Anda di halaman 1dari 9

BAB II STRUKTUR, SIFAT dan KARAKTERISASI POLIMER

Amaliya Rasyida

2. 1 Struktur Polimer 2.1.1. Molekul Hidrokarbon (done) 2.1.2. Molekul Polimer (done) 2.1.3. Chemistry molekul polimer (done) 2.1.4. Berat, bentuk, struktur, dan konfigurasi molekul Apa bedanya Number-average molecular weight dengan Weight-average molecular weight? Bentuk Molekul

Gambar 1. Skema representative dari bentuk rantai polimer yang dipengaruhi oleh posisi atom karbon (a) single chain bond (b) straight chain dan (c) twisted chain. Gambar diambil dari [1]

Ikatan rantai ganda memiliki kemampuan untuk berotasi atau berbelok dalam 3- dimensi. Rantai atom pada gambar 1a dimana tiga atom karbon erletak di beberapa titik dalam bentuk kerucut dan memiliki sudut 109 antara ikatan satu dengan lainnya. Suatu segment rantai yang lurus dihasilkan ketika rantai atom setelahnya terletak seperti pada gambar 1b. Sebaliknya. Rantai yang berbelok dan berputar akan mungkin terjadi ketika suatu rotasi ikatan atom menuju posisi yang lain; seperti yang dilustrasikan pada gambar 1c. Sehingga suatu ikatan rantai molekul tunggal terdiri dari beberapa rantai ataom bisa memiliki bentuk yang diasumsikan sama seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Skema representative dari suatu rantai molekul polimer yang tunggal yang memiliki sejumlah kinks dan coils yang dihasilkan dari rotasi ikatan rantainya. Pada gambar 2 tsb juga ditunjukkan jarak, r, end to end, dari suatu polimer yang sangat lebih kecil dibandingkan total panjang rantainya. Polimer terdiri dari sejumlah rantai molekul Coils yang random dan lilitan molekul menentukan beberapa karateristik dari polimer tsb Beberapa sifat mekanik dan thermal dari suatu polimer merupakan suatu fungsi dari kemampuan rantainya untuk berotasi terhadapa respon stress atau vibrasi thermal yang diberikan Kemampuan berotasi tergantung pada chemistry dan struktur dari repeating unitnya.

Struktur Molekul Karakteristik/sifat fisik suatu polimer TIDAK HANYA tergantung pada berat dan bentuk molekulnya tetapi juga pada perbedaan struktur rantai molekulnya.

Gambar 3. Skema representative dari struktur molekul suatu polimer (a) linear (b) bercabang (c) crosslinked (d) network. Lingkaran tsb menunjukkan repeating unitnya.

Struktur linear: repeating unit tergabung bersama end to end pada rantai yang tunggal; ikatan yang terjadi diantara rantai adalah perluasan ikatan van der waals dan ikatan hydrogen. Contoh polyethylene, poly( vinyl chloride), polystyrene, poly (methyl methacrylate), nylon, High density Polyethylene, dan fluorocarbons

Struktur bercabang: adanya rantai cabang sisi yang terhubung dengan rantai utama cabang yang terbentuk bisa disebabkan dari reaksi yang terjadi selama sintesis polimer; efisiensi packing berkurang dengan adanya sisi yg bercabang, sehingga densitas polimer lebih rendah. Contoh low density polyethylene (LDPE) yang memiliki cabang rantai pendek.

Struktur crosslinked: rantai rantai polimer yang berdekatan terhubung dengan rantai lain dan memiliki ikatan kovalen; struktur spt ini diperoleh ketika proses sintesis atau pada saat terjadi reaksi kimia yang non-reversible. Contoh material karet elastic

Struktur network: monomer membentuk tiga atau lebih ikatan kovalen yang aktif, yang kemudian membentuk jaringan 3 dimensi; polimer yang highly crosslinked juga diklasifikasikan sbg polimer network; sifat mekanik dan thermalnya sangat berbeda. Contoh epoksi, polyurethane, dan phenolformaldehide.

Polimer biasanya tidak hanya memiliki satu tipe struktur. Misalnya suatu polimer yang linear bisa jadi memiliki struktur yang bercabang dan crosslinked dalam jumlah yang terbatas.

Konfigurasi molekul Kesimetrisan dan keteraturam polimer yang memiliki lebih dari satu sisi atom atau sekelompok atom yang terikat pada rantai utama, dapat secara signifikan mempengaruhi sifatnya. Misal..

Sub-class dari Isomerism : stereoisomerism dan geometrical isomerism Stereoisomerism: atom tergabung bersama dengan urutan yang sama (head to tail) akan tetapi dibedakan berdasarkan susunan spacenya.

Konversi dari stereoisomer satu ke yang lain (e.g., isotactis ke syndiotactic) tidak mungkin dilakuakn hanya dengan suatu rotasi yang seberhana dari ikatan rantai yang ganda; ikatan tersebut harus di potong terlebih dahulu, dan kemudian setelah rotasi yang tepat maka akan bisa terbentuk kembali.

Pada kenyataannya, suatu jenis polimer tidak hanya memiliki salah satu konfigurasi; konfigurasi yang paling dominan akan terbentuk pada saat metode sintesis. Geometrical isomeris: terjadi pada repeating unit yang memiliki ikatan ganda diantara rantai atom karbon

2.1.5. Polimer thermoplastic vs Polimer thermosetting Respon suatu polimer terhadap gaya mekanik pada temperature yang tinggi berhubungan dengan struktur molekulnya yang paling dominan. Kalsifikasi polimer berdasarkan perilakunya terhadap kenaikan temperature : Termoplastik dan thermosetting Termoplastik polimer: melunak ketika dipanaskan, bahkan mencair dan mengeras ketika didinginkan; prosesnya sepenuhnya reversible dan bisa diulang. Thermoplastic relative lunak. Degradasi yang tidak reversible akan terjadi ketika molten dari polimer thermoplastic dikenai temperature yang sangat tinggi. Kebanyakan polimer linear dan beberapa yang memiliki struktur bercabang dengan rantai yang fleksibel memiliki perilaku termoplastik. Contoh: polyethylene, polystyrene, poly(ethylene terephthalate), and poly(vinyl chloride) Thermosetting polimer: polimer tersebut menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan. Strukturnya network, memiliki kovalen crosslinks diantara rantai2 molekul yang berada didekatnya. Thermoset polimer secara umum lebih keras dan lebih kuat dibandingkan dengan thermoplastic polimer dan memiliki kestabilan dimensi yang lebih baik. Contoh karet, epoksi, phenolics, dan beberapa resin polyester. 2.1.6. Copolimer Perbedaan susunana urutan pada rantai polimer tergantung pada proses polimerisasi dan fraksi dari jenis repeating unitnya.

Gambar 4. Skema representative copolymer (a) random (b) alternating (c) block, dan (d) graft. Dua repeating unit yang berbeda ditunjukkan oleh warna lingkaran yang berbeda

Rata rata berat molekul dari repeating unit untuk suatu copolymer dirumuskan dengan :

Dimana fi dan mi merupakan fraksi mol dan berat molekul dari repeating unit, j, pada rantai polimer 2.1.7. Kristal dan kristalinity polymer Kristalin juga bisa terjadi pada material polimer. Akan tetapi hanya melibatkan molekul dibanding atom atau ion, seperti yang terjadi pada logam dan keramik. Susunan atom untuk polimer akan sangan komplek. Kristalinity polimer merupakan packing dari suatu rantai molecular untuk menghasilkan susunan atom yang teratur. Densitas dari kristallin polimer akan lebih besar dibandingkan dengan amorphous dari material yang sama dan berat molekul dikarenakan rantai2nya yang lebih closely packed. Tingkat kekristalan ( the degree of crystallinity, DOC) bisa ditentukan dari perhitungan densitas yg akurat. Sesuai dengan persamaan:

Dimana s merupakan densitas dari spesimen yang persen kristalinitasnya akan ditentukan, a merupakan densitas total polimer amorphous dan c merupakan densitas dari polimer yang telah sempuran mengkristal. Nilai a dan c harus diperoleh dari hasil eksperimental. DOC suatu polimer tergantung pada laju pendinginan selama proses solidifikasi dan juga pada konfigurasi rantainya. Chemistry molekular dan konfigurasi rantai juga mempengaruhi kemampuan polimer untuk mengkristalisai. Kristalisasi tidak mudah terjadi pada polimer yang memiliki repeating unit yang secara kimiawi sangat kompleks ( contoh polyisoprene). Sebaliknya, kristalisasi tidak mudah dihentikan pada polimer yang secara kimiawi memiliki struktur sederhana seperti polyethylene dan polytetrafluoroethylene, bahkan untuk laju pendinginan yang sangat cepat. Untuk polimer linear kristalisasi sangat mudah dilakukan; kebanyakan dari network dan crosslinked polimer hampir sepenuhnya amorphous karena crosslink menghalangi rantai polimer untuk rearrange pada struktur Kristal. Beberapa crosslinked polimer sebagian kristallin. Untuk stereoisomers, atactic polimer sulit untuk menkristal; akantetapi, isotactic dan syndiotactic polymers lebih mudah

Untuk copolymer, semakin random dan irregular susunan repeating unitnya, maka akan semakin besar kecenderungannya untuk mengahsilakan non-kristalinity. Untuk alternating dan block copolymer ada kemungkinan untuk mengkristal. Sebaliknya, random dan graft copolymer secara normal merupakan amorphous.

Sifat fisik suatu material polimer dipengaruhi oleh DOCnya. Polimer kristallin biasanya lebih kuat dan lebih tahan terhadap dissolusi dan pelunakan oleh panas. Semikristallin polimer terdiri dari region kristal2 kecil atau yang disebut dengan kristalit, masing2 memiliki ketepatan susunan yang terletak diantar amorphous region yang tersusun oleh molekul yang memiliki orientasi random.

Struktur Chain-folded pada masing2 lamelanya terdiri dari sejumlah molekul; akan tetapi, rata rata panjang rantainya akan lebih besar dibandingkan dengan ketebalan lamelanya.

Gambar 5. Struktur chain-folded untuk kristalit polimer yang berbentuk lemela Bebrapa bulk polimer yang berkrisatalisasi dari lelehan merupakan semikristallin dan membentuk struktur spherulit. Spherulit terdiri dari sejumlah lamella yang memiliki ketebalan 10nm yang berasal dari nukleasi tunggal di pusatnya.

Gambar 6. Representative struktur spherulit dan hasil TEM polyethylene

Masing masing spherulit sebenarnya tersusun oleh beberapa lamella kristal yang berbeda dan beberpa amorphous material (spt PE, PP, PVC, Polytetrafluoroethylene, dan nylon) membentuk struktur spherulit ketika megkristal dari lelehan.

2.1.8. Cacat pada polimer Adanya cacat pada kristalin polimer sama seperti yang terdapat pada kristallin material yang lain. Beberapa cacat tersebut diantaranya: 1. Cacat titik 2. Chain-ends 3. Dislokasi 4. Imperfeksi 2 dimensi 5. Chain-disorder defect 6. Amorphous defect

Gambar 7. Skema representative dari cacat pada kristalit polimer 2.1.9 Difusi Pada Material polimer Untuk material polimer, perpindahan difusi molsekul asing yang kecil (spt O2, H2O, CO2, CH4) diantara rantai molekulnya lebih menraik dibandingkan perpindahan difusi rantai ataom dalam suatu struktur polimer Permeabilitas polimer dan sifat absorption berhubungan dengan tingakat dimana substansi asing berdifusi kedalam material. Penetrasi substansi asing tersebut dapat menyebabkan swelling dan/atau reaksi kimia dengan molekul polimer, dan bahkan degradasi sifat fisik dan mekanik material.

Difusi gas dikarakterisasi dalam hal koefisien permebilitasnya, dimana merupakan hasil koefisian difusi dan solubility dalam polimer. Laju aliran difusi di gambarkan dengan modifikasi formula dari hokum pertama Fick:

Dimana J merupakan difusi flux gas yang melewati membrane [(cm3 STP) / (cm2-s)], PM merupakan koefisien permeabilitas, x merupakan ketebalan membrane, dan P merupakan perbedaan tekanan gas yang melewati membrane. Tabel 1. Koefisien permeabilitas PM pada temperature 25C

Untuk molekul kecil polimer nonglassy, koefisien permeabilitas bisa diperkirakan sebagai hasil perkalian difusi koefisien (D) dan solubility suatu jenis dalam polimer (S) PM = DS

Untuk beberapa aplikasi, laju permeabilitas yang rendah pada material polimer tidak diinginkan pada makanan, kemasan minuman, dan bagian dalam tube. Membrane polimer sering digunakan sebagai filter untuk memisahkan jenis chemical yang satu dengan yang lainnya (i.e. the desalinization of water).

NEXT 2.2 Sifat material polimer 2.3 Karakterisasi material polimer Referensi
1. William D. Callister, Jr. Materials Scuence and Engineering: An Introduction. 7 th Edition, New York, John Wiley and Sons, 2007 2. Fred W.Billmeyer, JR. Textbook of polymer science, 3rd Edition, New York, John Wiley and Sons, 1984.

Anda mungkin juga menyukai