
(3.10)
maka tensor energi-momentum total TAB menghasilkan
(3.13)
MN
25
Gabungkan G
55
(3.18)
Setelah mengetahui nilai konstanta Hubble, saatnya kita
menghitung radius dimensi ekstra berdasarkan dua persamaan
(3.16) dan (3.17). Kedua persamaan tersebut apabila kita
subtitusi akan menghasilkan
(3.19)
Persamaan di atas akan menghasilkan persamaan pangkat
empat.
(3.20)
Kita dapat menyederhanakan persamaan pangkat empat di atas
menjadi persamaan kuadrat sebagai ax2 + bx + c = 0 dimana x
= L2 dan
a = 22 24
(3.21)
Universitas Indonesia
26
b = 22n2 222n2 3n224
(3.22)
c = 4n442
(3.23)
Karena persamaan di atas merupakan persamaan kuadrat maka
kita dapatkan dua solusi yaitu
Universitas Indonesia
27
skalar radion. Transformasi
definisikan ulang sebagai
konformal
tensor
metrik
kita
(3.26)
g = A1g g = Ag
(3.2
7)
(3.2
8)
dan R
55
sebagai berikut
R = gMNRMN = gR + g55R55 (3.29)
Tensor Ricci pada empat dimensi dan dimensi ekstra memiliki
bentuk
R =
(3.3
0)
R55 =
(3.3
1)
Simbol Christoffel yang ada pada tensor Ricci memiliki komponen
dimensi yang lebih tinggi. Komponen tersebut berjalan dari
0,1,..,5. Kita mengerjakan tensor Ricci 4D dengan cara
mengerjakan setiap suku satu persatu, lalu terakhir kita
jumlahkan.
Menghitung Tensor Ricci Empat Dimensi
Suku pertama
Indeks A kita jalankan,
. Suku
,5
nol
(3.32)
lalu turunkan terhadap ruang-waktu empat dimensi
Universitas Indonesia
28
Suku kedua
Indeks
A
dijalankan
menghasilkan
dua
suku
yakni
. Suku
pertama dan kedua menghasilkan
(3.34)
(3.35)
Jadi total suku ini adalah
(3.36)
Suku ketiga
Pada suku ini kita jalankan dahulu satu indeks (A) lalu jalankan
indeks lainnya (B) dimana kita dapatkan empat suku dan tersisa
dua suku
(3.37)
(3.38)
total suku ketiga
Universitas Indonesia
29
Suku keempat
Sama seperti cara yang kita gunakan pada suku ketiga dimana
terdapat
dua
suku
yang
menghasilkan
nol,
.
(3.40)
(3.41)
suku pertama
(3.42)
suku kedua
dan
hasil perkaliannya
(3.43)
hasil dari suku ini yaitu
Universitas Indonesia
30
(3.44)
Maka tensor Ricci empat dimensi dapat ditulis sebagai
Untuk mendapatkan R
(4)
yang telah
diturunkan
(3.4
6)
Hasil akhir tensor Ricci empat dimensi
Dengan g = Ag maka didapatkan
(3.47)
Menghitung Tensor Ricci Dimensi Ekstra
Dengan menggunakan persamaan (3.28) kita dapat mengubah
tensor Ricci dimensi ekstra. Setelah itu, jumlahkan tensor Ricci
4D dengan tensor Ricci dimensi ekstra.
Universitas Indonesia
31
Suku pertama
Kita jalankan
indeks
akan
menghasilkan
dua
suku
(3.48)
turunannya terhadap ruang-waktu empat dimensi
(3.49)
Suku kedua
Suku kedua nol karena kita turunkan terhadap konstanta,
.
Suku ketiga
Suku keempat
(3.51)
Hasil akhir tensor Ricci dimensi
ekstra maka tensor Ricci dimensi
ekstra menghasilkan
(3
.52)
Kalikan dengan g55 maka didapat
Universitas Indonesia
32
(3.53)
(4)
dan R
(55)
menghasilkan skalar
Ricci 5 D
4) Setelah mendapatkan
ke bentuk aksi 4 D.
(3.5
, kini saatnya mengubah aksi pada 5D
(3.55)
(3.56)
Masukkan persamaan (3.54) ke suku pertama persamaan (3.55)
menghasilkan
Universitas Indonesia
33
(3.58)
yang mana persamaan tersebut divariasikan pada batas
sehingga bernilai nol karena |batas = 0. Integran pada
persamaan di atas kita nyatakan
g
g g ,
2
menjadi,
persamaan
(3.60)
ke
(3.61)
Aksi di atas apabila kita bawa ke dimensi empat akan menjadi
(3.6
2)
Suku kedua pada aksi (3.55) merupakan suku-suku yang
bukan bagian dari tensor Ricci. Suku-suku ini digabung dalam
bentuk potensial (V). Suku kedua ini akan kita modifikasi
(3.63)
dengan menggunakan transformasi konformal (3.27) dan (3.28)
serta (2.64) maka MM = g + g55(5)2 = A2L2n2
(3.64)
Universitas Indonesia
34
masukkan persamaan (3.64) ke dalam persamaan (3.63) akan
menjadi
(3.65)
Persamaan di atas kita integralkan terhadap dimensi ekstra
dengan batas integrasinya merupakan batas kompaktifikasi
dimensi ekstra itu sendiri yaitu dari 0 hingga
2L. Sehingga persamaan (3.65) menjadi
Aksi yang kita punya pada 5D, kita observasi pada dunia kita
(empat dimensi) sehingga kita tahu apa pengaruhnya pada
dimensi kita. Persamaan (3.62) dan (3.67) menjadi
(3.68)
Kita dapatkan V (,n) pada 4D dari aksi yang kita punya pada 5D
sebelumnya. Potensial efektif ini menggambarkan kestabilan
radius kompaktifikasi dimensi ekstra.
Terdapat dua suku pada persamaan (3.67) dimana kedua suku
tersebut adalah dua gaya yang saling berlawanan. Suku pertama
yaitu suku yang mengandung kinetik DBI berperan sebagai "gaya
tolak" yang melawan proses penggulungan dimensi ekstra. Suku
kedua mengandung konstanta kosmologi berperan sebagai "gaya
tarik" yang membuat penggulungan dimensi ekstra menjadi
semakin kecil dan semakin padat. Kita cukupkan pembahasan
bab tiga sampai di sini. Bab selanjutnya akan membahas
Universitas Indonesia
35
potensial efektif secara rinci menggunakan plot grafik potensial
efektif terhadap medan radion ().
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas grafik secara kualitatif dengan memvariasikan
beberapa parameter yang ada lalu kita maknai fisisnya. Juga
membahas grafik hubungan antara potensial efektif (VEff) dengan
medan skalar radion () lalu dibandingkan dengan grafik yang
sama untuk medan skalar pada [7]. Dari grafik tersebut kita bisa
mengetahui konstanta kosmologi apa yang didapat dan dengan
mempelajari konstanta kosmologi, kita dapat mengetahui apakah
model yang kita kerjakan sesuai dengan alam semesta kita.
(4.1)
dalam persamaan ini kita ketahui bahwa potensial efektif
bergantung pada dan winding number (n). Kita plot grafik
hubungan antara potensial efektif sebagai sumbu-y dengan
medan radion sebagai sumbu-x dengan nilai
gambar (4.1). Ada tiga plot grafik potensial efektif dengan tiga
nilai n yang berbedabeda yaitu n = 1,2,3. Dapat kita lihat bahwa
semakin besar nilai n maka titik minimum grafik akan semakin
naik, namun titik minimum ini tidak bisa mencapai sumbu-x
berapapun kita naikkan nilai n. Titik minimum ini selain semakin
naik juga semakin bergeser ke sumbu-x positif.
Dengan set nilai ,n,MP dan L yang sama seperti yang kita
gunakan untuk menset grafik potensial pada model ini, kita
dapatkan potensial efektif pada persamaan (2.72) mengacu dari
Universitas Indonesia
36
[7] seperti ditunjukkan pada gambar (4.2). Kedua jenis grafik ini
memiliki beberapa kesamaan, pertama yaitu titik minimum
keduanya berada di bawah sumbu-x, artinya titik minimum
memiliki nilai negatif. Kedua, pada grafik (gambar (4.1) dan
gambar (4.2)) diketahui bahwa apabila nilai n kita naikkan, titik
minimum akan semakin mendekati sumbu-x ke arah positif
namun tak pernah mencapai/melewati sumbu-x (V () = 0).
Semakin besar nilai n yang kita berikan maka peluang dimensi
ekstra untuk menuju tak berhingga menjadi besar. Dapat
29
kita simpulkan bahwa semakin besar nilai n yang kita berikan
maka kompaktifikasi semakin tidak stabil.
20
VHyL
10
y
-1
n =3
-10
n =2
-20
- 30
n =1
Gambar 4.1: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi menggunakan
teori DBI dimana VEff sebagai fungsi medan skalar radius dimensi ekstra
untuk = 1 dan tiga nilai n yang berbeda n = 1,2,3.
Universitas Indonesia
37
penghalang" dimana untuk naik menuju titik maksimum (pada
tak berhingga) diperlukan energi yang sangat besar.
Informasi yang didapat dari persamaan potensial efektif DBI
kita bahwa yang dimaksud "potensial penghalang" tidak lain
adalah suku kedua dari persamaan (4.1) yang mengandung
konstanta kosmologi. Kedua suku pada potensial efektif saling
mempengaruhi kestabilan kompaktifikasi dimensi ekstra. Suku
yang mengandung
Universitas Indonesia
38
VHyL
80
60
n =3
40
20
n =2
y
-1
1
-20
n =1
Gambar 4.2: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi dalam [7]
sebagai fungsi medan skalar untuk tiga nilai n yang berbeda n=1,2,3.
39
menaikkan nilai n. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa untuk
, titik minimum grafik masih di bawah sumbu-x.
30
VHyL
20
b =2
10
y
-1
-10
-20
b =1
b =300
-30
Gambar 4.3: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi menggunakan
teori DBI dimana VEff sebagai fungsi medan skalar radius dimensi ekstra
untuk tiga nilai yang berbeda = 1,2,300.
(4.2)
Persamaan di dalam akar kita ubah bentuknya dengan meninjau
menggunakan ekspansi pangkat (binomial expansion)
dimana
(4.3)
Kita ambil dua suku pertama dan
serta
(4.4)
maka potensial efektif akan menjadi
Universitas Indonesia
40
(4.5)
Persamaan ini tidak lain adalah persamaan (2.72) yang
merupakan potensial efektif dari [7]. Hal ini membuktikan bahwa
dengan nilai akan kembali ke bentuk potensial efektif
biasa. Dapat kita lihat pada gambar (4.4) dengan n semakin
besar akan semakin mendekati grafik potensial pada [7].
VHyL
30
20
b =2
b =3
10
V1HyL
- 1.0
- 0.5
0.5
y
1.0
1.5
2.0
-10
b =1
-20
-30
Gambar 4.4: Plot perbandingan grafik potensial pada [7] (V 1()) dengan
potensial pada teori DBI untuk nilai n = 1 dan tiga nilai yang berbeda =
1,2,3.
Universitas Indonesia
41
Dengan menset potensial bernilai ekstremum pada = 0, V 0()
= 0, persamaan (4.6) akan menghasilkan empat nilai L yang
berbeda tanda.
(4.9)
Universitas Indonesia
42
1000
VHyL
b = 1
500
b =0.1
-6
-4
y
-2
-500
b =0.01
-1000
-1500
Gambar 4.5: Plot grafik potensial DBI dengan = 1,0.1,0.01 untuk melihat
titik minimum pada < 1. Plot grafik = 1 dibuat untuk membandingkan
titik minimum dengan < 1.
Universitas Indonesia
43
pada ruang-waktu empat dimensi untuk mengetahui properti
kompaktifikasi. Dengan asumsi tensor metrik sebagai
(4.11)
dimana L merupakan radius q-dimensi ekstra serta a dan b
merupakan konstanta yang bergantung nilainya pada dimensi
ekstra[15].
(4.12)
(4.14)
dan suku kedua pada aksi di atas menjadi
(4.15)
dimana VS disebut volume dari bidang lengkung pada q-dimensi
dengan radius L. Dari dua persamaan di atas kita dapatkan
bentuk potensial efektif secara umum
Universitas Indonesia
44
Kita dapatkan suku tambahan pada tensor Ricci yang kita
masukkan ke dalam potensial efektif. Untuk q = 1 suku tersebut
lenyap, hal ini dapat dimengerti karena pada satu dimensi
ekstra, ruang-waktu dimensi ekstra berbentuk flat, artinya tidak
ada kontribusi kelengkungan ruang-waktu pada potensial efektif.
Dengan menaikkan dimensi ekstra lebih tinggi maka kita punya
ruang-waktu yang melengkung dimana akan mempengaruhi
potensial efektif.
Kita telah mendapatkan potensial efektif secara umum lalu
kita plot terhadap medan radion dan kita berikan q yang
berbeda-beda seperti pada gambar (4.6). Kita lihat pada grafik
tersebut bahwa dimensi ekstra lebih tinggi memiliki titik
minimum yang lebih rendah artinya pada model kita
kompaktifikasi dengan anti de Sitter sebagai
q =1
y
-2
-1
-2
q =3
q =6
-4
Gambar 4.6: Plot grafik potensial efektif q-dimensi sebagai fungsi medan
skalar untuk
45
kompaktifikasi dan semakin stabil radiusnya. Sebaliknya,
semakin sedikit dimensi ekstra yang ditinjau maka semakin tidak
stabil radiusnya dan semakin menuju tak berhingga. Dengan
kata lain semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau maka
akan sama sifatnya seperti empat dimensi pada dunia kita.
Universitas Indonesia
46
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Telah kita buktikan bersama bahwa dengan melihat beberapa
grafik potensial efektif yang kita dapatkan pada bab sebelumnya,
kita mengubah nilai n, dan kita meninjau q-dimensi diperoleh
beberapa kesimpulan, yaitu:
Semakin besar nilai n maka titik minimum pada grafik
potensial efektif akan semakin menuju positif dan semakin
bergeser ke arah sumbu-x positif, namun titik minimum ini
tidak bisa mencapai sumbu-x berapapun kita naikkan nilai n.
Sebaliknya, semakin kecil nilai n titik minimum cenderung
semakin negatif dan bergerak ke sumbu-x negatif yang
berarti kompaktifikasi menggunakan model skalar DBI
semakin stabil.
Semakin kecil nilai maka titik minimum grafik potensial
efektif akan semakin dalam (negatif). Semakin besar nilai
membuat titik minimum grafik potensial efektif akan
semakin positif yang berarti kompaktifikasi menjadi semakin
tidak stabil.
Semua sifat di atas berlaku juga untuk dimensi ekstra lebih
dari satu (higher dimensions). Semakin kita meninjau
dimensi yang lebih tinggi maka semakin memungkinkan
terjadinya kompaktifikasi dan semakin stabil radiusnya.
Sebaliknya, semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau
maka semakin tidak stabil radiusnya. Dengan kata lain
semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau maka
sifatnya mendekati empat dimensi pada dunia kita (menuju
tak berhingga).
Kami postulatkan bahwa dengan menggunakan lagrangian
Dirac-Born-Infeld non-linier akan mendapatkan anti de Sitter
sebagai konstanta kosmologi pada q-dimensi ekstra.
Model yang telah kita ajukan untuk menjelaskan mekanisme
kompaktifikasi pada satu dimensi ekstra menggunakan teori nonUniversitas Indonesia
48
BIBLIOGRAFI
[1] D. G. Cerdano, C. Munoz. (1998). An Introduction to Supergravity.
PoS CORFU98 (1998) 011.
[2] L. Ryder. (2009). Introduction to General Relativity. Cambridge
University Press, United Kingdom.
[3] J. Polchinsky. (2005). String Theory Vol I. Cambridge University
Press, United Kingdom.
[4] I. Antoniadis. (2010). Physics of Extra Dimensions. J. Phys. Conf.
Ser. 259 (2010) 012013.
[5] M. Grana. (2010). String Theory Compactifications. Institut de
Physique Theorique, France.
[6] B. Zwiebach. (2004). A First Course in String Theory. Cambridge
University Press, United Kingdom.
[7] J. J. Blanco-Pillado, D. Schwartz-Perlov, A. Vilenkin. ( 2009).
Quantum Tunneling in Flux Compactifications. JCAP 0912 (2009)
006.
[8] H. S. Ramadhan. (2012). Higher-Dimensional DBI Solitons.
Phys.Rev. D85 (2012) 065014.
[9] M. Carmeli. (1982). Classical Field: General Relativity and Gauge
Theory. John Wiley and Sons Inc.
[10] J. Podolsky, J. B. Griffith. (2009). Exact Space-Times in Einsteins
General Relativity. Cambridge University Press.
[11] Y. Yang. (2000). Classical Solution in the Born-Infeld Theory. The
Royal Society, 2000, Vol. 456, No. 1995 (Mar. 8, 2000), pp. 615640.
Universitas Indonesia
39
[14] A. C. Ripken. (2013). Coordinate System in de Sitter Space-Time (
Bachelor Thesis). Radboud University, Netherland.
[15] H. S. Ramadhan. (2011). Higher Dimensional
Cosmology
(
Doctoral
Dissertation).
Tufts
Massachusetts, USA.
Defect in
University,
50
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Lds =
(1)
dengan menggunakan kalkulus variasi, kita peroleh integral
variasi aksi
(2)
dengan suku kedua memiliki bentuk
(3)
Pada persamaan di atas, suku pertama bernilai nol karena tak
ada variasi pada kedua titik batas. Sehingga integral variasi aksi
menjadi
(4)
persamaan di atas menghasilkan persamaan lagrangian biasa
yang telah kita kenal. Dengan memasukkan lagrangian pada
persamaan (1) ke persamaan (4), kita akan mendapatkan bentuk
eksplisit dari Persamaan Diferensial Geodesik. Suku pertama
persamaan Euler-Lagrange menjadi
(5)
dimana kita ketahui persamaan garis geodesik ds2 = gdxdx.
Setelah itu kita turunkan, menjadi
(6)
2
3
Suku kedua persamaan Euler-Lagrange menjadi
(7)
masukkan kedua suku ini ke persamaan Euler-Lagrange, kita
dapatkan
(8)
dimana pada suku kedua di atas dapat kita ubah menjadi
(9)
persamaan Euler-Lagrange
persamaan geodesik
di
atas
akhirnya
menghasilkan
(10)
Pada persamaan di atas kita mengubah simbol Christoffel jenis
pertama menjadi Simbol Christoffel jenis kedua dengan
menggunakan persamaan = g akan didapat persamaan
geodesik
(11)
Universitas Indonesia
I = g (LG 2LF )d x
(12)
Pada persamaan di atas kita pilih titik P pada variasi yang kecil
dari tensor metrik sehingga g = g, = 0. Untuk mencari
variasi dari tensor Ricci, kita perlu tahu bahwa sistem koordinat
geodesik memenuhi teorema ruang datar lokal yang
menjelaskan bahwa jika kita meninjau suatu bidang lengkung
pada daerah lokal maka akan mendekati bidang datar.
Persamaan geodesik pada bidang datar akan menghilangkan
suku yang mengandung simbol Christoffel sehingga tensor Ricci
menjadi
(14)
4
5
bahwa g, = 0. Maka suku pertama pada variasi integral di atas
(13) menjadi
(15)
dimana V sebuah vektor kontravarian
(16)
Dengan menggunakan persamaan (2.7.29) pada buku [9], kita
dapatkan suku pertama dari integral dalam persamaan (13)
(17)
Kita
gunakan
teorema
Gauss
yang
menyatakan
bahwa
gg Rd x = 0 (18)
(19)
(21)
Universitas Indonesia
6
Jumlahkan kedua hasil di atas menghasilkan
(22)
persamaan ini merupakan variasi dari integral aksi pada bagian
medan gravitasi pada persamaan (12).
Bagian kedua dari integral aksi pada persamaan (12) yang
menggambarkan semua medan kecuali medan gravitasi juga
dapat dicari dengan menggunakan metode variasi. kita dapatkan
bahwa
(23)
Persamaan kedua pada persamaan di atas dapat ditulis sebagai
integral permukaan yang tak berkontribusi apapun karena variasi
pada syarat batas, sehingga persamaan kedua menghilang
meninggalkan suku lain yaitu
(24)
(25)
Maka dapat kita tulis ulang persamaan di atas menjadi
(26)
Semua hasil penurunan suku-suku dari integral aksi kita
kumpulkan menjadi
(27)
Kita tahu bahwa variasi integral aksi sama dengan nol, maka kita
dapatkan
(28)
Persamaan ini merupakan persamaan Einstein dengan ruas kiri
menyatakan kehadiran materi.
Universitas Indonesia
Aksi non-linear DBI pada dimensi yang lebih tinggi kita perumum
dan memiliki bentuk
(30)
Dengan menggunakan ansatz pada persamaan di atas maka kita
dapat menghitung
(31)
Dari tensor metrik kita ketahui bahwa nilai
Masukkan persamaan ini pada integral aksi kita akan menjadi
!
(32)
Konstanta a dan b bergantung nilainya pada dimensi ekstra[15]
yaitu
(33)
7
8
Bentuk
(36)
Suku kedua dari aksi di atas dapat dituliskan sebagai
(37)
Kita akan mendapatkan potensial efektif empat dimensi dari
dimensi ekstra lebih tinggi dengan mengelompokkan suku-suku
selain suku kelengkungan yaitu
(38)
maka dapat kita ketahui bentuk dari potensial efektif berbentuk
Universitas Indonesia