Anda di halaman 1dari 8

Keramik adalah material organik dan material non metal dengan ikatan ion dan kovalen

(dengan kata lain keramik adalah paduan antara senyawa logam dan bukan logam). Kata
keramik berasal dari kata keramikos yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai burn
stuff (benda-benda yang dibakar) yang menunjukkan bahwa sifat-sifat material keramik yang
ingin diperoleh, dapat dicapai melalui proses pembakaran pada temperatur yang tinggi.

Pada dasarnya keramik bersifat :


a) Sangat keras dan mudah pecah
b) Isolator, baik electrical maupun thermal
c) Pada temperatur yang sangat tinggi temperatur lelehnya dan resistance terhadap korosi.
( Dengan kata lain, stabilitas kimia keramik sangat tinggi )

Sebagai contoh : lempung seperti Al2Si2O5(OH)4 struktur kristalnya mempunyai empat


satuan yang berbeda yaitu gugus Al, Si, O dan OH.

Pendahuluan

Barium titanat (BaTiO3) adalah suatu bahan yang bersifat feroelektrik dan mempunyai
struktur kristal perovskite (ABO3), yang sampai saat ini masih banyak diteliti secara
luas. BaTiO3 ini mempunyai struktur kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding
dengan bahan feroelektrik lainnya. Ditinjau dari segi penggunaannya, bahan ini sangat praktis
karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat feroelektrik pada
temperatur ruang sampai di atas temperatur ruang karena mempunyai temperatur Curie (Tc)
pada 120 0C. Bahan ini dapat dibuat dengan mudah dan digunakan dalam bentuk keramik.

Keramik BaTiO3 mempunyai nilai konstanta dielektrik yang sangat besar pada temperatur
ruang, tetapi juga mempunyai nilai "dielectric loss" nya besar pula. Namun demikian,
keramik BaTiO3 ini sangat banyak digunakan dalam industri bahan elektronik, terutama
sebagai bahan kondensor, dan juga banyak digunakan pada peralatan
pembangkit tekanan tinggi, detektor infra merah, dan industri-industri peralatan
elektronik lainnya. Besarnya nilai konstanta dielektrik ini sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah temperatur kalsinasi saat pembuatan keramiknya. Oleh karena
itu, nilai konstanta dielektrik dari suatu keramik merupakan suatu fungsi temperatur. Semakin
tinggi temperatur kalsinasi saat pembuatan keramiknya maka nilai konstanta dielektriknya
semakin besar pula.

Bahan dari keramik BaTiO3 terdiri dari campuran bubuk barium karbonat (BaCO3) dan
bubuk titanium oksida (TiO2) dengan perbandingan 3 : 1. Dengan bantuan temperatur
kalsinasi yang tinggi maka akan terjadi reaksi pembentukan keramik dari campuran kedua
jenis bubuk ini. Reaksi pembentukan keramik tersebut adalah sebagai berikut :

BaCO3 + TiO2 BaTiO3 + CO2 (1)


Keramik BaTiO3 ini akan terbentuk secara sempurna melalui 3 tingkatan temperatur
kalsinasi.

 Sekitar 900 0C mulai terjadi reaksi pembentukan keramik yang disertai dengan
pelepasan gas CO2 dari hasil samping reaksinya dan gas-gas lain yang terkandung di
dalam bubuk ini, seperti H2, H2O dan lain-lainnya.
 Mencapai temperatur sekitar 1100 0C mulai terjadi persenyawaan antara atom barium
dan atom titan, dengan timbulnya pemuaian atom-atom ini.
 Pada temperatur mencapai sekitar 1350 0C, penyusutan atom-atom yang mengalami
pemuaian tersebut dan reaksinya berakhir sehingga terbentuk keramik BaTiO3
dengan sempurna.

Untuk meningkatkan nilai konstanta dielektrik dari suatu keramik (bahan) maka akan diikuti
juga dengan peningkatan nilai "dielectric loss"nya, karena nilai konstanta dielektrik
berbanding lurus dengan nilai "dielectric loss". Sedangkan dari suatu keramik yang
digunakan di bidang elektronika adalah keramik yang mempunyai nilai konstanta dielektrik
besar tetapi nilai "dieclectric loss" nya kecil. Untuk itu, dalam tulisan ini disajikan hasil
penelitian yang telah dilakukan di Kazawa Institute of Technology, Jepang, untuk
mendapatkan nilai konstanta dielektrik besar dan nilai "dielectric loss"nya kecil dari keramik
BaTiO3. Dari penelitian ini diharapkan bahwa hasil yang diperoleh dapat memberikan
informasi pembuatan keramik BaTiO3 bagi industri peralatan elektronik dan industri
lainnya.

Percobaan

Keramik BaTiO3 dibuat dari bubuk BaTiO3 (kira-kira 0,5 g) yang mempunyai kemurnian
tinggi (99,99 %), kemudian dimampatkan pada daya tekan 3000 kg/cm2 dengan
menggunakan peralatan "oil pressure". Pemampatan dilakukan dengan daya tekan tinggi agar
lempengan keramik yang terbentuk tidak rapuh (tidak mudah pecah) dan ketika dikalsinasi
maka permukaan lempengan keramik ini tidak melengkung. Lempengan keramik
ini berbentuk bulat dengan ukuran sebagai berikut : diameter 20 mm dan tebal 0,5 mm.
Lempengan keramik ini diletakkan diatas plat alumina dan dimasukkan kedalam "electric
furnace" untuk dikalsinasi. Kalsinasi dilakukan pada variasi temperatur yaitu : 900 0C
(selama 6 jam), 1000 0C (selama 7 jam 30 menit), 1100 0C (selama 9 jam), 1200 0C (selama
10 jam 40 menit) dan 1350 0C (selama 12 jam 50 menit). Variasi waktu kalsinasi dilakukan
agar kenaikan temperatur secara bertahap sehingga reaksi menjadi lebih sempurna.

Semua lempengan keramik hasil kalsinasi ini diukur nilai konstanta dielektrik dan nilai
"dielectric loss"nya dengan menggunakan metoda LCR meter pada temperatur ruang (30 0C).
Metode LCR meter ini didasarkan pada pengukuran kapasitansi dari bahan (Cx), sehingga
dengan menggunakan rumus berikut nilai konstanta dielektrik dapat dihitung, sedangkan data
untuk nilai "dielectrik loss" bahan langsung terbaca pada alat.

ta x Cx
ex = A x e0

Keterangan :
ta = tebal bahan (m)
A = luas permukaan bahan (m2)
Cx = kapasitansi bahan (F)
e0 = konstanta dielektrik pada ruang hampa = 8,854 x 10-12 (F/m)
ex = konstanta dielektrik bahan

Hasil dan Pembahasan


Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan keramik BaTiO3 dengan 6 jenis temperatur
kalisnasi, yang ditunjukkan pada tabel 1. Pada tabel ini dapat telihat bahwa semakin tinggi
temperatur kalsinasi pembuatan keramik BaTiO3 maka nilai konstanta dielektriknya semakin
tinggi, sedangkan nilai "dielectric loss"nya semakin kecil. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi temperatur kalsinasi maka keramik yang terbentuk semakin sempurna. Dari
hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss"
dari suatu keramik sangat dipengaruhi oleh temperatur kalsinasinya.
Tabel 1. Nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss"
keramik BaTiO3

Pada temperatur kalsinasi paling rendah yaitu 900 0C, konstanta dielektrik keramik BaTiO3
menunjukkan nilai paling kecil (818), sedangkan "dielectric loss"nya menunjukkan nilai
paling besar. Hal ini disebabkan karena pada temperatur 900 0C baru mulai terbentuk reaksi
pembentukan keramik ini dan melepaskan gas CO2 dan gas-gas lainnya yang terkandung di
dalam bahan dasarnya (bubuk BaTiO3) sebagai hasil samping dari reaksi ini, sehingga
pembentukan keramik belum sempurna. Pada temperatur 1100 0C terlihat nilai konstanta
dielektrik pengalami peningkatan yang besar (menjadi 1728) sedangkan nilai "dielectric
loss"nya mengalami penurunan yang besar pula. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa pada
temperatur 1100 0C ini mulai terbentuk reaksi pembentukan keramik BaTiO3. Pada
temepratur 1100 0C ini, terjadi reaksi antara Ba dan Ti yang dimulai dengan pemuaian atom-
atom tersebut. Dengan peningkatan temperatur kalsinasi ini maka nilai konstanta
dielektriknya meningkat terus sedangkan nilai "dielectric loss"nya menurun terus sesuai
dengan peningkatan temperatur. Nilai konstanta dielektrik terbesar yaitu 3820 sedangkan
nilai "dielectric loss"nya paling kecil yaitu 10,1 %, didapat pada temperatur kalsinasi 1350
0C. Ini berarti bahwa pada temperatur 1350 0C reaksi pembentukan keramik BaTiO3 sudah
sempurna. Jelaslah bahwa nilai konstanta dielektrik dan nilai "dielectric loss" ini merupakan
fungsi dari temperatur.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai konstanta dielektrik dan
nilai "dielctric loss" dari keramik BaTiO3 sangat dipengaruhi oleh temperatur kalsinasinya.
Semakin tinggi temperatur kalsinasi maka reaksi pembentukan keramik BaTiO3 semakin
sempurna sehingga nilai konstanta dielektriknya semakin besar sedangkan nilai "dielectric
loss"nya semakin kecil. Dalam penelitian ini, temperatur kalsinasi terendah untuk pembuatan
keramik BaTiO3 adalah 900 0C sehingga didapatkan nilai konstanta dielektriknya 818 dan
nilai "dielctric loss"nya 56,1 %. Sedangkan temperatur kalsinasi tertingginya adalah 1350 0C,
didapatkan nilai konstanta dielektriknya sebesar 3820 dan nilai "dielectric loss"nya sebesar
10,1 %.

Barium titanate adalah senyawa anorganik dengan rumus kimia BaTiO3. Barium titanat
tampak putih sebagai bubuk dan transparan ketika disiapkan sebagai kristal besar. Ini adalah
bahan keramik feroelektrik yang menunjukkan efek photorefractive dan sifat piezoelektrik.
Ini digunakan dalam kapasitor, transduser elektromekanik dan optik nonlinier.

Struktur kubik BaTiO3. Bola merah adalah pusat oksida, biru adalah kation Ti4 +, dan bola
hijau adalah Ba2 +.

Padatan ada dalam satu dari lima polimorf yang bergantung pada suhu. Dari suhu tinggi ke
rendah, simetri kristal dari lima polimorf ini adalah struktur kristal heksagonal, kubik,
tetragonal, ortorombik, dan rhombohedral. Semua fase ini menunjukkan efek feroelektrik
terpisah dari fase kubik. Fase kubik suhu tinggi paling mudah untuk dijelaskan, karena terdiri
dari unit oktahedral TiO6 sudut-berbagi reguler yang mendefinisikan kubus dengan O simpul
dan Ti-O-Ti tepi. Pada fase kubik, Ba2 + terletak di pusat kubus, dengan angka koordinasi
nominal 12. Fasa simetri yang lebih rendah distabilkan pada suhu yang lebih rendah dan
melibatkan pergerakan Ba2 + ke posisi off-center. Sifat luar biasa dari bahan ini timbul dari
perilaku kooperatif ion Ba2 +.

Properti produksi dan penanganan

Barium titanate dapat disintesis dengan metode sol-hidrotermal yang relatif sederhana. [3]
Barium titanat juga dapat diproduksi dengan memanaskan barium karbonat dan titanium
dioksida. Reaksi berlangsung melalui sintering fase cair. Kristal tunggal dapat tumbuh sekitar
1100 ° C dari fluoride kalium cair. [4] Bahan lain sering ditambahkan sebagai dopan,
misalnya, Sr untuk memberikan solusi padat dengan strontium titanate. Ini bereaksi dengan
nitrogen triklorida dan menghasilkan campuran kehijauan atau abu-abu; sifat feroelektrik dari
campuran masih ada dalam bentuk ini.

Banyak usaha telah dihabiskan mempelajari hubungan antara morfologi partikel dan sifat-
sifatnya. Nanocrystalline barium titanate yang padat sepenuhnya memiliki permitivitas 40%
lebih tinggi daripada material yang sama yang disiapkan dengan cara klasik. [5] Penambahan
inklusi barium titanat ke timah telah terbukti menghasilkan bahan massal dengan kekakuan
viskoelastis yang lebih tinggi daripada berlian. Barium titanate melewati dua fase transisi
yang mengubah bentuk dan volume kristal. Perubahan fasa ini mengarah ke komposit di
mana barium titanat memiliki modulus massal negatif (modulus Young), yang berarti bahwa
ketika gaya bekerja pada inklusi, ada perpindahan dalam arah yang berlawanan, lebih lanjut
menguatkan komposit. [6]

Seperti banyak oksida, barium titanat tidak larut dalam air tetapi diserang oleh asam sulfat.
Suhu ruang besar bandgap-nya 3,2 eV, tetapi ini meningkat menjadi ~ 3,5 eV ketika ukuran
partikel berkurang dari sekitar 15 menjadi 7 nm

Barium titanate adalah keramik dielektrik yang digunakan dalam kapasitor, dengan nilai
konstanta dielektrik setinggi 7.000. Selama rentang suhu yang sempit, nilai setinggi 15.000
dimungkinkan; bahan keramik dan polimer yang paling umum kurang dari 10, sementara
yang lain, seperti titanium dioksida (TiO2), memiliki nilai antara 20 dan 70. [8]

Ini adalah bahan piezoelektrik yang digunakan dalam mikrofon dan transduser lainnya.
Polarisasi spontan kristal tunggal barium titanat pada suhu kamar berkisar antara 0,15 C / m2
pada penelitian sebelumnya, [9] dan 0,26 C / m2 dalam publikasi terbaru, [10] dan suhu Curie
antara 120 dan 130 ° C. Perbedaannya terkait dengan teknik pertumbuhan, dengan kristal
fluks yang tumbuh sebelumnya menjadi kurang murni daripada kristal saat ini tumbuh
dengan proses Czochralski, [11] yang karenanya memiliki polarisasi spontan yang lebih besar
dan suhu Curie yang lebih tinggi.
Sebagai bahan piezoelektrik, telah banyak digantikan oleh titanat zirkonat timbal, juga
dikenal sebagai PZT. Polycrystalline barium titanate memiliki koefisien temperatur resistensi
positif, membuatnya menjadi bahan yang berguna untuk termistor dan sistem pemanas listrik
yang dapat diatur sendiri.

Kristal barium titanat ditemukan digunakan dalam optik nonlinier. Materi memiliki gain
beam-coupling yang tinggi, dan dapat dioperasikan pada panjang gelombang yang terlihat
dan dekat-inframerah. Ini memiliki reflektifitas tertinggi dari bahan yang digunakan untuk
aplikasi self-pumped phase conjugation (SPPC). Ini dapat digunakan untuk pencampuran
gelombang empat beruntun-kontinu dengan daya optik rentang miliwatt. Untuk aplikasi
photorefractive, barium titanate dapat didoping oleh berbagai elemen lainnya, mis. besi. [12]

Film tipis barium titanate menampilkan modulasi elektrooptik ke frekuensi di atas 40 GHz.
[13]

Sifat-sifat piroelektrik dan feroelektrik barium titanate digunakan dalam beberapa jenis
sensor tidak didinginkan untuk kamera termal.

Bubuk barium titanat kemurnian tinggi dilaporkan menjadi komponen kunci dari sistem
penyimpanan energi kapasitor barium titanate baru untuk digunakan dalam kendaraan listrik.
[14]

Karena biokompatibilitas mereka yang tinggi, nanopartikel barium titanat (BTNPs) baru-baru
ini digunakan sebagai nanocarriers untuk pengiriman obat. [15]
Efek magnetoelectric dari kekuatan raksasa telah dilaporkan dalam film tipis yang tumbuh di
substrat barium titanate.

Keramik sebagai semikonduktor adalah barium titanate (BaTiO3)

Bahan piezoelektrik merupakan bahan yang dapat menghasilkan medan listrik


ketika diberi tekanan. Demikian sebaliknya, bahan tersebut akan meregang dan
mengempis jika diberi medan listrik. Bahan ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai
kegunaan, seperti sensor, mikrofon, ultrabunyi, dan pengukur tekanan. Barium titanat
merupakan salah satu bahan feroelektrik yang memiliki sifat piezoelektrik yang dapat
disintesis dengan mudah. Penelitian ini bertujuan mensintesis barium titanat dari
campuran Ba(OH)2 dan TiO2 dengan mengamati suhu pemanasan optimum dan pengaruh
penambahan PbO. Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu sintesis barium titanat
dengan metode kering, metode sol-gel, tambahan PbO pada sintesis barium titanat, dan
pencirian bahan dengan difraksi sinar X (XRD). Berdasarkan hasil XRD, diperoleh suhu
pemanasan optimal untuk sintesis barium titanat dari campuran Ba(OH)2 dan TiO2, baik
dengan metode sol-gel maupun metode kering adalah 800 °C. Tambahan PbO pada
pembentukan reaksi barium titanat diduga menghasilkan Ba1-xPbxTiO3 yang dapat
menggeser posisi puncak pada sudut 2θ. Reaksi ini memperkuat terbentuknya struktur
tetragonal dari BaTiO3 sehingga diperoleh hasil terbaik pada nilai x sebesar 0.5 dari
pencampuran langsung antara BaTiO3, TiO2, dan PbO yang diduga menghasilkan
Ba0.5Pb0.5TiO3.

Anda mungkin juga menyukai