Anda di halaman 1dari 88

SKRIPSI

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA


RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593

Departemen Pendidikan Nasional


Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Yogyakarta
2004
SKRIPSI

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA


RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika

Departemen Pendidikan Nasional


Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Yogyakarta
2004
SKRIPSI

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA


RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593

Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji


pada tanggal 8 Juli 2004

Tim Penguji

Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Dr. Kamsul Abraha


Pembimbing I Penguji I

Juliasih Partini, M.Si.


Pembimbing II Penguji II

Penguji III
Skripsi ini kupersembahkan

Bagi Dia yang menciptakan segala keteraturan

Untuk Papa, Mama, dan Adikku Andres tercinta

Untuk Ria tersayang

iii
Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke
manapun engkau pergi

(Yosua 1:9)

Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepa-


njang kawal malam,-
sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku
bersorak-sorai

(Mazmur 63:7,8)

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghi-
na hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

iv
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat serta kasih se-
tiaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sesung-
guhnya Tuhanlah Pencipta alam semesta, dan segala usaha kita untuk mengungkap
rahasia ciptaanNya akan sia-sia tanpa campur tangan Sang Pencipta yang Agung.
Segala kata tidak akan dapat melukiskan puji syukur penulis kepadaNya atas semua
campur tangan pertolonganNya dalam proses penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa apa yang penulis da-
patkan di bangku perkuliahan belumlah apa-apa dibandingkan dengan ilmu fisika.
Penulis juga menjadi terbuka wawasannya dan menyadari bahwa ilmu fisika, khusus-
nya fisika teori, terus berkembang selama manusia masih dapat berpikir. Kesadaran
penulis akan hal itu menyebabkan penulis dipenuhi semangat untuk berkreasi mengem-
bangkan teori yang telah ada. Sekarang setelah penulis merampungkan skripsi ini,
penulis menyadari bahwa dibutuhkan dua hal agar manusia dapat melakukan sesuatu,
yakni izin Tuhan serta optimisme manusia tersebut bahwa dia mampu melakukannya.
Dalam penulisan skripsi dan masa perkuliahan banyak pihak yang telah ber-
jasa kepada penulis, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih. Adapun uca-
pan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang begitu baik bagi penulis, membuka cakrawala dan
memberi gagasan-gagasan kreatif dalam pikiran penulis.

2. Papa dan Mama tercinta, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan moral,
semangat, dan cinta kasih yang tak pernah menuntut balas.

3. Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang


telah memberi banyak masukan berupa tema skripsi yang menarik, bahan perku-
liahan dan berbagai pemahaman mengenai berbagai teori, dan yang terpenting

v
vi

adalah teladan dan semangat untuk memberi kontribusi kepada ilmu penge-
tahuan. Penulis saat ini hanya dapat membalas semua yang bapak berikan den-
gan ucapan terima kasih, dan di kemudian hari sekiranya Tuhan mengizinkan,
penulis ingin membalas semua kebaikan yang telah bapak berikan kepada penulis
dan juga berkolaborasi dalam usaha memberi kontribusi bagi fisika.

4. Dr. Mirza Satriawan, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk
membimbing penulis, berdiskusi, dan memberikan wawasan mengenai fisika.
Kalau Tuhan mengizinkan, penulis ingin sekali berkolaborasi dengan bapak
dalam berbagai riset yang menantang.

5. Prof.Dr. Muslim, yang banyak memberi teladan untuk tidak takut kepada keru-
mitan perhitungan. Walaupun penulis mendapat perkuliahan dari bapak hanya
pada tahun pertama, tetapi torehan selama tahun pertama itu membekas sampai
saat ini sehingga penulis memutuskan untuk terjun dalam fisika teori.

6. Staf pengajar program studi fisika yang telah membimbing selama masa perku-
liahan, yang telah mau diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan penulis selama di
kelas.

7. Ria Endriana Utami, yang terus memberikan dukungan moril dan kasih sayang
yang tidak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang ka-
mu berikan kepada penulis. Kejarlah terus cita-citamu dan sukses untuk kita
berdua.

8. Teman-teman kelompok "underground" Mathematical and Theoritical Physics,


yang telah menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Penulis memimpikan
suatu saat nanti kita menorehkan nama kita di jurnal-jurnal fisika internasional
bahkan persamaan-persamaan dengan nama kita tertulis di berbagai buku teks
perkuliahan fisika di dunia.
vii

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang telah banyak
memberi bantuan, baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam perkuliahan.

Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan gagasan-gagasan


baru bagi yang membacanya sehingga skripsi ini memberi suatu kontribusi bagi fisi-
ka serta dapat menjadi batu loncatan menuju penelitian-penelitian lainnya. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu penulis mo-
hon maaf. Terakhir penulis mengutip peribahasa lama: Bila ada jarum yang patah,
jangan disimpan di dalam peti. Bila ada sikap dan perilaku saya selama ini yang
salah, mohon jangan disimpan di dalam hati.

Yogyakarta, 21 Juni 2004

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Halaman Persembahan iii

Halaman Motto iv

PRAKATA v

INTISARI xii

I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2. Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
3. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
4. Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
5. Ruang Lingkup Kajian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
6. Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
7. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

II RUANG TAK KOMUTATIF 10


1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . 12
a. Ruang fase klasik (p, x) dalam bahasan mekanika kuantum . . 12
b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat . . . . . . . . 13
2. Bidang Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
3. Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

viii
ix

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN KESETANGKU-


PAN 24
1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum . . . . . . . . . . . . . 24
2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu
Medan Yang Diperumum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
3. Homogenitas Ruang-Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
4. Isotropi Ruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

IV MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK KO-


MUTATIF 42
1. Medan Klein-Gordon Riil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
2. Medan Klein-Gordon Kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50

V MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF 54

VI KESIMPULAN DAN SARAN 65


1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk
Suatu Medan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Klein-
Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . 66
3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac Pa-
da Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69
4. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70

A PEMBUKTIAN PERSAMAAN (II.22) 74


ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

R Himpunan bilangan riil.


C Himpunan bilangan kompleks.
Rn Produk kartesis n buah himpunan bilangan riil R.
a∈A a adalah anggota himpunan A.
∀ Untuk setiap.
B⊂A Himpunan B adalah subhimpunan dari himpunan A.
C ∞ (Rn , C) Himpunan fungsi-fungsi licin (smooth functions) bernilai kompleks
pada Rn .
A→B Pemetaan dari himpunan A ke himpunan B.
ζ[D] Bayangan himpunan D oleh pemetaan ζ.
ξ|B Pemetaan ξ terbatas pada himpunan B.
? Perkalian-bintang (star-product).
[f, g]? Sama dengan f ? g − g ? f .
e Muatan listrik elementer, dalam satuan SI sebesar 1, 602 × 10−19 C.
δ (n) Fungsi delta Dirac.
:= Definisi
∞ Tak terhingga.
dn x Sama dengan dx1 dx2 · · · dxn atau dx0 dx1 · · · dxn−1 .
R∞
−∞
Integral meliputi seluruh domain integrand.
δ Variasi
µνα Epsilon Kronecker.
δ µν Delta Kronecker.
g µν Tensor metrik. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah tensor metrik

x
xi

Minkowski yakni g µν = diag(+1 − 1 − 1 − 1) = gµν .


∇ Operator nabla pada ruang koordinat.
∇~k Operator nabla pada ruang momentum.
∇2 Operator Laplasan (Laplacian).
P
r Penjumlahan meliputi semua nilai r.
|·i Vektor ket.
h·| Vektor bra.
h·|·i Hasil kali skalar antara vektor ket dan vektor bra.
T αν Tensor energi-momentum kontravarian.
Pν Vektor momentum-4 kontravarian.
J jk = jkl J l Komponen momentum sudut total ke arah sumbu xl .
M jk = jkl M l Komponen momentum sudut orbital ke arah sumbu xl .
S jk = jkl S l Komponen momentum sudut intrinsik ke arah sumbu xl .
h Tetapan Planck. Dalam satuan SI besarnya adalah
6, 626 × 10−34 J.s.
h
~ Tetapan Planck tereduksi, sama dengan 2π
.
e Muatan listrik elementer. Dalam satuan SI besarnya adalah
1, 602 × 10−19 C.
c Laju rambat cahaya pada ruang hampa, dalam satuan SI besarnya
adalah 2, 998 × 108 m/s.
kν Komponen suatu vektor 4 kontravarian (kecuali ada keterangan
tambahan).
P3 P3
kµ tµ Sama dengan µ=0 kµ tµ atau µ,ν=0 kµ tν g µν .
INTISARI

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA


RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Oleh :

Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593

Telah dilakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada
ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk medan
yang telah diperumum. Perumuman teori Lagrangan untuk medan menghasilkan
perumuman definisi Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut suatu medan.
Definisi-definisi tersebut digunakan dalam kajian mengenai medan Klein-Gordon dan
medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Gagasan mengenai ketidakkomutatifan ruang dan waktu merupakan gagasan


lama yang telah dipikirkan oleh para fisikawan. Hal ini pertama kali dipublikasikan
oleh Snyder pada tahun 1947. Snyder mengemukakan bahwa invariansi Lorentz
tidak mensyaratkan ruang-waktu sebagai suatu kontinuum. Dalam artikelnya [Sny-
der , 1947] Snyder mengemukakan gagasannya mengenai ruang-waktu yang diskret.
Ruang-waktu yang diskret dapat mengakibatkan ruang-waktu tidak lagi komutatif.
Bahkan Snyder melangkah lebih jauh dengan melakukan telaah mengenai medan
elektromagnet pada ruang-waktu yang diskret. Namun gagasan mengenai ruang-
waktu yang tidak komutatif seakan tenggelam karena kurang mendapat tanggapan
para fisikawan. Hal ini dikarenakan kemunculan gagasan tersebut berdekatan wak-
tunya dengan "booming" renormalisasi kala itu.
Perkembangan penelitian teoritis di bidang fisika energi tinggi dan karya be-
sar Connes mengenai geometri tak komutatif [Connes , 1994] mengingatkan kem-
bali gagasan mengenai ruang-waktu tak komutatif yang telah lama dilupakan orang.
Perkembangan kajian teoritis menyatakan bahwa pada skala Planck1 struktur ruang-
waktu berubah menjadi tidak komutatif. Namun karena data eksperimen mengenai
struktur ruang-waktu pada skala yang sangat kecil (dengan kata lain pada energi
yang sangat tinggi) sangat terbatas, maka para fisikawan berusaha menyusun berba-
gai model yang diperkirakan dapat menggambarkan tidak komutatifnya ruang-waktu
tersebut. Model yang dipakai dalam skripsi ini adalah model yang paling sederhana,
1
Skala Planck secara numerik diberikan oleh panjang Planck lP ≈ 10−33 cm dan selang waktu
Planck tP ≈ 10−44 s.

1
2

yakni model yang berdasarkan kaitan komutasi

[x̂µ , x̂ν ] = iθµν , (I.1)

dengan θµν suatu tensor yang bernilai riil dan antismetris terhadap pertukaran indeks.
Kaitan komutasi (I.1) berimbas pada terbentuknya suatu aljabar fungsi-fungsi licin
(smooth functions) yang terdefinisikan pada ruang Minkowski (dapat dilihat misalnya
pada [Siahaan dkk , 2004]).
Berbagai kajian teoritis mengenai teori medan (kuantum) pada ruang-waktu
tak komutatif telah dilakukan dan artikel-artikel mengenai teori medan pada ruang-
waktu tak komutatif telah dipublikasikan, namun belum ada artikel yang secara khusus
membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac2 . Dalam berbagai artikel dise-
butkan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang
baru (lihat misalnya [Girotti , 2003], [Sochichiu , 2002], [Szabo , 2003]) karena sifat
dari perkalian tak komutatif (disebut sebagai perkalian-bintang atau star-product (?)
– akan dibahas pada bab kedua dalam skripsi ini) antara dua fungsi licin yang ter-
integralkan secara kuadratis akan tereduksi menjadi perkalian biasa jika dilakukan
integrasi ke seluruh ruang-waktu

Z ∞ Z ∞
4
f ? gd x = f gd4 x. (I.2)
−∞ −∞

Sifat di atas berlaku jika terdapat fungsi licin f˜(k) (dan juga g̃(k)) pada ruang momentum-
4 sedemikian sehingga
Z ∞
µ
f (x) = f˜(k)eikµ x d4 x. (I.3)
−∞

Hal ini akan dibahas pada bab II. Dalam berbagai artikel tersebut dikemukakan bah-
2
Sebenarnya artikel yang membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac sudah ada, namun
yang artikel tersebut merupakan karya penulis dan merupakan bentuk ringkas dari skripsi ini [Siahaan
dkk , 2004].
3

wa sifat (II.1) menyebabkan aksi untuk suatu medan bebas pada ruang-waktu tak
komutatif tidak berbeda dengan aksi medan bebas pada ruang-waktu yang komu-
tatif. Namun demikian suatu aksi merupakan integral suatu rapat Lagrangan meliputi
sembarang daerah integrasi pada ruang-waktu berdimensi 4 (lihat misalnya [Ryder
, 1996]p.82-87, [Mandl dan Shaw , 1984]p.30). Selain itu, sifat (I.2) tidak berlaku
untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac, karena ekspansi Fourier medan-medan
tersebut di ruang momentum-4 dibatasi oleh persyaratan-persyaratan fisis, yakni keti-
daknegatifan energi dan kaitan energi-momentum Einstein, sehingga wakilannya di
ruang momentum-4 bukan fungsi licin yang berakibat medan-medan tersebut tidak
dapat diekspansikan seperti pada persamaan (I.3). Dengan demikian pernyataan bah-
wa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru kare-
na berlakunya persamaan (I.2) tidak dapat diterima. Karena itu pembahasan medan
Klein-Gordon dan medan Dirac, yang merupakan medan-medan bebas, pada ruang-
waktu yang tidak komutatif (lebih tepat disebutkan sebagai ruang Minkowski yang
tidak komutatif) masih harus dilakukan.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas jelas bahwa kajian mengenai medan Klein-Gordon dan
medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif masih harus dilakukan. Hal ini
dikarenakan belum terdapatnya teori yang menjelaskan medan-medan tersebut pada
ruang Minkowski tak komutatif. Selain itu medan Klein-Gordon dan medan Dirac
merupakan dua medan yang paling sederhana kajiannya namun berkaitan dengan
zarah-zarah elementer yang terdapat di alam.
Pembahasan mengenai suatu medan biasanya berangkat dari suatu rapat La-
grangan yang menggambarkan medan tersebut. Demikian pula dalam pembahasan
medan Klein-Gordon dan medan Dirac, kajian akan dilakukan dengan meninjau ra-
4

pat Lagrangan medan-medan tersebut. Namun dalam teori medan yang lazim dikaji
rapat Lagrangan hanya gayut pada suatu medan dan turunan pertamanya sedangkan
pada kajian kali ini rapat Lagrangan gayut bukan saja pada suatu medan dan turunan
pertamanya tetapi juga pada turunan-turunan parsial berderajat tinggi sebagai akibat
deformasi (penggantian) perkalian biasa (perkalian per titik atau pointwise multipli-
cation) antara medan-medan menjadi perkalian-bintang. Untuk itu perlu diadakan
perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan (Lagrangian field theory) dengan
rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan-turunan parsial hingga
sembarang orde. Perumuman tersebut menyebabkan perlunya pendefinisian ulang be-
berapa kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan, yakni Hamiltonan, momentum,
serta momentum sudut, yang merupakan perumuman kuantitas-kuantitas tersebut pa-
da teori Lagrangan untuk suatu medan yang biasa. Selanjutnya teori Lagrangan untuk
suatu medan yang diperumum (Generalized Lagrangian field theory) tersebut digu-
nakan dalam menelaah medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski
tak komutatif.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan dan merumuskan


persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, Hamiltonan, momentum, serta
momentum sudut suatu medan.

2. Merumuskan bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon dan medan


Dirac baik yang bernilai riil maupun kompleks pada ruang Minkowski tak ko-
mutatif.

3. Mencari bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan


5

Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan
menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum.

4. Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai teori medan (kuantum) tak komutatif3 meliputi tiga aspek,
yakni ruang yang tidak komutatif, deformasi aljabar yang terdefinisikan pada ruang
tersebut, serta teori medan (kuantum) pada ruang yang tidak komutatif.
Connes (1994) mengemukakan gagasan mengenai geometri yang tidak ko-
mutatif (noncommutative geometry). Torrielli (2002) mengemukakan bahwa gagasan
ruang-waktu yang tidak komutatif cocok dengan dugaan bahwa struktur ruang-waktu
berubah pada skala penyatuan teori gravitasi dengan teori kuantum [Torrielli , 2002].
Sochichiu (2002) mengemukakan konsep ruang tak komutatif dan kaitannya den-
gan fisika disertai dengan beberapa model dan contoh ruang yang tidak komutatif
[Sochichiu , 2002]. Kajian Calmet (2004) mengenai ruang-waktu yang tidak ko-
mutatif memberikan hasil bahwa batas-batas ketidakkomutatifan ruang-waktu gayut
pada model yang ditinjau [Calmet , 2004].
Konsep ruang tak komutatif memiliki akar pada konsep penguantuman Mo-
yal [Moyal , 1949]. Dalam artikel tersebut Moyal memperkenalkan suatu prosedur
penguantuman melalui deformasi aljabar pada ruang fase klasik sebagai akibat keti-
dakkomutatifan ruang fase pada bahasan mekanika kuantum. Penguantuman terse-
but kemudian dikenal sebagai penguantuman Moyal. Bayen dkk (1978) memba-
has teori penguantuman deformasi [Bayen dkk , 1978] yang menjadi landasan bagi
penguantuman Moyal. Girotti (2003) menurunkan bentuk perkalian-bintang (star-
product) sebagai manifestasi asumsi bahwa ruang-waktu yang ditinjau tidak lagi ko-
mutatif. Penurunan bentuk perkalian-bintang tersebut analog dengan penguantuman
3
Pengertian istilah teori medan (kuantum) tak komutatif mengacu pada teori medan (kuantum) pada
ruang yang tidak komutatif [Barbon , 2001].
6

Moyal. Pembahasan secara kompak mengenai perkalian-bintang dengan parameter


ketidakkomutatifan yang berupa konstanta telah dilakukan oleh Meyer (2003).
Kajian mengenai teori medan (kuantum) pada ruang tak komutatif telah banyak
dilakukan. Torrielli (2002) menunjukkan kaitan antara teori medan (kuantum) pa-
da ruang-waktu tak komutatif dengan teori string (string theory). Kaitan tersebut
adalah bahwa teori medan (kuantum) pada ruang-waktu tak komutatif dapat ditu-
runkan sebagai penggambaran efektif teori string pada energi rendah dengan latar
belakang yang antisimetris (effective description of string theory in antisymmetric
background). Selanjutnya Torrielli membahas teori gangguan medan kuantum tidak
komutatif [Torrielli , 2002]. Sochichiu (2002) membahas invariansi tera dan medan
tera pada ruang tak komutatif, pembahasan ini juga disertai pembahasan mengenai
lintasan Wilson dan simpal Wilson pada ruang tak komutatif. Girotti (2003) mem-
bahas berbagai suku interaksi pada Lagrangan medan yang tidak komutatif. Meyer
(2003) membahas model-model medan tera pada ruang tak komutatif. Selain yang
telah disebutkan masih banyak artikel yang membahas teori medan (kuantum) pada
ruang tak komutatif. Namun demikian belum ada yang melakukan kajian mengenai
medan bebas pada ruang Minkowski tak komutatif, sehingga kajian dalam skripsi ini
merupakan hal yang baru.

5. Ruang Lingkup Kajian

Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang-waktu


yang tidak komutatif dibatasi hanya untuk medan bebas, yakni medan yang tidak
berinteraksi dengan medan lain. Selain itu medan yang ditelaah adalah medan klasik,
yakni belum diadakan penguantuman terhadap medan Klein-Gordon dan Dirac. Mo-
del ruang-waktu tak komutatif yang digunakan adalah model yang memenuhi kaitan
komutasi (I.1) dan merupakan ruang-waktu yang flat disertai dengan metrik Minkows-
7

ki.

6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dalam enam bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah
sebagai berikut:

• Pada bab I mengemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan


penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai
metode pelaksanaan penelitian.

• Bab II berisi penjelasan mengenai konsep ruang tak komutatif serta beberapa
contoh ruang yang tidak komutatif. Pada bab ini dilakukan penurunan bentuk
perkalian tak komutatif (perkalian-bintang) yang merupakan akibat dari keti-
dakkomutatifan suatu ruang yang ditinjau.

• Bab III membahas perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan. Pada bab
ini dirumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, serta kuantitas-
kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan yakni Hamiltonan, momentum,
serta momentum sudut.

• Pada bab IV dibahas medan Klein-Gordon pada ruang Minkowsi tak komutatif.
Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Lagrangan untuk
suatu medan yang telah diperumum pada bab III. Pada bab ini dirumuskan
rapat Lagrangan medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski yang tidak ko-
mutatif baik yang bernilai riil maupun kompleks, serta dilakukan juga peru-
musan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon.
Pada akhirnya bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut
medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif (baik medan yang
bernilai riil maupun yang bernilai kompleks) dinyatakan pada bab ini.
8

• Bab V membahas medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan
menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum. Seper-
ti halnya pada bab IV, pada bab ini juga dirumuskan rapat Lagrangan medan
Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta Hamiltonan, momen-
tum, dan momentum sudut medan Dirac. Hasil-hasil tersebut digunakan untuk
merumuskan bentuk eksplisit kuantitas-kuantitas tersebut.

• Bab VI berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan ser-
ta saran-saran untuk penelitian mendatang mengenai topik-topik yang telah
berkaitan dengan topik yang dikemukakan dalam skripsi ini.

7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap
teori Lagrangan untuk suatu medan pada ruang Minkowski tak komutatif. Untuk
melakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Min-
kowski tak komutatif, mula-mula diperkenalkan konsep ruang tak komutatif. Kon-
sep yang diperkenalkan bukanlah konsep yang mendetail secara matematis namun
merupakan konsep yang memberikan gambaran kasar mengenai ruang tak komutatif.
Dalam pembahasan mengenai konsep ruang tak komutatif juga dibahas perkalian
tak komutatif yang disebut sebagai perkalian-bintang (star-product) yang digunakan
dalam menelaah rapat Lagrangan medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang
Minkowski tak komutatif. Selanjutnya dilakukan perluasan teori Lagrangan untuk
suatu medan. Hal ini dilakukan karena teori Lagrangan yang lazim dibahas tidak
memadai dalam pembahasan yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam perluasan
teori Lagrangan untuk suatu medan ini dilakukan pendefinisian ulang Hamiltonan,
momentum, serta momentum sudut suatu medan. Hasil-hasil yang diperoleh dari
perluasan teori Lagrangan untuk medan kemudian digunakan dalam kajian mengenai
9

medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yakni untuk merumuskan rapat Lagrangan,
Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan-medan tersebut.
BAB II

RUANG TAK KOMUTATIF

Andaikan (C ∞ (Rn , C), +, ·) aljabar asosiatif di atas lapangan kompleks (com-


plex field) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin pada ruang Rn . Aljabar asosi-
atif (C ∞ (Rn , C), +, ·) merupakan suatu aljabar yang dibangkitkan oleh koordinat-
koordinat xµ , µ = 1, 2, . . . , n. Andaikan pula On himpunan yang beranggotakan
operator-operator linier pada ruang Hilbert H yang diperoleh dari anggota-anggota
C ∞ (Rn , C) melalui pemetaan Pn : C ∞ (Rn , C) → On sebagai berikut:

f (x1 , x2 , . . . , xn ) 7→ fˆ(x̂1 , x̂2 , . . . , x̂n ), ∀f ∈ C ∞ (Rn , C). (II.1)

Pemetaan Pn mengimbas terbentuknya aljabar (On , +, ·) di atas lapangan kompleks


yang dibangkitkan oleh operator-operator x̂µ , µ = 1, 2, . . . , n. Kajian mengenai
kekomutatifan ruang Rn terkait erat dengan kedua aljabar di atas. Ruang Minkowski
tak komutatif yang akan menjadi ruang konfigurasi dalam pembahasan medan Klein-
Gordon dan medan Dirac dalam skripsi ini merupakan kasus khusus untuk n = 4
dengan disertakannya metrik Minkowski pada R4 .
Menurut definisi (II.1) setiap anggota On dapat diperoleh dari setiap fungsi
f ∈ C ∞ (Rn , C) dengan penggantian tiap-tiap peubah xµ dengan operator x̂µ . Pemetaan
Pn yang menjembatani himpunan C ∞ (Rn , C) dan On merupakan suatu pemetaan
yang bijektif. Bijektivitas Pn mengakibatkan struktur aljabar pada C ∞ (Rn , C) dan
pada On saling berkaitan, yakni deformasi (pengubahan) struktur aljabar di him-
punan On akan menyebabkan deformasi struktur aljabar pada himpunan C ∞ (Rn , C),
demikian pula sebaliknya. Karena xµ membangkitkan suatu sruktur aljabar pada him-
punan C ∞ (Rn , C) dan x̂µ membangkitkan suatu struktur aljabar pada On , maka kai-

10
11

tan komutasi antara x̂µ , yang menentukan bentuk perkalian antara operator-operator
anggota himpunan On akan mempengaruhi bentuk perkalian antara fungsi-fungsi
anggota himpunan C ∞ (Rn , C). Jika x̂µ saling komut, yakni

[x̂µ , x̂ν ] = 0, (II.2)

maka
[xµ , xν ] = 0, (II.3)

dan bentuk perkalian baik pada On maupun pada C ∞ (Rn , C) bersifat komutatif.
Salah satu bentuk perkalian yang komutatif antara fungsi-fungsi f, g ∈ C ∞ (Rn , C)
adalah bentuk perkalian biasa antara fungsi-fungsi yang telah dikenal. Suatu ru-
ang Rn yang menjadi ruang basis (base space) bagi aljabar asosiatif dan komutatif
(C ∞ (Rn , C), +, ·) di atas lapangan kompleks disebut sebagai ruang Rn komutatif.
Jika kaitan komutasi pada persamaan (II.2) didideformasi sedemikian sehing-
ga
[x̂µ , x̂ν ] = iθµν (II.4)

dengan θµν merupakan unsur-unsur suatu matriks θ berukuran n × n yang anti-


simetris, maka perkalian pada On berubah menjadi perkalian yang tidak komutatif.
Unsur-unsur θµν disebut parameter ketakkomutatifan. Hal ini akan mengimbas
terbentuknya suatu perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi licin pada himpunan
C ∞ (Rn , C) yang diparameterkan oleh θµν . Bentuk perkalian tersebut harus kembali
ke bentuk perkalian komutatif untuk limit θµν → 0. Ruang Rn yang menjadi ruang
basis bagi aljabar asosiatif tak komutatif (C ∞ (Rn , C), +, ?θ ), dengan (?θ ) merupakan
perkalian tak komutatif yang disebut diatas, disebut sebagai ruang Rn tak komutatif.
Menurut persamaan (II.4), ruang Rn tak komutatif sangat bergantung pada θµν , se-
hingga model ruang tak komutatif ditentukan oleh parameter θµν .
12

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, pembahasan dalam skrip-
si ini dibatasi hanya pada model ruang tak komutatif yang ditentukan oleh parameter
θµν yang merupakan suatu konstanta bernilai riil, antisimetris terhadap pertukaran
indeks, sehingga membentuk suatu matriks konstan berorde n × n. Matriks θ yang
dibentuk oleh θµν haruslah merupakan matriks yang swanilainya tidak merosot, se-
hingga mensyaratkan dimensi n bernilai genap. Hal ini disebabkan karena trθ harus
bernilai nol, sedangkan trθ berkaitan dengan jumlah swanilai matriks θ. Untuk n
yang bernilai genap dan swanilainya merosot, selalu dapat dilakukan transformasi
koordinat sedemikian sehingga terdapat pasangan-pasangan koordinat yang saling
komut. Artinya ruang yang tidak komutatif adalah Rn−2m ⊂ Rn , 2m < n. Trans-
formasi yang demikian mengakibatkan θ0 = N θN −1 dapat tereduksi, yang berarti Rn
dapat terbagi mendaji R2m yang komutatif dan Rn−2m yang tidak komutatif. Jika n
bernilai ganjil, det θ = 0. Hal ini berarti dapat diadakan transformasi koordinat yang
menyebabkan transformasi θ → θ0 dengan θ0 diagonal. Karena determinan suatu ma-
triks tidak akan berubah karena transformasi pendiagonalan, maka det θ0 = 0, yang
berarti terdapat swanilai matriks θ yang lenyap. Dengan kata lain jika n bernilai gan-
jil, maka selalu dapat diadakan transformasi koordinat yang akan mengubah matriks
θ sedemikian sehingga ruang Rn tersebut atau subruang dari Rn komutatif.

1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif

a. Ruang fase klasik (p, x) dalam bahasan mekanika kuantum Ruang fase
(p, x) merupakan ruang R2 yang tidak komutatif. Melalui penguantuman kanonik

p → p̂; x → x̂; (II.5)

[x̂, p̂] = i~, (II.6)


13

maka terbentuk aljabar operator yang dibangkitkan oleh operator-operator p̂ dan x̂


yang tidak lagi komutatif. Kaitan komutasi (II.6) mengimbas terbentuknya aljabar
fungsi-fungsi licin (C ∞ (R2 , C), +, ?M ), dengan ?M adalah perkalian Moyal (Moyal-
product) [Moyal , 1949] yang tidak lagi bersifat komutatif dan mempertahankan
struktur (II.6) di C ∞ (R2 , C) yakni

[x, p]?M := x ?M p − p ?M x = i~. (II.7)

b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Ditinjau elektron yang be-
rada pada suatu bidang (x1 , x2 ) dengan suatu vektor potensial Ai = − 21 Bij xj , i, j =
1, 2. Bentuk Lagrangan bagi sistem tersebut adalah

1 e
L = me ẋj ẋj − Bij xi ẋj , (II.8)
2 2

dengan me adalah massa elektron. Lagrangan (II.8) merupakan penggambaran suatu


sistem yang terdiri dari sebuah elektron yang berada dalam suatu medan magnet ser-
agam (uniform) yang tegak lurus bidang (x1 , x2 ). Jika tenaga kinetik elektron jauh
lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang ditimbulkan akibat interaksi elektron
tersebut dengan medan magnet, maka Lagrangan (II.8) tereduksi menjadi

e
L ≈ − Bij xi ẋj . (II.9)
2

Komponen-komponen momentum konjugat yang diperoleh dari Lagrangan (II.9) adalah

dL e
πj = j
= − Bij xi , (II.10)
dẋ 2
14

sehingga dengan penguantuman kanonis, diperoleh

e
[π̂j , x̂l ] = −~δjl = − Bij [x̂i , x̂l ], (II.11)
2

atau
2~ il
[x̂i , x̂l ] = i  . (II.12)
eB

Jika dibandingkan dengan persamaan (II.4), maka

2~ il
θil =  , i, l = 1, 2. (II.13)
eB

Hal ini berkaitan dengan aras-aras Landau.

2. Bidang Tak Komutatif

Ditinjau kasus ruang tak-komutatif yang paling sederhana yakni bidang yang
tidak komutatif dan himpunan C ∞ (R2 , C). Selanjutnya hendak dibentuk aljabar tak
komutatif (C ∞ (R2 , C), +, ?2 ), yakni dengan membentuk perkalian tak komutatif an-
tara fungsi-fungsi anggota himpunan C ∞ (R2 , C) melalui pemetaan P2−1 : O2 →
C ∞ (R2 , C). Pada kasus bidang tak komutatif, koordinat-koordinat x1 , x2 merupakan
observabel, sehingga wakilan operator liniernya x̂1 , x̂2 bersifat Hermitan. Untuk
itu ditinjau himpunan SR2 ⊂ C ∞ (R2 , C) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin
yang semua turunannya (orde berapapun) meluruh lebih cepat daripada 1/|~r|N , N =
1, 2, . . ., ketika |~r| → ∞. Setiap fungsi φ ∈ SR2 disebut sebagai fungsi yang meluruh
dengan cepat (rapidly decreasing function)[Dunford dan Schwartz , 1971]1 .
Untuk setiap φ = φ(~r) = φ(x1 , x2 ) ∈ SR2 , terdapat padanannya di ruang
1
SR2 disertai operasi penjumlahan membentuk suatu ruang vector yang dikenal sebagai ruang
fungsi Schwartz yang terdefinisikan pada R2 . Secara umum ruang fungsi Schwartz dapat didefinisikan
pada ruang RD , D = 1, 2, . . ., dan selanjutnya dilambangkan dengan SRD , D = 1, 2, . . . dengan D
adalah dimensi ruang yang menjadi domain dari tiap-tiap anggota SRD .
15

momentum-2 [Dunford dan Schwartz , 1971]

Z ∞
i
−1
1 2
φ̃(~p) = φ̃(p , p ) = h φ(~r)e− ~ p~·~r d2 x, (II.14)
−∞

dan sebaliknya φ(~r) dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik

Z ∞
i
−1
φ(~r) = h φ̃(~p)e ~ p~·~r d2 p. (II.15)
−∞

Pemetaan Ŵ := P2 |SR2 memetakan tiap anggota SR2 ke Ŵ [SR2 ] ⊂ O2 , de-


ngan perkalian pada O2 digantikan menjadi perkalian tak komutatif menurut kaitan

[x̂j , x̂k ] = iθjk , j, k = 1, 2. (II.16)

Bayangan φ di Ŵ [SR2 ] adalah

Z ∞
i j
−1
Ŵ [φ] = φ̂ = h φ̃(~p)e ~ pj x̂ d2 p. (II.17)
−∞

Jika didefinisikan operator T̂ (~p)

i j
T̂ (~p) := e ~ pj x̂ , (II.18)

maka persamaan (II.17) dapat dituliskan sebagai

Z ∞
−1
φ̂ = h φ̃(~p)T̂ (~p)d2 p. (II.19)
−∞

Bayangan balik operator φ̂ dapat diperoleh dengan menggunakan sifat-sifat


16

operator T̂ (~p), yakni

T̂ † (~p) = T̂ (−~p); (II.20)


i 0 ij
T̂ (~p)T̂ (p~0 ) = T̂ (~p + p~0 )e− 2~2 pi pj θ ; (II.21)

trT̂ (~p) = h2 δ (2) (~p). (II.22)

Persamaan (II.21) diperoleh dengan menggunakan rumus Baker-Campbell-Hausdorff,


sedangkan persamaan (II.22) dibuktikan pada lampiran A. Jika φ̂ dikalikan dari kanan
dengan T̂ † (p~0 ) dan dilanjutkan dengan mengambil trace operator φ̂T̃ † (p~0 ), diperoleh

Z ∞
i 0 jk
tr[φ̂T̂ (p~0 )] = h

φ̃(~p)e 2~2 pj pk θ δ (2) (~p − p~0 )d2 p
−∞

= hφ̃(p~0 ), (II.23)

atau
φ̃(~p) = h−1 tr[φ̂T̂ † (~p)], (II.24)

sehingga dengan menggunakan persamaan (II.15), diperoleh

Z ∞
i
−2
φ(~r) = h e ~ p~·~r tr[φ̂T̂ † (~p)]d2 p. (II.25)
−∞

Pemetaan Ŵ merupakan pemetaan bijektif dari SR2 menuju Ŵ [SR2 ]. Andaikan


Ŵ [SR2 ] subaljabar dari (O2 , +, ·) dengan perkalian pada O2 merupakan perkalian
yang tidak komutatif menurut kaitan (II.16)2 . Perkalian antara operator-operator
φ̂1 , φ̂2 , . . . , φ̂n ∈ Ŵ [SR2 ] adalah

Z ∞ Z ∞
−n
φ̂1 φ̂2 · · · φ̂n = h ··· φ̃1 (~p1 )φ̃2 (~p2 ) · · · φ̃n (~pn )
−∞ −∞

2
Asumsi ini benar jika (SR2 , +, ?2 ), dengan ?2 perkalian tak komutatif yang hendak diturunkan
bentuk eksplisitnya, merupakan suatu aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.
17

Pn n
i
plj pm
X
= e− 2~2 θlm j<k k T̂ ( p~j )d2 p1 · · · d2 p2 . (II.26)
j=1

Jika kedua ruas persamaan (II.26) dikalikan dari kanan dengan T̂ † (~p) dan diambil
nilai trace-nya, maka diperoleh

Z ∞ Z ∞
† 2−n
tr[φ̂1 φ̂2 · · · φ̂n T̂ (~p)] = h ··· φ̃1 (~p1 )φ̃2 (~p2 ) · · · φ̃n (~pn )
−∞ −∞
i Pn l m i Pn l m
×e− 2~2 θlm j<k pj pk e 2~2 θlm j=1 pj p
X n
×δ( p~j − p~)d2 p1 · · · d2 pn . (II.27)
j=1

i
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (II.27) dengan he ~ p~·~r dan dilanjutkan den-
gan pengintegralan ke seluruh nilai p1 , p2 , diperoleh

Z ∞
i
−1 −2
Ŵ [φ̂1 φ̂2 · · · φ̂n ] = h e ~ p~·~r tr[φ̂1 φ̂2 · · · φ̂n ]d2 p
Z−∞
∞ Z ∞
i
−n
= h ··· φ̃(~p1 )φ̃(~p2 ) · · · φ̃n (~pn )e ~ p~·~r
−∞ −∞
i Pn
− θ plj pm
×e 2~2 lm j<k k 2
d p1 · · · d2 pn
i Pn ∂ ∂
θ
2 lm j<k j ∂xk

= e ∂x m
φ1 (~r1 )φ2 (~r2 ) · · · φn (~rn )
l

~
r1 =···=~
rn =~
r

:= (φ1 ?2 φ2 ?2 · · · ?2 φn )(~r) (II.28)

yang merupakan definisi perkalian tak komutatif antara anggota-anggota SR2 , untuk
n=2

i lm ∂ ∂
θ

2 ∂x1 ∂x2
(φ1 ? φ2 )(~r) = e φ1 (~r1 )φ2 (~r2 )
l m

~r1 =~
r2 =~
r
∞  n
X i 1 j1 k1
= (φ1 φ2 )(~r) + θ · · · θjn kn
n=1
2 n!
∂ n φ1 ∂ n φ2
× (~
r ) )(~r), (II.29)
∂xj1 · · · ∂xjn ∂xk1 · · · ∂xkn
18

yang merupakan anggota SR2 . Dengan demikian (?2 ) merupakan operasi biner pa-
da SR2 . Karena menurut persamaan (II.28) perkalian (?2 ) bersifat asosiatif, maka
(SR2 , +, ?2 ) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.
Hal ini juga membuktikan kebenaran asumsi bahwa Ŵ [SR2 ] merupakan subaljabar
dari (O2 , +, ·). Karena Ŵ = P2 |SR2 dan P2 bersifat bijektif, maka perkalian (?2 )
merupakan perkalian tak komutatif pada C ∞ (R2 , C) sehingga terbentuklah aljabar
(C ∞ (R2 , C), +, ?2 ) yang asosiatif dan tidak komutatif di atas lapangan kompleks.
Perkalian (?2 ) disebut sebagai perkalian-bintang (star-product) yang terdefinisikan
pada bidang R2 tak komutatif.

3. Ruang Minkowski Tak Komutatif

Penurunan bentuk perkalian-bintang yang terdefinisikan pada bidang R2 di-


lakukan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mekanika kuantum koordinat-koordinat
xj merupakan observabel yang berarti memiliki wakilan operator linier yang Hermi-
tan di ruang Hilbert H. Penjabaran konsep ruang-waktu R4 tak komutatif yang diiku-
ti dengan pendefinisian perkalian-bintang pada ruang-waktu R4 analog dengan pen-
jabaran konsep bidang tak komutatif. Tetapi hal ini terkendala oleh kenyataan bahwa
dalam bahasan mekanika kuantum waktu bukanlah observabel melainkan suatu pa-
rameter, sehingga tidak terdapat operator linier yang Hermitan bagi waktu3 . Dalam
pembahasan teori medan, waktu dan ruang bukan lagi suatu observabel melainkan su-
atu parameter, sehingga dapat dilakukan pembentukan ruang-waktu yang tidak komu-
tatif dengan memperkenalkan operator-operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert
3
Kedudukan waktu dalam mekanika kuantum masih menjadi perdebatan hingga kini. Beberapa
fisikawan (salah satunya adalah Goswami. Hal ini dapat diacu pada [Goswami , 1997]) menyatakan
tidak terdapat operator waktu. Namun andaikan waktu merupakan suatu observabel keberadaan op-
erator linier yang hermitan bagi observabel waktu tidak dimungkinkan secara matematis [Dwandaru
dkk , 2004].
19

H bagi parameter ruang-waktu xµ yang mematuhi kaitan komutasi

[x̂µ , x̂ν ] = iθµν , µ, ν = 0, 1, 2, 3. (II.30)

Kuantitas θµν merupakan komponen suatu tensor kontravarian antisimetris dengan


rank 2 yang [L]2 ([L] adalah dimensi observabel/besaran panjang).
Kaitan komutasi pada persamaan (II.30) menyebabkan aljabar (O4 , +, ·) di
atas lapangan kompleks tidak lagi komutatif, dan melalui pemetaan P4−1 ketidakko-
mutatifan aljabar (O4 , +, ·) mengimbas terbentuknya aljabar (C ∞ (R4 , C), +, ?) yang
tidak komutatif di atas lapangan kompleks, dengan perkalian (?) adalah perkalian tak
komutatif yang hendak dicari bentuk eksplisitnya. Untuk mencari bentuk eksplisit
perkalian (?) dilakukan penurunan yang analog dengan penurunan bentuk eksplisit
perkalian-bintang pada bidang R2 tak komutatif.
Ditinjau SR4 ⊂ C ∞ (R4 , C), di mana setiap ψ = ψ(x) = ψ(~r, t) ∈ SR4
mempunyai padanan di ruang k berdimensi 4 yang diperoleh melalui transformasi
Fourier
Z ∞
−2 µ
ψ̃(k) = (2π) ψ(x)e−ikµ x d4 x, (II.31)
−∞

dan ψ(x) dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik dari ψ̃(k)

Z ∞
−2 µ
ψ(x) = (2π) ψ̃(k)eikµ x d4 k. (II.32)
−∞

Dengan adanya pemetaan Ŵ4 := P4 |SR4 , maka bayangan ψ(x) di Ŵ4 [SR4 ] ⊂ O4
adalah
Z ∞
−2 µ
ψ̂ = Ŵ4 [ψ] = (2π) ψ̃(k)eikµ x d4 k, (II.33)
−∞
20

dan bayangan baliknya di SR4 adalah

Z ∞
µ
Ŵ4−1 [ψ̂] = ψ(x) = (2π) −4
eikµ x tr[ψ̂ T̂ † (k)]d4 k, (II.34)
−∞

dengan operator T̂ (k) didefinisikan sebagai

µ
T̂ (k) := eikµ x̂ (II.35)

yang memiliki sifat-sifat yang mirip dengan T̂ (~p) = T̂ (p1 , p2 ) pada persamaan (II.20),
(II.21), dan (II.22), yakni

T̂ † (k) = T̂ (−k); (II.36)


i µν k 0
T̂ (k)T̂ (k 0 ) = T̂ (k + k 0 )e− 2 θ µ kν
; (II.37)

tr[T̂ (k)] = (2π)4 δ (4) (k). (II.38)

Persamaan (II.38) merupakan analogi sifat pada persamaan (II.22) [Sochichiu , 2004].
Perkalian tak komutatif (?) pada SR4 didefinisikan sebagai

Ŵ4−1 [ψ̂1 ψ̂2 · · · ψ̂n ] := ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψn


Z ∞
µ
= (2π)4
eikµ x tr[ψ̂1 ψ̂2 · · · ψ̂n T̂ † (k)]d4 k
−∞
i Pn ∂ ∂
θ
2 µν j<k j k

∂xµ ∂xν
= e ψ1 (x1 )ψ2 (x2 ) · · · ψn (xn ) ,

x1 =...=xn =x

(II.39)

sehingga untuk n = 2, diperoleh hasil yang serupa dengan (II.29)

i µν ∂

θ ∂xµ ∂y∂ν
(ψ1 ? ψ2 )(x) = e ψ1 (x)ψ2 (y)
2

x=y
21

∞  n
X i 1 µ1 ν 1 µ2 ν 2
= (ψ1 ψ2 )(x) + θ θ · · · θ µn ν n
n=1
2 n!
∂ n ψ1 ∂ n ψ2
× (x) (x). (II.40)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn

Persamaan (II.40) menyatakan bahwa ψ1 ? ψ2 ∈ SR4 , dan dari persamaan (II.39)


jelas bahwa (SR4 , +, ?) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan
kompleks. Dengan memberlakukan perkalian (?) pada C ∞ (R4 , C) ⊃ SR4 , diper-
oleh aljabar asosiatif tak komutatif (C ∞ (R4 , C), +, ?) dengan (SR4 , +, ?) subaljabar
dari (C ∞ (R4 , C), +, ?). Perkalian (?) disebut sebagai perkalian-bintang yang didefin-
isikan pada ruang-waktu R4 . Suatu ruang yang menjadi basis bagi aljabar asosiatif
yang tak komutatif itu disertai dengan metrik Minkowski disebut ruang Minkowski
tak komutatif.

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang

Menurut persamaan (II.40) jelas bahwa untuk setiap f, g ∈ C ∞ (R4 , C) berlaku

(f ? g)∗ (x) = (g ∗ ? f ∗ )(x). (II.41)

Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan persamaan (II.39) diperoleh

Z ∞
ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψn d4 x = tr[ψ̂1 ψ̂2 · · · ψ̂n ]. (II.42)
−∞

Karena nilai trace dari perkalian operator-operator invarian terhadap permutasi siklis

tr[ψ̂1 ψ̂2 · · · ψ̂n ] = tr[ψ̂π(1) ψ̂π(2) · · · ψ̂π(n) ], ∀π permutasi siklis, (II.43)


22

maka

Z ∞ Z ∞
4
ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψn d x = ψπ(1) ? ψπ(2) ? · · · ? ψπ(n) d4 x, ∀π permutasi siklis,
−∞ −∞
(II.44)
dengan ψj ∈ SR4 , j = 1, 2, . . . , n. Khusus untuk n = 2 berlaku

∞ ∞ ∞  n
1 ∞ µ1 ν 1
Z Z Z
4
X i
4
ψ1 ? ψ2 d x = ψ1 ψ2 d x + θ · · · θ µn ν n
−∞ −∞ n=1
2 n! −∞

∂ n ψ1 ∂ n ψ2
× µ1 µn ∂xν1 · · · ∂xνn
d4 x
∂x
Z ∞ · · · ∂x
= ψ1 ψ2 d4 x, (II.45)
−∞

karena


∂ n ψ1 ∂ n ψ2
Z
θ µ 1 ν 1 · · · θ µ n ν n µ1 =
−∞ ∂x · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn
Z ∞
∂ n−1 ψ1 ∂ n ψ2
 
µ1 ν1 µn ν n ∂
θ ···θ µ1 µ2 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn
d4 x
−∞ ∂x ∂x
Z ∞
∂ n−1 ψ1 ∂ n+1 ψ2
− θ µ1 ν 1 · · · θ µn ν n µ 2 µ µ ν ν
d4 x
−∞ ∂x · · · ∂x ∂x ∂x · · · ∂x
n 1 1 n

=0 (II.46)

dengan menerapkan hukum Gauss pada ruang berdimensi 4 dan menggunakan sifat
θµν yang antisimetris terhadap pertukaran indeks.
Untuk fungsi-fungsi licin yang terdefinisikan pada ruang berdimensi 4 dan
terintegralkan secara mutlak, serta padanannya di ruang k yang berdimensi 4 juga
merupakan fungsi licin, maka

Z ∞ Z ∞ Z ∞
i µν Pn j k
4
f1 ? f2 ? · · · ? fn d x = ··· f˜1 (k1 )f˜2 (k2 ) · · · f˜n (kn )e− 2 θ j<k kµ kν
−∞ −∞ −∞
Xn
4 (4)
×(2π) δ ( k)d4 k1 · · · d4 kn ∈ C, (II.47)
j=1
23

i µν
Pn j k
karena faktor e− 2 θ j<k kµ kν
hanyalah suatu faktor fase belaka. Jika fˆj = P4 [fj ],
maka
Z ∞
tr[fˆ1 fˆ2 · · · fˆn ] = f1 ? f2 ? · · · ? fn d4 x (II.48)
−∞

ada, sehingga persamaan (II.44) juga berlaku untuk fungsi-fungsi licin anggota him-
punan (C ∞ (R4 , C) yang terintegralkan secara mutlak dan padanannya di ruang k
berdimensi 4 juga merupakan fungsi-fungsi licin. Selain itu, untuk n = 2

Z ∞ Z ∞ Z ∞
i µ ν
f1 ? f2 d x = 4
e− 2 θµν k1 k2 f˜1 (k1 )f˜2 (k2 )
−∞ −∞ −∞

×(2π) d k1 d4 k2 4 4
Z ∞
= f˜1 (k1 )f˜2 (−k1 )d4 k1
Z−∞

= f1 f2 d4 x. (II.49)
−∞

Jika ϕ ∈ C ∞ (R4 , C) terintegralkan secara mutlak tetapi wakilannya di ruang


k berdimensi 4 tidak licin, sifat persamaan (II.48) dan (II.49) tidak berlaku. Hal inilah
yang telah dikemukakan pada bab I.
Bentuk yang akan banyak dipakai dalam pembahasan mengenai medan Klein-
Gordon dan medan Dirac adalah komutator-bintang [·, ·]? dan antikomutator-bintang
{·, ·}? . Komutator-bintang dan antikomutator-bintang antara f, g ∈ C ∞ (R4 , C) adalah

 
1 µν ∂ ∂
[f, g]? (x) = 2i sin θ f (x)g(y) , (II.50)

2 ∂xµ ∂y ν x=y

dan
 
1 µν ∂ ∂
{f, g}? (x) = 2 cos θ f (x)g(y) . (II.51)

2 ∂xµ ∂y ν x=y
BAB III

FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKUPAN

Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif se-
bagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi ko-
mutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori
medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan
perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang
(star-product) yang tidak komutatif. Pada persamaan (II.39) dan (II.40) tampak bah-
wa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai
orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut pa-
da suatu medan dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan
terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai
teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan
membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu
medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan ser-
ta perumuman definisi beberapa kuantitas atau observabel yang biasa dibahas dalam
teori Lagrangan medan yang biasa.

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum

Suatu aksi I didefinisikan sebagai berikut:

Z t2
I= Ldt, t2 > t1 , (III.1)
t1

24
25

dengan L = L(qi , q̇i , t) adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis
tertentu. Dalam Lagrangan L tersebut, qi adalah koordinat umum dan t adalah waktu,
yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem
yang digambarkan oleh Lagrangan L berevolusi dari saat t1 sampai t2 sedemikian
sehingga I mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip aksi terkecil
(the principle of least action). Penerapan prinsip ini menghasilkan persamaan Euler-
Lagrange
∂L d ∂L
− = 0. (III.2)
∂qi dt ∂ q̇i

Dalam teori medan, peranan koordinat umum qi dan turunan pertamanya ter-
∂ψ
hadap waktu, q̇i , digantikan oleh medan ψ dan ∂xµ
= ( 1c ∂ψ
∂t
, ∇ψ), di mana ψ gayut
pada x = (ct, ~r). Dengan demikian x dipandang sebagai parameter pada Lagrangan.
Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

qi (t) → ψ(x);
∂ψ
q̇i (t) → ∂xµ
(x);
t → xµ .

Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan
L meliputi suatu daerah Ω pada ruang konfigurasi R3 [Goldstein , 1980]

Z
L= Ld3 x, (III.3)

∂ψ µ
dengan L = L(ψ, ∂xµ , x ). Substitusi persamaan (III.3) ke dalam persamaan (III.1)

menghasilkan
Z
I= Ld4 x, (III.4)
R

dengan R adalah suatu daerah integrasi pada ruang berdimensi empat yang dibatasi
26

oleh ∂R. Dengan menerapkan prinsip aksi terkecil, maka diperoleh persamaan
Euler-Lagrange untuk suatu medan ψ diberikan oleh
( )
∂L ∂ ∂L
− µ ∂ψ
= 0. (III.5)
∂ψ ∂x ∂( ∂xµ)

Berbagai persamaan fisika (yang merupakan persamaan-persamaan medan) dapat di-


turunkan dari persamaan (III.5) dengan membentuk suatu rapat Lagrangan L tertentu.
Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya
sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal sela-
ma ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya
pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat
Lagrangan L dapat merupakan suatu fungsi dari medan ψ serta turunan-turunannya
2 n
hingga orde ke-n, L = L(ψ, ∂x∂ψµ1 , ∂xµ∂1 ∂x
ψ ∂ ψ ν
µ2 , . . . , ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµn , x ). Dengan demikian

aksi I dapat dituliskan sebagai

∂2ψ ∂ nψ
Z
∂ψ
I= L(ψ, , , . . . , , xν )d4 x. (III.6)
R ∂xµ1 ∂xµ1 ∂xµ2 ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµn

Ketika aksi I mencapai ekstrim maka I tidak berubah jika diadakan variasi infinites-
imal

xµ → x0ν = xν + δxν

(III.7)

ψ(x) → ψ 0 (x) = ψ(x) + δψ

yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunan ψ

∂j ψ
(x) →
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
27

∂ j ψ0 ∂j ψ ∂j ψ
(x) = (x) + δ ,
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
(III.8)

j
dengan j = 1, 2, . . . , n, serta dengan menyertakan syarat δxν = δψ = δ ∂xµ1∂···∂x
ψ
µj =

0 di ∂R, maka variasi aksi adalah

∂ψ 0 ∂ nψ0
Z
δI = L(ψ 0 , µ1 , . . . , µ1 µ2 µn
, x0ν )d4 x0
R ∂x ∂x ∂x · · · ∂x
∂ nψ
Z
∂ψ
− L(ψ, µ1 , . . . , µ1 µ2 µn
, xν )d4 x. (III.9)
R ∂x ∂x ∂x · · · ∂x

Karena d4 x0 = J(x0 /x)d4 x, dengan J(x0 /x) adalah Jacobian untuk transformasi x →
x0 , dan
∂x0ν ν ∂δxν
= δλ + , (III.10)
∂xλ ∂xλ

maka ([Ryder , 1996] p.83-84)

 0  0ν 
x ∂x ∂δxν
J = det = 1 + . (III.11)
x ∂xλ ∂xν

Dengan demikian persamaan (III.9) menjadi

∂δxν
Z  
δI = δL + L ν d4 x
R ∂x
n
( )
Z  j
∂L X ∂L ∂ ψ
= δψ + jψ δ µ 1 µ2
R ∂ψ j=1 ∂( ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj ) ∂x ∂x · · · ∂xµj

∂δxν 4

∂L ν
+ ν δx + L ν d x. (III.12)
∂x ∂x

j ∂ j δψ
Karena δ ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj = ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj
, maka

n
X ∂L ∂ j δψ
j µ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
=
j=1 ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂x
µj ) ∂x
28

j
n
( )
k−1

X X ∂ ∂ ∂L
(−1)k−1 µ
j=1
∂x k ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂µj 2ψ µj )
k=1 ∂x ∂x ···∂x
( ) !
∂ j−k δψ j

∂ ∂L
× + (−1)j µ1 µ2 δψ ,
∂xµk+1 · · · ∂xµj ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( µ1 ∂µj 2ψ µj )
∂x ∂x ···∂x
(III.13)

sehingga

Z " n j
 #
∂L X ∂ ∂L
δI = + (−1)j µ1 µ2 µj ∂j ψ
δψd4 x
R ∂ψ ∂x ∂x · · · ∂x ∂( µ )
j=1 ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂x j
j
n X
( )
Z X k−1

∂ ∂ ∂L
+ (−1)k−1 µ
R j=1 k=1
∂x k ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂µj 2ψ µj )
∂x ∂x ···∂x
j−k
 
∂ ψ ∂
×δ µ µ
+ (Lδxν ) d4 x. (III.14)
∂x k+1 · · · ∂x j ∂xν

Integral terakhir pada persamaan (III.14) lenyap dengan menggunakan teorema Gauss
pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah

Z ( n
!)
∂L X ∂j ∂L
δI = + (−1)j µ1 µ2 j δψd4 x
R ∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
(III.15)
yang harus lenyap untuk sembarang δψ dan R. Agar hal tersebut tercapai, maka in-
tegrand persamaan (III.15) harus bernilai nol, sehingga diperoleh persamaan Euler-
Lagrange yang diperumum yakni

n
( )
∂L X ∂j ∂L
+ (−1)j µ1 µ2 j = 0. (III.16)
∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )

∂ψ ν
Untuk n = 1, yang berarti L = L(ψ, ∂xν , x ), persamaan (III.16) akan kembali ke

bentuk persamaan (III.5).


29

2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu


Medan Yang Diperumum

Pada bagian sebelumnya telah dibahas prinsip aksi terkecil yang diterapkan
dalam penurunan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum. Persamaan Euler-
Lagrange yang diperumum pada akhirnya akan menghasilkan persamaan-persamaan
medan yang menggambarkan dinamika suatu medan. Dengan demikian persamaan
Euler-Lagrange yang diperumum ekivalen dengan persamaan-persamaan medan terse-
but, dengan kata lain persamaan Euler-Lagrange yang diperumum menggambarkan
dinamika suatu medan. Prinsip aksi terkecil selain menghasilkan (III.16) juga dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai kesetangkupan dan teorema Noether.
Suatu sistem fisis digambarkan oleh rapat Lagrangan L dan aksi I yang saling
terkait oleh persamaan (III.6). Suatu sistem fisis dikatakan setangkup terhadap su-
atu transformasi jika transformasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada per-
samaan yang menggambarkan dinamika medan. Hal ini dapat terpenuhi jika aksi I
invarian terhadap transformasi yang berkaitan. Teorema Noether mengatakan bahwa
kesetangkupan suatu sistem fisis terhadap suatu transformasi berkaitan dengan
keberadaan suatu kuantitas yang lestari. Dalam telaah berikut akan ditunjukkan
bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi dari prinsip aksi terkecil.
Ditinjau persamaan (III.6) dengan R sembarang daerah integrasi pada ruang
j
berdimensi empat. Selain itu persyaratan δxν = δψ = δ ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj = 0 di ∂R
tidak lagi diberlakukan. Dengan demikian persamaan (III.14) menjadi

Z " n
( )#
∂L X ∂j ∂L
δI = + (−1)j µ1 µ2 j δψd4 x
R ∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
j
n X
( )
∂ k−1
Z
X
k−1 ∂L
+ (−1) j
j=1 k=1 ∂R ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
30

∂ j−k δψ
Z
× µ dσµk + Lδxν dσν .
∂x k+1 · · · ∂xµj ∂R

Karena untuk setiap nilai k integrasi kedua meliputi daerah ∂R yang sama dan juga
karena µk merupakan indeks boneka (dummy indices), maka dapat di-set dσµ1 =
dσµ2 = · · · = dσµk = dσα dengan mengadakan pertukaran indeks µk dengan α,
sehingga persamaan di atas menjadi

Z " n
( )#
∂L X ∂j ∂L
δI = + (−1)j µ1 µ2 j δψd4 x
R ∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
j
n X
( )
∂ k−1
Z X ∂L
+ (−1)k−1 µ1 µ2 j
∂R j=1 k=1 ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂xµ1 ···∂xµk−1 )
∂xα ···∂xµj

∂ j−k δψ
Z
× µ dσα + Lδxν dσν . (III.17)
∂x k+1 · · · ∂xµj ∂R

Jika suatu sistem fisis setangkup terhadap transformasi (III.7) dan (III.8), maka per-
samaan (III.16) tetap berlaku sehingga

Z " n
( )#
∂L X ∂j ∂L
+ (−1)j µ1 µ2 j δψd4 x = 0.
R ∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
(III.18)
∂j ψ
Medan ψ dan turunan-turunannya ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj
selain mengalami transformasi

ψ → ψ + δψ
∂j ψ ∂j ψ j

∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj


→ ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj
+ δ ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj
∂j ψ ∂ j δψ
= ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj
+ ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj

juga akan tertransformasi karena transformasi ruang-waktu xν → xν + δxν . Akibat-


∂j ψ
nya terdapat variasi total untuk ψ dan ∂xµ1 ∂xµ2 ···∂xµj
sebagai berikut

∂ψ ν
∆ψ = ψ 0 (x0 ) − ψ(x) = δψ + δx
∂xν
31

∂j ψ ∂ j ψ0 0 ∂j ψ
∆ = (x ) − (x)
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
∂j ψ ∂j ψ


= δ µ1 µ 2 + ν δxν .
∂x ∂x · · · ∂xµj ∂x ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
(III.19)

Dengan mensubstitusikan persamaan (III.18) ke dalam persamaan (III.17) dan meng-


gunakan persamaan (III.19), maka persamaan (III.17) menjadi

j
n X
( )
k−1
Z X
∂ ∂L
δI = (−1)k−1 µ1 µ2
∂R j=1 k=1
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂ j ψα µj )
∂x ···∂x ···∂x
n j
∂ j−k ψ
 XX
×∆ µ − (−1)k−1
∂x k+1 · · · ∂xµj j=1 k=1
( )
∂ k−1 ∂ j−k ψ
 
∂L ∂
× µ 1 µ2
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂ j ψα µj ) ∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµj
∂x ···∂x ···∂x
 
−Lδ αν δxν dσα . (III.20)

Dengan mendefinisikan

j
n X
( )
k−1
X ∂ ∂L
T να = (−1)k−1 j
j=1 k=1
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂xµ1 ···∂xα ···∂xµj )

∂ j−k ψ
 

× ν − Lδ αν (III.21)
∂x ∂xµk+1 · · · ∂xµj

sebagai tensor energi-momentum, maka persamaan (III.20) dapat dituliskan sebagai


berikut:

j
n X
( )
∂ k−1
Z X
∂L
δI = (−1)k−1 µ1 µ2 j
∂R j=1 k=1
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )
∂ j−k ψ

µk ν
×∆ µ − T ν δx dσµk . (III.22)
∂x k+1 · · · ∂xµj
32

Kesetangkupan suatu sistem fisis mensyaratkan bahwa I tidak berubah oleh


transformasi (III.7) dan (III.8), yang berarti I tetap memenuhi prinsip aksi terkecil,
akibatnya
δI = 0. (III.23)

Dengan menggunakan teorema Gauss serta persamaan (III.23) dan (III.22) diperoleh

Z  n j k−1
( )
∂ XX ∂ ∂L
(−1)k−1 µ1 µ2
R ∂x α
j=1 k=1
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂ j ψα µj )
∂x ···∂x ···∂x
j−k

∂ ψ
×∆ µ − T να δxν d4 x = 0. (III.24)
∂x k+1 · · · ∂xµj

Karena R sembarang, maka integrand persamaan (III.24) harus lenyap, sehingga


diperoleh persamaan kontinuitas berikut:

 n j k−1
( )
∂ XX ∂ ∂L
(−1)k−1 µ1 µ2
∂xα j=1 k=1 ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂ j ψα µj )
∂x ···∂x ···∂x
j−k

∂ ψ
×∆ µ − T να δxν = 0. (III.25)
∂x k+1 · · · ∂xµj

Pengintegralan terhadap kedua ruas pada persamaan (III.25) meliputi seluruh ruang
konfigurasi menghasilkan

Z  n j
∞ k−1
( )
∂ XX ∂ ∂L
0 = (−1)k−1 µ1 µ2
−∞ ∂x α
j=1 k=1
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( µ1 ∂ j ψα µj )
∂x ···∂x ···∂x
∞ n j
∂ j−k ψ
 Z 
α ν 3 d XX
×∆ µ µ
− T ν δx d x = 0 (−1)k−1
∂x k+1 · · · ∂x j dx −∞ j=1 k=1
( )
∂ k−1 ∂L
× µ 1 µ2 ∂j ψ
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( 0 µ1 µk−1 )
∂x ∂x ···∂x ∂xµk+1 ···∂xµj
j−k

∂ ψ
×∆ µ − T ν0 δxν d3 x. (III.26)
∂x k+1 · · · ∂xµj
33

Pada langkah terakhir suku berikutnya lenyap dengan menggunakan teorema Gauss
pada ruang berdimensi tiga dan diasumsikan integrand suku tersebut lenyap di |~r| →
∞. Karena x0 = ct, akhirnya diperoleh

j
n X
( )

∂ k−1
Z X
d k−1 ∂L
(−1) j
dt−∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k ψ

1 0 ν 3
×∆ µ − T ν δx d x = 0. (III.27)
∂x k+1 · · · ∂xµj c

Persamaan (III.27) menunjukkan terdapatnya suatu besaran yang lestari akibat ke-
setangkupan terhadap transformasi yang digambarkan oleh persamaan (III.7) dan
(III.8). Dengan demikian tampak bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi
dari prinsip aksi terkecil.

3. Homogenitas Ruang-Waktu

Jika transformasi (III.7) merupakan suatu translasi,

x ν → x ν + aν ;

δxν = aν , (III.28)

maka medan ψ mengalami transformasi

ψ → ψ0

dengan
∂ψ
ψ 0 (x) = ψ(x) − aν ,
∂xν

yang berarti
∂ψ
δψ = −aν . (III.29)
∂xν
34

Turunan-turunan medan ψ juga mengalami transformasi serupa

∂j ψ ∂j ψ ν ∂ ∂j ψ
→ − a ,
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xν ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj

yang berarti

∂j ψ ν ∂ ∂j ψ
δ = −a . (III.30)
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xν ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj

Jika persamaan (III.29) dan (III.30) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.19),


diperoleh
∂j ψ
∆ψ = 0 = ∆ . (III.31)
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj

Karena hukum fisika harus berlaku sama di mana-mana menandakan bah-


wa ruang-waktu bersifat homogen, dengan demikian translasi (III.28) tidak menye-
babkan perubahan rapat Lagrangan L dan aksi I, yang berarti persamaan (III.27)
berlaku. Dengan mensubstitusi persamaan (III.28) dan (III.31) ke dalam persamaan
(III.27) diperoleh
Z ∞
d1
T ν0 d3 x = 0, (III.32)
dt c −∞

dengan kuantitas yang lestari adalah

Z ∞
1
Pν = T ν0 d3 x. (III.33)
c −∞

Kuantitas ini didefinisikan sebagai momentum-4 kovarian dari medan ψ. Pendefin-


isian ini dapat dipertegas sebagai berikut: kuantitas lestari yang menyertai kese-
tangkupan terhadap suatu translasi ruang-waktu adalah momentum-4. Kompo-
35

nen ν = 0 dari Pν adalah

j
n X
( )

∂ k−1
Z X
1 ∂L
P0 = ∂j ψ
c −∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( )
j=1 k=1 ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k ψ
  

×(−1)k−1 − L d3 x
∂t ∂xµk+1 · · · ∂xµj
1
= H, (III.34)
c

dengan didefinisikannya tenaga total atau Hamiltonan medan ψ sebagai

Z ∞
H= T 00 d3 x. (III.35)
−∞

Integrand persamaan (III.35) merupakan rapat Hamiltonan medan ψ. Sedangkan


komponen ν = i dari Pν adalah

j
n X
( )

∂ k−1
Z X ∂L
Pi = (−1)k−1 µ1 µ2 j
−∞ j=1 k=1 ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k ψ
 

× i µ µ
d3 x, (III.36)
∂x ∂x k+1 · · · ∂x j

yang merupakan momentum-3 kovarian medan ψ. Kuantitas 1c T i0 didefinisikan seba-


gai rapat momentum medan ψ. Dengan demikian kesetangkupan terhadap translasi
ruang-waktu membawa konsekuensi berlakunya hukum kelestarian momentum-4.
Kelestarian momentum dan tenaga medan ψ disebabkan karena medan ψ tidak
berinteraksi dengan lingkungan luar, dengan kata lain sistem yang ditinjau adalah
suatu sistem yang tertutup. Setiap rapat Lagrangan yang tidak gayut pada xν secara
eksplisit tidak akan berubah terhadap translasi (III.28), sehingga aksi yang berkaitan
dengan rapat Lagrangan tersebut juga tidak berubah terhadap translasi (III.28). Hal
ini berarti bahwa setiap rapat Lagrangan L yang tidak gayut pada xν secara eksplisit
menggambarkan suatu sistem yang tidak berinteraksi dengan lingkungan luar.
36

4. Isotropi Ruang

Ditinjau suatu sistem yang mengalami rotasi sehingga suatu titik A dengan
vektor posisi ~r berubah posisinya menjadi r~0 . Jika rotasi tersebut infinitesimal dan
dilakukan mengitari suatu sumbu yang sejajar dengan vektor satuan ~n dengan sudut
rotasi sebesar δφ, maka rotasi infinitesimal tersebut dapat dituliskan sebagai

r~0 = ~r + δφ~n × ~r, (III.37)

yang berarti
δ~r = δφ~n × ~r. (III.38)

Komponen-komponen δ~r adalah

δxk = δφijk ni xj . (III.39)

Karena rotasi merupakan subgrup dari grup Lorentz, persamaan (III.39) dapat dit-
uliskan secara umum sebagai

δxν = δφναβ nα xβ . (III.40)

Pada persamaan (III.40) δφ merupakan parameter suatu transformasi Lorentz infinites-


imal. Untuk suatu rotasi, maka δφ merupakan sudut rotasi infinitesimal. Transformasi
(III.37) menyebabkan medan ψ mengalami transformasi menjadi ψ 0 yang dinyatakan
sebagai
∂ψ 1
ψ 0 (x) = ψ(x) − δφναβ nα xβ ν
+ δφναβ nα Rνβ ψ(x).
∂x 2

Koefisien Rαβ ditentukan oleh sifat medan ψ terhadap transformasi Lorentz serta
bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks. Perubahan yang dialami oleh medan
37

ψ adalah

∂ψ 1
δψ = −δφναβ nα xβ + δφναβ nα Rνβ ψ
∂xν 2
∂ψ 1
= −ναβ nα gβλ xλ ν + δφναβ nα Rνβ ψ, (III.41)
∂x 2

yang mengimbas transformasi bagi turunan-turunan medan ψ sebesar

∂j ψ ∂ j δψ
δ =
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
j
ναβ
X ∂j ψ
= − nα ( gβµk
k=1
∂xν ∂xµ1 · · · ∂xµk−1 ∂xµk+1 · · · ∂xµj
∂ j+1 ψ 1 ∂ j Rνβ ψ
+xβ − ).
∂xν ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj 2 ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj
(III.42)

Dari persamaan (III.41), (III.42), dan (III.19) diperoleh

1
∆ψ = δφναβ nα Rνβ ψ (III.43)
2

dan

j
∂j ψ X ∂j ψ
∆ µ1 µ 2 = −( gβµk
∂x ∂x · · · ∂xµj k=1
∂xν ∂xµ1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj
1 ∂ j Rνβ ψ
− )δφναβ nα . (III.44)
2 ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµj

Ruang yang isotrop menyebabkan I tidak berubah terhadap transformasi (III.40), se-
hingga menghasilkan kuantitas yang lestari, yakni

j
n X
( )

∂ k−1
Z X
∂L
δφ (−1)k−1 µ1 µ2 j
−∞ ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµl−1 )
j=1 k=1 ∂xµl+1 ···∂xµj
38

j
ναβ
X ∂ j−k ψ
× nα (− gβµl
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj
∂ j−k Rνβ ψ

1 1 0 ναβ
+ ) − Tν  nα xβ d3 x. (III.45)
2 ∂xmuk+1 · · · ∂xµj c

Karena
1
ναβ nα xβ = ραβ nα (δ νρ xβ − δ νβ xρ ) (III.46)
2

dan
1
ναβ nα gβµl = ραβ nα (δ νρ gβµl − δ νβ gρµl ) (III.47)
2

maka bentuk (III.45) dapat dituliskan sebagai dapat dituliskan sebagai

j
n X
( )

∂ k−1
Z  X
∂L
(−1)k−1 µ1 µ2 j
−∞ ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj
j
X ∂ j−k ψ
× (δ νβ gρµl − δ νρ gβµl )
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj

1 0 0
+ (xρ T β − xβ T ρ )
c
j
n X
( )
k−1
X ∂ ∂L
+ (−1)k−1 µ1 µ2 ∂j ψ
∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂( )
j=1 k=1 ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k Rρβ ψ

1
× µ µ
δφραβ nα d3 x. (III.48)
∂x k+1 · · · ∂x j 2

Dengan mensubstitusi (III.48) ke dalam persamaan (III.47) diperoleh

d
ραβ nα Jρβ = 0 (III.49)
dt

dengan

j
n X
( )

∂ k−1
Z  X
∂L
Jρβ = j
−∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj
39

j
k−1
X ∂ j−k ψ
×(−1) (δ νβ gρµl − δ νρ gβµl )
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj

1 0 0
+ (xρ T β − xβ T ρ )
c
j
n X
( )
k−1
X ∂ ∂L
+ (−1)k−1 µ1 µ2 µ ∂j ψ
∂x ∂x · · · ∂x k−1
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k Rρβ ψ

× µ d3 x. (III.50)
∂x k+1 · · · ∂xµj

Agar persamaan (III.49) berlaku untuk sembarang nα = gακ nκ , maka

d
Jρβ = 0. (III.51)
dt

Selanjutnya Jρβ dapat diuraikan menjadi

Jρβ = Mρβ + Sρβ (III.52)

dengan

j
n X
( )

∂ k−1
Z X
∂L
Mρβ = j
−∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj
j
k−1
X ∂ j−k ψ
×(−1) (δ νβ gρµl − δ νρ gβµl )
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj

1
+ (xρ T β − xβ T ρ ) d3 x
0 0
(III.53)
c

dan

j
n X
( )

∂ k−1
Z X ∂L
Sρβ = (−1)k−1 µ1 µ2 j
−∞ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k Rρβ ψ
× µ µ
d3 x (III.54)
∂x k+1 · · · ∂x j
40

yang masing-masing antisimetris terhadap pertukaran indeks ρ dan β, sehingga Jρβ


juga antisimetris terhadap pertukaran indeks.
Kuantitas Mρβ berkaitan dengan momentum sudut orbital medan ψ, sedan-
gkan Sρβ yang gayut pada sifat medan ψ terhadap transformasi Lorentz berkaitan
dengan momentum sudut intrinsik medan ψ. Dari persamaan (III.53) tampak bahwa
Mρβ masih dapat diuraikan menjadi komponen yang gayut pada koordinat ruang dan
waktu
Z ∞
1
Mρβ = (xρ T β0 − xβ T ρ0 )d3 x, (III.55)
−∞ c

serta komponen yang tidak gayut pada koordinat ruang dan waktu

j
n X
( )

∂ k−1
Z X ∂L
Kρβ = (−1)k−1 µ1 µ2 j
−∞ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj
j
X ∂ j−k ψ
× (gρµl δ νβ − gβµl δ νρ ) d3 x. (III.56)
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµn

Dengan demikian Jρβ dapat dituliskan sebagai

Jρβ = Kρβ + Mρβ + Sρβ . (III.57)

Bentuk penulisan terakhir akan mempermudah pembahasan dalam bab-bab selanjut-


nya.
Komponen-komponen Jρβ berkaitan dengan transformasi Lorentz, yakni Jρβ
merupakan kuantitas yang lestari terhadap transformasi Lorentz. Komponen ruang
Jjk , j, k = 1, 2, 3 berkaitan dengan transformasi yang berupa suatu rotasi, dan meru-
pakan momentum sudut total medan ψ. Kuantitas Mjk merupakan momentum sudut
orbital sedangkan Sjk yang gayut terhadap Rjk merupakan momentum sudut intrin-
sik (spin?) medan ψ. Dari uraian di atas tampak bahwa Mρβ = Kρβ + Mρβ , dan
komponen ruangnya Mjk = Kjk + Mjk . Suku Kjk yang tidak gayut pada koor-
41

dinat ruang merupakan akibat perumuman rapat Lagrangan L yang dituliskan pada
persamaan (III.6) dan akan lenyap bila rapat Lagrangan hanya gayut pada ψ dan tu-
runan orde pertamanya. Dengan demikian Jjk yang merupakan kuantitas yang lestari
jika terdapat kesetangkupan terhadap suatu rotasi didefinisikan sebagai momentum
sudut total medan, atau dapat dikatakan bahwa kuantitas lestari yang menyertai
kesetangkupan terhadap suatu rotasi adalah momentum sudut total.
Kajian mengenai kesetangkupan terhadap suatu transformasi ruang dan waktu
cukup dengan hanya membahas mengenai transformasi yang berupa translasi ruang-
waktu maupun rotasi (atau secara umum transformasi Lorentz), karena berbagai trans-
formasi dapat diuraikan sebagai kombinasi dari kedua jenis transformasi ini.
BAB IV

MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK

KOMUTATIF

Suatu zarah yang bermassa m1 , tenaga dan momentum yang dimiliki zarah
tersebut terkait menurut kaitan tenaga-momentum relativistik2

E 2 = p~2 + m2 . (IV.1)

Persamaan (IV.1) merupakan titik tolak bagi Oskar Klein, Walter Gordon, serta Paul
Adrien Maurice Dirac dalam perumusan persamaan-persamaan mekanika kuantum
relativistik. Jika diadakan penguantuman terhadap persamaan (IV.1) dengan penguan-
tuman yang biasa dilakukan dalam pembahasan mekanika kuantum tak relativistik


E → i ∂t ;
p~ → −i∇,

diperoleh
∂2
( 2
− ∇2 + m2 )φ(x) = 0. (IV.2)
∂t

Persamaan (IV.2) dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Penafsiran persamaan


Klein-Gordon sebagai persamaan gelombang bagi zarah tunggal menimbulkan per-
masalahan yang berkaitan dengan rapat kebolehjadian menemukan zarah pada posisi
~r di saat t yang tidak lagi mutlak positif dan keberadaan penyelesaiannya bagi suatu
1
Dalam pembahasan ini dan selanjutnya istilah massa mengacu pada pengertian massa rehat. Isti-
lah massa relativistik zarah tidak digunakan, sesuai dengan kesepakatan terakhir mengenai observabel
massa.[Muslim , 1997]
2
Untuk mempermudah penulisan, dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya digunakan sistem satuan
dengan ~ = c = 1.

42
43

zarah bebas dengan swanilai tenaga yang bernilai negatif. Dengan demikian interpre-
tasi φ(x) sebagai fungsi gelombang bagi zarah tunggal tidak dapat lagi dipertahankan.
Namun demikian permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meman-
dang φ(x) bukan lagi sebagai fungsi gelombang bagi suatu zarah tunggal, melainkan
sebagai suatu medan, dalam hal ini sebagai suatu medan skalar. Dalam pemba-
hasan bab ini dan bab berikutnya diasumsikan medan-medan yang terlibat merupakan
fungsi licin pada ruang Minkowski.

1. Medan Klein-Gordon Riil

Jika dibentuk suatu rapat Lagrangan L untuk suatu medan φ(x) yang bernilai
riil sebagai berikut

 
1 ∂φ ∂φ 2
L = ? −m φ?φ
2 ∂xβ ∂xβ
 ∞  n
1 ∂φ ∂φ 2 2
X i 1 µ 1 ν 1 µ2 ν 2
= β
−m φ + θ θ · · · θ µ n νn
2 ∂x ∂xβ n=1
2 n!
∂ nφ ∂ nφ
    
∂ ∂
×
∂xβ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂ nφ ∂ nφ

2
−m (IV.3)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn

Dengan mensubstitusi rapat Lagrangan di atas ke dalam persamaan (III.16), diperoleh

∂2φ
+ m2 φ
∂xβ ∂xβ
∞  n
∂ n+1 ∂ n+1 φ

X i 1 µ1 ν 1 µ n νn
+ θ ···θ
n=1
2 n! ∂xβ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂n ∂ nφ

2
+m = 0. (IV.4)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn
44

Suku-suku yang mengandung parameter θµν akan lenyap karena

∂2 ∂2 ∂2
θµν = θ νµ
= −θ µν
= 0, (IV.5)
∂xµ ∂xν ∂xν ∂xµ ∂xµ ∂xν

sehingga persamaan (IV.4)menjadi

∂2
( − ∇2 + m2 )φ(x) = 0
∂t2

yang tidak lain adalah persamaan Klein-Gordon, dengan demikian rapat Lagrangan
(IV.3) merupakan rapat Lagrangan bagi medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkows-
ki tak komutatif. Setelah memperoleh rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon
yang bernilai riil, maka dapat diperoleh tenaga total, momentum, serta momentum
sudut yang dimiliki oleh medan φ(x).
Tensor energi-momentum medan φ(x) dapat diperoleh dengan mensubstitusi
rapat Lagrangan L pada persamaan (IV.3) ke dalam persamaan (III.21). Substitusi ini
menghasilkan

∞ n   n−1
∂ k−1

α 1 XX k−1 i 1
T = (−1) (θµ2 ν1 · · · θµn νn−1
ν
2 n=1 k=1 ∂xµ1 · · · ∂xµ-˛1 2 (n − 1)!
 n
∂ n−1 φ
 
ν 1 µ2 νn−1 µn ∂ 2 i 1
+θ ···θ ) ν ν
− m
∂xα ∂x 1 · · · ∂x n−1 2 n!
n
 
∂ φ
× (θαν1 · · · θµn νn + θν1 α · · · θνn µn ) ν1 − δ αν L
∂x · · · ∂xνn
 ∞  n−1
∂ n−1 φ ∂ n−1 φ
   
1 X i 1 ∂ ∂
=
2 n=1 2 (n − 1)! ∂xα ∂xν1 · · · ∂xνn−1 ∂xν ∂xµ2 · · · ∂xµn
∞  n
µ2 ν 1 µn νn−1 ν1 µ 2 νn−1 µn 2
X i 1
×(θ ···θ +θ ···θ )−m
n=1
2 n!
∂ nφ ∂ n−1 φ
 

× ν1 (θαν1 · · · θµn νn + θν1 α · · · θνn µn )
∂x · · · ∂xνn ∂xν ∂xµ2 · · · ∂xµn
∞  n−1
∂2 ∂ n−1 φ ∂ n−2 φ
   
X i 1 ∂

n=2
2 (n − 1)! ∂xµ1 ∂xµ1 ∂xν1 · · · ∂xνn−1 ∂xν ∂xµ3 · · · ∂xµn
45


αν1 µn νn−1 ν1 α νn−1 µn
×(θ ···θ +θ ···θ ) − δ αν L. (IV.6)

Karena berlakunya persamaan Klein-Gordon, maka


∂2 ∂ n−1 φ
 
αν1 µn νn−1 ν1 α νn−1 µn 1 X
(θ · · · θ + θ ···θ )
n=2
(n − 1)! ∂xµ1 · · · ∂xµ1 ∂xν1 · · · ∂xνn−1
∞  n−1
∂ n−2 φ
 
∂ 2
X i 1
× ν µ µ
= −m (θαν1 · · · θµn νn−1
∂x ∂x 3 · · · ∂x n n=2
2 (n − 1)!
n−1 ∞  n
∂ n−2 φ
 
ν1 α νn−1 µn ∂ φ ∂ 2
X i 1
+θ · · · θ ) ν1 ν ν µ µ
= −m
∂x · · · ∂x n−1 ∂x ∂x · · · ∂x
3 n
n=1
2 n!
∂ nφ ∂ n−1 φ
 

× ν1 (θαν1 · · · θµn νn−1 + θν1 α · · · θνn−1 µn ),
∂x · · · ∂xνn ∂xν ∂xµ2 · · · ∂xµn
(IV.7)

sehingga jika persamaan (IV.7) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.6) diperoleh

∞  n−1
∂ n−1 φ ∂ n−1 φ
   
α 1X i 1 ∂ ∂
T ν =
2 n=1 2 (n − 1)! ∂xα ∂xν1 · · · ∂xνn−1 ∂xν ∂xµ2 · · · ∂xµn
(θµ2 ν1 · · · θµn νn−1 + θν1 µ2 · · · θνn−1 µn ) − δ αν L
 
1 ∂φ ∂φ ∂φ ∂φ
= ? + ? − δ αν L
2 ∂xα ∂xν ∂xν ∂xα
 
1 ∂φ ∂φ
= , − δ αν L. (IV.8)
2 ∂xα ∂xν ?

Bentuk kontravarian dari tensor energi momentum pada persamaan di atas adalah

 
αν 1 ∂φ ∂φ
T = , − g αν L (IV.9)
2 ∂xα ∂xν ?

yang bersifat simetris terhadap pertukaran indeks. Rapat Hamiltonan serta rapat mo-
mentum medan φ(x) diperoleh dari persamaan (IV.9)

∂φ ∂φ
T 00 = ? −L
∂t ∂t
46

 
1 ∂φ ∂φ 2
= ? + ∇φ ·? ∇φ + m φ ? φ ; (IV.10)
2 ∂t ∂t
 
1 ∂φ ∂φ
T 0j = , . (IV.11)
2 ∂t ∂xj ?

Pada persamaan (IV.10) diperkenalkan perkalian noktah-bintang seperti pada perkalian


noktah antara dua buah vektor-3 namun dengan menggantikan setiap bentuk perkalian
per titik (·) dengan perkalian-bintang (?). Untuk jelasnya ditinjau sebuah contoh,
~
yakni perkalian noktah-bintang antara dua buah vektor-3 A(x) ~
dan B(x), yang masing-
masing komponennya merupakan fungsi licin yang terdefinisi pada ruang Minkowski.
~
Maka A(x) ~
·? B(x) didefinisikan sebagai

3
X
~
A(x) ~
·? B(x) := Aj (x) ? Bj (x). (IV.12)
j=1

Setelah memperoleh bentuk rapat Hamiltonan dan rapat momentum medan φ(x), da-
pat diperoleh Hamiltonan dan momentum medan dengan menggunakan persamaan
(III.35) dan (III.36).
Selanjutnya hendak diturunkan bentuk momentum sudut medan Klein-Gordon
riil. Untuk suatu medan skalar, koefisien Rνβ pada persamaan (III.41) bernilai nol, se-
hingga medan Klein-Gordon yang merupakan medan skalar tidak memiliki momen-
tum sudut intrinsik (Sjk = 0). Dengan demikian momentum sudut total Jjk hanya
terdiri dari momentum sudut orbital Mjk . Menurut persamaan (III.53), (III.55), dan
(III.56) Mρβ dapat diuraikan menjadi Kρβ dan Mρβ , sehingga Mρβ = Kρβ + Mρβ .
Karena tensor energi-momentum medan φ(x) telah diperoleh, maka untuk mencari
bentuk Mρβ hanya perlu mencari bentuk Kρβ .
Jika persamaan (IV.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.56) dan dengan
47

menggunakan persamaan Klein-Gordon, diperoleh

∞ ∞  n−1
∂ n−1 φ
Z   
1 X i 1 µ1 ν1 µn−1 νn−1 ∂
Kρβ = (θ ···θ )
2 −∞ n=1 2 (n − 1)! ∂t ∂xν1 · · · ∂xνn−1
n−1
X ∂ n−1 φ
× (gρµl δ νβ − gβµl δ νρ )
l=1
∂xν ∂xµ1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
n−1
∂ n−1 φ
 X

+ µ µ
(gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
∂t ∂x · · · ∂x
1 n−1
l=1
n−1

∂ φ
× ν ν1 d3 x. (IV.13)
∂x ∂x · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn−1

Karena

n−1
∂ n−1 φ
 X
µ1 ν 1 µn−1 νn−1 ∂
θ ···θ (gρµl δ νβ − gβµl δ νρ )
∂t ∂xν1 · · · ∂xνn−1 l=1
n−2
 
∂ φ ∂
× ν = (n − 1)θµ1 ν1 · · · θµn−1 νn−1
∂x ∂xµ1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
∂ n−2 φ ∂ n−1 φ
  
ν ν ∂ ∂
×(gρµ1 δ β − gβµ1 δ ρ ) ν ,(IV.14)
∂x ∂xµ2 · · · ∂xµn−1 ∂t ∂xν1 · · · ∂xνn−1

berarti integrand persamaan (IV.13) tidak lenyap hanya untuk n > 1. Jika persamaan
(IV.14) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.13), diperoleh

∞  n
Z ∞ 
i X i 1 µ1 ν 1 µn νn κλ
Kρβ = θ ···θ θ (gρκ δ νβ − gβκ δ νρ )
4 −∞ n=0 2 n!
∂ nφ ∂2 ∂ nφ
   

× ν
∂x ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂t∂xλ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂2 ∂ nφ ∂ nφ
   
ν ν ∂
+ (gρλ δ β − gβλ δ ρ ) ν d3 x
∂t∂xκ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂x ∂xν1 · · · ∂xνn
i ∞ κλ ∂φ ∂ 2 φ
Z  
ν ν
= θ (gρκ δ β − gβκ δ ρ ) , d3 x (IV.15)
4 −∞ ∂xν ∂t∂xλ ?
48

Dengan hasil ini maka diperoleh

Jρβ = Mρβ = Kρβ + Mρβ


Z ∞
∂φ ∂ 2 φ
 
i κλ ν ν
= θ (δ ρ gβκ − δ β gρκ ) ,
−∞ 4 ∂xν ∂t∂xλ ?

+(xρ T β − xβ T ρ ) d3 x,
0 0

dan bentuk kontravariannya adalah

J ρβ = M ρβ = K ρβ + Mρβ
Z ∞
∂φ ∂ 2 φ
 
i κλ νρ β νβ ρ
= θ (g δ κ − g δ κ ) ,
−∞ 4 ∂xν ∂t∂xλ ?

+(x T − x T ) d3 x.
ρ 0β β 0ρ

Komponen ruang dari J jk adalah momentum sudut medan Klein-Gordon riil,

J jk = M jk = K jk + Mjk
Z ∞
∂φ ∂ 2 φ
 
i κλ νj k νk j
= θ (g δ κ − g δ κ ) ,
−∞ 4 ∂xν ∂t∂xλ ?

+(x T − x T ) d3 x.
j 0k k 0j
(IV.16)

Untuk mencari bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut


yang dimiliki medan φ(x), maka medan φ(x) dituliskan sebagai suatu ekspansi Fouri-
er

d3 k
Z n o
φ(x) = a(~k)e−ik·x + a∗ (~k)eik·x , (IV.17)
−∞ (2π)3 2ω~k

dengan k · x ≡ kµ xµ . Vektor-4 kµ memenuhi kaitan De Broglie-Einstein

E = ω~k = k0 ; p~ = ~k, (IV.18)


49

sehingga menurut persamaan (IV.1)3

q
ω~k = k0 = ~k 2 + m2 . (IV.19)

Jika φ(x) pada persamaan (IV.17) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.10), (IV.11),
serta dengan menggunakan persamaan (III.34) dan (III.35), diperoleh

Z ∞  
∂φ ∂φ
1
H = ? + ∇φ ·? ∇φ + m φ ? φ d3 x
2
−∞ 2∂t ∂t
Z ∞
1 d3 k
= a∗ (~k)a(~k) ; (IV.20)
2 −∞ (2π)3
Z ∞  
1 ∂φ
P~ = − , ∇φ d3 x
−∞ 2 ∂t ?
Z ∞ ~
k d3 k
= a∗ (~k)a(~k) . (IV.21)
−∞ (2ω~k ) (2π)3

dan ( !)

∂a(~k) ∂a(~k) d3 k
Z
1
J jk = = a∗ (~k) k j − kk
2 −∞ ∂kk ∂kj (2π)3 ω~k

yang dapat dituliskan sebagai


d3 k
Z
1 n
∗ ~

~ ~
o
J~ = = a (k) ∇~k a(k) × k , (IV.22)
2 −∞ (2π)3 ω~k

dengan =(z) menyatakan bagian imajiner dari bilangan kompleks z. Kuantitas pada
persamaan (IV.20), (IV.21), dan (IV.22) merupakan bentuk eksplisit Hamiltonan, mo-
mentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak
komutatif. Persamaan (IV.20), (IV.21) dan (IV.22) menunjukkan bahwa Hamiltonan,
momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski
yang tidak komutatif tidak berbeda dengan Hamiltonan, momentum, serta momen-
3
Dalam pembahasan selanjutnya untuk medan Klein-Gordon kompleks dan medan Dirac kaitan
(IV.18) dan (IV.19) selalu digunakan dalam pernyataan medan-medan yang bersangkutan sebagai suatu
ekspansi Fourier.
50

tum medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski yang komutatif ([Ryder , 1996]
p.126-135).

2. Medan Klein-Gordon Kompleks

Rapat Lagrangan yang akan menghasilkan persamaan Klein-Gordon untuk


medan φ(x) yang bernilai kompleks adalah sebagai berikut

∂φ∗ ∂φ
L = ? − m2 φ∗ ? φ
∂xβ ∂xβ
∞  n
∂φ∗ ∂φ 2 ∗
X i 1 µ 1 ν1
= β
−m φ φ+ θ · · · θ µn ν n
∂x ∂xβ n=1
2 n!
n ∗
∂ nφ
    
∂ ∂ φ ∂
×
∂xβ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂ n φ∗ ∂ nφ

2
−m . (IV.23)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn

Jika rapat Lagrangan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan (III.16), maka dida-
pat persamaan Klein-Gordon

∂2
( − ∇2 + m2 )φ(x) = 0 (IV.24)
∂t2

dan kompleks konjugatnya

∂2
( − ∇2 + m2 )φ∗ (x) = 0. (IV.25)
∂t2

Bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon kompleks tidaklah tung-


gal. Beberapa bentuk rapat Lagrangan lain yang akan menghasilkan persamaan (IV.24)
dan (IV.25) misalnya

∂φ ∂φ∗
L = β
? − m2 φ∗ ? φ; (IV.26)
∂x ∂xβ
51

∂φ∗ ∂φ
  
1 2 ∗
L = , − m {φ , φ}? . (IV.27)
2 ∂xβ ∂xβ ?

Namun demikian bentuk yang akan dibahas adalah bentuk rapat Lagrangan pada per-
samaan (IV.23), karena bentuk rapat Lagrangan lain yang menghasilkan persamaan
(IV.24) dan (IV.25) akan menghasilkan hasil akhir yang sama.
Jika rapat Lagrangan pada persamaan (IV.23) disubstitusikan ke dalam per-
samaan (III.21) serta dengan menggunakan persamaan (IV.24) dan (IV.25) diperoleh
tensor energi-momentum medan Klein-Gordon kompleks

∞  n−1
∂ n−1 φ∗
  
α
X i 1 µ2 ν 1 µn νn−1 ∂
T ν = θ ···θ
n=1
2 (n − 1)! ∂xν ∂xµ2 · · · ∂xµn
∂ n−1 φ ∂ n−1 φ∗
   
∂ ∂
× +
∂xα ∂xν1 · · · ∂xνn−1 ∂xα ∂xµ1 · · · ∂xµn−1
∂ n−1 φ
  

× ν − δ αν L
∂x ∂xν2 · · · ∂xνn
∂φ∗ ∂φ ∂φ∗ ∂φ
= ? + ? − δ αν L
∂xν ∂xα ∂xα ∂xν
 ∗ 
∂φ ∂φ
= 2< ν
? − δ αν L. (IV.28)
∂x ∂xα

Bentuk kontravariannya adalah

∂φ∗ ∂φ ∂φ∗ ∂φ
T αν = ? + ? − g αν L
∂xα ∂xν ∂xν ∂xα
 ∗ 
∂φ ∂φ
= 2< ? − g αν L, (IV.29)
∂xα ∂xν

dengan <(z) menyatakan bagian riil dari bilangan kompleks z. Tensor energi momen-
tum T αν di atas bersifat simetris terhadap pertukaran indeks α dan ν. Rapat Hamil-
tonan dan rapat momentum medan Klein-Gordon kompleks masing-masing adalah

∂φ∗ ∂φ
T 00 = ? + ∇φ∗ ·? ∇φ + m2 φ∗ ? φ; (IV.30)
∂t ∂t
52

∂φ∗ ∂φ
 
0j
T = 2< ? . (IV.31)
∂t ∂xj

Jika persamaan (IV.23) disubstitusikan ke persamaan (III.56), maka diperoleh

∞ ∞  n−1
∂ n−1 φ
Z   
X i 1 µ 1 ν1 µn−1 νn−1 ∂
Kρβ = θ ···θ
−∞ n=1 2 (n − 1)! ∂t ∂xν1 · · · ∂xνn−1
n−1
∂ n−1 φ∗
 
X
ν ν ∂
× (gρµl δ β − gβµl δ ρ ) ν
l=1
∂x ∂xµ1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
n−1
∂ n−1 φ∗
 X

+ (gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
∂t ∂xµ1 · · · ∂xµn−1 l=1
∂ n−2 φ
 

× ν d3 x
∂x ∂xν1 · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn−1
Z ∞  ∗
∂2φ

κλ ν ν ∂φ
= θ (δ ρ gβλ − δ β gρλ )= ν
? λ
d3 x,
−∞ ∂x ∂t∂x

sehingga diperoleh

∞  ∗
∂2φ
Z   
ρβ κλ νρ β νβ ρ ∂φ
J = θ (g δ κ − g δ κ )= ν
? λ
+ (x T − x T ) d3 x.
ρ 0β β 0ρ
−∞ ∂x ∂t∂x

Momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks adalah komponen ruang dari J ρβ ,


yakni

∞  ∗
∂2φ
Z   
jk κλ νj k νk j ∂φ
J = θ (g δ κ − g δ κ )= ν
? λ
+ (x T − x T ) d3 x.
j 0k k 0j
−∞ ∂x ∂t∂x
(IV.32)
Medan Klein-Gordon φ(x) dan kompleks konjugatnya φ∗ (x) dapat dituliskan
sebagai suatu ekspansi Fourier


d3 k
Z n o
φ(x) = ~
a(k)e−ik·x ∗ ~ ik·x
+ b (k)e ; (IV.33)
−∞ (2π)3 2ω~k
Z ∞n o d3 k

φ (x) = b(~k)e−ik·x + a∗ (~k)eik·x . (IV.34)
−∞ (2π)3 2ω~k
53

Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Klein-Gordon


kompleks dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan-persamaan (IV.30), (IV.31),
(IV.32), (IV.33), dan (IV.34), yang menghasilkan


∂φ∗ ∂φ
Z  
∗ 2 ∗
H = ? + ∇φ ·? ∇φ + m φ ? φ d3 x
−∞ ∂t ∂t
1 ∞n ∗~ ~ o d3 k
Z
= ~ ∗ ~
a (k)a(k) + b(k)b (k) ; (IV.35)
2 −∞ (2π)3
Z ∞  ∗ 
∂φ
P~ = − 2< ? ∇φ d3 x
−∞ ∂t
1 ∞~n ∗ ~ ~ o d3 k
Z
= k a (k)a(k) + b(~k)b∗ (~k) , (IV.36)
2 −∞ (2π)3 ω~k

dan

1 ∞ ∂a(~k) k ∂a(~k) j ∗ ~
Z  
jk
J = − = k − k a (k)
2 −∞ ∂kj ∂kk
 ∗~
∂b (k) k ∂b∗ (~k) j d3 k
 
+ k − ~
k b(k) ,
∂kj ∂kk (2π)3 2ω~k

atau dapat dituliskan


d3 k
Z
1 hn
~ ~
o
∗ ~
n
∗ ~ ~
o
~
i
J~ = = ∇~k a(k) × k a (k) + ∇~k b (k) × k b(k) . (IV.37)
2 −∞ (2π)3 2ω~k

Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-


Gordon kompleks yang dinyatakan dalam persamaan (IV.35), (IV.36), dan (IV.37)
menunjukkan bahwa pada ruang Minkowski yang tidak komutatif, Hamiltonan, mo-
mentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks sama dengan Hamil-
tonan, momentum, dan momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks pada ruang
Minkowski yang komutatif ([Ryder , 1996] p.135-137).
BAB V

MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK

KOMUTATIF

Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa penafsiran penyelesaian


persamaan Klein-Gordon sebagai fungsi gelombang bagi suatu zarah tunggal menim-
bulkan permasalahan mengenai rapat kebolehjadian yang dapat bernilai negatif ser-
ta munculnya penyelesaian persamaan tersebut bagi zarah bebas dengan swanilai
tenaga yang bernilai negatif. Munculnya rapat kebolehjadian yang dapat bernilai
negatif dalam persamaan Klein-Gordon mendorong Dirac untuk memperoleh suatu
persamaan relativistik yang cocok bagi elektron.
Dirac menyadari bahwa timbulnya rapat kebolehjadian yang dapat bernilai
negatif pada persamaan Klein-Gordon disebabkan karena rapat kebolehjadian terse-
but mengadung turunan parsial terhadap waktu dari fungsi gelombang yang meru-
pakan penyelesaian persamaan Klein-Gordon. Hal ini merupakan konsekuensi bahwa
fungsi gelombang tersebut memenuhi persamaan differensial yang merupakan per-
samaan differensial orde kedua terhadap waktu [Weinberg , 1995]. Dengan demikian
Dirac berusaha merumuskan suatu persamaan differensial yang merupakan suatu per-
samaan differensial orde pertama terhadap waktu, serta memenuhi persamaan (IV.1)
bagi suatu zarah tunggal yang bebas. Persamaan yang diperoleh Dirac adalah

∂ψ(x)
iγ µ − mψ(x) = 0, (V.1)
∂xµ

dengan γ µ adalah matriks berorde 4 × 4 yang memenuhi kaitan

{γ µ , γ ν } = 2g µν 14×4 ; γ µ† = γ 0 γ µ γ 0 (V.2)

54
55

dan ψ(x) adalah suatu spinor-4. Salah satu bentuk matriks-matriks γ µ yang memenuhi
persamaan (V.2) dan yang lazim digunakan dalam pembahasan mengenai persamaan
Dirac misalnya    
j
 0 1  j  0 σ 
γ0 =  ;γ =  
1 0 −σ j 0

dengan masing-masing elemen matriks-matriks di atas merupakan matriks-matriks


dengan orde 2 × 2 dan σ j adalah matriks-matriks Pauli. Jika dimiliki seperangkat
matriks γ µ yang memenuhi persamaan (V.2) dan sembarang matriks uniter U maka
γ 0µ = U γ µ U † akan memenuhi persamaan (V.2) juga.
Persamaan pendamping dari persamaan (V.1) adalah

∂ ψ̄(x) µ
i γ + mψ̄(x) = 0, (V.3)
∂xµ

dengan ψ̄(x) = ψ † (x)γ 0 , dan ψ † (x) adalah pendamping Hermit fungsi gelombang
ψ(x).
Walaupun permasalahan mengenai kemunculan rapat kebolehjadian yang da-
pat bernilai negatif teratasi oleh persamaan Dirac, namun penyelesaian persamaan
Dirac dengan swanilai tenaga yang bernilai negatif tetap ada. Untuk mengatasi hal
ini, Dirac menginterpretasikan penyelesaian persamaan (V.1) dengan swanilai tenaga
yang bernilai negatif sebagai fungsi gelombang yang menggambarkan keadaan suatu
anti zarah yang memiliki tenaga positif, dan keadaan hampa diinterpretasikan seba-
gai "lautan" yang dipenuhi oleh zarah (dan anti zarah) dengan tenaga negatif. Karena
penyelesaian persamaan Dirac ψ(x) (dan ψ̄(x)) merupakan spinor-4 yang menggam-
barkan keadaan zarah dan anti zarah yang memiliki spin 12 , zarah dan anti zarah terse-
but taat statistik Fermi-Dirac, sehingga tidak mungkin bagi suatu zarah dan anti zarah
meluruh dan menempati suatu keadaan dengan tenaga negatif tersebut. Interpretasi
56

ini jelas menimbulkan permasalahan baru, beberapa diantaranya adalah:

• Fungsi gelombang ψ tidak lagi menggambarkan keadaan suatu zarah tunggal,


melainkan menggambarkan keadaan suatu zarah dan sekaligus keadaan anti
zarah.

• Dengan interpretasi tersebut Dirac secara tidak langsung menyatakan bahwa


zarah elementer tidak mungkin merupakan boson [Weinberg , 1995]. Hal ini
bertentangan dengan hasil eksperimen yang menyatakan keberadaan zarah ele-
menter yang merupakan boson.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka ψ(x) tidak la-


gi dipandang sebagai suatu fungsi gelombang yang menggambarkan keadaan suatu
zarah (dan anti zarah), melainkan suatu medan spinor.
Persamaan (V.1) dan (V.3) dapat diperoleh dari rapat Lagrangan

 
∂ψ β
L = ψ̄ ? iγ − mψ
∂xβ
∞  n
∂ψ
β
X i 1 µ 1 ν1
= ψ̄iγ β
− mψ̄ψ + θ · · · θ µ n νn
∂x n=1
2 n!
∂ n ψ̄ ∂ nψ ∂ n ψ̄
  
β ∂
× iγ − m
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn ∂xµ1 · · · ∂xµn
∂ nψ

× ν1 , (V.4)
∂x · · · ∂xνn

dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum. Dengan mensu-


bstitusi rapat Lagrangan L pada persamaan (V.4) ke dalam persamaan (III.21), diper-
oleh tensor energi-momentum medan Dirac

∞  n−1
α
X i 1 ∂ n−1 ψ̄
T ν = θµ1 ν2 · · · θµn−1 νn µ1 µn−1
iγ α
n=1
2 (n − 1)! ∂x · · · ∂x
∞  n
∂ n−1 ψ
 
∂ X i 1 µ1 α
× ν ν ν
− m θ · · · θ µ n νn
∂x ∂x 2 · · · ∂x n n=1
2 n!
57

∂ n ψ̄ ∂ n−1 ψ
 

× µ1
∂x · · · ∂xµn ∂xν ∂xν2 · · · ∂xνn
∞  n−1
∂ n−1 ψ̄
 
X i 1 µ1 α µn−1 νn ∂
− θ ···θ
n=2
2 (n − 1)! ∂xν1 ∂xν1 · · · ∂xn−1
∂ n−2 ψ
 
ν1 ∂
×iγ − δ αν L. (V.5)
∂xν ∂xν3 · · · ∂xνn

Karena berlakunya persamaan (V.3), maka

∞  n−1
∂ n−1 ψ̄
 
X i 1 µ1 α µn−1 νn ∂
θ ···θ ν mu µ
iγ ν1
n=2
2 (n − 1)! ∂x 1 ∂x 1 · · · ∂x n−1


X i n−1
∂ n−2 ψ
   
∂ 1
× ν ν ν
= −m θµ1 α · · · θµn−1 νn
∂x ∂x 3 · · · ∂x n n=2
2 (n − 1)!
n−1
 n−2
 ∞  n
∂ ψ̄ ∂ ∂ ψ X i 1 µ1 α
× µ1 µ ν ν ν
= −m θ · · · θ µn ν n
∂x · · · ∂x n−1 ∂x ∂x · · · ∂x
3 n
n=1
2 n!
n n−1
 
∂ ψ̄ ∂ ∂ ψ
× µ1 µ ν
, (V.6)
∂x · · · ∂x n ∂x ∂x 2 · · · ∂xνn
ν

sehingga

∞  n−1
α
X i 1 ∂ n−1 ψ̄
T ν = θµ1 ν2 · · · θµn−1 νn µ1 µn−1
iγ α
n=1
2 (n − 1)! ∂x · · · ∂x
∂ n−1 ψ
 

× ν − δ αν L
∂x ∂xν2 · · · ∂xνn
∞  n
∂ n ψ̄ ∂ nψ
 
X i 1 µ1 ν 1 µ n νn α ∂
= θ ···θ iγ
n=0
2 n! ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν ∂xν1 · · · ∂xνn
−δ αν L
∞  n
∂ψ
α
X i 1 µ 1 ν1 µ n νn ∂ n ψ̄
= ψ̄iγ + θ · · · θ iγ α
∂xν n=1 2 n! ∂xµ1 · · · ∂xµn
∂ nψ
 

× ν − δ αν L
∂x ∂xν1 · · · ∂xνn
∂ψ
= iψ̄ ? γ α ν − δ αν L, (V.7)
∂x
58

dan bentuk kontravariannya

∂ψ
T αν = iψ̄ ? γ α − g αν L. (V.8)
∂xν

Rapat Hamiltonan medan Dirac adalah

∂ψ
T 00 = iψ † ? , (V.9)
∂t

sedangkan rapat momentum medan Dirac adalah

∂ψ
T 0j = iψ † ? . (V.10)
∂xj

Medan Dirac merupakan medan spinor (spinor-4), sehingga momentum sudut


total medan Dirac terdiri atas momentum sudut orbital Mjk dan momentum sudut
intrinsik Sjk . Karena Mρβ = Kρβ + Mρβ dan Mρβ = xρ T β0 − xβ T ρ0 , cukup dicari
kuantitas Kρβ . Jika persamaan (V.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.56),
diperoleh

∞ ∞   n−1
∂ n−1 ψ̄
Z X
i 1
Kρβ = θµ1 ν2 · · · θµn−1 νn µ1 µn−1
iγ 0
−∞ n=1
2 (n − 1)! ∂x · · · ∂x
n
∂ n−1 ψ
X 
ν ν
× (gρνl δ β − gβνl δ ρ ) ν ν2
l=2
∂x ∂x · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn
 n n
i 1 µ1 α µn ν n ∂ n ψ̄ X
−m θ ···θ (gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
2 n! ∂xµ1 · · · ∂xµn l=2
∞  n−1
∂ n−1 ψ
 X
i 1
× ν ν2 ν ν ν

∂x ∂x · · · ∂x ∂x l−1 l+1 · · · ∂x n
n=2
2 (n − 1)!
n
∂ n−1 ψ̄
 
∂ X
×θµ1 0 · · · θµn−1 νn ν1 µ µ
iγ ν1
(gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
∂x ∂x · · · ∂x
1 n−1
l=3
n−2

∂ ψ
× ν ν3 ν ν ν
d3 x
∂x ∂x · · · ∂x ∂x l−1 l+1 · · · ∂x n
59

∞ ∞  n−1
∂ n−1 ψ̄
Z X i 1
= θµ1 ν1 · · · θµn−1 νn−1 µ1 iγ 0
−∞ n=1 2 (n − 1)! ∂x · · · ∂xµn−1
n−1
X ∂ n−1 ψ
× (gρνl δ νβ − gβνl δ νρ ) d3 x.
l=1
∂xν ∂xν1 · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xnun−1
(V.11)

Pada langkah terakhir telah digunakan persamaan (V.3), sehingga

∞  n−1
∂ n−1 ψ̄
 
X i 1 ∂
θµ1 0 · · · θµn−1 νn ν1 γ ν1
n=2
2 (n − 1)! ∂x ∂xµ1 · · · ∂xµn−1
n
X ∂ n−2 ψ
× (gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
l=3
∂xν ∂xν3 · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn
∞  n n−1
X i 1 µ1 0 µn ν n ∂ n ψ̄ X
= −m θ ···θ µ µ
(gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
n=1
2 n! ∂x · · · ∂x l=2
1 n

∂ n−1 ψ
× .
∂xν ∂xν2 · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn

Karena

∞  n−1
X i 1 ∂ n−1 ψ †
θµ1 ν1 · · · θµn−1 νn−1 i µ1
n=1
2 (n − 1)! ∂x · · · ∂xµn−1
n−1
X ∂ n−1 ψ
× (gρνl δ νβ − gβνl δ νρ )
l=1
∂xν ∂xν1 · · · ∂xνl−1 ∂xνl+1 · · · ∂xνn−1
∞  n−1
∂ n−2 ψ †
 
X i n − 1 µ1 ν 1 µ2 ν 2 µn−1 νn−1 ∂
=i θ θ ···θ
n=1
2 (n − 1)! ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµn−1
∞  n
∂ nψ†
 
1X i 1 κλ µ1 ν1 µn νn ∂
=− θ θ ···θ
2 n=0 2 n! ∂xκ ∂xµ1 · · · ∂xµn
∂ nψ
 

× ν (gρλ δ νβ − gβλ δ νρ )
∂x ∂xν1 · · · ∂xνn

1 λκ ν ν ∂ψ ∂ψ
= θ (gρλ δ β − gβλ δ ρ ) κ ? ν , (V.12)
2 ∂x ∂x
60

maka bentuk pada persamaan (V.11) dapat dibuat menjadi lebih sederhana


∂ψ † ∂ψ
Z
1 λκ
Kρβ = θ (gρλ δ νβ − gβλ δ νρ ) κ ? ν d3 x, (V.13)
−∞ 2 ∂x ∂x

sehingga diperoleh


∂ψ † ∂ψ
Z
1 λκ
Kjk = θ (gjλ δ νk − gkλ δ νj ) κ ? ν d3 x. (V.14)
−∞ 2 ∂x ∂x

Dengan demikian momentum sudut orbital medan Dirac adalah


∂ψ † ∂ψ
Z n1 o
Mjk = θλκ (gjλ δ νk − gkλ δ νj ) ? + (x T
j k
0
− x T
k j
0
) d3 x. (V.15)
−∞ 2 ∂xκ ∂xν

Koefisien Rνβ pada persamaan (III.41) untuk medan Dirac yang merupakan
medan spinor adalah σνβ = 4i [γν , γβ ] dengan γ ν dan γ β adalah matriks-matriks Dirac
yang memenuhi persamaan (V.2). Dengan menggunakan persamaan (III.54) dan (V.4)
akan diperoleh

∞ ∞ X
n   n−1
∂ k−1
Z X i 1
Sρβ = ν ν
θµ1 ν2 · · · θµn−1 νn
−∞ n=1 k=1 ∂x 1 · · · ∂x k−1 2 (n − 1)!
 n
∂ n−1 ψ̄ 0 i 1 µ1 0
× µ1 µ
iγ − m θ · · · θ µn ν n
∂x · · · ∂x n−1 2 n!
∂ n ψ̄ ∂ n−k
  
i
× µ1 µ ν ν
− σρβ ψ d3 x
∂x · · · ∂x n ∂x · · · ∂x
2 n 2
Z ∞X ∞  n−1
i 1 ∂ n−1 ψ †
= θµ1 ν1 · · · θµn−1 νn−1 µ1 i
−∞ n=1 2 (n − 1)! ∂x · · · ∂xµn−1
∂ n−1
 
i
× ν1 − σρβ ψ d3 x
∂x · · · ∂xνn−1 2
Z ∞
1 †
= ψ ? σρβ ψd3 x, (V.16)
−∞ 2
61

sehingga momentum sudut intrinsik medan Dirac adalah

Z ∞
jk 1 †
S = ψ ? σ jk ψd3 x, (V.17)
−∞ 2

dan momentum sudut totalnya


∂ψ † ∂ψ
Z 
jk 1 λκ j νk
J = θ (δ λ g − δ kλ g νj ) κ ? ν + (xj T 0k − xk T 0j )
−∞ 2 ∂x ∂x

1
+ ψ † ? σ jk ψ d3 x. (V.18)
2

Medan Dirac ψ(x) dan pendampingnya ψ̄(x) dapat dinyatakan sebagai ekspan-
si Fourier

Z ∞ o d3 k
m X n ~ (r) ~ −ik·x
ψ(x) = br (k)u (k)e + d∗r (~k)v (r) (~k)eik·x ; (V.19)
−∞ k0 r (2π)3
Z ∞ o d3 k
m X n ∗ ~ (r) ~ ik·x
ψ̄(x) = br (k)ū (k)e + dr (~k)v̄ (r) (~k)e−ik·x , (V.20)
−∞ k0 r (2π)3

dengan u(r) (~k) dan v (r) (~k) adalah spinor-4 Dirac yang masing-masing berkaitan den-
gan penyelesaian persamaan (V.1) dengan tenaga yang bernilai positif dan negatif,
sedangkan ū(r) (~k) = u†(r) (~k)γ 0 dan v̄ (r) (~k) = v †(r) (~k)γ 0 masing-masing berkaitan
dengan penyelesaian persamaan (V.3) dengan tenaga yang bernilai negatif dan positif.
Masing-masing spinor-4 tersebut memenuhi kaitan

ω~k rs
u†(r) (~k)us (~k) = v †(r) (~k)v (s) (~k) = δ
m
u†(r) (~k)v (s) (−~k) = 0

Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac


diperoleh dengan mensubstitusi ψ(x) dan ψ̄(x) = ψ † (x)γ 0 pada persamaan (V.19)
62

dan (V.20) ke dalam persamaan (V.8) dan (V.18) serta menggunakan persamaan (III.35)
dan (III.36). Substitusi tersebut menghasilkan Hamiltonan medan Dirac

Z ∞
∂ψ 3
H = iψ † ?
dx
−∞ ∂t
Z ∞ Xn o d3 k
∗ ~ ~ ~ ∗ ~
= m br (k)br (k) − dr (k)dr (k) , (V.21)
−∞ r
(2π)3

dan momentum medan Dirac

Z ∞
P~ = − iψ † ? ∇ψd3 x
−∞
Z ∞ ~
mk X n ∗ ~ o d3 k
= br (k)br (~k) − dr (~k)d∗r (~k) . (V.22)
−∞ k0 r (2π)3

Pada persamaan (V.21) dan (V.22) tampak bahwa Hamiltonan dan momentum medan
Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif sama dengan Hamiltonan dan mo-
mentum medan tersebut pada ruang Minkowski yang komutatif.
Sekarang hendak ditinjau momentum sudut medan Dirac. Momentum sudut
orbital medan Dirac adalah

∂br (~k) k ∂br (~k) j ∗ ~


Z ∞
 X    ∗~
jk ∂dr (k) k
M = = k − k br (k) + k
−∞ r
∂k j ∂k k ∂k j

∗ ~
md3 k
 
∂dr (k) j ~
− k dr (k) , (V.23)
∂kk (2π)3 k0

atau dapat dituliskan


!

md3 k
Z X hn o n o i
~ =
M = ~ ~ ∗ ~ ∗ ~ ~ ~
∇~k br (k) × k br (k) + ∇~k dr (k) × k dr (k) .
−∞ r
(2π)3 k0
(V.24)
Setelah bentuk eksplisit momentum sudut orbital medan Dirac diperoleh, maka dit-
injau momentum sudut intrinsik medan Dirac. Untuk mencari bentuk eksplisit mo-
63

mentum sudut medan Dirac digunakan sifat spinor-4 Dirac dan sifat matriks-matriks
Dirac. Telah dikemukakan bahwa matriks-matriks Dirac γ µ yang mengalami transfor-
masi uniter γ µ → γ 0µ = U γ µ U † dengan U sembarang matriks uniter, maka γ 0µ juga
memenuhi kaitan (V.2). Andaikan ξ(~k) spinor-4 Dirac yang terkait dengan matriks
γ µ , maka ξ(~k) merupakan spinor-4 Dirac yang terkait dengan matriks γ 0µ . Mengingat
spinor-4 Dirac tertransformasi secara uniter jika diadakan transformasi Lorentz yang
berupa suatu rotasi murni maka selalu dapat diadakan rotasi sehingga spinor-4 terse-
but merupakan swa-spinor dari σ jk = 4i [γ j , γ k ]. Jika dibentuk suatu vektor ~σ yang
dapat dinyatakan sebagai suatu matriks baris

~σ := (σ 23 σ 31 σ 12 ) (V.25)

dan rotasi dilakukan sedemikian sehingga

~σ = σ~k~s, (V.26)

dengan spinor-4 u(s) (~k) dan v (s) (~k) merupakan swa-spinor σ~k dengan swanilai masing-
masing c1 dan c2 , serta ~s adalah suatu vektor satuan yang memberikan orientasi mo-
~ maka diperoleh
mentum sudut intrinsik S,

Z ∞ o ~smd3 k
~=1
Xn
S c1 b∗r (~k)br (~k) + c2 dr (~k)d∗r (~k) , (V.27)
2 −∞ r (2π)3 k0

yang merupakan bentuk eksplisit momentum sudut intrinsik medan Dirac. Momen-
tum sudut total medan Dirac J~ merupakan jumlah dari M
~ dan S,
~ yakni

J~ = M~ +S
~
Z ∞  X hn o n o i
= = ∇~k br (~k) × ~k b∗r (~k) + ∇~k d∗r (~k) × ~k dr (~k)
−∞ r
64

1 Xn ∗ ~ o  md3 k
+ ~s ~ ~ ∗ ~
c1 br (k)br (k) + c2 dr (k)dr (k) . (V.28)
2 r (2π)3 k0

Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac


yang dinyatakan dalam persamaan (V.21), (V.22), dan (V.28) sama dengan Hamilto-
nan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac pada ruang Minkowski komu-
tatif ([Ryder , 1996] p.137-140).
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menurut tujuan penelitian yang
telah dikemukakan pada bab pertama secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yakni kesimpulan yang diperoleh dari perluasan teori Lagrangan untuk
suatu medan, kesimpulan yang diperoleh dari kajian mengenai medan Klein-
Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif, serta kesimpulan yang diperoleh
dari kajian mengenai medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.

1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk


Suatu Medan

Dengan memperluas teori Lagrangan untuk suatu medan diperoleh hasil-hasil


sebagai berikut

• Persamaan Euler-Lagrange yang diperumum:

n
( )
∂L X ∂j ∂L
+ (−1)j µ1 µ2 j = 0. (VI.1)
∂ψ j=1 ∂x ∂x · · · ∂xµj ∂( ∂xµ1 ∂x∂µ2ψ···∂xµj )

• Hamiltonan suatu medan:

j
n X
( )

∂ k−1
Z X
∂L
H = ∂j ψ
−∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( )
j=1 k=1 ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k ψ
  

×(−1)k−1 µ µ
− L d3 x. (VI.2)
∂t ∂x k+1 · · · ∂x j

65
66

• Momentum suatu medan:

j
n X
( )

∂ k−1
Z X ∂L
Pi = µ1 µ2 µk−1 ∂j ψ
−∞ j=1 k=1 ∂x ∂x · · · ∂x ∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 ∂xµk+1 ···∂xµj
)
∂ j−k ψ
 

×(−1)k−1 i d3 x. (VI.3)
∂x ∂xµk+1 · · · ∂xµj

• Momentum sudut total suatu medan:

j
n X
( )

∂ k−1
Z  X
∂L
Jjk = j
−∞ ∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂ ψ
∂( ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 )
j=1 k=1 ∂xµk+1 ···∂xµj
j
k−1
X ∂ j−k ψ
×(−1) (δ νk gjµl − δ νj gkµl )
l=k+1
∂xν ∂xµk+1 · · · ∂xµl−1 ∂xµl+1 · · · ∂xµj

1 0 0
+ (xj T k − xk T j )
c
j
n X
( )
X ∂ k−1 ∂L
+ ∂j ψ
∂xµ1 ∂xµ2 · · · ∂xµk−1 ∂( )
j=1 k=1 ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1 ∂xµk+1 ···∂xµj

∂ j−k Rjk ψ

×(−1)k−1 µ d3 x. (VI.4)
∂x k+1 · · · ∂xµj

2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Klein-


Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif

Dari kajian mengenai medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komu-
tatif diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:

• Rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon yang bernilai riil pada ruang Minkows-
ki tak komutatif:

 
1 ∂φ ∂φ 2
L = ? −m φ?φ
2 ∂xβ ∂xβ
 ∞  n
1 ∂φ ∂φ 2 2
X i 1 µ 1 ν 1 µ2 ν 2
= − m φ + θ θ · · · θ µ n νn
2 ∂xβ ∂xβ n=1
2 n!
67

∂ nφ ∂ nφ
    
∂ ∂
×
∂xβ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂ nφ ∂ nφ

2
−m (VI.5)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn

• Rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon yang bernilai kompleks pada ru-
ang Minkowski tak komutatif:

∂φ∗ ∂φ
L = ? − m2 φ∗ ? φ
∂xβ ∂xβ
∞  n
∂φ∗ ∂φ 2 ∗
X i 1 µ1 ν1
= β
−m φ φ+ θ · · · θ µn ν n
∂x ∂xβ n=1
2 n!
∂ n φ∗ ∂ nφ
    
∂ ∂
×
∂xβ ∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn
∂ n φ∗ ∂ nφ

2
−m . (VI.6)
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xν1 · · · ∂xνn

• Hamiltonan medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komutatif:

Z ∞  
∂φ ∂φ 1
H = ? + ∇φ ·? ∇φ + m φ ? φ d3 x
2
−∞ ∂t 2
∂t
1 ∞ ∗ ~ ~ d3 k
Z
= a (k)a(k) . (VI.7)
2 −∞ (2π)3

• Momentum medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komutatif:

Z ∞  
1 ∂φ
P~ = − , ∇φ d3 x
−∞ 2 ∂t ?
Z ∞ ~
k d3 k
= a∗ (~k)a(~k) . (VI.8)
−∞ (2ω~k ) (2π)3

• Momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komu-
tatif:

d3 k
Z
1 n  o
J~ = = a∗ (~k) ∇~k a(~k) × ~k . (VI.9)
2 −∞ (2π)3 ω~k
68

• Hamiltonan medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak komu-


tatif:


∂φ∗ ∂φ
Z  
∗ 2 ∗
H = ? + ∇φ ·? ∇φ + m φ ? φ d3 x
−∞ ∂t ∂t
1 ∞n ∗~ ~ o d3 k
Z
= ~ ∗ ~
a (k)a(k) + b(k)b (k) . (VI.10)
2 −∞ (2π)3

• Momentum medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak komu-


tatif:


∂φ∗
Z  
P~ = − 2< ? ∇φ d3 x
−∞ ∂t
Z ∞
1 n
~k a∗ (~k)a(~k) + b(~k)b∗ (~k)
o d3 k
= , (VI.11)
2 −∞ (2π)3 ω~k

• Momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak


komutatif:


d3 k
Z
1 hn o n o i
J~ = = ∇~k a(~k) × ~k a∗ (~k) + ∇~k b∗ (~k) × ~k b(~k) .
2 −∞ (2π)3 2ω~k
(VI.12)

Dari hasil-hasil tersebut di atas tampak bahwa pada ruang Minkowski yang tidak ko-
mutatif Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon mem-
punyai bentuk yang sama dengan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut
medan tersebut pada ruang Minkowski yang komutatif. Hal ini berarti ketidakkomu-
tatifan ruang Minkowski tidak memberikan efek apa-apa terhadap kuantitas-kuantitas
tersebut.
69

3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac Pa-


da Ruang Minkowski Tak Komutatif

Kajian mengenai medan Dirac pada ruang Minkowski yang tak komutatif
memberikan hasil-hasil sebagai berikut

• Rapat Lagrangan untuk medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:

 
∂ψ β
L = ψ̄ ? iγ − mψ
∂xβ
∞  n
∂ψ
β
X i 1 µ 1 ν1
= ψ̄iγ β
− mψ̄ψ + θ · · · θ µ n νn
∂x n=1
2 n!
∂ n ψ̄ ∂ nψ ∂ n ψ̄
  
β ∂
× iγ − m
∂xµ1 · · · ∂xµn ∂xβ ∂xν1 · · · ∂xνn ∂xµ1 · · · ∂xµn
∂ nψ

× ν1 . (VI.13)
∂x · · · ∂xνn

• Hamiltonan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:

Z ∞
∂ψ 3
H = iψ † ?
dx
−∞ ∂t
Z ∞ Xn o d3 k
= m b∗r (~k)br (~k) − dr (~k)d∗r (~k) 3
. (VI.14)
−∞ r
(2π)

• Momentum medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:

Z ∞
P~ = − iψ † ? ∇ψd3 x
−∞
Z ∞ ~
mk X n ∗ ~ o d3 k
= br (k)br (~k) − dr (~k)d∗r (~k) . (VI.15)
−∞ k0 r (2π)3

• Momentum sudut orbital, momentum sudut intrinsik, serta momentum sudut


70

total medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:


!

md3 k
Z X hn o n o i
~ =
M = ∇~k br (~k) × ~k b∗r (~k) + ∇~k d∗r (~k) × ~k dr (~k) ;
−∞ r
(2π)3 k0
(VI.16)
Z ∞ o ~smd3 k
~=1
Xn
S c1 b∗r (~k)br (~k) + c2 dr (~k)d∗r (~k) ; (VI.17)
2 −∞ r (2π)3 k0

J~ = M~ +S
~
Z ∞  X hn o n o i
= ~ ~ ∗ ~ ∗ ~ ~ ~
= ∇~k br (k) × k br (k) + ∇~k dr (k) × k dr (k)
−∞ r
1 Xn ∗ ~ o  md3 k
+ ~s c1 br (k)br (~k) + c2 dr (~k)dr (~k)

. (VI.18)
2 r (2π)3 k0

Tampak dari hasil-hasil yang diperoleh bahwa Hamiltonan, momentum, serta mo-
mentum sudut medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif sama dengan Hamil-
tonan, momentum, serta momentum sudut medan tersebut pada ruang Minkowski
yang komutatif. Dengan demikian ketidakkomutatifan ruang Minkowski tidak mem-
berikan efek terhadap kuantitas-kuantitas tersebut.

4. Saran

Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkows-
ki tak komutatif yang telah dipaparkan dalam skripsi ini masih dibatasi pada medan
yang bebas serta belum dikuantumkan. Dengan demikian masih terdapat hal-hal
yang dapat menjadi bahan kajian. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penguantuman medan-medan tersebut pada ruang Minkowski yang
tidak komutatif serta kajian mengenai medan-medan tersebut jika berinteraksi dengan
medan lain.
Dalam melakukan penguantuman medan Klein-Gordon dan medan Dirac pa-
71

da ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan yang telah
diperumum tidak lagi terdapat konsep momentum konjugat. Namun demikian pen-
guantuman dapat dilakukan dengan mempostulatkan kaitan komutasi antara koefisien-
koefisien Fourier medan-medan yang bersangkutan. Dari kajian ini akan diperoleh
propagator Klein-Gordon dan propagator Dirac pada ruang Minkowski yang tidak
komutatif.
Kajian lain yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan telaah mengenai
medan-medan yang berinteraksi. Kajian ini dapat dilakukan dari interaksi yang seder-
hana, hingga teori gangguan pada ruang Minkowski yang tidak komutatif.
DAFTAR PUSTAKA

Barbon, J.L.F., 2001, Introduction to Noncommutative Field Theory, perkuliahan


yang diberikan pada the Summer School on Particle Physics, Trieste 18 Juni - 6
Juli 2001, CERN, Theory Division, Switzerland

Bayen, F., Flato, M., Fronsdal, C., Lichnerowicz A., Sternheimer D., 1978, Defor-
mation Theory and Quantization I: Deformations of Symplectic Structures, Ann.
Phys., 111,61

Boas, M.L., 1996, Mathematical Methods in the Physical Sciences, edisi kedua, John
Wiley & Sons, Inc., New York

Calmet, X., 2004, What Are The Bounds On Space-Time Noncommutativity?,


arXiv:hep-ph/0401097 v1 14 Januari 2004

Connes, A., 1994, Noncommutative Geometry, Academic Press, San Diego, CA

Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971, Linear Operators Part II:Spectral Theory, Self
Adjoint Operators in Hilbert Space, John Wiley & Sons, Inc., New York

Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971, Linear Operators Part III:Spectral Operators,
John Wiley & Sons, Inc., New York

Dwandaru, W.S.B., Palupi, D.S., Rosyid, M.F., 2004, Recent Development In Time
Operator In Non-Relativistic Quantum Mechanics: Positive Operator Measure Ap-
proach, Phys.J.IPS.,C8,0525

Girotti, H.O., 2003, Noncommutative Quantum Field Theory, kuliah yang disam-
paikan pada The XII Jorge Andre Swieca Summar School, Section Particles and
Fields, Campos de Jordao

Girotti, H.O., 2004, private communication

Goldstein, H., 1980, Classical Mechanics, Addison-Wesley Publishing Company,


Inc., Manila

Goswami, A., 1997, Quantum Mechanics, edisi kedua, Wm. C. Brown Publishers,
Dubuque, IA

Mandl, F., Shaw, G., 1984, Quantum Field Theory, John Wiley & Sons, Inc., Cich-
ester

Meyer, F., 2003, Models Of Gauge Fields On Noncommutative Spaces, Master Thesis,
Universitat München

72
73

Moyal, J.E., 1949, Quantum Mechanics as a Statistical Theory, Proc.Cambridge


Phil.Soc.,45,99

Muslim, 1997, Seri Fisika Dasar Bagian I:Mekanika, Modul I dan II Kinematika Dan
Dinamika Zarah, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Peskin, M.E., Schroeder, D.V., 1995, An Introduction to Quantum Field Theory,


Addison-Wesley, Reading

Rosyid, M.F., 2002, Diktat Mata Kuliah Matematika Untuk Fisika Teori I, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Ryder, L.H., 1996, Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press,
Cambridge

Siahaan, T., Rosyid, M.F., Satriawan, M., 2004, Klein-Gordon and Dirac Fields On
Noncommutative Spacetime, Phys.J.IPS.,C8,0522

Snyder, H.S., 1947, Quantized Space-Time, Phys.Rev.,71,38

Sochichiu, C., 2002, Gauge Invariance and Noncommutativity, arXiv:hep-th/0202014


v1 2 Februari 2002

Sochichiu, C., 2004, private communication

Szabo, F.J., 2003, Quantum Field Theory on Noncommutative Spaces,


Phys.Rept.,378,207-299

Torrielli, A., 2002, Noncommutative Perturbative Quantum Field Theory: Wilson


Loop In Two-Dimensional Yang-Mills, And Unitarity From String Theory, Ph.D
Thesis, Universitá degli Studi di Padova

Weinberg, S., 1995, The Quantum Theory of Fields, Vol I:Foundations, Cambridge
University Press, Cambridge
LAMPIRAN A

PEMBUKTIAN PERSAMAAN (II.22)

Ditinjau suatu bidang R2 tak komutatif dengan koordinat-koordinat xj , j =


1, 2 dan wakilan operator x̂j yang linier dan Hermitan. Kitan komutasi antara x̂j
adalah
[x̂j , x̂k ] = iθjk (A.1)

dengan θjk bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks dan merupakan suat bi-
langan riil biasa. Diasumsikan tiap operator x̂j memiliki swanilai malar. Jika |xj i
adalah swa-ket bagi operator x̂j dengan swanilai xj , maka hasil kali skalar

hxi |xj i, i 6= j (A.2)

berkaitan dengan kebolehjadian untuk mendapatkan hasil ukur koordinat xi jika telah
diketahui secara pasti nilai xj . Karena x̂i dan x̂j tidak komut maka jika telah diketahui
secara pasti nilai xj maka kebolehjadian mendapatkan hasil ukur xi harus bernilai
sama untuk tiap nilai xi . Dengan demikian haruslah berlaku

|hxi |xj i|2 = hxi |xj ihxj |xi i = 1. (A.3)

Jika dimiliki operator T̂ (~p) = T̂ (p1 , p2 ) sebagai berikut

i 1 x̂ 2
T̂ (~p) = e ~ (p 1 +p x̂2
, (A.4)

maka

i 12 p p i 1 i 2
tr[T̂ (~p)] = e 2~2 θ 1 2
tr[e ~ p1 x̂ e ~ p2 x̂ ]

74
75

Z ∞
i
θ12 p1 p2 i 1 i 2
= e 2~2 hx1 |e ~ p1 x̂ e ~ p2 x̂ |x1 idx1
Z−∞

i
θ12 p1 p2 i 1 i 2
= e 2~2 hx2 |e ~ p1 x̂ |x1 ihx1 |e ~ p2 x̂ |x2 idx1 dx2
−∞
i
2 θ12 p1 p2
= he 2~2 δ (2) (~p)

= h2 δ (2) (~p), (A.5)

dengan menggunakan sifat "fungsi" delta

f (~p)δ (2) (~p − p~0 ) = f (p~0 )δ (2) (~p − p~0 ). (A.6)

Jika digunakan sistem satuan di mana ~ = 1, maka

tr[T̂ (~p)] = tr[T̂ (~k)] = (2π)2 δ (2) (~k), (A.7)

dengan p~ = ~~k.
Perumuman persamaan (A.7) dapat dilakukan untuk n bilangan genap [Sochichiu
, 2004] sehingga

tr[T̂ (k)] = tr[T̂ (k 1 , k 2 , . . . , k n )] = (2π)n δ (n) (k). (A.8)

Anda mungkin juga menyukai