Anda di halaman 1dari 33

MENYELIDIKI REDAMAN SINAR-X SEBAGAI FUNGSI

DARI BAHAN ABSORBER DAN KETEBALAN ABSORBER

JURNAL PRAKTIKUM PERCOBAAN II


KELOMPOK II (DUA)

DIAH PRATIWI (140801031)


ELVY MALYNI SIERIGAR (140801064)
VIVI HERIKA (140801016)
TRIGUNARIA SITORUS (140801014)
SURI KHAIRUNNISA (140801029)
SRI AMIRAH (140801018)
ULI ARTHA SIAGIAN (140801015)
ROSIANI SIANIPAR (140801068)
REGGY ZURCHER (140801074)
CINDY LIDWINA (140801053)
ANDIKA SURANTA S (140801059)

LABORATORIUM CRYSTALOGRAFY
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
MENYELIDIKI REDAMAN SINAR-X SEBAGAI FUNGSI DARI
BAHAN ABSORBER DAN KETEBALAN ABSORBER

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk menyelidiki pelemahan sinar-X sebagai fungsi dari ketebalan absorber.
2. Untuk menyelidiki kebenaran hukum Lambert.
3. Untuk menyelidiki pelemahan sinar-X dari fungsi bahan absorber.
4. Untuk mengetahui pengaruh pelemahan panjang gelombang.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Rontgen (1845-1923) pada tahun 1895, dan
eksperimen-eksperimen yang dilakukan pada mulanya menganggap bahwa sinar-X itu adalah
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang ordenya sebesar 10-10 m. Pada
waktu yang kira-kira hamper bersamaan, muncullah ide baru bahwa dalam sebuah benda
padat Kristal, atom-atom disusun dalam sebuah pola yang berulang secara teratur, dengan
jarak antara atom-atom yang berdekatan juga berorde sebesar 10-10 m. Dengan
menggabungkan kedua pemikiran ini, Max von Laue (1879-1960) pada tahun 1912
mengusulkan bahwa sebuah kristal dapat berperan sebagai semacam kisi difraksi berdimensi
tiga untuk sinar-X yakni, seberkas sinar-X dapat dihamburkan (yakni, diserap dan
dipancarkan kembali) oleh atom-atom individu dalam sebuah Kristal, dan gelombang-
gelombang yang dihamburkan itu dapat berinterferensi persis menyerupai gelombang-
gelombang dari sebuah kisi difraksi.
Eksperimen difraksi sinar-X (x-ray diffraction) yang pertama dilakukan pada tahun
1912 oleh Friederich, Knipping dan von Laue, dengan menggunakan susunan eksperimental.
Sinar-X yang dihamburkan itu membentuk sebuah pola interferensi, yang mereka rekam pada
film fotografik. Eksperimen ini membuktikan bahwa sinar-X adalah gelombang, atau setidak-
tidaknya bersifat menyerupai gelombang, dan juga bahwa atom-atom dalam sebuah Kristal
disusun dalam sebuah pola yang teratur. Sejak saat itu, difraksi sinar-X telah terbukti sebagai
sebuah alat penelitian yang sangat penting untuk mengukur panjang gelombang sinar-X dan
untuk mempelajari struktur Kristal.
Untuk memperkenalkan pemikiran dasarnya, pertama kali kita meninjau sebuah situasi
hamburan berdimensi dua yang di dalamnya sebuah gelombang bidang memasuki sebuah
susunan pusat-pusat hamburan yang berbentuk persegi. Situasi itu dapat merupakan sebuah
tangki riak sengan sebuah susunan tiang-tiang kecil, gelombang mikro yang panjang
gelombangnya 3 cm yang menumbuk sebuah susunan bola-bola konduksi yang kecil, atu
sinar-X yang masuk pada sebuah susunan atom-atom. Dalam kasus gelombang
elektromagnetik, gelombang itu menginduksi sebuah momen dipole listrik yang berosilasi
dalam setiap penghambur.
Dipol-dipol ini bertindak menyerupai antenna kecil, yang memancarkan gelombang
yang dihamburkan. Pola interferensi yang dihasilkan adalah superposisi dari semua
gelombang yang dihamburkan ini. Situasi itu berbeda dari situasi dengan kisi difraksi, dimana
gelombang-gelombang dari seluruh celah-celah yang diemisikan sefasa (untuk sebuah bidang
gelombang pada arah masuk normal). Disini gelombang-gelombang yang dihamburkan itu
tidak semuanya sefasa karena jarak-jaraknya dari sumber itu berbeda-beda.
(Hugh D. Young, 2003)
Sinar-X atau sinar Röntgen adalah salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100 picometer (mirip dengan
frekuensi dalam jangka 30 PHz to 60 EHz). Sinar-X umumnya digunakan dalam diagnosis
gambar medikal dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk dari radiasi ion dan dapat
berbahaya. Sinar-x ini banyak digunakan dalam bidang kedokteran untuk memotret
kedudukan tulang atau organ dalam tubuh manusia. Meskipun besar menfaatya, penggunaan
sinar-x harus memperhatikan prosedur keadaan pasien. Karana daya tembusnya cukup besar,
jaringan tubuh manusia dapat rusak terkena paparan sinar-x terlalu lama. Oleh karana itu,
pemancaran sinar-x pada pasien diusahakan sesingkat mungkin.
Sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya sinar ultraviolet, tetapi mempunyai panjang gelombang yang
sangat pendek sehingga dapat menembus benda-benda. Sinar X ditemukan oleh sarjana fisika
berkebangsaan Jerman yaitu W. C. Rontgen tahun 1895. Dan Sinar X Mempunyai Sifat- sifat
sebagai berikut
1. Mempunyai daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan dengan daya
tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses radiografi.
2. Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang gelombang
yang kelihatan
3. Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film setelah diproses
di kamar gelap.
4. Mempunyai sifat berionisasi.Efek primer sinar X apabila mengenai suatu bahan atau
zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan zat tersebut.
5. Mempunyai efek biologi. Sinar X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi
pada jaringan. Efek biologi ini digunakan dalam pengobatan radioterapi.
Sinar-X dari proces kejadiannya, dikelompokan menjadi 2 yaitu :
1. Sinar-X Brehmsstrahlung
Electron dengan kecepatan tinggi (karena ada beda potensial 1000 Kvolt) yang
mengenai target anoda, electron tiba-tiba akan mengalami pelemahan yg sangat darastis oleh
target sehingga menimbulkan sinar-x, sinar-x yg terjadi dinamakan “sinar-x brehmsstrahlung”
or “braking radiation”. Pada waktu muatan (electron) yang bergerak dengan kecepatan tinggi
(mengalami percepatan), karena adanya beda potensial, muatan (electron) akan memancarkan
radiasi elektromagnetik dan ketika energy electron cukup tinggi maka radiasi elektromagnetik
tersebut dalam range sinar-x.Sinar-x jenis ini tidak dipergunakan untuk XRD (X-Ray
Difraction)
2. Sinar-x karakteristik
Electron dari katoda yang bergerak dengan percepatan yg cukup tinggi, dapat
mengenai electron dari atom target (anoda) sehingga menyebabkan electron tereksitasi dari
atom, kemudian electron lain yang berada pada sub kulit yang lebih tinggi akan mengisi
kekosongan yang ditinggalkan oleh electron tadi, dengan memancarkan sinar-x yang memiliki
energy sebanding dengan level energy electron. Karena sinar-X karakteristik memiliki
Panjang gelombang tertentu yang dapat difilter, maka jenis ini banyak diaplikasikan untuk
XRD (X-RAy Diffraction) dalam menentukan struktur material
(https://superinfo300396.wordpress.com/2012/07/07/makalah-sinar-x/)
Kemampuan sinar-X untuk menembus zat buram adalah properti yang paling
menarik. Namun demikian, semua sinar - X yang diserap untuk beberapa memperpanjang
dalam melewati materi. Mengabaikan untuk saat ini sifat penyerapan ini mengikuti hukum
yang sama dengan lampu biasa melintasi media tidak sempurna transparan, yaitu untuk berkas
insiden monokromatik sinar-X fraksi diserap adalah sama untuk ketebalan yang sama dari
bahan yang menyerap . Perilaku tersebut diungkapkan oleh persamaan terkenal yaitu
I= Io 𝑒 −µ𝑥 (2.1)
Dimana I adalah intensitas ditransmisikan, Io adalah intensitas berkas asli, e adalah
basis Naperian, x adalah ketebalan lapisan penyerap dalam sentimeter, dan u adalah koefisien
penyerapan linear dari bahan sinar-X, yang konstan untuk diberikan panjang gelombang .
Persamaan dapat dimasukkan ke dalam bentuk yang lebih mudah, dalam hal massa dilalui
daripada ketebalan, dengan mengalikan dan membagi materi, sehingga eksponen  oleh
kepadatan
µ
−( )𝑥
I= Io𝑒  (2.2)
Dengan demikian koefisien penyerapan linear untuk x -ray beam yang diberikan jauh
lebih besar daripada di dalam uap air atau dalam campuran stoikiometri oksigen dan hidrogen,
sedangkan koefisien penyerapan massa adalah sama untuk semua tiga . Properti ini luar biasa
dari koefisien penyerapan massa tajam membedakan sinar-X dari cahaya yang terlihat.
Ketika bahan menyerap adalah senyawa kimia, paduan, atau larutan padat bukan satu elemen,
koefisien penyerapan massa mudah dihitung dari orang-orang dari unsur-unsur atau
komponen dan komposisi . Sebuah perhitungan µ/ untuk kasus tertentu oksida tembaga,
CuO, akan berfungsi sebagai ilustrasi.
Sebuah aplikasi penting dari persamaan ini dalam teknik difraksi adalah dalam
menghitung ketebalan yang tepat dari filter untuk digunakan dalam monokromatik sinar-X.
Hukum penyerapan juga masuk ke dalam perhitungan ketebalan yang diperlukan perisai
bahan untuk perlindungan x - ray . Unsur-unsur berat adalah absorber yang paling efisien
karena µ/ meningkat sebagai kekuatan keempat memimpin nomor atom Lembar Z.
Demikian salah satu bahan yang paling sering menggunakan perisai karena nomor atom
tinggi, Z = 82, dan yang relatif rendah biaya . ( Harold P. Klug , 1954)
Pada tahun 1895, W. C. Roentgen (1845-1923) menemukan bahwa ketika electron
dipercepat dengan tegangan tinggi pada tabung hampa udara dan dibiarkan menumbuk
permukaan kaca (atau logam) di dalam tabung, mineral fluoresen dengan jarak tertentu
darinya akan bersinar, dan film fotografi akan terkena cahaya. Roentgen menghubungkan
efek ini ke suatu jenis radiasi baru (berbeda dengan sinar katoda).
Efek ini diberi nama Sinar-X dari symbol aljabar x, yang berarti besaran yang tidak
diketahui. Ia segera menemukan bahwa sinar-X menembus beberapa materi dengan lebih baik
dari yang lainnya, dan dalam beberapa minggu ia mempresentasikan foto sinar-X yang
pertama (foto tangan istrinya). Produksi sinar-X sekarang biasanya dilakukan dalam tabung
yang mirip dengan tabung Roentgen, dengan menggunakan tegangan yang biasa berkisar
antara 30 kV samapai 150 kV.
Penelitian mengenai sifat sinar-X menunjukkan bahwa sinar ini bukan merupakan
partikel bermuatan (seperti electron) karena tidak dapat dibelokkan oleh medan listrik atau
magnet. Diperkirakan bahwa sinar ini merupakan satu bentuk cahaya tak tampak. Bagaimana
pun, sinar ini tidak menunjukkan efek difraksi atau interferensi dengan menggunakan kisi
biasa. Tentu saja jika panjang gelombangnya jauh lebih kecil dari jarak kisi biasa sekitar 10-6
m (103 nm), tidak ada efek yang diharapkan terjadi. Sekitar tahun 1912, Max von Laue (1879-
1960) memperkirakan bahwa jika atom pada Kristal tersusun dalam array yang biasa, Kristal
seperti ini bisa berfungsi sebagai kisi difraksi untuk panjang gelombang yang sangat pendek
dalam orde jarak antar atom, diperkirakan sekitar 10-10 m (10-1 nm).
Eksperimen segera menunjukkan bahwa sinar-X yang dihamburkan dari Kristal
memang menunjukkan puncak dan lembah dari suatu pola difraksi. Dengan demikian
ditunjukkan, sekaligus bahwa sinar-X memiliki sifat gelombang dan bahwa atom tersusun
dengan cara biasa pada Kristal. Saat ini, sinar-X dikenal sebagai radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang dalam kisaran sekitar 10-2 nm sampai 10 nm, kisaran yang bisa
langsung dihasilkan dalam tabung sinar-X.
Cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek memberikan resolusi yang
lebih besar ketika kita meneliti benda secara mikroskopis. Karena sinar-X memiliki panjang
gelombang yang jauh lebih pendek dari cahaya tampak, pada dasarnya, sinar ini seharusnya
memberikan resolusi yang lebih tenggi. Bagaimana pun, tampaknya tidak ada materi yang
efektif untuk digunakan sebagai lensa untuk panjang gelombang sinar-X yang sangat pendek.
Melainkan, teknik yang cerdik tetapi rumit dari difraksi (atau kristalografi) sinar-X terbukti
sangat efektif untuk meneliti dunia mikroskopis dari atom dan molekul.
(Douglas C. Giancoli, 1998)
Sinar- X ditemukan oleh Roentgen pada tahun 1895. Ia dieroleh dari hasil
bombardemen elektron terhadap logam berat. Seperti sinar biasa ia merupakan bentuk radiasi
elektromagnetik, tetapi panjang gelombangnya sangat pendek. Posisi sinar-X didalam
spektrum radiasi elektromagnetik dimana berbagai bentuk radiasi tersusun menurut orde
panjang gelombang menurun. Dapat dilihat bahwa panjang gelombang sinar-X adalah kira-
kira 10−8 cm atau 1 Ǻ, suatu jarak yang sama dengan diameter molecular dari gas dan kira-
kira sama dengan jarak interatomik dalam zat padat. Tatkala sinar-X pertama kali ditemukan,
maka problem yang timbul adalah mengukur panjang gelombangnya. Sinar-X dapat terbentuk
apabila partikel bermuatan misalnya elektron oleh pengaruh gaya inti atom bahan mengalami
perlambatan. Sinar-X yang tidak lain adalah gelombang elektromagnetik yang terbentuk
melalui proses ini disebut sinar-X bremsstrahlung.
Andaikata mula-mula ada seberkas elektron bergerak masuk kedalam bahan dengan
energi kinetik sama, elektron mungkin saja berinteraksi dengan atom bahan itu pada saat dan
tempat yang berbeda-beda. Karena itu berkas elektron selanjutnya biasanya terdiri dari
elektron yang memiliki energi kinetik berbeda-beda. Ketika pada suatu saat terjadi
perlambatan dan menimbulkan sinar-X, sinar-X yang terjadi umumnya memiliki energi yang
berbeda-beda sesuai dengan energi kinetik elektron pada saat terbentuknya sinar-X dan juga
bergantung pada arah pancarannya.
Berkas sinar-X yang terbentuk ada yang berenergi rendah sekali sesuai dengan energi
elektron pada saat menimbulkan sinar-X itu, tetapi ada yang berenergi hampir sama dengan
energi kinetik elektron pada saat elektron masuk kedalam bahan. Dikatakan berkas sinar-X
yang terbentuk melalui proses ini mempunyai spektrum energi nirfarik. Sinar-X dapat juga
terbentuk dalam proses perpindahan elektron-elektron atom dari tingkat energi yang lebih
tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah, misalnya dalam proses lanjutan efek
fotolistrik. Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti ini mempunyai energi yang sama
dengan selisih energi antara kedua tingkat energi yang berkaitan. Karena energi ini khas untuk
setiap jenis atom, sinar yang terbentuk dalam proses ini disebut sinar-X karakteristik,
kelompok sinar-X demikian mempunyai energi farik. Sinar-X karakteristik yang timbul oleh
berpindahnya elektron dari suatu tingkat energi menuju ke lintasan k, disebut sinar-X garis K,
sedangkan yang menuju ke lintasan l, dan seterusnya. Sinar-X bremsstrahlung dapat
dihasilkan melalui pesawat sinar-X atau pemercepat partikel.
Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X,
sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode dalam tabung
sinar-X, dan unit pengatur. Bagian pesawat sinar-X yang menjadi sumber radiasi adalah
tabung sinar-X. Didalam tabung pesawat sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas
terdapat filamen yang bertindak sebagai katode dan target yang bertindak sebagai anode.
Tabung pesawat sinar-X dibuat hampa udara agar elektron yang berasal dari filamen tidak
terhalang oleh molekul udara dalam perjalanannya menuju ke anode. Filamen yang di panasi
oleh arus listrik bertegangan rendah (If) menjadi sumber elektron. Makin besar arus filamen
If, akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan
waktu.
Elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik ke anode oleh adanya beda potensial
yang besar atau tegangan tinggi antara katode dan anode yang dicatu oleh unit sumber
tegangan tinggi (potensial katode beberapa puluh hingga beberapa ratus kV atau MV lebih
rendah dibandingkan potensial anode), elektron ini menabrak bahan target yang umumnya
bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya tungsten) dan terjadilah proses
bremsstrahlung.
Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau partikel yang
dipercepat dapat agak menyimpang dan menabrak dinding sehingga menimbulkan
bremsstrahlung pada dinding. Beda potensial atau tegangan antara kedua elektrode
menentukan energi maksimum sinar-X yang terbentuk, sedangkan fluks sinar-X bergantung
pada jumlah elektron persatuan waktu yang sampai ke bidang anode yang terakhir ini disebut
arus tabung It yang sudah barang tentu bergantung pada arus filamen It. Namun demikian
dalam batas tertentu, tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung. Arus tabung
dalam sistem pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere
(mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
Sinar-X bisa dihasilkan oleh seperangkat alat yang desebut pesawat sinar X. Pesawat
sinar X banyak digunakan di bidang kesehatan untuk keperluan diagnostik dan terapi dan di
bidang industri, antara lain untuk radiografi
Proses pembuatan gambar anatomi tubuh manusia dengan sinar-X dapat dilakukan
pada permukaan film fotografi. Gambar terbentuk karena adanya perbedaan intensitas sinar-
X yang mengenai permukaan film setelah terjadinya penyerapan sebagian sinar-X oleh bagain
tubuh manusia. Daya serap tubuh terhadap sinar-X sangat bergantung pada kandungan unsur-
unsur yang ada di dalam organ. Tulang manusia yang didominasi oleh unsur Ca mempunyai
kemampuan menyerap yang tinggi terhadap sinar-X. Karena penyerapan itu maka sinar-X
yang melewati tulang akan memberikan bayangan gambar pada film yang berbeda
dibandingkan bayangan gambar dari organ tubuh yang hanya berisi udara seperti paru-paru
atau air seperti jaringan lunak pada umumnya.
Pada aplikasinya, penciptaan sinar-x tak lagi mengandalkan mekanisme tabung
crookes, melakinkan dengan menggunakan pesawat sinar-x modern. Pesawat sinar-x modern
pada dasarnya membangkitkan sinar-x dengan mem’bombardir’ target logam dengan elektron
berkecepatan tinggi. Elektron yang berkecepatan tinggi tentunya memiliki energi yang tinggi,
dan karenanya mampu menembus elektron-elektron orbital luar pada materi target hingga
menumbuk elektron orbital pada kulit k (terdekat dengan inti).
Elektron yang tertumbuk akan terpental dari orbitnya, meninggalkan hole pada
tempatnya semula. Hole yang ditinggalkannya itu akan diisi oleh elektron dari kulit luar dan
proses itu melibatkan pelepasan foton (cahaya elektromagnetik) dari elektron pengisi tersebut.
Foton yang keluar itulah yang kemudian disebut sinar-x, dan keseluruhan proses terbentuknya
sinar-x melalui mekanisme tersebut disebut mekanisme sinar-x karakteristik.
Adapun mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah emisi foton yang dialami oleh
elektron cepat yang dibelokkan oleh inti atom target atas konsekuensi dari interaksi coulomb
antara inti atom target dengan elektron cepat. Proses pembelokkan ini melibatkan perlambatan
dan karenanya memerlukan emisi energi berupa foton. Mekanisme ini disebut bremsstrahlung
(bahasa jerman dari ‘radiasi pengereman’). selanjutnya, pesawat sinar-x modern
memanfaatkan kedua kemungkinan di atas untuk memungkinkan produksi sinar-x. Beda
potensial antara anoda dan katoda dibuat sedemikian rupa sehingga mencapai angka yang
cukup untuk membuat elektron melompat dengan kecepatan tinggi setelah katoda diberi
energy (biasanya 1000 volt). Setelah elektron pada katoda melompat dan menghantam
filamen pada anoda, terjadilah sinar-x yang terjadi dengan mekanisme sinar-x karakteristik
ataupun bremsstrahlung.
(http://heruvee.wordpress.com/2011/04/sejarah-penemu-sinar-x-serta-carakerjanya/)
III. PERALATAN DAN BAHAN

3.1. Peralatan dan Fungsi


1. X-ray Apparatus
Berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi struktur dan komposisi suatu material.
2. Monitor
Berfungsi untuk menampilkan hasil output yang berupa data dan grafik dari X-ray
apparatus.
3. Keyboard
Berfungsi untuk menginputkan suatu perintah.
4. Mouse
Berfungsi untuk menggerakkan kursor.
5. Cok Sambung
Berfungsi untuk menghubungkan peralatan dengan arus listrik.
6. CPU
Berfungsi untuk menyuplai energi.
7. Printer
Berfungsi untuk mencetak hasil grafik dan data.

3.2. Bahan
1. Absorber
Berfungsi sebagai bahan yang akan diuji ketebalannya.
2. Material Filter
Berfungsi sebagai bahan yang akan diuji ketebalannya.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN

4.1. Atenuasi sebagai fungsi dari ketebalan absorber ( Alumunium)


4.1.1. Tanpa Filter Zirkonium
1. Diatur tegangan tinggi untuk tabung U = 21 kV.
2. Diatur emisi arus I = 0,05 mA.
3. Diatur lebar sudut ∆𝛽 = 3,90.
4. Diatur waktu ∆t = 15 s.
5. Ditekan TARGET.
6. Digunakan tombol ADJUST, untuk mengatur posisi sudut penyerap ( sudut
200, 400 dan 600) satu demi satu.
7. Dimulai pengukuran dengan menekan tombol SCAN.
8. Ditampilkan tingkat R untuk menghitung rata-rata setelah dilakukan
pengamatan, yang selang beberapa waktu dengan menekan REPLAY.
9. Dicatat hasil percobaan.

4.1.2. Dengan Filter Zirkonium.


1. Dipasang filter zirkonium pada kolimator.
2. Diatur tegangan tinggi untuk tabung U = 21 kV.
3. Diatur emisi arus I = 0,05 mA.
4. Diatur lebar sudut ∆𝛽 = 3,90.
5. Diatur waktu ∆t = 15 s.
6. Ditekan TARGET.
7. Digunakan tombol ADJUST, untuk mengatur posisi sudut penyerap ( sudut
200, 400 dan 600) satu demi satu.
8. Dimulai pengukuran dengan menekan tombol SCAN.
9. Ditampilkan tingkat R untuk menghitung rata-rata setelah dilakukan
pengamatan, yang selang beberapa waktu dengan menekan REPLAY.
10. Dicatat hasil percobaan.

4.2. Atenuasi sebagai fungsi dari bahan absorber


4.2.1. Tanpa Filter Zirkonium.
1. Diganti Absorber I (absorber dengan ketebalan yang berbeda dengan absorber
II ( absorber dengan bahan yang berbeda, d=0,05 cm)
2. Dilepas filter zirkonium.
3. Diatur tegangan tinggi untuk tabung U = 30 kV.
4. Diatur emisi arus I = 0,02 mA.
5. Diatur lebar sudut ∆𝛽 = 3,90.
6. Diatur waktu ∆t = 15 s.
7. Ditekan TARGET.
8. Digunakan tombol ADJUST, untuk mengatur posisi sudut penyerap ( sudut
200, 400 dan 600) satu demi satu.
9. Dimulai pengukuran dengan menekan tombol SCAN.
10. Ditampilkan tingkat R untuk menghitung rata-rata setelah dilakukan
pengamatan, yang selang beberapa waktu dengan menekan REPLAY.
11. Dicatat hasil percobaan.

4.2.2. Dengan Filter Zirkonium.


1. Diganti Absorber I( absorber dengan ketebalan yang berbeda dengan absorber
II ( absorber dengan bahan yang berbeda, d = 0,05 cm)
2. Dipasang filter zirkonium pada kolimator.
3. Diatur tegangan tinggi untuk tabung U = 30 kV.
4. Diatur emisi arus I = 0,02 mA.
5. Diatur lebar sudut ∆𝛽 = 3,90.
6. Diatur waktu ∆t = 15 s.
7. Ditekan TARGET.
8. Digunakan tombol ADJUST, untuk mengatur posisi sudut penyerap ( sudut
200, 400 dan 600) satu demi satu.
9. Dimulai pengukuran dengan menekan tombol SCAN.
10. Ditampilkan tingkat R untuk menghitung rata-rata setelah dilakukan
pengamatan, yang selang beberapa waktu dengan menekan REPLAY.
11. Dicatat hasil percobaan.
V. GAMBAR PERCOBAAN
5.1. Atenuasi sebagai fungsi dari ketebalan absorber ( Alumunium)
5.1.1. Tanpa Filter Zirkonium

5.1.2. Dengan Filter Zirkonium


5.2. Atenuasi sebagai fungsi dari bahan absorber
5.2.1. Tanpa Filter Zirkonium

5.2.2. Dengan Filter Zirkonium


VI. DATA PERCOBAAN

6.1. Atenuasi Sebagai Fungsi Dari Ketebalan Absorber ( Alumunium )


6.1.1. Tanpa Filter Zirkonium

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1

0 00 839,5 977,9

0,5 100 387,2 428,6

1,0 200 193,3 210,1

Alumunium 1,5 300 103,0 106,1

2 400 50,76 49,10

2,5 500 30,45 30,55

3,0 600 17,43 16,11

6.1.2. Dengan Filter Zirkonium

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1

0 00 4,655 969,4

0,5 100 2,490 426,1

1,0 200 1,375 197,3

Alumunium 1,5 300 0,795 84,29

2 400 0,480 40,51

2,5 500 0,400 19,48

3,0 600 0,410 9,52


6.2. Atenuasi Sebagai Fungsi Dari Bahan Absorber
6.2.1. Tanpa Filter Zirkonium

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1

Tidak Ada 0 0,00 1933 92,0 x 103

C 0,5 10,0 1891 90,0 x 103

Al 1,0 20,0 1276 58,3 x 103

Fe 1,5 30,0 5,27 93,1

Cu 2 40,0 1,03 16,4

Zr 2,5 50,0 5,63 194

Ag 3,0 60,0 2,00 106

6.2.2. Dengan Filter Zirkonium

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1

Tidak Ada 0 0,00 4,40 35,9 x 103

C 0,5 10,0 5,40 34,9 x 103

Al 1,0 20,0 2,82 20,3 x 103

Fe 1,5 30,0 0,33 29,0

Cu 2 40,0 0,20 5,77

Zr 2,5 50,0 0,20 114

Ag 3,0 60,0 0,37 24,3


Medan, 11 Maret 2017
Asisten, Praktikan,

(Dosni T Sipahutar) (Kelompok II)


Atenuasi sebagai fungsi ketebalan absorber ( Tanpa Filter Zirkonium )
Grafik β/0 –Vs- Ro/s-1
Atenuasi sebagai fungsi ketebalan absorber ( Dengan Filter Zirkonium )
Grafik β/0 –Vs- Ro/s-1
Atenuasi sebagai fungsi bahan absorber ( Tanpa Filter Zirkonium )
Grafik β/0 –Vs- Ro/s-1
Atenuasi sebagai fungsi bahan absorber ( Dengan Filter Zirkonium )
Grafik β/0 –Vs- Ro/s-1
VII. ANALISA DATA
7.1. Bahan Penyerap Alumunium (Tanpa Filter Zirkonium) dengan U= 21 Kv, I= 0,05
mA, dan ∆𝑡 = 15 s.
 Mencari T (Transmitansi) pada d= 0 mm
𝑅
T = 𝑅𝑜
977,9/𝑠−1
= 904,9/𝑠−1

= 1,164
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 0 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛1,164
= 0

=~

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 0,5 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
428,6/𝑠−1
= 387,2/𝑠−1

= 1,106
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d= 0,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛1,106
= 0,5

= 0,201 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 1 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
210,1/𝑠−1
= 193,3/𝑠−1

= 1,086
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 1 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛1,086
= 1,0

= 0,082 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 1,5 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
106,1/𝑠−1
= 103,0/𝑠−1

= 1,03
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 1,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛1,03
= 1,5

= 0,019 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 2 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
49,10/𝑠−1
= 50,76/𝑠−1

= 0,96
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 2 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛0,96
= 2

= - 0,085 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 2,5 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
30,55/𝑠−1
= 30,45/𝑠−1

= 1,003
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 2,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛1,003
= 2,5

= 0,001 mm-1

 Mencari T ( Transmitansi) pada d = 3 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
16,11/𝑠−1
= 17,43/𝑠−1

= 0,92
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 3 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛0,92
= 3,0

= - 0,02 mm-1

Sehingga tabel yang diperoleh ( tanpa filter zirkonium) yaitu:

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1 T µ/ mm-1

0 0,00 839,5 977,9 1,164 ~

0,5 10,0 387,2 428,6 1,106 0,201

1,0 20,0 193,3 210,1 1,086 0,082

Alumunium 1,5 30,0 103,0 106,1 1,03 0,019

2 40,0 50,76 49,10 0,96 -0,085

2,5 50,0 30,45 30,55 1,003 0,001

3,0 60,0 17,43 16,11 0,92 -0,02

7.2. Bahan Penyerap Alumunium (Dengan Filter Zirkonium) dengan U= 21 Kv, I= 0,05 mA,
dan ∆𝑡 = 15 s.
 Mencari T (Transmitansi) pada d = 0 mm
𝑅
T = 𝑅𝑜
969,4/𝑠−1
= 4,655/𝑠−1

= 208,24
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 0 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= s
𝑥
𝑙𝑛208,24
= 0

=~

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 0,5 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
426,1/𝑠−1
= 2,340/𝑠−1

= 171,12
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 0,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛171,12
= 0,5

= 10,28 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 1 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
197,3/𝑠−1
= 1,375/𝑠−1

= 143,49
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 1 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛143,49
= 1

= 4,96 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 1,5 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
84,29/𝑠−1
= 0,795/𝑠−1

= 106,02
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 1,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛106,02
= 1,5

= 3,10 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 2 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
40,51/𝑠−1
= 0,480/𝑠−1

= 84,39
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 2 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛84,39
= 2

= 2,217 mm-1
 Mencari T (Transmitansi) pada d = 2,5 mm
𝑅
T = 𝑅𝑜
19,48/𝑠−1
= 0,400/𝑠−1

= 48,7
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 2,5 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛48,7
= 2,5

= 1,55 mm-1

 Mencari T (Transmitansi) pada d = 3 mm


𝑅
T = 𝑅𝑜
9,52/𝑠−1
= 0,410/𝑠−1

= 23,21
Mencari Koefisien Attenuasi Linier pada d = 3 mm
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛23,21
= 3,0

= 1,04 mm-1

Sehingga tabel yang diperoleh ( dengan filter zirkonium ) yaitu:

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1 T µ/ mm-1

0 0,00 4,655 969,4 208,12 ~

0,5 10,0 2,490 426,1 171,12 10,28

1,0 20,0 1,375 197,3 143,49 4,96


Alumunium 1,5 30,0 0,795 84,29 106,02 3,10

2 40,0 0,480 40,51 84,39 2,217

2,5 50,0 0,400 19,48 48,7 1,55

3,0 60,0 0,410 9,52 23,21 1,04


7.3. Bahan Penyerap Material ( Tanpa Filter Zirkonium) pada U = 30 kV, I= 0,02 mA, d =
0,05 cm, dan ∆t = 15 s.
 Tidak ada absorber
Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
92.000/𝑠−1
= 1933/𝑠−1

= 47,60
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛4760
= 0,05

= 77,25 cm-1

 Dengan Absorber Karbon (C)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
90.000/𝑠−1
= 1891/𝑠−1

= 47,60
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛47,60
= 0,05

= 77,25 cm-1

 Pada Absorber Alumunium (Al)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
58300/𝑠−1
= 1276/𝑠 −1

= 45,68
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛45,68
= 0,05

= 76,43 cm-1
 Pada Absorber Besi (Fe)
Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
93,1/𝑠−1
= 5,27/𝑠−1

= 17,66
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛17,66
= 0,05

= 57,42 cm-1

 Pada Absorber Tembaga (Cu)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
16,4/𝑠−1
= 1,03/𝑠−1

= 15,92
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛15,92
= 0,05

= 55,35 cm-1

 Pada Absorber Zirkonium (Zr)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
194/𝑠 −1
= 5,63/𝑠−1

= 34,45
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛34,45
= 0,05

= 70,80 cm-1
 Pada Absorber Perak (Ag)
Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
106/𝑠 −1
= 2,00/𝑠−1

= 53
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛53
= 0,05

= 79,40 cm-1

Sehingga tabel yang diperoleh pada bahan penyerap material (tanpa filter zirkonium)
yaitu:

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1 T µ/ cm-1

Tidak Ada 0 0,00 1933 92,0 x 103 47,60 77,25

C 0,5 10,0 1891 90,0 x 103 47,60 77,25

Al 1,0 20,0 1276 58,3 x 103 45,68 76,43

Fe 1,5 30,0 5,27 93,1 17,66 57,42

Cu 2 40,0 1,03 16,4 15,92 55,35

Zr 2,5 50,0 5,63 194 34,45 70,80

Ag 3,0 60,0 2,00 106 53 79,40

7.4. Bahan Penyerap Material ( Dengan Filter Zirkonium) pada U = 30 kV, I= 0,02 mA, d =
0,05 cm, dan ∆t = 15 s.
 Tidak ada absorber
Mencari T ( Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
35900/𝑠−1
= 4,40/𝑠−1

= 8160,09
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛8160,09
= 0,05

= 180,14 cm-1

 Dengan Absorber Karbon (C)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
34900/𝑠−1
= 5,40/𝑠−1

= 6462,96
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛6462,96
= 0,05

= 175,48 cm-1

 Pada Absorber Alumunium (Al)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
20300/𝑠−1
= 2,82/𝑠−1

= 7198,58
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛7198,58
= 0,05

= 177,63 cm-1

 Pada Absorber Besi (Fe)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
29,0/𝑠−1
= 0,33/𝑠−1

= 87,88
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛87,88
= 0,05

= 89,52 cm-1

 Pada Absorber Tembaga (Cu)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
5,77/𝑠−1
= 0,20/𝑠−1

= 28,85
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛28,85
= 0,05

= 67,24 cm-1

 Pada Absorber Zirkonium (Zr)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
114/𝑠 −1
= 0,20/𝑠−1

= 570
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛570
= 0,05

= 126,91 cm-1

 Pada Absorber Perak (Ag)


Mencari T (Transmitansi)
𝑅
T = 𝑅𝑜
24,3/𝑠−1
= 0,37/𝑠−1

= 65,67
Mencari Koefisien Attenuasi Linier
𝑙𝑛𝑇
µ= 𝑥
𝑙𝑛65,67
= 0,05

= 83,69 cm-1

Sehingga tabel yang diperoleh pada bahan penyerap material (tanpa filter zirkonium)
yaitu :

Absorber d/mm β/0 R0/s-1 R/s-1 T µ/ cm-1

Tidak Ada 0 0,00 4,40 35,9 x 103 8160,09 180,14

C 0,5 10,0 5,40 34,9 x 103 6462,96 175,98

Al 1,0 20,0 2,82 20,3 x 103 7198,58 177,63

Fe 1,5 30,0 0,33 29,0 87,88 89,52

Cu 2 40,0 0,20 5,77 28,85 67,24

Zr 2,5 50,0 0,20 114 570 126,91

Ag 3,0 60,0 0,37 24,3 65,67 83,69


VIII. KESIMPULAN

1. Dari Percobaan yang dilakukan bahwa semakin tebal absorber maka sinar-X akan
mengalami pelemahan sehingga tingkat intensitasnya semakin rendah.
2. Dari percobaan yang dilakukan bahwa terbuktinya hukum Lambert dimana atenuasi
bergantung pada bahan peredam (absorber) dan panjang gelombang sinar-X yang
diberikan.
3. Disimpulkan bahwa pelemahan sinar-X bergantung pada bahan absorbernya yaitu
dilihat nilai transmitansi attenuator suatu bahan absorber dimana semakin besar
nilai transmitansi attenuator maka lebih rendah kapasitasnya.
4. Disimpulkan bahwa pelemahan panjang gelombang sinar-X dipengaruhi oleh
keadaan tebal suatu bahan absorber, nilai transmitansi attenuator, koefisien atenuasi
linier, serta jenis absorbernya.
DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, Douglas. 1998. Fisika. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.


Halaman : 357 - 359.
Klug, Harold P. 1954. X-Ray Diffraction Procedurs For Polycrystalline and Amorphous
Materials. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Pages : 92 - 94.
Young, Hugh. D. 2003. Fisika Universitas. Edisi Kesepuluh. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Halaman : 631 – 633
https://superinfo300396.wordpress.com/2012/07/07/makalah-sinar-x/
Diakses pada tanggal 16 Maret 2017.
Pukul : 17.00 WIB.
http://elektromedik.wordpress.com/seputar-tentang-sinar-x-dan-penemunya/
Diakses pada tanggal 16 Maret 2017.
Pukul : 17.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai