Anda di halaman 1dari 21

KOMPOSIT KOLAGEN-HIDROKSIAPATIT UNTUK PERBAIKAN

JARINGAN KERAS

Disusun oleh :
Kelompok 20
Indah Dwi Cahyani G74130013 (2015)
Dina Puspasari Sri A. G74130027 (2015)
Atik Susanto G74130033 (2015)
Ibrahim Trihaji G74130075 (2015)

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2

ABSTRAK ......................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .............................................................................................. 5

Tujuan ............................................................................................................. 6

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6

Tulang ............................................................................................................. 6

Kolagen ........................................................................................................... 7

Hidroksiapatit ................................................................................................. 8

METODOLOGI ............................................................................................... 10

Separasi dan Isolasi Kolagen tipe I ............................................................... 10

Modifikasi dan Purifikasi Kolagen ............................................................... 10

Ekstraksi HA dari tulang .............................................................................. 11

Teknik Pengendapan Hidroksiapatit ............................................................. 11

Mineralisasi Kolagen secara in vitro ............................................................ 12

Thermally-triggered assembly of HA/colagen gels ...................................... 13

Infiltasi hampa udara kolagen ke dalam matrik keramik.............................. 13

Mineralisasi enzimatik lembar kolagen ........................................................ 13

Sistem emulsi water-in-oil ............................................................................ 14

Freeze Drying dan Critical Point Drying pada Scaffold ............................... 14

Metode SFF (Solid Freeform Fabrication) ................................................... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16

Uji Komposit Col-HA Menggunakan FT-IR ................................................ 16

Sifat mekanik Ultimate Tensile Strength (UTS) dan Modulus Young........ 16

Kultur sel dan implantasi komposit secara in-vivo ....................................... 18

2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ iii

3
ABSTRAK

Tulang merupakan jaringan yang umumnya di implan setelah tubuh


mengalami kecelakaan. Komponen padat terbesar dari tulang manusia adalah
kolagen (polimer alami), juga ditemukan di kulit dan tendon dan digantikan oleh
senyawa hidroksiapatit (keramik bioaktif, juga ditemukan dalam gigi). Meskipun
dua komponen ini bila digunakan secara terpisah berhasil dalam proses
pertumbuhan tulang, namun gabungan dari dua bahan alami melebihi keberhasilan
dibanding jika menggunakannya secara terpisah.
Makalah ini memberikan review umum dalam pembuatan kolagen (Col) dan
hidroksiapatit (HA) komposit untuk tulang. Regenerasi tulang yang sakit atau
retak merupakan tantangan dihadapi oleh teknologi saat ini di rekayasa jaringan.
Hidroksiapatit dan kolagen komposit (Col-HA) memiliki kemampuan meniru dan
mengganti tulang rangka. Baik secara in vivo dan in vitro menunjukkan
pentingnya tipe kolagen, kondisi mineralisasi, porositas, kondisi manufaktur dan
silang. Hasil diuraikan pada sifat mekanik, kultur sel dan pertumbuhan tulang de
novo dari perangkat ini berhubungan dengan efisiensi untuk digunakan sebagai
implan tulang masa depan. Bentuk padat fabrikasi dimana cetakan dapat dibangun
secara berlapis, memberikan bentuk dan vaskularisasi internal yang dapat
memberikan metode yang lebih baik dalam membentuk struktur komposit
jaringan.

Kata kunci: Kolagen tipe I, hidroksiapatit, scaffold komposit, perangkat


biokompatibel, tulang pengganti, teknik rekayasa jaringan

4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Amerika, terdapat lebih dari 500.000 kasus bedah tulang per tahunnya
(Geiger et al., 2003). Angiogenesis, osteogenesis dan penyembuhan luka kronis
merupakan semua mekanisme perbaikan alami yang terjadi dalam tubuh manusia.
Ukuran kerusakan tulang bergantung pada konsentrasi growth factors (Arnold
2001). Terdapat beberapa aplikasi klinis untuk growth factors dalam
meningkatkan penyembuhan kerusakan tulang, termasuk pemercepat
penyembuhan retak tulang dan meningkatkan fusi spinal utama (Liebermann et al
2002). Namun, ada beberapa luka kronis dengan jaringan yang tidak mampu
meregenerasi diri dan perlu perbaikan klinis. Dari masalah tersebut ada beberapa
perlakuan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah, yaitu melakukan
implan material yang dapat memperbaiki sifat mekanis tulang dan mengurangi
kecacatan. Material yang di implankan dapat bersifat permanen maupun temporal
di dalam tubuh. Syarat dari bahan material implan harus bisa berinteraksi dengan
sel-sel tubuh, jaringan disekitarnya tidak melakukan penolakan, mampu
terdegradasi oleh cairan sel, serta sifat absorbsinya dapat dikontrol dalam tubuh.
Bahan biomaterial yang umumnya digunakan berupa polimer alami, polimer
sintetik, dan keramik.
Beberapa macam jenis dari polimer sintetik yang biasa digunakan, yaitu
poliester alifatik, kopolimer, polikaprolakton. Namun material dari polimer
sintetik ini memiliki kekurangan yakni dapat menimbulkan reaksi sistemik dan
komplikasi klinis karena bahan-bahan kimia dan monomernya merupakan limbah
dari degradasi polimer, tidak bisa diperlakukan dengan metode crosslinking,
seperti dehydrotermal treatment dan iradiasi ultraviolet (Chen et al 2001). Jenis
dari polimer alami yaitu kolagen. Kolagen ini bersifat biokompatibel dengan
tubuh, mudah di degradasi dan diserap oleh tubuh, dan sangat baik jika
diperlakukan dengan metode cross linking dan dalam bentuk komposit, seperti
Col-Glikoaminoglikan untuk regenerasi kulit (OBrien et al 2004) dan Col-HA
untuk remodelling tulang (Kikuchi et al 2004). Sedangkan bahan dari keramik
berupa hidroksiapatit. Hidroksiapatit bersifat biokompatibel, osteokonduktif, dan

5
juga dapat digunakan pada area yang tekanannya rendah seperti tulang, gigi atau
sebagai pelapis implan. Metode perbaikan tulang yang telah digunakan dan masih
dilakukan sampai saat ini, antara lain autograft, allografts, dan xenograft.
Meskipun sangat berhasil dalam banyak prosedur operasi, autografts memiliki
kerugian, yakni tidak efisien dan menimbulkan morbiditas, serta membuat waktu
operasi menjadi lebih lama dan menambah rasa nyeri (Uemura et al. 2003).
Allografts dan xenografts berhubungan dengan infeksi dan peradangan. Metode
xenograft juga beresiko lebih besar dalam penularan penyakit (Meyer et al. 2004).

Tujuan
Makalah ini fokus pada teknologi rekayasa tulang tiruan, dari pemahaman
masing-masing komponen, komponen utama tulang untuk pembuatan komposit
kolagen-HA. Hal ini meliputi proses pembuatan perangkat biokompatibel, seperti
mikrostruktur akhir yang akan menentukan sifat respon biologis pada tubuh dan
mekanismenya, serta efisiensi dalam memperbaiki jaringan keras yang ada pada
tubuh terutama tulang.

TINJAUAN PUSTAKA
Tulang
Tulang secara alami terdiri atas 70% mineral anorganik, 20% bahan organik,
dan 10% air. Bahan organik ini sebagian besar terbuat dari kolagen tipe 1,
sedangkan mineral anorganiknya terdiri atas hidroksiapatit berkarbonat (Toppe et
al. 2007). Terdapat dua tipe tulang dalam tubuh, yaitu cortical dan trabecular.
Tulang korteks adalah tulang padat/rapat dan merupakan bagian terluar dari
tulang, sedangkan tulang trabekular merupakan bagian dalam tulang yang
berongga. Sel-sel utama yang berperan dalam tulang, yakni osteoblas dan
osteoklas. Osteoblas adalah sel pembentuk tulang yang bekerja membentuk dan
menyekresikan kolagen dan komponen matrik tulang, atau dengan kata lain
osteoblas berperan dalam mineralisasi matrik organik dan anorganik. Osteoklas
berperan dalam resorbsi tulang yang berasal dari sel induk sumsum tulang
(Trihapsari 2009).

6
Siklus remodelling tulang dimulai dengan perekrutan sel-sel prekursor
osteoklas. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas saat sel-sel menerima
sinyal dari osteoblas. Osteoklas yang mature lalu menyintesis enzim proteolitik
yang mencerna matriks kolagen. Resorbsi tulang ini adalah tahap pertama dari
siklus remodelling. Fase ini diatur oleh apoptosis osteoklas. Fase selanjutnya dari
siklus remodelling proteoblas ditarik dari sistem sel mesenkimal pada sumsum
tulang. Osteoblas mature menyintesis matriks tulang, terutama kolagen tipe I dan
mengatur mineralisasi tulang yang baru terbentuk (Thomas 2012).

Kolagen
Kolagen adalah komponen utama kulit dan tulang. Sekitar 70% material
selain air yang terdapat di dermis kulit dan tendon dan 25% dari total berat kering
mamalia adalah kolagen. Kolagen disintesis oleh fibroblas, yang biasanya berasal
dari sel retikulum. Sampai saat ini terdapat 29 tipe kolagen yang sudah
terkarakterisasi dan semuanya berstruktur triple helix. Kolagen tipe I, II, III, V,
dan XI diketahui untuk membentuk fiber kolagen (Bareil et al 2010).
Prinsip utama yang memengaruhi suatu pembentukan heliks pada kolagen
adalah kandungan glisin yang tinggi yakni 35% dan residu asam amino, seperti
alanin 11% dan prolin atau hidroksiprolin 21%. Kolagen tersusun atas tiga urutan
asam amino secara berulang-ulang. Setiap tiga urutan asam amino tersebut
tersusun atas asam amino glisin-X-prolin atau hidroksiprolin (Brown 2013).
Urutan X ini dapat ditempati berbagai macam asam amino, tetapi biasanya adalah
valin (Prayitno 2007). Untaian rantai polipeptida saling terikat oleh ikatan
hidrogen diantara CO dan NH dan terikat pula oleh ikatan kovalen. Ikatan antar
molekul kolagen dalam otot bagian kulit dan atau tulang akan melunak pada
kondisi pH <4 atau >10. Molekul kolagen yang utama memiliki panjang dan
lebar sekitar 3000 dan 15 dan memiliki berat molekul 300 kDa ( Lee et al
2001). Kolagen dapat diekstrak dari hewan atau manusia melalui proses
dekalsifikasi, purifikasi, dan modifikasi.

7
Gambar 1. Stuktur Molekul Kolagen

Kolagen tipe I adalah salah satu jenis kolagen yang paling banyak digunakan
dalam teknik rekayasa jaringan. Kulit, tulang, tendon, ligamen, jaringan
penghubung, dan kornea mengandung kolagen tipe I. Kelebihan menggunakan
kolagen tipe I dari tendon atau kulit adalah menghilangkan proses dekalsifikasi
komponen mineral tulang (Clarke et al 1993). Kolagen tipe I terdiri atas tiga
rantai polipeptida. Dua rantai polipeptida disebut tipe 1 dan rantai polipeptida
yang ketiga adalah 2 (Liu et al 2001).

Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan komponen anorganik utama
pada tulang dan gigi (Riyanto et al 2013). Hidroksiapatit tersusun atas kalsium,
fosfat, oksigen dan hidrogen. Senyawa hidroksiapatit banyak disintesis dari tulang
hewan atau cangkan telur (Mahreni et al 2012). Hidroksiapatit memiliki dua
struktur kristal yang berbeda, yakni monoklinik dan heksagonal. Struktur HA
heksagonal memiliki space group symmetry P63/m dengan parameter kisi
a=b=9,432, c=6,881, dan =120. Struktur tersebut terdiri atas susunan gugus
PO4 tetrahedra yang diikat oleh ion-ion Ca2+ (Suryadi 2011). Ion-ion Ca2+ berada
pada dua posisi berbeda, yakni pada kolom sejajar dan pada pusat sumbu putar
sepanjang c-axis dari unit sel heksagonal. Ion OH- mengarah pada kolom paralel
menuju c-axis bersama dengan ion Ca2+ dan PO43- (Gittings et al 2008).

8
Gambar 2. Struktur heksagonal hidroksiapatit

Struktur monoklinik hidroksiapatit adalah struktur yang paling teratur dan


stabil secara termodinamika. Hidroksiapatit monoklinik memiliki space group
symmetry P21/b dan parameter kisi a=9,421, b=2a, c=6,881, dan =120.
Susunan OH- pada struktur monolitik membentuk urutan OH-OH-OH-OH- yang
menyebabkan parameter kisi b menjadi dua kali dari parameter kisi a (Suryadi
2008).

9
METODOLOGI
Separasi dan Isolasi Kolagen tipe I
Metode isolasi kolagen dapat dilakukan dengan berbagai macam larutan,
seperti garam (NaCl), pelarut asam (HCl, asam asetat), alkali (Na3PO4, NaOH),
atau enzim (pepsin, fisin, krimotripsin). Metode lain untuk separasi pada material
larut adalah elektroforesis gel (Roveri et al 2003). Namun berdasarkan penelitian
yang dilakukan Mocan et al (2011), metode yang paling baik digunakan untuk
mengisolasi kolagen adalah dengan menggunakan pelarut asam. Kolagen tipe I
diisolasi dari tendon sapi.
Tendon sapi disuspensi dalam air distilasi pada suhu 4C selama tiga hari.
Tendon dicairkan dan dicuci dengan air dingin beberapa kali. Serat-serat kolagen
terpotong menjadi kecil-kecil, dengan panjang 1 cm dan dihancurkan dalam
penggilingan. Potongan tendon sapi dikeringkan selama 24 jam pada suhu 40-
45C. Potongan tendon sapi diekstrasi menggunakan 0,5M CH3COOH dengan
5mM EDTA dan pepsin (0,05g/100g jaringan), pH=2,5-3 selama 48-96 jam pada
suhu 4C. Setelah itu dipresipitasi dengan 4M NaCl (pH 4,5) dan disentrifugasi 15
menit (3000g). Prosedur ini dilakukan sebanyak 3-4 kali selama 24 jam. Hasil dari
sentrifugasi ini adalah berupa supernatan. Supernatan yang mengandung fraksi
asam-larut kolagen didialisis dengan 0,05M Na2HPO4 selama 48 jam untuk
mendapatkan endapan kolagen murni.

Modifikasi dan Purifikasi Kolagen


Kolagen tipe I dapat dimodifikasi secara kimia untuk mendapatkan protein
polianionik atau protein murni (atelocollagen). Modifikasi polianionik ini dapat
dilakukan melalui hidrolisis selektif pada rantai asparagin dan glutamin dari
molekul kolagen tipe I. Purifikasi kolagen bertujuan untuk menghilangkan
komponen antigenik dari protein. Utamanya pada daerah telopeptida dari kolagen
tipe I yang lebih efektif diberi perlakuan menggunakan enzim pencernaan. Pepsin
banyak digunakan untuk menghilangkan dan mencerna peptida imunogenik
(Kikuchi et al 2004).

10
Ekstraksi HA dari tulang
Tulang dibersihkan dan direndam dalam 10% natrium hipoklorit selama 24
jam, setelah itu dibilas dalam air dan direbus dalam 5% NaOH selama 3 jam. Lalu
diinkubasi dalam 5% natrium hipoklorit selama 6 jam, dicuci dalam air dan
direndam dalam 10% hidrogen peroksida (H2O2) selama 24 jam. Material lalu
disintering pada suhu 1100C dan ditumbuk menjadi partikel dengan ukuran 200-
400m. Lakukan proses pengayakan untuk memisahkan partikel-partikel yang
ukurannya berbeda. HA lalu disterilisasi pada suhu 100-150C.

Teknik Pengendapan Hidroksiapatit


Teknik pengendapan ini bertujuan untuk mendapatkan Ca5(PO4)3OH. Ada
beberapa reaksi yang dapat dijadikan sebagai metode untuk mendapatkan serbuk
hidroksiapatit. Salah satunya dengan menggunakan Ca(NO3)2.H2O dan
(NH4)2HPO4. Beberapa bahan tambahan digunakan pada metode ini, seperti
larutan amonium, urea, dan EDTA.

Larutan amonium (NH4OH) dipanaskan pada suhu 60C dan 181 g EDTA
ditambahkan selama proses stirring sampai EDTA larut, lalu pemanasan
dihentikan. Setelah itu campurkan 129 g Ca(NO3)2.H2O, 39,38 g (NH4)2HPO4,
dan 45,2 g urea ke dalam 200mL aqueous. Campuran lalu dipanaskan pada suhu
100C selama 3-4 jam sampai didapatkan gel. Gel yang dihasilkan lalu
dikeringkan pada suhu 340C dibawah udara lingkungan statik kemudian lakukan
kalsinasi 820C dibawah flowing air. Serbuk lalu diuji menggunakan teknik
difraksi X-ray untuk menentukan tahap pembentukan. Hasil pengujian harus
sesuai dengan rasio stoikiometrinya (Ca/P) yakni 1,67. Jika tidak sesuai maka
serbuk harus dicampur dengan (NH4)2HPO4 dalam kadar yang tepat, kemudian
disuspensi dalam air dan dipanaskan dengan pengadukan yang tepat pada suhu
90C selama 4 jam. Setelah itu dikeringkan selama 15 jam untuk mendapatkan
serbuk hidroksiapatit murni (Sopyan 2003).

11
Mineralisasi Kolagen secara in vitro
Berdasarkan percobaan yang dilakukan Landis dkk (2005), serat kolagen
dimineralisasi dalam sebuah dual chamber bath, satu sisi berisi larutan CaCl2 dan
sisi lainnya berisi larutan K2PO4. Tabung dialisis diisi dengan 0,05M larutan
Trizma (pH 7,4) dan serat ditempatkan dalam tabung. Tabung yang terisi dipasang
pada jendela yang ditempatkan pada dual chamber bath dan 4 liter larutan CaCl2
0,1M ditambahkan ke salah satu sisi bath dan 4 liter larutan K2PO4 0,1M
ditambahkan ke sisi lainnya. Kedua larutan ini di-buffer sampai pH 7,4 dengan
0,05M Trizma dan dijaga pada suhu 20C. Sebuah piring pengaduk ditempatkan
di bawah setiap chamber dan kedua sisi bath diaduk secara bersamaan. Serat
kolagen dimineralisasi dalam dual chamber selama 4 atau 7 hari pada suhu 20C.
Setelah itu serat kolagen dipindahkan dari tabung dialisis secara perlahan dan
ditempatkan dalam PBS pada pH 7,4 dan suhu 20C. Serat kolagen lalu dipotong
dari plastic frame, dipindahkan dari PBS dan dikeringkan dengan melakukan
draping diantara dua stand dari kayu. Keuntungan dari metode ini adalah arah
dari serat kolagen dapat dikendalikan. Yang terpenting, c-axis dari kristal HA
dapat tumbuh sepanjang arah kolagen fibril jika kondisi mineralisasi yang baik
bertemu. Kondisi ini (pH= 8-9 dan T= 40C) akan membawa ion Ca2+ yang
terdapat pada gugus karboksil molekul kolagen menuju nukelasi HA.

Gambar 3. Set-up eksperimental untuk mineralisasi kolagen

Gambar di atas menunjukan set-up eksperimental untuk difusi Ca2+ dan PO43-
dan kristalisasi apatit ke substrat kolagen.

12
Thermally-triggered assembly of HA/colagen gels
Liposome telah banyak digunakan untuk drug delivery system yang berkaitan
dengan kemampuannya untuk mengetahui material yang dapat larut dalam air
pada lapisan fosfolipid (Ebrahim et al 2005). Kemampuan liposom tersebut lalu
dikombinasikan dengan metode mineralisasi langsung untuk penggunaan
potensial dalam penyuntikan komposit. Liposom digunakan dalam bentuk gel. Ion
Ca2+ dan PO43- dilingkupi dalam liposom dan dimasukan ke dalam suspensi asam
kolagen. Setelah disuntikan ke skeletal, peningkatan suhu tubuh akan memulai
proses gelasi, membentuk sebuah jaringan serat-serat kolagen dimana proses
mineralisasi terjadi setelah terjadi transisi suhu liposom pada 37C (Pederson et al
2003).

Infiltasi hampa udara kolagen ke dalam matrik keramik


Multiple tape casting adalah metode untuk memproduksi scaffold keramik.
Campuran aqueous hidroksiapatit berisi polybutylmethalcrylate (PBMA)
dipanaskan pada suhu tinggi untuk mengeluarkan partikel BMPA, membentuk
pori HA. Infiltrasi kolagen dilakukan dibawah vacuum dan suspensi kolagen diisi
di dalam gap pada pori matrik. Komposit akhir lalu di-freeze dried untuk
membuat mikrospons di dalamnya. Variasi dari hasil akhir bergantung pada waku
pemrosesan dan aliran hambatan selama filtrasi (Pompe et al 2003).

Mineralisasi enzimatik lembar kolagen

Gambar 4. Siklus mineralisasi enzimatik lembar kolagen

Gambar di atas merupakan proses mineralisasi secara enzimatik dari kolagen.


Material kolagen mengandung alkalin fosfat-ase yang dapat berinteraksi dengan
larutan aqueous dari ion Ca2+ dan fosfat ester. Enzim akan memberikan reservoir
untuk ion PO43- selama kristalisasi dan mineralisasi Ca3(PO4)2 berlangsung.
Sampel lalu dilapisi kembali menggunakan suspensi kolagen, air dried dan cross-

13
linked dengan iradiasi UV. Ulangi proses ini sampai lembar komposit Col-HA
memiliki ketebalan 7m (Yamauchi et al 2004).

Sistem emulsi water-in-oil


Butir-butir gel Col-HA dibentuk untuk pembuatan pengisi tulang yang dapat
diinjeksi. Kemurnian suspensi kolagen dengan serbuk HA pada suhu 4C
dimasukan dalam olive oil dan diaduk pada suhu 37C. Kolagen dikumpulkan dan
disusun kembali dalam droplet aqueous. PBS (Phosphate buffered saline)
ditambahkan ke dalam bentuk butir-butir gel. Namun, metode ini tidak dapat
menghilangkan kandungan minyak pada komposit. Gel komposit pengisi tulang
juga memiliki viskositas campuran terlalu rendah dengan cairan tubuh.

Freeze Drying dan Critical Point Drying pada Scaffold


Proses freeze drying ataupun critical point drying (CPD) bertujuan untuk
membentuk matrik pori. Kolagen, HA ataupun air suspensi dapat dibekukan pada
angka yang dapat dikendalikan untuk menghasilkan kristal es dengan serat-serat
kolagen pada celah. Pada kasus freeze drying, kristal es berubah menjadi uap air
pada suhu dan tekanan tertentu melalui sublimasi. Pada CPD, cairan dan uap
menjadi tidak terbedakan di atas tekanan dan suhu tertentu, dimana fase dari
keduanya bertemu dan menjadi identik (supercritical fluid).

Gambar 5. Diagram fase karbon dioksida. (a) Triple Point (b) Critical Point

Freeze drying dan CPD menghasilkan residu pelarut yang sedikit dibandingkan
teknik pembuatan scaffold lainnya.

14
Metode SFF (Solid Freeform Fabrication )

Gambar 6. Penggunaan fabrikasi padatan bebas pada desain komposit scaffold

Metode ini digunakan untuk membentuk scaffold Col-HA. Metode SFF ini
mampu membuat scaffold Col-HA dengan berbagai skala panjang. Langkah
pertama dalam metode SFF ini adalah membuat struktur eksternalnya terlebih
dahulu. CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membuat scaffold
biokompatibel. CT scan dan MRI dapat dikonversi langsung ke komputer desain
dan cetakan atau scaffold dapat dicetak dengan teknik SFF. Langkah kedua adalah
membuat struktur internalnya. Sistem Harvest adalah sistem vaskularisasi yang
komplek. 3-D printing dapat membentuk arsitektur sistem tersebut dalam teknik
pembuatan scaffold dengan harapan bahwa angiogenesis (neo-vaskularisasi) akan
terbentuk setelah implantasi scaffold. Langkah selanjutnya mengatur porositas.
Freezing rate dan kandungan kolagen atau HA adalah faktor utama dalam
mengatur ukuran pori. Scaffold komposit dapat disesuaikan untuk mendapatkan
porositas yang baik untuk adhesi selular dan perpindahan selular. Langkah
terakhir adalah mengatur crosslinking. Crosslinking secara kimia dan fisika juga
hal yang memengaruhi sifat mekanik dan angka degradasi dari scaffold. Serat
kolagen yang mengalami crosslink secara kimia berpotensi menjadi toksik dari
molekul atau senyawa setelah diimplankan. Adapun crosslink secara fisika pada
melalui dehidrasi termal pada suhu 110C dibawah suhu ruang atau dengan sinar
UV berpotensi menyebabkan denaturasi sebagian pada kolagen meskipun
resikonya lebih kecil dari crosslink secara kimia.

15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Komposit Col-HA Menggunakan FT-IR
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyaning et al (2014), pada uji
FT-IR komposit Col-HA menunjukan adanya serapan amida A dan amida I
mengalami pergeseran dari hasil FT-IR kolagen murni. Pergeseran ini disebabkan
adanya gugus OH- dari penambahan hidroksiapatit. Gugus fosfat dan kristal dari
hidroksiapatit juga mengalami pergeseran. Hasil dari pergeseran spektrum ikatan
amida antara spektrum kolagen dan spektrum komposit Col-HA menunjukan
bahwa terjadi ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus OH- dari hidroksiapatit
dan gugus NH- dari kolagen. Sedangkan atom Ca2+ dari hidroksiapatit dengan
gugus COO- dari kolagen membentuk ikatan koordinasi atom anorganik-organik.

Gambar 7. Sketsa struktur ikatan komposit Col-HA

Sifat mekanik Ultimate Tensile Strength (UTS) dan Modulus


Young
Ukuran modulus young dan UTS pada tulang skeletal hewan masing-masing
sebesar 2-50 GPa dan 40-200 MPa. Pengaruh proses pembuatan komposit
dibandingkan dengan proses yang lain pada sifat mekanik implan sulit untuk
ditentukan karena banyak variabel lain yang memengaruhi, seperti variasi dari
perbandingan kolagen dan Hidroksiapatit yang digunakan, ukuran porositas dari
komposit, dan ukuran crosslinking dalam menentukan modulus young dan UTS.

Tabel 1. Sifat Mekanik dari scaffold Col-HA yang berbeda


Kalsium
Cross- UTS
Metode Fosfat Porositas E(GPa)
linking (MPa)
(wt %)
Mineralisasi ~0 UV-
N/M 45-60 2-3
Enzimatik air dried irradiation
Direct ~0 0.44-
0-39 No 34-53
mineralisation Collagen 2.82

16
film
Mineralisati
on of
10-15 N/M No 44.87 0.68
decalcified
bone
Porous
Direct 0.66-
60-70 Freeze- No 6-11
mineralisation 2.24
dried
Bending
Strength
(MPa)
Direct ~0 Glutaralde 7.5*
80 N/M
mineralisation Pressurised hyde 22
Porous
Lyophylised
Direct mix 90 No 3.58 kPa N/M
Collagen
matrix

17
Kultur sel dan implantasi komposit secara in-vivo
Tabel 2. Perbandingan penggunaan komposit Col-HA secara in vitro dan in vivo

Tabel 2 menunjukkan hasil penggunaan komposit Col-HA secara in vitro (sel


osteogenik) dan in vivo (tulang yang rusak). Menurut beberapa literatur
menjelaskan bahwa dengan berbagai macam metode pembuatan Col-HA akan
memberikan efek yang berbeda pada setiap jaringan yang diimplan, seperti jangka
waktu yang dibutuhkan oleh jaringan tersebut untuk melakukan mineralisasi
ataupun proses remodelling. Hal ini disebabkan karena pada setiap metode yang
digunakan, komponen-komponen kimia ataupun rasio Col-HA yang digunakan
berbeda. Sedangkan studi terakhir menunjukan penggunaan komposit Col-HA
menyebabkan terjadinya angiogenesis, sedangkan material inert tidak
menyebabkan terjadinya angiogenesis.

18
DAFTAR PUSTAKA
Arnold JS. 2001. A simplified model of wound healing III-the critical size defect
in three dimensions. Mathematics Computasi Model. 34: 385-392.
Bareil RP, Gauvin R, Berthod F. 2010. Collagen-based biomaterials fot tissue
engineering application. Journal Materials. 3:1864.
Brown EM. 2013. Development and utilization of a bovine type I collagen
microfibril model. International Journal of Biological Macromolecules.
53: 21.
Clarke KI, Graves SE, Wong ATC, Triffitt JT, Francis MJO, Czenuszka JT. 1993.
Investigation into the formation and mechanical properties of a bioactive
material based on collagen and calcium-phosphate. Journal Materials
Science Materials Med. 4: 107-110.
Chen G, Ushida T, Tateishi T. 2001. Development of biodegradable porous
scaffold for tissur engineering. Materials Science and Engineering. 17(1):
63-69.
Ebrahim S, Peyman GA, Lee PJ. 2005. Applications of liposomes in
ophthalmology. Surv Ophthalmology. 50:167-182.
Geigger M, Li RH, Friess W. 2003. Collagen sponges for bone regeneration with
rhBMP-2. Advanced Drug Delivery Review. 55(12): 1613-1629.
Gittings JP, Bowen CR, Turner IG, Dent ACE, Baxter FR, Chaudhur JB. 2008.
Dielectric properties of hydroxyapatite based ceramics. Multi-Material
Micro Manufacture.
Kikuchi M, Ikoma T, Itoh S, Matsumoto HN, Koyama Y, Takakuda K, Shinomiya
K, Tanaka J. 2004. Biomimetic synthesis of none-like nanocomposite
using the self-organization mechanism of hydroxyapatite and collagen.
Composite Science Technology. 64: 819-825.
Landis WJ, Silver FH, Freeman JW. 2006. Collagen as a scaffold for biomimetic
mineralization of vertebrate tissues. Journal of Materials Chemistry. 16:
1495-1503.
Lee CH, Singla A, Lee Y. 2001. Biomedical applicarion of collagen. International
Journal of Pharmaceutics. 221: 3.

iii
Liebermann JR. Daluiski A, Einhorn TA. 2002. The role of growth factors in the
repair of bone. The Journal of Bone and Joint Surgery. 84-A(6): 1040.
Liu DC, Lin YK, Chen MT. 2001. Optimum condition of extracting collagen from
chicken feet and its characteristics. Asian-Australian Journal of Animal
Sciences. 14: 1638-1644.
Mahreni, Sulistyowati E, Sampe S, Chandra W. 2012. Pembuatan hidroksiapatit
dari kulit telur. Dalam: Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia: Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Kejuangan; 2012 Mar 6; Yogyakarta, Indonesia (ID).
Meyer U, Joos U, Wiesmann HP. 2004. Biological and biophysical principles in
extracorporal bone tissue engineering:Part III. International Journal Oral
Maxillofac Surgery. 33: 635-641.
Mocan E, Tagadiuc O, Nacu V. 2011. Aspects of collagen isolation. Clinical
Research Studies.
OBrien FJ, Harley BA, Yannas IV, Gibson L. 2004. Influence of freezing rate on
pore structure in freeze-dried collagen-GAG scaffolds. Biomaterials. 25:
1077-1086.
Pederson AW, Ruberti JW, Messersmith PB. 2003. Thermal assembly of a
biomimetic mineral/collagen composite. Biomaterials.24: 4881-4890.
Pompe W, Worch H, Epple M, Friess W, Gelinsky M, Greil P, Hempel U,
Scharnweber D, Schulte K. 2003. Functionally graded materials for
biomedical applications. Materials Science Engineering. 362: 40-60.
Prayitno. 2007. Ekstrasi kolagen cakar ayam dengan berbagai jenis larutan asam
dan lama perendamannya. Animal Production. 9(2): 99-104.
Riyanto B, Maddu A, Nurrahman. 2013. Material biokeramik berbasis
hidroksiapatit tulang ikan tuna. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 16(2): 120.
Roveri N, Falini G, Sidoti MC, Tampieri A, Landi E, Sandri M, Parma B. 2003.
Biologically inspired growth of hydroxyapatite nanocrystals inside self-
assembled collagen fibers. Materials Science Engineering. 23: 441-446.

iv
Shapiro F. 2008. Bone development and its relation to fracture repair. The role of
mesenchymal oseoblast and surface osteoblast. European Cells and
Materials. 15: 53.
Sopyan I. 2003. Preparation of hydroxyapatite powders for medical applications
via sol-gel technique. Journal of Material Science. 4(2): 46-51.
Suryadi. 2011. Sintesis dan karakterisasi biomateral hidroksiapatit dengan proses
pengendapan kimia basah [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Thomas SDC. 2012. Bone turnover markers. Aust Prescr. 35: 156-158.
Toppe J, Albrektsen S, Hope B, Aksnes A. 2007. Chemical composition, mineral
content and amino acid and lipid profiles in bones from various fish
species. Comparative Biochemistry and Physiology Part B. 146(3): 395-
401.
Trihapsari E. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan densitas mineral
tulang wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Pusat tahun 2009 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Uemura T, Dong J, Wang Y, Kojima H, Saito T, Iejima D, Kikuchi M, Tanaka J,
Tateishi T. 2003. Transplantation of cultured bone cells using
combinations of scaffold and culture techniques. Biomaterials. 24: 2277-
2286.
Widyaning AK, Supardi A, Widiyanti P. 2014. Sintesis dan karakterisasi kolagen
dari tendon sapi (Bos sondaicus) sebagai bahan bone-filler komposit
kolagen-hidroksiapatit. Jurnal Fisika dan Terapannya. 2(3): 77-88.
Yamasaki Y, Yoshida Y, Okazaki M, Shimazu A, Kubo T, Akagawa Y, Uchida T.
2003. Action of FGMgCO3Ap-collagen composite in promoting bone
formation. Biomaterials. 24: 4913-4920.
Yamauchi K, Goda T, Takeuchi N, Einaga H, Tanabe T. (2004). Preparation of
collagen/calcium phospate multilayer sheet using enzymatic
mineralization. Biomaterials. 25: 5481-5489.

Anda mungkin juga menyukai