Anda di halaman 1dari 74

1

UNIVERSITAS INDONESIA

KOMPAKTIFIKASI DIMENSI EKSTRA MENGGUNAKAN


TEORI EINSTEIN-HIGGS NON-LINIER

SKRIPSI

BRIAN AGUNG CAHYO


1006774146

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK

Universitas Indonesia

MEI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

KOMPAKTIFIKASI DIMENSI EKSTRA MENGGUNAKAN

TEORI EINSTEIN-HIGGS NON-LINIER

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

BRIAN AGUNG CAHYO


1006774146

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK
MEI 2014

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama:
NPM

Brian Agung Cahyo

1006774146

Tanda Tangan:

Tanggal:

Juni 2014

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama

NPM :

1006774146

Brian Agung Cahyo

Program Studi

Fisika

Judul Skripsi
Menggunakan

Kompaktifikasi

Dimensi

Ekstra

Teori Einstein-Higgs Non-Linier

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan


diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI
2

Pembimbin : Handhika Satrio Ramadhan, (


g
Ph.D

Penguji I

: Dr. Imam Fachruddin

Penguji II

: Dr. Anto Sulaksono

Ditetapkan
di
: Depok
Tanggal
: Juli 2014
iii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur kehadirat
Allah SWT, karena hanya dengan hidayah dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada manusia pilihan
Tuhan, idola tercinta Rasulullah SAW, atas peranannya di muka
bumi dalam memberikan tuntunan dan sebagai inspirasi kepada
seluruh umat manusia.
Berawal ketika di bangku SMA, penulis menyukai pembahasan
mengenai alam lain, mesin waktu dan hal-hal gaib berbau ilmiah
lainnya. Dalam mencari kebenaran dari hal-hal tersebut, penulis
banyak membaca buku-buku tentang kecepatan cahaya,
"dimensi lain", antipatrikel, mesin waktu dan lain-lain yang
dijelaskan dengan indah dalam teori relativitas dan mekanika
kuantum hingga akhirnya semakin mencintai teori ini. Karena
kurangnya ilmu yang didapat dibangku SMA penulis bertekad
untuk belajar di fisika UI. Skripsi ini menjelaskan mengenai
dimensi ekstra. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat
merasakan kehadiran dimensi ekstra tersebut. Jawaban yang
memungkinkan ialah dimensi ekstra tersebut terkompak tidak
memanjang sampai tak hingga. Mekanisme kompaktifikasi
dimensi ekstra inilah yang penulis pilih sebagai topik skripsi kali
ini.
Penulis sadar bahwa dalam proses menempuh kegiatan
penerimaan dan adaptasi, belajar-mengajar, hingga penulisan
skripsi ini, penulis tidak sendirian. Penulis banyak mendapat

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis
ingin berterima kasih kepada:
Bapak Handhika S. Ramadhan, Ph.D selaku Pembimbing atas
bimbingan dan kebersamaan selama ini, mengajarkan
kosmologi kepada dua orang awam bukanlah hal yang
mudah, iya kan kak? Hehehe.... Beliau begitu sabar
menjelaskan makna fisis dari berbagai macam persamaan
matematis untuk jagat raya sehingga penulis dan temannya
merasa tidak sia-sia belajar fisika.
Bapak Dr. Imam Fachruddin selaku pembimbing akademik
dan penguji I atas bimbingan dan nasihatnya dalam memilih
mata kuliah serta berbagai hal akademik selama belajar di
peminatan Fisika Nuklir dan Partikel sehingga penulis tidak
merasa kesulitan. Bapak Dr. Anto Sulaksono selaku penguji II
atas saran, nasehat dan masukan-masukannya yang sangat
berharga selama penulisan skripsi ini. Juga kepada dosen
peminatan nuklir partikel: Prof.
Terry, Dr. Agus dan Dr. Handoko.
v
Orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan
dukungan sepenuh hati, serta adik penulis satu-satunya
yang banyak memberikan bantuan. Pak Budi, Ibu Umaya,
Ibu Hannan, Pak Robbi, Ibu Zuherni, Ibu Jazuli, Pak Ridwan
dan Mas Agam atas bantuannya baik secara moral maupun
material. Para pemberi beasiswa atas bantuannya selama
perkuliahan yang tak pernah penulis tahu siapa dan dimana
keberadaannya.
Rekan-rekan penghuni Lab Teoretik: Iqbal, Ichang, Ilham,
Fera, LDy, Eri, Yogi, Bang Har, Miranda, Putu, Wowo. Rekanrekan Asisten Lab FisLan:
Bang Jay, Kak Khalid, Kak Khari, Kak Iky dan banyak lagi
serta rekan-rekan Asisten dan officers FisDas UPP-IPD.
Teman-teman angkatan 2010: Wahyu, Ardani, Saaddin,
Apep, Jawir, Ryan, Rara, Poppy, Aldo, Mas Fiki, Bobby dan
masih banyak yang tidak bisa disebut satu persatu
semuanya disini. Serta teman-teman angkatan 2008, 2009,
2011 dan adik-adik 2012.
4

Sahabat-sahabat penulis: Anyi, Didit, Erick, Ridho, Luqman,


Sandy, Karin,
Mbak Ayu. Riza dan anak-anak ex-pramuniaga TGA
Bookstore PIM. Ray, Pak Ambon dan anak-anak SKS
Pakubuwono, yang selalu menemani penulis dalam
perjalanan dari bangku SMA hingga saat ini dan tidak bosanbosannya memberikan masukan dan mendengarkan
curhatan penulis.
Teman-teman kost Mahatma angkatan 2010 yang superedan, super-berisik dan jail: Tom, Gilang, Jefri, Timo, Su,
Predy, Bang Raka, Renanta, Bimo, Zulhaq, Yudha, Egga dan
RT Wahyu atas persahabatan dan kegilaannya sehingga
penulis merasa terhibur ada di dekat mereka. Tak lupa
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Mbak
Yanti selaku ibu kost yang sangat banyak memberikan
bantuan kepada penulis.
Eiichiro Oda atas One Piece-nya, penulis banyak belajar dari
karyanya dan akan mencoba berkarya seperti beliau. Dan
Brown dan Bang Andrea atas novel-novelnya yang menjadi
bahan renungan bagi penulis. M.C. Escher atas karyanya
yang menggambarkan relativitas kepada penulis di bangku
SMA. Queen, Westlife, LArc-en-Ciel atas lagu-lagunya yang
menemani penulis selama membuat skripsi ini. J.R.R. Tolkien
untuk Conlang yang menginspirasi penulis, kedepannya
insyaallah penulis akan membuat Conlang sendiri.
Depok, April 2014

Brian Agung Cahyo


Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:

Nama
NPM
Program Studi
Fakultas

:
:
:
:

Brian Agung Cahyo


1006774146
Fisika
Matematika
dan
Pengetahuan

Ilmu

Alam
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk
memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah
saya yang berjudul:
Kompaktifikasi Dimensi Ekstra Menggunakan Teori EinsteinHiggs Non-Linier
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di
Pada tanggal

Depok
:

Juni 2014

Yang menyatakan

(Brian Agung Cahyo)

ABSTRAK
Nama
:
Brian Agung Cahyo
Program Studi :
Fisika
Judul:
Kompaktifikasi
Dimensi
Ekstra
Menggunakan
Teori
Einstein-Higgs Non-Linier

Telah dikaji sebuah model sederhana yang menjelaskan


mekanisme kompaktifikasi dimensi dengan menggunakan medan
skalar Dirac-Born-Infeld pada lima dimensi. Dengan mereduksi
satu dimensi, model kita hanya akan menghasilkan vacua anti de
Sitter. Investigasi pada q-dimensi ekstra (q lebih dari satu) juga
mendapatkan hasil anti de Sitter.
Kata Kunci:
Kompaktifikasi, Dimensi Ekstra, Konstanta Kosmologi, anti de
Sitter, Dirac-BornInfeld.

ABSTRACT
Name
:
Brian Agung Cahyo
Program :
Physics
Title :
Flux Compactification Using
Linear Theory

Einstein-Higgs

Non-

A simple model that explains mechanism of dimensional


compactification using Dirac-Born-Infeld scalar field in five
dimensions has been studied. By reducing the one dimension,
our model will only result in the anti de Sitter vacua.
Investigation on q-extra dimensions (q more than one) also gets
the result anti de Sitter vacua.
Keywords:
Compactification, Extra Dimensions, Cosmological Constant, anti
de Sitter, Dirac-Born-Infeld.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTARiv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH vi
ABSTRAK

vii

Daftar Isi

ix

Daftar Gambar

xi

1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.4
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.5
Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2 Teori Dasar
4
2.1 Relativitas Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.1.1
Tensor metrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.1.2 Simbol Christoffel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.1.3 Turunan kovarian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.4 Geodesik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2.1.5 Tensor kelengkungan Riemann . . . . . . . . . . . . . . . .
7 2.1.6
Tensor energi-momentum
..........
. . . . . . . . 8 2.1.7
Persamaan gravitasi
Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . .9
2.1.8 Ruang-waktu non-Euclid . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.2 Teori Dirac-Born-Infeld . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

2.3 Kompaktifikasi Menggunakan Medan Skalar . . . . . . . . . . . . .


15
2.3.1
Flux vacua pada lima dimensi . . . . . . . . . . . . . . . .
15 2.3.2
Sudut pandang empat
dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3 Kompaktifikasi Dimensi Ekstra Menggunakan Lagrangian DBI
18
3.1 Flux Vacua pada Lima Dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
18
3.2 Persamaan Gerak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
3.3 Tensor Energi-Momentum
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19

10

x
3.4 Sudut Pandang Empat Dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

22

4 Hasil dan Pembahasan


29
4.1 Solusi Kompaktifikasi pada Model Sederhana . . . . . . . . . . . .
29
4.2 Generalisasi Kompaktifikasi pada q-Dimensi Ekstra . . . . . . . . .
34
5 Kesimpulan dan Saran

37

Bibliografi 39
LAMPIRAN 1
Lampiran 1 : Persamaan Geodesik 2
Lampiran 2 : Persamaan Gravitasi Einstein 3
Lampiran 3 : Potensial Efektif pada q-Dimensi Ekstra 6

DAFTAR GAMBAR

Universitas Indonesia

2.1 Gambar tiga jenis kelengkungan[2].


7
.................
4.1 Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi
menggunakan teori DBI dimana VEff sebagai fungsi
medan skalar radius dimensi
ekstra untuk = 1 dan tiga nilai n yang berbeda n = 3
1,2,3. . . .
0
4.2 Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi dalam
[7] sebagai
fungsi medan skalar untuk tiga nilai n yang berbeda
3
n=1,2,3. . . . .
1
4.3 Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi
menggunakan teori DBI dimana VEff sebagai fungsi
medan skalar radius dimensi
ekstra untuk tiga nilai yang berbeda = 1,2,300. . . 3
.....
2
4.4 Plot perbandingan grafik potensial pada [7] (V 1())
dengan potensial pada teori DBI untuk nilai n = 1 dan
tiga nilai yang berbeda
= 1,2,3. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
3
4.5 Plot grafik potensial DBI dengan = 1,0.1,0.01 untuk
melihat titik minimum pada < 1. Plot grafik = 1
dibuat untuk membandingkan titik minimum dengan <
3
1. . . . . . . . . . . . . . .
4
4.6 Plot grafik potensial efektif q-dimensi sebagai fungsi
medan skalar

3
untuk
= 1 dan tiga nilai dimensi ekstra yang
6
berbeda q = 1,3,6.
xi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyatuan gaya/interaksi fundamental merupakan impian para
fisikawan sedunia.
Ada empat gaya fundamental yang dikenal dalam fisika yaitu
Gaya Nuklir Kuat, Gaya Nuklir Lemah, Gaya Elektromagnetik dan
Gaya Gravitasi. Para fisikawan berusaha membangun berbagai
teori unifikasi untuk menggabungkan keempat interaksi
fundamental tersebut. Teori tentang penyatuan (unifikasi)
interaksi fisika ini telah menjadi perhatian para fisikawan pada
tahun
1920-an
berawal
ketika
Theodor
Kaluza
dan
disempurnakan oleh Oscar Klein mencoba menyatukan gaya
gravitasi dan gaya elektromagnet menggunakan geometri
Riemannian pada lima dimensi. Dari kerangka pemikiran teori
Kaluza-Klein, para fisikawan kemudian mengembangkan teori
tentang penyatuan antar-interaksi.
Hingga hari ini hanya tiga interaksi yang dapat disatukan
melalui penjelasan teori medan kuantum. Teori kuantum
kromodinamika (QCD) yang mengakomodasi pengetahuan kita
tentang gaya kuat dan teori Electroweak yang menyatukan gaya
elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah keduanya terangkum
dalam Model Standar. Satu gaya yang belum dapat digabungkan
adalah gaya gravitasi.
Teori tentang gravitasi telah dijelaskan sangat indah oleh
Einstein dalam Teori Relativitas Umumnya. Ia menggambarkan
bahwa medan gravitasi merupakan kelengkungan ruang-waktu

akibat adanya distribusi materi. Namun, gravitasi tidak dapat


dikuantisasi[1]. Para fisikawan teori kesulitan mengkuantisasi
gravitasi disebabkan bila kita mengkuantisasi gravitasi artinya
mengkuantisasi ruang-waktu itu sendiri[2]. Kita membutuhkan
sebuah teori lain selain teori medan kuantum dan relativitas
umum untuk menyatukan gravitasi dengan tiga gaya
fundamental lainnya.
Teori String merupakan teori yang paling menjanjikan dalam
upaya untuk menyatukan model standar dengan relativitas
umum[3]. Teori string dapat mengkuantisasi gravitasi dengan
syarat adanya dimensi tambahan. Penyatuan keempat interaksi
fundamental tidak bisa dilakukan pada empat dimensi dimana
kita tinggal karena keempat interaksi tersebut dapat disatukan
apabila kita tingkatkan level energinya dan kita bawa ke dimensi
yang lebih tinggi[4]. Metode penyatuan antarinteraksi ini sejalan
dengan apa yang telah dikerjakan oleh Kaluza dan Klein yang
menyatukan gravitasi dengan gaya elektromagnet menggunakan
dimensi tambahan.

1
2
Teori string konsisten pada sepuluh dimensi, empat dimensi
yang kita kenal dan enam dimensi ekstra. Dimensi-dimensi
ekstra ini dipostulatkan tidak bisa kita rasakan dikehidupan
sehari-hari karena ukuran dimensi ekstra tersebut sangat kecil.
Lalu bagaimana cara kita menyembunyikan "hidden" dimensidimensi ekstra tersebut? Enam dimensi ekstra tersebut
terkompak melingkar (curled up) dalam ruang internal dimensi
ekstra. Prosedur untuk menghubungkan ruang ini dengan empat
dimensi kita disebut Kompaktifikasi String[5].
Dimensi ekstra yang akan kami bahas menggulung menjadi
dimensi yang kompak/padat pada volume kecil[6] dan tidak
menuju tak berhingga seperti keempat dimensi pada umumnya.
Dimensi ekstra ini berjalan melingkar (winds) dari 0 hingga 2L
dimana LF adalah radius dimensi ekstra[7].
Dalam skripsi ini, kami mengkaji kompaktifikasi dimensi ekstra
pada model sederhana dengan menggunakan medan skalar
Dirac-Born-Infeld. Kita dapat menghitung nilai radius dimensi

ekstra dengan menggunakan persamaan gerak yang didapat dari


Lagrangian DBI. Motivasi utama studi ini adalah untuk
mengetahui bagaimana dimensi ekstra terkompaktifikasi dengan
menggunakan
Lagrangian
DBI
dan
diharapkan
akan
mendapatkan vacua de Sitter atau Minkowski jika dibawa ke
empat dimensi karena konstanta kosmologi alam semesta saat
ini mengembang ( de
Sitter).

1.2 Perumusan Masalah


Masalah pokok yang akan kita bahas dalam skripsi ini yaitu
mencari vacua de Sitter dengan menggunakan Lagrangian DBI.
Kami menghitung aksi medan skalar lima dimensi dan
membawanya pada ruang-waktu 4D dengan menggunakan
ansatz tensor metrik yang telah diberikan. Pada perspektif ruangwaktu empat dimensi kita akan mendapatkan potensial efektif
(VEff) dari medan skalar DBI. Dengan menggunakan potensial
efektif kita dapat mengetahui apakah kompaktifikasi dimensi
ekstra tersebut stabil atau tidak.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini memahami bagaimana dimensi ekstra
terkompaktifikasi dengan mempelajari suatu model sederhana
(toy model) dari landscape Teori String.

Universitas Indonesia

1.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
analitik dengan menggunakan tools relativitas umum. Kami
mempelajari kompaktifikasi dimensi ekstra suatu model
sederhana (toy model) 5D dengan menggunakan flux medan
Higgs non-linear, dalam hal ini medan skalar Dirac-Born-Infeld[8].
Kita menghitung radius dimensi ekstra berdasarkan solusi dari
persamaan-persamaan geraknya, dan akan melihat jenis vacua
apa yang didapat serta stabilitasnya. Kita harapkan akan
mendapatkan vacua de Sitter atau Minkowski jika dibawa ke
dimensi dimana kita hidup yaitu empat dimensi.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan adalah sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan

Bab 2 Teori Dasar

Bab 3 Penurunan Rumus

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

BAB 2
TEORI DASAR
Bab ini berisi teori-teori yang akan kita gunakan nantinya dalam
penurunan analitik kompaktifikasi dimensi ekstra. Sub-bab
pertama akan diberikan penjelasan singkat beberapa tools
matematika yang mendukung Teori Relativitas Umum serta
pembahasan
singkat
mengenai
persamaan
Einstein.
Menyertakan juga solusi vakum persamaan Einstein non-Euclid.
Sub-bab kedua menjelaskan mengenai teori Dirac-Born-Infeld
sebagai teori yang kita pilih dalam penelitian ini. Pada sub-bab
ketiga akan diberikan penjelasan mengenai mekanisme
kompaktifikasi dimensi ekstra menggunakan medan skalar biasa
[7] dan akan kita gunakan prosedur yang sama pada model
sederhana yang kita pilih.

2.1 Relativitas Umum


Pada 1915, Einstein memperkenalkan Teori Relativitas Umumnya.
Ia mengemukakan pendapat yang tidak biasa bahwa gravitasi
bukan suatu bentuk gaya namun gravitasi merupakan efek dari
kelengkungan ruang-waktu karena adanya distribusi materi dan
energi dalam ruang-waktu tersebut. Pembahasan pada sub-bab
ini mengacu pada [9].
2.1.1 Tensor metrik
Tensor metrik merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan apakah ruangwaktu yang kita tinjau merupakan
bidang lengkung atau bidang datar. Tensor metrik adalah tensor
orde dua yang merupakan fungsi dari koordinat ruang-waktu.
Tensor metrik ini bersifat umum bergantung pada bentuk materi
yang ada di dalam ruangwaktu. Tensor metrik menggambarkan
struktur ruang-waktu yang melengkung pada ruang kosong di
luar benda masif yang kita tinjau. Untuk mengkonstruksi sebuah
tensor metrik dilakukan dengan meninjau sebuah elemen garis.

ds2 = g(x)dxdx (2.1)

Tensor metrik bergantung pada pemilihan koordinat yang


digunakan. Sebagai contoh, untuk koordinat Kartesian, jarak
antara dua titik berdekatan dalam ruang-waktu

4
empat dimensi dinyatakan dengan
ds2

= (dx0)2 + (dx1)2 + (dx2)2 + (dx3)2


= (cdt)2 + (dx)2 + (dy)2 + (dz)2

(2.2)

dengan c merupakan kecepatan cahaya.


Perkalian antara tensor metrik kovarian dan kontravarian
menghasilkan delta Kronecker. Delta Kronecker dapat diartikan
sebagai tensor campuran orde dua dalam suatu sistem
koordinat,
. Delta Kronecker bernilai satu atau nol
bergantung pada kesamaan komponen tensor. Seperti dibuktikan
di atas, delta Kronecker dapat menaikkan atau menurunkan
indeks suatu vektor atau tensor.

(2.3)
Tensor metrik dapat menaik-turunkan indeks suatu tensor.
Contohnya
(2.4)
Konsekuensi dari dua persamaan di atas adalah kita tidak bisa
membedakan tensor kontravarian dan kovarian dalam artian
fisis.
Untuk setiap ruang-waktu dengan tensor metrik g pada
ruang M yang berhubungan pada ruang-waktu dengan tensor

metrik g pada ruang M


konformal

didefinisikan oleh transformasi

g = 2g (2.5)
dimana faktor konformal secara umum merupakan fungsi
sembarang yang dapat disesuaikan[10].
2.1.2 Simbol Christoffel
Simbol Christoffel atau koefisien koneksi merupakan fungsi dari
koordinat yang kita pilih. Walaupun bentuknya seperti tensor
namun koefisien ini bukanlah suatu tensor karena simbol
Christoffel bergantung pada pemilihan sistem koordinat. Simbol
Christoffel didefinisikan sebagai

(2.6)
Simbol Christoffel jenis kedua didefinisikan sebagai = g.
Simbol Christoffel jenis kedua sering disebut dengan Koneksi
Affin.

6
2.1.3 Turunan kovarian
Sama halnya pada salar maupun vektor, tensor juga dapat
diturunkan menghasilkan tensor baru. Turunan kovarian
didefinisikan sebagai
T

=
=

T
Beberapa aturan penting untuk turunan kovarian ialah:

(2.
7)
(2.
8)

Turunan kovarian sebuah tensor dengan suatu konstanta


menghasilkan turunan kovarian konstanta tersebut dan
turunan kovarian tensornya.
(AT) = (A)T + AT

(2.9)

Turunan kovarian dari perkalian dua tensor menuruti aturan


turunan biasa.
(AB) = (A)B + A(B) = (AB)

(2.10)

Turunan kovarian dari tensor metrik selalu nol g = 0 dan


g = 0
Turunan kovarian dari delta Kronecker selalu nol (
Turunan kovarian dari fungsi skalar merupakan turunan
parsial biasa
(x) = (x)

(2.11)

2.1.4 Geodesik

Universitas Indonesia

7
Dalam relativitas umum, gravitasi diformulasikan sebagai
interpretasi geometris dari ruang-waktu empat dimensi.
Geodesik merupakan hal yang sangat penting dalam
menjelaskan gerak partikel dalam ruang-waktu akibat gravitasi.
Geodesik didefinisikan sebagai jarak (lintasan) terpendek antara
dua titik dalam suatu ruang. Contoh geodesik yang paling
sederhana berada pada ruang datar Euclid yaitu garis lurus.
Persamaan geodesik dapat disebut sebagai persamaan yang
menjelaskan gerak sebuah partikel titik dalam sebuah medan
gravitasi. Persamaan geodesik dapat dinyatakan dengan
(Penurunan di Lampiran 1)

(2.12)
2.1.5 Tensor kelengkungan Riemann
Tensor kelengkungan Riemann dapat diartikan sebagai
pengukuran kelengkungan pada ruang intrinsik tanpa perlu
mengacu ke dimensi lebih tinggi. Ruang intrinsik di sini berarti
ruang yang diobservasi oleh pengamat dalam ruang tersebut.
Sebagai contoh, bayangkan selembar kertas dua dimensi, kertas
tersebut kita buat kerucut atau silinder. Menurut pengamat yang
hidup di permukaan dua dimensi, katakanlah seekor semut,
kertas tadi tetap berupa permukaan datar. Ruang intrinsik dari
selembar kertas tersebut merupakan permukaan datar.
Sedangkan ruang ekstrinsik dari kertas tersebut merupakan
bidang lengkung. Istilah kelengkungan yang digunakan dalam
skripsi ini adalah ruang intrinsik. Tensor kelengkungan
merupakan hal yang sangat penting dalam menjelaskan
kelengkungan ruang-waktu.

Universitas Indonesia

8
Gambar 2.1: Gambar tiga jenis kelengkungan[2].

Bayangkan ada tiga permukaan yang berbeda, permukaan


bola, bidang datar dan permukaan pelana kuda (gambar (2.1)).
Gambarlah sebuah lingkaran dengan radius (r) pada permukaan
tersebut. Pada bidang datar keliling dan luasan lingkaran yang
kita gambar tentu saja bernilai 2r dan r2. Namun pada
permukaan bola nilai keliling dan luasan lingkaran tersebut
menjadi K < 2r dan L < r2. Pada permukaan pelana kuda.
Keliling dan luasan lingkaran tadi bernilai K > 2r dan L > r2.
Pada bidang datar, nilai kelengkungan adalah nol. Dengan kata
lain, bidang datar tidak mempunyai kelengkungan. Kelengkungan
permukaan bola bernilai positif sedangkan pada permukaan
pelana kuda bernilai negatif[2]. Tinjaulah turunan kovarian dari
sebuah vektor
V = V V

(2.13)

Persamaan (2.13) apabila kita turunkan secara kovarian akan


menjadi

Pertukarkan kedua indeks dan menjadi

pengurangan persamaan (2.14) dan (2.15) menghasilkan


(2.16)
Tensor Riemann didefinisikan sebagai
(2.17)
dari tensor Riemann kita dapat mengkontraksikan dua indeks
sehingga didapat Tensor Ricci yang didefinisikan sebagai R =

Universitas Indonesia

9
R = gR. Tensor ini bersifat simetri sehingga R = R.
Tensor Ricci secara lengkap dapat ditulis sebagai
(2.18)
dengan mengkontraksikan lagi kedua indeks dari tensor Ricci
maka kita akan mendapatkan
Ricci scalar curvature

2.1.6 Tensor energi-momentum


Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Einstein menyatakan
bahwa gravitasi merupakan hasil kelengkungan ruang-waktu
akibat adanya distribusi materi. Dalam hal ini berarti kita harus
mendapatkan sebuah persamaan yang menjelaskan bagaimana
kelengkungan berhubungan dengan distribusi materi.
Persamaan medan Einstein yang akan kita konstruksi
merupakan generalisasi dari persamaan Laplace dan persamaan
Poisson
secara
relativistik[2].
Persamaan
Laplace
menggambarkan ketiadaan materi sedangkan persamaan
Poisson menggambarkan adanya materi pada ruang-waktu.
Muncul pertanyaan, persamaan apa yang analog dengan
persamaan Poisson?
Tensor energi-momentum menggambarkan distribusi materi
yang melengkungkan ruang-waktu dalam persamaan medan
Einstein. Tensor energi-momentum didefinisikan sebagai1

(2.19)
Postulat kedua Einstein menyatakan bahwa semua hukum fisika
harus sama pada semua kerangka acuan. Hal ini berarti energi
dan momentum pada suatu sistem harus kekal. Maka T
merupakan besaran fisika yang kekal, T = 0.
2.1.7 Persamaan gravitasi Einstein
1 penurunan di Lampiran 2

Universitas Indonesia

10
Setelah mendapatkan bentuk matematis dari keberadaan materi
pada ruang-waktu, saatnya kita mengkaji ruang-waktu yang
melengkung akibat adanya materi tersebut. Ruang-waktu yang
melengkung dapat kita konstruksi dengan menggunakan
geometri Riemann.
Einstein berasumsi bahwa dalam ruang kosong, R = 0.
"Kosong" di sini diartikan sebagai ketiadaan materi dan tidak
adanya medan fisis kecuali medan gravitasi, karena medan
gravitasi tak mengganggu kekosongan sedangkan medan lainnya
mengganggu kekosongan. Ruang datar memenuhi syarat di atas
karena R merupakan sebuah tensor yang menggambarkan
kelengkungan suatu ruang-waktu. Apabila tidak ada R artinya
tidak ada kelengkungan secara global, dengan kata lain ruangwaktu yang kita tinjau merupakan ruang-waktu datar.
Penurunan persamaan Einstein berdasarkan [9]. Formalisme
Lagrangian yang akan kita gunakan berdasarkan prinsip aksi
minimum. Dari pembahasan kalkulus, variasi aksi akan minimum
pada titik stasionernya, artinya variasi aksi akan nol apabila kita
gunakan syarat batas. Aksi minimum digambarkan sebagai I =
0. Kita definisikan Lagrangian aksi untuk relativitas umum
sebagai

L = g (LG 2LF )

(2.20)

Kita integralkan Lagrangian (2.20) pada seluruh ruang-waktu I =


R

Ld4x dan dari I = 0 akan menghasilkan2

(2.21)
2.1.8 Ruang-waktu non-Euclid
Persamaan Einstein merupakan persamaan diferensial non-linier
orde dua, karena itu merupakan hal yang sangat sulit untuk
2 penurunan di Lampiran 2

Universitas Indonesia

11
dicari solusinya. Untuk mendapatkan solusi persamaan tersebut
kita asumsikan ruang-waktu bersifat simetri maksimal dan
dimodelkan kosong R = 0, disebut sebagai ruang-waktu datar
Minkowski. Jika R > 0 disebut ruang-waktu de Sitter sedangkan
jika R < 0 disebut sebagai ruangwaktu anti de Sitter. Tiga solusi
eksak persamaan medan Einstein ini memegang peranan
penting dalam fisika kosmologi. Sub-bab ini membahas
mengenai dua solusi persamaan Einstein yaitu ruang-waktu de
Sitter dan anti de Sitter.
Lagrangian (2.20), apabila kita tambahkan suku yang
mengandung akan menghasilkan persamaan Einstein dengan
kehadiran suku . Dengan lagrangian
L(g) = R 2 2LF (2.22)
akan menghasilkan persamaan Einstein dengan bentuk

(2.23)
Ruang-waktu (anti) de Sitter ditinjau tanpa adanya materi
sehingga T pada persamaan di atas dapat kita hilangkan

(2.24)
Masukkan R = gR akan didapat R = g. Dengan mencari
tensor metrik dan tensor Ricci dan menggunakan teknik kalkulus
akan kita dapatkan solusi persamaan Einstein. Kita mulai dari
metrik simetri bola yang statis[14]
(2.25)
Kita konsisten dengan perjanjian tanda (,+,+,+)[2]. Kita
dapatkan metriknya
e

A(r)

Universitas Indonesia

12
0 eB(r) 0 0 g = 0 0 r 2 0
(2.26)
0

r2 sin2

Statis di sini berarti A dan B hanya fungsi r saja. Komponen dari


tensor Ricci dapat kita hitung dan akan menghasilkan

(2.27)
(2.28)
(2.29)
(2.30)
dimana nilai A0 = dAdr dan B0 = dBdr . Semua komponen R lain
bernilai nol. Dengan menggunakan R = g kita dapatkan
komponen R di atas menjadi

(2.31)
(2.32)
(2.33)
(2.34)
Kita subtitusi persamaan (2.32) ke dalam (2.31) menghasilkan
A0 = B0 A = B

(2.35)

Universitas Indonesia

13
Masukkan persamaan (2.35) ke persamaan (2.33), kita dapatkan
nilai eA yaitu

(2.36)
Dengan K merupakan konstanta integrasi. Untuk K = 0 lalu
masukkan persamaan
(2.36) ke persamaan (2.25) akan menghasilkan metrik baru yaitu

Ruang-waktu dimana > 0


Ruang-waktu de Sitter[10] dapat digambarkan sebagai bentuk
hiperboloid
(Z0)2 + (Z1)2 + (Z2)2 + (Z3)2 + (Z4)2 = a2,

dimana
dimensi

(2.38)

, tertanam dalam ruang datar Minkowski lima

(2.39)
Dalam ruang-waktu de Sitter, kita gunakan koordinat hiperboloid
yang mengandung
(t,,,) dengan menggunakan hubungan

Masukkan nilai setiap koordinat Z ke dalam persamaan (2.39),


maka akan didapat

(2.41)

Universitas Indonesia

14
Persamaan di atas merupakan bentuk global dari koordinat de
Sitter. Koordinat simetri bola (T,R,,) pada ruang-waktu de Sitter
didapatkan dari parameterisasi

Z3 = Rsin cos
Z4 = Rsin sin
(2.42)
Masukkan ke persamaan elemen garis (2.39) menghasilkan

persamaan ini sama dengan persamaan (2.37).


Ruang-waktu dimana < 0
Ruang-waktu AdS bersifat simetri maksimal dan memiliki
negatif. Representasi global pada ruang-waktu AdS dapat
digambarkan sebagai permukaan hiperboloid
(Z0)2 + (Z1)2 + (Z2)2 + (Z3)2 (Z4)2 = a2,
dimana

(2.44)

, tertanam dalam ruang datar lima dimensi


(2.45)

yang memiliki dua buah dimensi waktu Z0 dan Z4. Dengan


koordinat (T,r,,) membuat koordinat di atas menghasilkan
bentuk hiperboloid dengan hubungan

Universitas Indonesia

15

(2.46)
Bila kita memasukkan ke persamaan (2.45) maka metrik anti de
Sitter menjadi

(2.47) Persamaan ini adalah persamaan koordinat global


statis[10]. Dengan menggunakan transformasi sederhana
R = asinhr, koordinat hiperbolis (2.46) menjadi

Z2 = Rsin cos
Z3 = Rsin sin
(2.48)
dan metriknya menjadi

Persamaan ini sama dengan persamaan (2.37) dengan koordinat


simetri bola dan bersifat statik.

2.2 Teori Dirac-Born-Infeld


Teori Dirac-Born-Infeld merupakan teori yang unik karena teori ini
dibuat untuk menanggulangi masalah ketakberhinggaan yang
berhubungan dengan sumber muatan titik pada teori
Elektromagnetik Maxwell[11]. Dalam sejarahnya, teori ini sudah
lama ditinggalkan fisikawan, namun teori ini dipakai kembali
dalam teori string karena dapat menjelaskan partikel Tachyon

Universitas Indonesia

16
yang memiliki lagrangian
lagrangian DBI[12].

yang

sama

bentuknya

dengan

Dalam Papernya, Born menjelaskan bahwa ada dua sudut


pandang yang menggambarkan hubungan antara materi dengan
medan elektromagnetik[13]. Pertama dapat disebut sebagai
sudut pandang unitarian mengasumsikan hanya satu entitas
fisis, medan elektromagnet. Materi dipertimbangkan sebagai
singularitas dari medan elektromagnetik. Kedua atau sudut
pandang dualistik menjelaskan medan dan partikel sebagai dua
hal yang berbeda. Partikel merupakan sumber dari medan, yang
bekerja pada medan tetapi bukan bagian dari medan tersebut.
Para fisikawan hingga hari ini sepakat dengan pandangan
dualistik. Namun terdapat beberapa fakta yang sulit dijelaskan.
Satu fakta yang menarik menyatakan bahwa pengukuran selfenergy sebuah partikel titik bernilai tak berhingga[13]. Hal ini
yang melatarbelakangi Born dan Infeld membangun sebuah teori
baru.
Ide asalnya berawal ketika Einstein menanggulangi masalah
kecepatan cahaya. Lagrangian klasik pada hukum Newton (
)
menjadi sangat besar apabila v c.
Einstein melalui relativitas khusus mengubah bentuk tersebut
menjadi

!
(2.50)
Prinsip keberhinggaan (principle of finiteness) menyatakan
bahwa teori yang memuaskan harus menghindari kuantitas fisis
menuju ketakberhinggaan[13]. Born
mengganti lagrangian pada teori Maxwell

menjadi

(2.51)

Universitas Indonesia

17
Persamaan (2.51) analog dengan lagrangian partikel
relativistik (2.50). Pada lagrangian DBI-Maxwell (2.51), teori
Maxwell biasa akan kita peroleh apabila kita limitkan pada
medan lemah E,H 0.
Lagrangian Maxwell di atas dapat kita tulis dalam notasi
tensor
Maxwell sebagai

, kemudian kita dapatkan lagrangian DBI

!
(2.52)
dimana F = A A merupakan kuat medan yang berasal dari
potensial tera (gauge potential) A, dan tensor metrik Minkowski
(g) digunakan untuk menaikkan atau menurunkan indeks[11].
Bentuk

tensor

energi-momentumnya

yaitu

(2.53)
Lagrangian DBI-Maxwell pada persamaan (2.52) di atas,
apabila nilai konstanta kopling bernilai sangat besar (b2 )
maka lagrangian tersebut akan menjadi lagrangian Maxwell
biasa. Kita dapat mengganti (2.52) menggunakan medan skalar
menjadi

(2.54)
dimana jika nilai konstanta kopling menuju tak berhingga (2 )
akan menghasilkan lagrangian skalar biasa,
. Teori
DBI ini sesuai pada level energi tinggi dimana untuk "melihat"
dimensi ekstra kita butuhkan energi yang sangat besar (dalam
orde Planck).

Universitas Indonesia

18

2.3 Kompaktifikasi Menggunakan Medan Skalar


Sub-bab ini menjelaskan tentang kompaktifikasi menggunakan
medan skalar biasa yang mengacu pada paper [7]. Kita akan
gunakan metode yang sama pada sub-bab ini untuk menghitung
aksi DBI. Aksi pada model sederhana lima dimensi berbentuk

(2.55)
dimana M,N = 0,1,2,3,5; dengan

merupakan massa Planck

lima dimensi. Dengan merupakan medan skalar yang akan kita


gunakan untuk menggulung dimensi ekstra. Tetapi pertama-tama
kita jelaskan dahulu kompaktifikasi model ini.
2.3.1 Flux vacua pada lima dimensi
Untuk menyederhanakan persamaan , kita asumsikan bahwa
modulus medan skalar kita buat frozen secara efektif pada ||2 =
2, lalu asumsikan juga medan skalar kompleks menggulung
sebanyak n kali sepanjang dimensi yang terkompak,
= ei

= ei

M = iei(M)

M = iei(M)

(2.5
6)
(2.5
7)

maka persamaan (2.55) akan


menjadi
(2.58)
Persamaan gerak dan persamaan Einstein untuk model ini yaitu:

(2.59)

dimana tensor energi-momentum total sebesar

Universitas Indonesia

19
(2.60)
Kita akan mendapatkan solusi TAB di atas dengan menggunakan
metrik
(2.61)
dimana , = 0,1,2,3 adalah notasi koordinat empat dimensi dan
kita asumsikan bahwa dimensi ekstra memiliki panjang
kompaktifikasi, 0 < x5 < 2L. Kita asumsikan juga tensor metrik
g55(x) = L2 = Konstan (2.62)

artinya dimensi ekstra yang stabil memiliki radius kompaktifikasi


L. Skalar Ricci digambarkan sebagai R = 12H2 dimana H2 dapat
positif atau negatif tergantung kita meninjau apakah de Sitter
atau anti de Sitter. Dengan asumsi tersebut kita dapat
membangun skalar Ricci menggunakan tensor Einstein lima
dimensi,

G = 3H2g

55

= 6H2g55

(2.63)

Kita tentukan ansatz:


(xM) = nx5 (2.64)
dengan hanya bergantung x5 saja maka untuk bernilai
nol[7], sehingga

(2.65)
Fase menggambarkan berapa kali flux medan skalar
menggulung dimensi ekstra, oleh sebab itu n adalah bilangan
bulat. Ansatz (2.64) yang kita pilih memenuhi solusi persamaan
Euler-Lagrange (2.59).

Universitas Indonesia

20
Langkah selanjutnya mencari nilai T dan T55 menggunakan
(2.60) didapat

(2.66)
Dengan sedikit matematika kalkulus dan persamaan (2.63) kita
dapatkan hubungan H dan L:

(2.67)
sehingga kita dapatkan nilai untuk H dan L:

(2.68)
Kita dapat simpulkan dari nilai L2 bahwa dimungkinkan terjadi

kompaktifikasi dengan syarat bernilai negatif. Persamaan H2 di


atas secara tak langsung menyatakan bahwa kompaktifikasi ini
menghasilkan ruang-waktu AdS 4D. Namun dari penurunan dua
persamaan di atas tidak menjelaskan tentang stabilitas dimensi
yang terkompak, sangat mungkin pada pemodelan ini radius
dimensi yang terkompak tidak stabil dan berosilasi di sekitar
radius dimensi ekstra bila diberikan sedikit gangguan. Untuk
melihat kestabilan model ini, kita perlu meninjau dari sudut
pandang empat dimensi potensial efektifnya. Pada bagian
selanjutnya kita akan tinjau model ini pada empat dimensi.
2.3.2 Sudut pandang empat dimensi
Kita ingin melihat aksi kita dari sudut pandang empat dimensi
dengan mereduksi lima dimensi menjadi teori efektif empat
dimensi. Kita mulai lagi dari persamaan aksi lima dimensi

(2.69)

Universitas Indonesia

21
Kita reduksi aksi
konformal sebagai

5D

dengan

menggunakan

transormasi

(2.70)
Aksi kita (2.69) menjadi aksi efektif empat dimensi sebagai

(2.71)
Dimana hubungan massa Planck 4D dengan massa 5D sebagai
MP2 = 2LM

dan potensial dengan medan diberikan

(2.72)
Kita dapat melihat dari potensial efektif ini bahwa medan
memungkinkan kompaktifikasi stabil jika kita gunakan konstanta
kosmologi negatif 5D. Aksi (2.69) menghasilkan AdS sebagai
konstanta kosmologi. Namun kita tahu bahwa AdS bukanlah
konstanta yang kita cari karena konstanta ruang-waktu dimana
kita tinggal mengembang dan dipercepat. Karena itu kita butuh
cara baru supaya kita dapatkan Minkowski atau de Sitter sebagai
solusi konstanta kosmologi pada model kita.
Pada penelitian kali ini kami mengganti suku kinetik medan
skalar pada aksi (2.69) dengan persamaan medan skalar BornInfeld. Pada aksi di atas, suku pertama merupakan suku
kelengkungan ruang-waktu lima dimensi yang mana merupakan
persamaan non-linier. Dengan mengganti aksi kinetik DBI
diharapkan akan memecahkan kesulitan pada sifat non-linier
suku pertama tersebut dan diharapkan mendapatkan vacua
Minkowski atau de Sitter pada perspektif empat dimensi.

BAB 3
KOMPAKTIFIKASI DIMENSI EKSTRA MENGGUNAKAN
LAGRANGIAN DBI

Universitas Indonesia

22
Kita tinjau bentuk aksi model kita sebagai

dimana A = 0,1,2,3,5 dengan


merupakan massa Planck pada

lima dimensi serta


merupakan konstanta kosmologi.

3.1 Flux Vacua pada Lima Dimensi


Untuk menyederhanakan
potensial medan skalar

persamaan

(3.1),

kita

asumsikan

berada pada ground state, artinya potensial


medan skalar kita
minimumkan atau kita sebut effectively frozen pada ||2 = 2,

dengan nilai dan merupakan fungsi dari sama seperti


persamaan (2.56), maka menghasilkan aksi efektif yaitu

!
(3.2)
Lagrangian dari persamaan aksi di atas kita pisahkan menjadi
dua suku

!
(3.3)

3.2 Persamaan Gerak


Dengan memasukkan lagrangian ruang (LS) ke persamaan EulerLagrange akan didapatkan persamaan Einstein dimensi tinggi.
Persamaan Einstein berbentuk

(3.4)
Universitas Indonesia

23
Untuk Lagrangian materi (LM) kita turunkan terhadap . Gunakan
persamaan
Euler-Lagrange
akan
didapatkan
persamaan
geraknya.

18
,

(3.5)

jadi persamaan Euler-Lagrange didapatkan

(3.7)

3.3 Tensor Energi-Momentum


Dari Lagrangian di atas kita juga dapat mencari TMN untuk
mencari G

. Tensor energi-momentum telah kita bahas pada

MN

bab dua sebagai

(3.8)
dengan suku kedua nol maka yang tersisa hanya suku pertama
dimana

akan menghasilkan dua suku dengan suku pertama yang


mengandung turunan g

dan suku kedua mengandung turunan LM. Suku turunan g


menghasilkan

Universitas Indonesia

24

(3.9)
Turunan dari lagrangian materi menghasilkan

(3.10)
maka tensor energi-momentum total TAB menghasilkan

Kita akan dapatkan solusi TMN dengan menggunakan tensor


metrik lima dimensi pada persamaan (2.61). Kita asumsikan
bahwa dimensi ekstra terkompak pada jarak 0 < x5 < 2, berarti
dimensi ekstra memiliki radius tetap. Sehingga yang terjadi pada
kasus kita tensor metrik dimensi ektra sama seperti persamaan
(2.62) dengan kata lain, kompaktifikasi dimensi ekstra yang kita
asumsikan stabil akan memiliki nilai radius L. Kita gunakan skalar
Ricci yang sama seperti pada persamaan (2.63). Kita tentukan
juga ansatz yang sama seperti persamaan (2.64). Kita akan
dapatkan ansatz ini memenuhi persamaan Euler-Lagrange (3.7).
Diketahui pada persamaan (2.65) kita dapat mengubah
bentuk persamaan (3.11). Langkah selanjutnya mencari nilai T
dan T55 dengan menggunakan beberapa ansatz yang ada pada
bab dua akan mendapatkan
(3.12)

(3.13)

Kita gunakan tensor Einstein lima dimensi pada persamaan


(2.63) dengan G

MN

maka kita dapat mencari bentuk

eksplisit tensor Einstein.


Universitas Indonesia

25

Gabungkan G

pada persamaan (2.63) dengan (3.14) dan G

55

dengan (3.15) akan menghasilkan

subtitusi persamaan (3.16) dan (3.17) akan didapat

(3.18)
Setelah mengetahui nilai konstanta Hubble, saatnya kita
menghitung radius dimensi ekstra berdasarkan dua persamaan
(3.16) dan (3.17). Kedua persamaan tersebut apabila kita
subtitusi akan menghasilkan

(3.19)
Persamaan di atas akan menghasilkan persamaan pangkat
empat.
(3.20)
Kita dapat menyederhanakan persamaan pangkat empat di atas
menjadi persamaan kuadrat sebagai ax2 + bx + c = 0 dimana x
= L2 dan
a = 22 24

(3.21)

Universitas Indonesia

26
b = 22n2 222n2 3n224
(3.22)
c = 4n442
(3.23)
Karena persamaan di atas merupakan persamaan kuadrat maka
kita dapatkan dua solusi yaitu

Jika kita masukkan sembarang angka ke dalam kedua solusi


tersebut maka kita akan mengetahui bahwa ada satu solusi yang
bernilai negatif. Solusi negatif tidak diperbolehkan karena solusi
di atas merupakan kuadrat radius dimensi ekstra, jika solusi di
atas bernilai negatif maka nilai L berupa nilai imajiner dan hal
tersebut kita hindari. Maka kita dapatkan satu solusi di atas yang
memenuhi nilai radius dimensi ekstra yaitu pada solusi kedua
(3.25) untuk konstanta kosmologi anti de Sitter.
Kita simpulkan dari persamaan (3.18) bahwa kita dapatkan

bernilai negatif, artinya pada lima dimensi model yang kita


gunakan menghasilkan anti de Sitter. Namun, sama seperti yang
dikerjakan pada [7], kedua solusi H2 dan L2 tidak dapat
menjelaskan kestabilan kompaktifikasi dimensi ekstra. Untuk
mengetahui apakah kompaktifikasi pada model kita bekerja
dapat kita lihat dari sudut pandang empat dimensi menggunakan
potensial efektif ( V ).

3.4 Sudut Pandang Empat Dimensi


Untuk mengetahui kestabilan kompaktifikasi dimensi ekstra
dapat kita tinjau dari potensial efektif pada empat dimensi.
Persamaan (3.2) kita reduksi menjadi empat dimensi. Kita
gunakan transformasi konformal (2.70) untuk menghasilkan
lagrangian kanonik yang mengandung skalar Ricci dan medan

Universitas Indonesia

27
skalar radion. Transformasi
definisikan ulang sebagai

konformal

tensor

metrik

kita

(3.26)
g = A1g g = Ag

(3.2
7)
(3.2
8)

g55 = A2L2 g55 = A2L2


Skalar Ricci dimensi lima mengandung penjumlahan R

dan R

55

sebagai berikut
R = gMNRMN = gR + g55R55 (3.29)
Tensor Ricci pada empat dimensi dan dimensi ekstra memiliki
bentuk
R =

(3.3
0)
R55 =
(3.3
1)
Simbol Christoffel yang ada pada tensor Ricci memiliki komponen
dimensi yang lebih tinggi. Komponen tersebut berjalan dari
0,1,..,5. Kita mengerjakan tensor Ricci 4D dengan cara
mengerjakan setiap suku satu persatu, lalu terakhir kita
jumlahkan.
Menghitung Tensor Ricci Empat Dimensi
Suku pertama
Indeks A kita jalankan,

. Suku

,5

nol

karena simbol Christoffel diturunkan parsial terhadap dimensi


ekstra dimana kita ketahui bahwa komponen tensor metrik
dimensi ekstra bernilai konstan.

(3.32)
lalu turunkan terhadap ruang-waktu empat dimensi

Universitas Indonesia

28

Suku kedua
Indeks
A

dijalankan

menghasilkan

dua

suku

yakni

. Suku
pertama dan kedua menghasilkan

(3.34)

(3.35)
Jadi total suku ini adalah

(3.36)
Suku ketiga
Pada suku ini kita jalankan dahulu satu indeks (A) lalu jalankan
indeks lainnya (B) dimana kita dapatkan empat suku dan tersisa
dua suku

(3.37)

(3.38)
total suku ketiga

Universitas Indonesia

29

Suku keempat
Sama seperti cara yang kita gunakan pada suku ketiga dimana
terdapat
dua
suku
yang
menghasilkan
nol,
.

(3.40)
(3.41)
suku pertama

(3.42)
suku kedua

dan

hasil perkaliannya

(3.43)
hasil dari suku ini yaitu

Universitas Indonesia

30

(3.44)
Maka tensor Ricci empat dimensi dapat ditulis sebagai

Untuk mendapatkan R

(4)

kita kalikan g dengan R

yang telah

diturunkan

(3.4
6)
Hasil akhir tensor Ricci empat dimensi
Dengan g = Ag maka didapatkan

(3.47)
Menghitung Tensor Ricci Dimensi Ekstra
Dengan menggunakan persamaan (3.28) kita dapat mengubah
tensor Ricci dimensi ekstra. Setelah itu, jumlahkan tensor Ricci
4D dengan tensor Ricci dimensi ekstra.
Universitas Indonesia

31
Suku pertama
Kita jalankan

indeks

akan

menghasilkan

dua

suku

(3.48)
turunannya terhadap ruang-waktu empat dimensi

(3.49)
Suku kedua
Suku kedua nol karena kita turunkan terhadap konstanta,
.
Suku ketiga

Suku keempat

(3.51)
Hasil akhir tensor Ricci dimensi
ekstra maka tensor Ricci dimensi
ekstra menghasilkan

(3
.52)
Kalikan dengan g55 maka didapat

Universitas Indonesia

32

(3.53)
(4)

Hasil akhir dari penjumlahan R

dan R

(55)

menghasilkan skalar

Ricci 5 D

4) Setelah mendapatkan
ke bentuk aksi 4 D.

(3.5
, kini saatnya mengubah aksi pada 5D

Mencari potensial efektif 4 D


Kita mulai dari aksi (3.2), persamaan ini dapat dipisahkan
menjadi dua suku untuk memudahkan perhitungan yaitu suku
R
yang mengandung
dan suku sisanya

(3.55)

Sebelum mengubah bentuk kedua suku tersebut, kita reduksi


g dahulu

(3.56)
Masukkan persamaan (3.54) ke suku pertama persamaan (3.55)
menghasilkan

Untuk mendapatkan solusi di atas, perlu menggunakan hukum


Gauss dimana

Universitas Indonesia

33
(3.58)
yang mana persamaan tersebut divariasikan pada batas
sehingga bernilai nol karena |batas = 0. Integran pada
persamaan di atas kita nyatakan

suku yang mengandung g g =


sehingga persa-

g
g g ,
2

menjadi,

maan (3.59) menjadi

langkah selanjutnya memasukkan


persamaan (3.58), yaitu

persamaan

(3.60)

ke

(3.61)
Aksi di atas apabila kita bawa ke dimensi empat akan menjadi

(3.6
2)
Suku kedua pada aksi (3.55) merupakan suku-suku yang
bukan bagian dari tensor Ricci. Suku-suku ini digabung dalam
bentuk potensial (V). Suku kedua ini akan kita modifikasi

(3.63)
dengan menggunakan transformasi konformal (3.27) dan (3.28)
serta (2.64) maka MM = g + g55(5)2 = A2L2n2
(3.64)

Universitas Indonesia

34
masukkan persamaan (3.64) ke dalam persamaan (3.63) akan
menjadi

(3.65)
Persamaan di atas kita integralkan terhadap dimensi ekstra
dengan batas integrasinya merupakan batas kompaktifikasi
dimensi ekstra itu sendiri yaitu dari 0 hingga
2L. Sehingga persamaan (3.65) menjadi

Dari persamaan di atas kita dapatkan potensial efektif 4D yaitu

Aksi yang kita punya pada 5D, kita observasi pada dunia kita
(empat dimensi) sehingga kita tahu apa pengaruhnya pada
dimensi kita. Persamaan (3.62) dan (3.67) menjadi
(3.68)
Kita dapatkan V (,n) pada 4D dari aksi yang kita punya pada 5D
sebelumnya. Potensial efektif ini menggambarkan kestabilan
radius kompaktifikasi dimensi ekstra.
Terdapat dua suku pada persamaan (3.67) dimana kedua suku
tersebut adalah dua gaya yang saling berlawanan. Suku pertama
yaitu suku yang mengandung kinetik DBI berperan sebagai "gaya
tolak" yang melawan proses penggulungan dimensi ekstra. Suku
kedua mengandung konstanta kosmologi berperan sebagai "gaya
tarik" yang membuat penggulungan dimensi ekstra menjadi
semakin kecil dan semakin padat. Kita cukupkan pembahasan
bab tiga sampai di sini. Bab selanjutnya akan membahas

Universitas Indonesia

35
potensial efektif secara rinci menggunakan plot grafik potensial
efektif terhadap medan radion ().

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas grafik secara kualitatif dengan memvariasikan
beberapa parameter yang ada lalu kita maknai fisisnya. Juga
membahas grafik hubungan antara potensial efektif (VEff) dengan
medan skalar radion () lalu dibandingkan dengan grafik yang
sama untuk medan skalar pada [7]. Dari grafik tersebut kita bisa
mengetahui konstanta kosmologi apa yang didapat dan dengan
mempelajari konstanta kosmologi, kita dapat mengetahui apakah
model yang kita kerjakan sesuai dengan alam semesta kita.

4.1 Solusi Kompaktifikasi pada Model Sederhana


Persamaan potensial efektif empat dimensi yang telah kita
peroleh pada bab sebelumnya memiliki bentuk

(4.1)
dalam persamaan ini kita ketahui bahwa potensial efektif
bergantung pada dan winding number (n). Kita plot grafik
hubungan antara potensial efektif sebagai sumbu-y dengan
medan radion sebagai sumbu-x dengan nilai

< 0 seperti pada

gambar (4.1). Ada tiga plot grafik potensial efektif dengan tiga
nilai n yang berbedabeda yaitu n = 1,2,3. Dapat kita lihat bahwa
semakin besar nilai n maka titik minimum grafik akan semakin
naik, namun titik minimum ini tidak bisa mencapai sumbu-x
berapapun kita naikkan nilai n. Titik minimum ini selain semakin
naik juga semakin bergeser ke sumbu-x positif.

Dengan set nilai ,n,MP dan L yang sama seperti yang kita
gunakan untuk menset grafik potensial pada model ini, kita
dapatkan potensial efektif pada persamaan (2.72) mengacu dari
Universitas Indonesia

36
[7] seperti ditunjukkan pada gambar (4.2). Kedua jenis grafik ini
memiliki beberapa kesamaan, pertama yaitu titik minimum
keduanya berada di bawah sumbu-x, artinya titik minimum
memiliki nilai negatif. Kedua, pada grafik (gambar (4.1) dan
gambar (4.2)) diketahui bahwa apabila nilai n kita naikkan, titik
minimum akan semakin mendekati sumbu-x ke arah positif
namun tak pernah mencapai/melewati sumbu-x (V () = 0).
Semakin besar nilai n yang kita berikan maka peluang dimensi
ekstra untuk menuju tak berhingga menjadi besar. Dapat
29
kita simpulkan bahwa semakin besar nilai n yang kita berikan
maka kompaktifikasi semakin tidak stabil.

20

VHyL

10
y
-1

n =3

-10
n =2
-20
- 30

n =1

Gambar 4.1: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi menggunakan
teori DBI dimana VEff sebagai fungsi medan skalar radius dimensi ekstra
untuk = 1 dan tiga nilai n yang berbeda n = 1,2,3.

Sifat kestabilan kompaktifikasi dilihat dari titik minimum suatu


kurva, contohnya pada gambar (4.1) terlihat bahwa n = 1 lebih
stabil daripada n = 3. Kompaktifikasi dapat menuju tak berhingga
apabila kita berikan "gangguan". Untuk n yang bernilai besar
artinya lebih tidak stabil dan dengan diberikan gangguan sedikit
saja kompaktifikasi akan "terbuka". Kompaktifikasi tidak dapat
terbuka menuju tak berhingga karena adanya "potensial

Universitas Indonesia

37
penghalang" dimana untuk naik menuju titik maksimum (pada
tak berhingga) diperlukan energi yang sangat besar.
Informasi yang didapat dari persamaan potensial efektif DBI
kita bahwa yang dimaksud "potensial penghalang" tidak lain
adalah suku kedua dari persamaan (4.1) yang mengandung
konstanta kosmologi. Kedua suku pada potensial efektif saling
mempengaruhi kestabilan kompaktifikasi dimensi ekstra. Suku
yang mengandung

(anti de Sitter) memberikan gaya tarik

menuju pusat (core) dimensi ekstra membuat radius dimensi


ekstra menjadi semakin mengecil (collapse). Hal ini disebabkan
karena sifat dari ruang-waktu anti de Sitter yang membuat
dimensi ekstra menyusut.
Gaya pertama tadi ditanggulangi dengan gaya dorong yang
mengakibatkan radius dimensi ekstra semakin besar. Gaya
dorong yang kita sebut di sini tentunya berasal dari suku medan
skalar DBI. Mengapa suku ini diartikan sebagai gaya dorong?
Suku ini mengandung medan skalar Higgs () yang bersifat
mendorong dimensi ekstra menuju tak berhingga. Flux medan
skalar Higgs ini menggulung dimensi ekstra. Semakin banyak
flux yang menggulung maka semakin kuat pula gaya dorong. Kita
dapat memandang banyaknya flux sebagai partikel yang
bermuatan sama yang saling mendorong satu sama lain. Hal
inilah yang membuat suku DBI kita artikan sebagai gaya dorong.
Apabila salah satu dari kedua gaya ini lebih besar atau lebih kecil
maka tidak ada kompaktifikasi. Misalnya apabila gaya tarik lebih
besar maka radius dimensi ekstra menyusut dan akan
menghilang. Sebaliknya, apabila gaya dorong lebih besar maka
kompaktifikasi yang kita usahakan pada model ini akan gagal
karena penggulungan dimensi ekstra akan "terbuka" dan meluas
menuju tak berhingga seperti keempat dimensi lainnya.

Universitas Indonesia

38
VHyL
80
60

n =3

40
20

n =2
y

-1

1
-20

n =1

Gambar 4.2: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi dalam [7]
sebagai fungsi medan skalar untuk tiga nilai n yang berbeda n=1,2,3.

Dari perbandingan kedua grafik tersebut dapat kita simpulkan


bahwa model sederhana yang kita miliki menghasilkan jawaban
yang sama dengan model pada [7]. Kedua jenis model ini
menyatakan bahwa konstanta kosmologi yang kita dapat
mengharuskan anti de Sitter. Yang menjadi perbedaan pada
kedua jenis model ini yaitu bentuk dari persamaan radius
dimensi ekstra dimana pada model kita bentuk dari radius
dimensi ekstra lebih rumit. Perbedaan lainnya yaitu adanya
konstanta kopling () pada model yang kita kerjakan.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konstanta
kopling () pada potensial efektif model ini, kita plot (VEff)
terhadap medan dan kita variasikan nilai konstanta ini. Pada
range 0 < < 1, semakin kecil konstanta kopling akan membuat
titik minimum semakin negatif (AdS) yang berarti semakin stabil
kompaktifikasi yang kita kerjakan. Pada gambar (4.5) dengan =
0.01 membuat titik minimum grafik tersebut menurun drastis.
Nilai = 1 grafik akan sama karena pada aksi, nilai kita
kuadratkan.
Pada gambar (4.3), jika kita naikkan nilai akan terlihat bahwa
titik minimum grafik akan naik menuju garis horizontal. Namun,
kenaikan tak bisa menaikkan titik minimum ke atas sumbu-x.
Bahkan dengan nilai sangat besar sampai orde jutaan bahkan
milyaran sekalipun akan sama hasilnya seperti kasus dimana kita
Universitas Indonesia

39
menaikkan nilai n. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa untuk
, titik minimum grafik masih di bawah sumbu-x.

30

VHyL

20
b =2

10
y

-1

-10
-20
b =1

b =300

-30

Gambar 4.3: Plot grafik potensial efektif pada empat dimensi menggunakan
teori DBI dimana VEff sebagai fungsi medan skalar radius dimensi ekstra
untuk tiga nilai yang berbeda = 1,2,300.

Kesimpulan di atas dapat dibuktikan dari potensial efektif DBI


yang telah kita tuurunkan pada persamaan (4.1) dengan
meninjau yaitu,

(4.2)
Persamaan di dalam akar kita ubah bentuknya dengan meninjau
menggunakan ekspansi pangkat (binomial expansion)
dimana

(4.3)
Kita ambil dua suku pertama dan

serta

(4.4)
maka potensial efektif akan menjadi

Universitas Indonesia

40
(4.5)
Persamaan ini tidak lain adalah persamaan (2.72) yang
merupakan potensial efektif dari [7]. Hal ini membuktikan bahwa
dengan nilai akan kembali ke bentuk potensial efektif
biasa. Dapat kita lihat pada gambar (4.4) dengan n semakin
besar akan semakin mendekati grafik potensial pada [7].
VHyL
30
20

b =2
b =3

10
V1HyL
- 1.0

- 0.5

0.5

y
1.0

1.5

2.0

-10
b =1

-20
-30

Gambar 4.4: Plot perbandingan grafik potensial pada [7] (V 1()) dengan
potensial pada teori DBI untuk nilai n = 1 dan tiga nilai yang berbeda =
1,2,3.

Untuk mengetahui kestabilan penggulungan dimensi ekstra


pada potensial empat dimensi yaitu dengan mengetahui turunan
pertamanya terhadap medan skalar. Dari turunan pertama kita
akan mengetahui nilai eksak radius dimensi ekstra. Turunan
pertama potensial efektif yaitu

Universitas Indonesia

41
Dengan menset potensial bernilai ekstremum pada = 0, V 0()
= 0, persamaan (4.6) akan menghasilkan empat nilai L yang
berbeda tanda.

Keempat nilai L pada persamaan (4.7) dan (4.8) bentuknya


sama seperti nilai L yang kita turunkan dari tensor Einstein lima
dimensi. Nilai L yang kita turunkan dari persamaan potensial
efektif mengkonfirmasi bahwa apa yang kita dapat dari tensor
Einstein merupakan nilai L yang kita cari. Karena radius dimensi
ekstra kita syaratkan bernilai riil sehingga nilai L3 dan L4 tidak
diperbolehkan sebab bernilai negatif. Dari kedua nilai L positif
hanya ada satu nilai yang diperbolehkan dengan syarat anti de
Sitter sebagai konstanta kosmologi yaitu

(4.9)

Universitas Indonesia

42
1000

VHyL

b = 1
500
b =0.1
-6

-4

y
-2

-500
b =0.01
-1000

-1500

Gambar 4.5: Plot grafik potensial DBI dengan = 1,0.1,0.01 untuk melihat
titik minimum pada < 1. Plot grafik = 1 dibuat untuk membandingkan
titik minimum dengan < 1.

4.2 Generalisasi Kompaktifikasi pada q-Dimensi


Ekstra
Kompaktifikasi pada model yang kita gunakan menghasilkan
konstanta kosmologi negatif. Namun apabila kita naikkan satu
dimensi fenomena apa yang kita dapat? Adakah hal baru yang
muncul pada model kita saat kita tambahkan dimensi ekstra?
Ruang-waktu apa yang kita dapat saat kita tambahkan dimensi
ekstra? Bagaimana plot grafik potensial efektif jika kita
tambahkan dua, tiga, empat atau q- dimensi ekstra? Pada
pembahasan kali ini kita akan memperumum aksi pada model
kita dan kita akan membangun potensial efektif empat dimensi
dari aksi d-dimensi. Kita mulai dari aksi model yang kita miliki
dengan memperumum bentuknya

dimana dimensi umum ruang-waktu d = 4 + q dan metrik


dimensi ekstra i,j = 1,2,...,q. Sama seperti prosedur yang kita
gunakan pada bab sebelumnya dimana aksi d-dimensi kita tinjau

Universitas Indonesia

43
pada ruang-waktu empat dimensi untuk mengetahui properti
kompaktifikasi. Dengan asumsi tensor metrik sebagai
(4.11)
dimana L merupakan radius q-dimensi ekstra serta a dan b
merupakan konstanta yang bergantung nilainya pada dimensi
ekstra[15].

(4.12)

Kita bisa mendapatkan nilai g dari ansatz di atas yaitu


(4.13)
Untuk memudahkan perhitungan, kita pisahkan menjadi dua suku
S1 dan S2.
Suku pertama menghasilkan skalar Ricci empat dimensi dengan
suku tambahannya

(4.14)
dan suku kedua pada aksi di atas menjadi

(4.15)
dimana VS disebut volume dari bidang lengkung pada q-dimensi
dengan radius L. Dari dua persamaan di atas kita dapatkan
bentuk potensial efektif secara umum

Universitas Indonesia

44
Kita dapatkan suku tambahan pada tensor Ricci yang kita
masukkan ke dalam potensial efektif. Untuk q = 1 suku tersebut
lenyap, hal ini dapat dimengerti karena pada satu dimensi
ekstra, ruang-waktu dimensi ekstra berbentuk flat, artinya tidak
ada kontribusi kelengkungan ruang-waktu pada potensial efektif.
Dengan menaikkan dimensi ekstra lebih tinggi maka kita punya
ruang-waktu yang melengkung dimana akan mempengaruhi
potensial efektif.
Kita telah mendapatkan potensial efektif secara umum lalu
kita plot terhadap medan radion dan kita berikan q yang
berbeda-beda seperti pada gambar (4.6). Kita lihat pada grafik
tersebut bahwa dimensi ekstra lebih tinggi memiliki titik
minimum yang lebih rendah artinya pada model kita
kompaktifikasi dengan anti de Sitter sebagai

akan stabil pada

dimensi yang lebih tinggi.


VHyL
2

q =1

y
-2

-1

-2
q =3
q =6

-4

Gambar 4.6: Plot grafik potensial efektif q-dimensi sebagai fungsi medan
skalar untuk

= 1 dan tiga nilai dimensi ekstra yang berbeda q = 1,3,6.

Secara fisis ketiga dimensi ruang yang kita miliki nilainya


menuju tak berhingga, begitu pula dengan dimensi keempat. Kita
simpulkan bahwa kompaktifikasi dimensi ekstra berhasil
menggunakan model kita. Dengan menambahkan satu dimensi,
kompaktifikasi dapat terjadi. Semakin kita meninjau dimensi
yang lebih tinggi maka semakin besar peluang terjadinya
Universitas Indonesia

45
kompaktifikasi dan semakin stabil radiusnya. Sebaliknya,
semakin sedikit dimensi ekstra yang ditinjau maka semakin tidak
stabil radiusnya dan semakin menuju tak berhingga. Dengan
kata lain semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau maka
akan sama sifatnya seperti empat dimensi pada dunia kita.

Universitas Indonesia

46

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Telah kita buktikan bersama bahwa dengan melihat beberapa
grafik potensial efektif yang kita dapatkan pada bab sebelumnya,
kita mengubah nilai n, dan kita meninjau q-dimensi diperoleh
beberapa kesimpulan, yaitu:
Semakin besar nilai n maka titik minimum pada grafik
potensial efektif akan semakin menuju positif dan semakin
bergeser ke arah sumbu-x positif, namun titik minimum ini
tidak bisa mencapai sumbu-x berapapun kita naikkan nilai n.
Sebaliknya, semakin kecil nilai n titik minimum cenderung
semakin negatif dan bergerak ke sumbu-x negatif yang
berarti kompaktifikasi menggunakan model skalar DBI
semakin stabil.
Semakin kecil nilai maka titik minimum grafik potensial
efektif akan semakin dalam (negatif). Semakin besar nilai
membuat titik minimum grafik potensial efektif akan
semakin positif yang berarti kompaktifikasi menjadi semakin
tidak stabil.
Semua sifat di atas berlaku juga untuk dimensi ekstra lebih
dari satu (higher dimensions). Semakin kita meninjau
dimensi yang lebih tinggi maka semakin memungkinkan
terjadinya kompaktifikasi dan semakin stabil radiusnya.
Sebaliknya, semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau
maka semakin tidak stabil radiusnya. Dengan kata lain
semakin sedikit dimensi ekstra yang kita tinjau maka
sifatnya mendekati empat dimensi pada dunia kita (menuju
tak berhingga).
Kami postulatkan bahwa dengan menggunakan lagrangian
Dirac-Born-Infeld non-linier akan mendapatkan anti de Sitter
sebagai konstanta kosmologi pada q-dimensi ekstra.
Model yang telah kita ajukan untuk menjelaskan mekanisme
kompaktifikasi pada satu dimensi ekstra menggunakan teori nonUniversitas Indonesia

linear Dirac-Born-Infeld telah berhasil menggulung satu dimensi


ekstra tersebut. Namun medan skalar DBI tidak menghasilkan
kompaktifikasi de Sitter pada empat dimensi (dS4 S1). Model ini
telah kita buktikan mendapatkan hasil penting yaitu untuk
menggulung (compactification) dimensi ekstra dibutuhkan
konstanta kosmologi lima dimensi yang bernilai negatif untuk
menghasilkan ruang-waktu anti de Sitter (AdS4 S1) pada empat
37
dimensi. Hal ini dibuktikan dengan melihat konstanta Hubble
yang mensyaratkan nilai konstanta kosmologi harus bernilai
negatif. Untuk konstanta kosmologi lima dimensi bernilai positif,
kita tidak berhasil mendapatkan kompaktifikasi dimensi ekstra
karena radius hasil kompaktifikasi menjadi imajiner apabila kita
gunakan konstanta kosmologi positif.
Ruang-waktu anti de Sitter bukan merupakan ruang-waktu
yang dimiliki jagad raya kita sehingga pada model sederhana
yang telah kita pelajari tidak merepresentasikan lagrangian alam
semesta. Namun, model sederhana yang kita ajukan hanya
sebatas mempelajari proses penggulungan dimensi ekstra bukan
mendapatkan model yang sesuai untuk alam semesta kita. Kami
berusaha mencari model sederhana untuk menggulung dimensi
ekstra, semakin sederhana suatu model dalam menjelaskan
jagad raya yang rumit maka semakin baik model tersebut. Model
yang sesuai dengan alam semesta kita tidaklah sesederhana
seperti model yang telah kita pelajari. Ada banyak hal yang harus
kita tinjau untuk mendapatkan model yang sesuai.
Penelitian ini hanya terbatas pada kompaktifikasi dimensi
ekstra dengan menggunakan lagrangian DBI non-linear.
Pembahasan lebih lanjut yang harus dilakukan yaitu mengkaji
bagaimana ruang-waktu pada model kita akan meluruh
(tunneling) menuju ruang-waktu lain yang merupakan fenomena
dalam fisika kuantum. Lebih jauh, penulis menyarankan meninjau
lagrangian lain yang memungkinkan untuk mendapatkan ruangwaktu de Sitter atau Minkowski pada empat dimensi. Terakhir,
akan lebih menantang bila kita membuktikan kebenaran postulat
pada poin keempat di atas dengan mengerjakan model ini pada
dua, tiga, empat, dan seterusnya dimensi ekstra. Penulis

48

mempersilakan kepada pembaca untuk membuktikan ataupun


membantahnya.

BIBLIOGRAFI
[1] D. G. Cerdano, C. Munoz. (1998). An Introduction to Supergravity.
PoS CORFU98 (1998) 011.
[2] L. Ryder. (2009). Introduction to General Relativity. Cambridge
University Press, United Kingdom.
[3] J. Polchinsky. (2005). String Theory Vol I. Cambridge University
Press, United Kingdom.
[4] I. Antoniadis. (2010). Physics of Extra Dimensions. J. Phys. Conf.
Ser. 259 (2010) 012013.
[5] M. Grana. (2010). String Theory Compactifications. Institut de
Physique Theorique, France.
[6] B. Zwiebach. (2004). A First Course in String Theory. Cambridge
University Press, United Kingdom.
[7] J. J. Blanco-Pillado, D. Schwartz-Perlov, A. Vilenkin. ( 2009).
Quantum Tunneling in Flux Compactifications. JCAP 0912 (2009)
006.
[8] H. S. Ramadhan. (2012). Higher-Dimensional DBI Solitons.
Phys.Rev. D85 (2012) 065014.
[9] M. Carmeli. (1982). Classical Field: General Relativity and Gauge
Theory. John Wiley and Sons Inc.
[10] J. Podolsky, J. B. Griffith. (2009). Exact Space-Times in Einsteins
General Relativity. Cambridge University Press.
[11] Y. Yang. (2000). Classical Solution in the Born-Infeld Theory. The
Royal Society, 2000, Vol. 456, No. 1995 (Mar. 8, 2000), pp. 615640.

Universitas Indonesia

[12] H. Q. Lu. (2005). Cosmology with a Nonlinear Born-Infeld Type


Scalar Field. arXiv:hep-th/0312082v2 1 Mar 2005.
[13] L. Infeld, M. Born. (1934). Foundations of the New Field Theory.
The Royal Society, Vol. 144, No. 852, (Mar. 29, 1934), pp. 425451.

39
[14] A. C. Ripken. (2013). Coordinate System in de Sitter Space-Time (
Bachelor Thesis). Radboud University, Netherland.
[15] H. S. Ramadhan. (2011). Higher Dimensional
Cosmology
(
Doctoral
Dissertation).
Tufts
Massachusetts, USA.

Defect in
University,

50

LAMPIRAN

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 1 : PERSAMAAN GEODESIK


Diketahui persamaan garis ds = gdxdx dan integralnya yaitu I
=

ds dimana batas integrasi diambil dari dua titik tetap.

Setelah itu kita mencari solusinya dengan variasi I =


0. Dari sini dapat diketahui Lagrangiannya bernilai

Lds =

(1)
dengan menggunakan kalkulus variasi, kita peroleh integral
variasi aksi

(2)
dengan suku kedua memiliki bentuk

(3)
Pada persamaan di atas, suku pertama bernilai nol karena tak
ada variasi pada kedua titik batas. Sehingga integral variasi aksi
menjadi

(4)
persamaan di atas menghasilkan persamaan lagrangian biasa
yang telah kita kenal. Dengan memasukkan lagrangian pada
persamaan (1) ke persamaan (4), kita akan mendapatkan bentuk
eksplisit dari Persamaan Diferensial Geodesik. Suku pertama
persamaan Euler-Lagrange menjadi

(5)
dimana kita ketahui persamaan garis geodesik ds2 = gdxdx.
Setelah itu kita turunkan, menjadi

(6)
2
3
Suku kedua persamaan Euler-Lagrange menjadi

(7)
masukkan kedua suku ini ke persamaan Euler-Lagrange, kita
dapatkan

(8)
dimana pada suku kedua di atas dapat kita ubah menjadi

(9)
persamaan Euler-Lagrange
persamaan geodesik

di

atas

akhirnya

menghasilkan

(10)
Pada persamaan di atas kita mengubah simbol Christoffel jenis
pertama menjadi Simbol Christoffel jenis kedua dengan
menggunakan persamaan = g akan didapat persamaan
geodesik

(11)

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 2 : PERSAMAAN GRAVITASI EINSTEIN


Integral aksi untuk medan gravitasi yaitu,
Z

I = g (LG 2LF )d x

(12)

dan variasi dari integral aksi bernilai nol I = 0. Pada persamaan


di atas LG = R merupakan Lagrangian untuk medan gravitasi
(ruang yang melengkung), dimana R merupakan skalar Ricci, R =
gR, dan LF merupakan Lagrangian dari semua medan lain
selain medan gravitasi. Konstanta merupakan Konstanta
Gravitasi Einstein yang ditentukan dengan syarat batas limit
Newton,
, dimana G merupakan konstanta gravitasi
Newton dan c merupakan kecepatan cahaya. Dengan
memvariasikan suku pertama yang mengandung tensor Ricci
akan menjadi

Pada persamaan di atas kita pilih titik P pada variasi yang kecil
dari tensor metrik sehingga g = g, = 0. Untuk mencari
variasi dari tensor Ricci, kita perlu tahu bahwa sistem koordinat
geodesik memenuhi teorema ruang datar lokal yang
menjelaskan bahwa jika kita meninjau suatu bidang lengkung
pada daerah lokal maka akan mendekati bidang datar.
Persamaan geodesik pada bidang datar akan menghilangkan
suku yang mengandung simbol Christoffel sehingga tensor Ricci
menjadi

(14)

Persamaan di atas harus valid untuk semua sistem koordinat dan


pada setiap titik dalam ruang-waktu juga untuk sistem geodesik.
Teori ruang datar lokal menjelaskan

4
5
bahwa g, = 0. Maka suku pertama pada variasi integral di atas
(13) menjadi

(15)
dimana V sebuah vektor kontravarian
(16)
Dengan menggunakan persamaan (2.7.29) pada buku [9], kita
dapatkan suku pertama dari integral dalam persamaan (13)

(17)
Kita

gunakan

teorema

Gauss

yang

menyatakan

bahwa

. Hal ini berarti bahwa integral bergantung


hanya pada batas, semua variasi dari turunan tensor metrik akan
menghilang atau dengan kata lain karena konsekuensi dari
variasi, simbol Christoffel menghilang pada batas integral. maka
Z

gg Rd x = 0 (18)

Suku kedua dalam persamaan (13) memberikan

(19)

Persamaan g dapat dicari dengan menggunakan persamaan


(2.6.17) pada buku [9]. Kita dapat
(20)
Dengan menggunakan persamaan (19) kita dapatkan

(21)

Universitas Indonesia

6
Jumlahkan kedua hasil di atas menghasilkan

(22)
persamaan ini merupakan variasi dari integral aksi pada bagian
medan gravitasi pada persamaan (12).
Bagian kedua dari integral aksi pada persamaan (12) yang
menggambarkan semua medan kecuali medan gravitasi juga
dapat dicari dengan menggunakan metode variasi. kita dapatkan
bahwa

(23)
Persamaan kedua pada persamaan di atas dapat ditulis sebagai
integral permukaan yang tak berkontribusi apapun karena variasi
pada syarat batas, sehingga persamaan kedua menghilang
meninggalkan suku lain yaitu

(24)

Kita definisikan Tensor Energi-Momentum sebagai:

(25)
Maka dapat kita tulis ulang persamaan di atas menjadi

(26)
Semua hasil penurunan suku-suku dari integral aksi kita
kumpulkan menjadi

(27)
Kita tahu bahwa variasi integral aksi sama dengan nol, maka kita
dapatkan

(28)
Persamaan ini merupakan persamaan Einstein dengan ruas kiri
menyatakan kehadiran materi.

Universitas Indonesia

LAMPIRAN 3 : POTENSIAL EFEKTIF PADA Q- DIMENSI


EKSTRA

Aksi non-linear DBI pada dimensi yang lebih tinggi kita perumum
dan memiliki bentuk

Dengan dimensi umum d = 4+q dan metrik dimensi ekstra


sebagai i,j = 1,2,...,q dan hij(k) merupakan metrik dari ruang
medan dalam dimensi yang kita tinjau. Kita gunakan ansatz
seperti pada [7] dimana i(i) = i dan tensor metriknya

(30)
Dengan menggunakan ansatz pada persamaan di atas maka kita
dapat menghitung
(31)
Dari tensor metrik kita ketahui bahwa nilai
Masukkan persamaan ini pada integral aksi kita akan menjadi

!
(32)
Konstanta a dan b bergantung nilainya pada dimensi ekstra[15]
yaitu

(33)

Nilai g dapat kita cari, yaitu

7
8

Bentuk

det(hij) bila kita integralkan akan menghasilkan volume

ruang-waktu pada dimensi lebih tinggi. Bentuk tersebut kita


serap dalam konstanta volume dimensi lebih tinggi VS yang akan
kita munculkan nanti.
Untuk memudahkan perhitungan, kita pisahkan dua suku pada
aksi DBI. Suku pertama yang mengandung tensor Ricci dan suku
selebihnya dimasukkan ke dalam suku kedua.

Kita perkenalkan VS merupakan volume dari dimensi ekstra


secara umum dengan hubungannya pada massa Planck qdimensi yaitu MP2 = VSMd2. Maka persamaan di atas
menghasilkan

(36)
Suku kedua dari aksi di atas dapat dituliskan sebagai

(37)
Kita akan mendapatkan potensial efektif empat dimensi dari
dimensi ekstra lebih tinggi dengan mengelompokkan suku-suku
selain suku kelengkungan yaitu

(38)
maka dapat kita ketahui bentuk dari potensial efektif berbentuk

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai