Pembimbing :
LETKOL LAUT (K) dr. Akhmad Rofiq, M. Kes
Penyusun :
Andre 2017.04.2.0011
Anthony Stephen Halim 2017.04.2.0015
Mengesahkan,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan case report dengan topik
“Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen terhadap Sudden Deafness” dengan lancar.
Case report ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi Sastropanola, Phys.
Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat
bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan case report ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
Kami menyadari bahwa case report yang kami buat ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I .......................................................................................................................... 4
1.1 Terapi Oksigen Hiperbarik ................................................................................ 4
1.1.1. Definisi ....................................................................................................... 4
1.1.2. Sejarah ...................................................................................................... 5
1.1.3. Prinsip ................................................................................................. 6
1.1.4. Mekanisme HBO ................................................................................. 6
1.1.5 Indikasi ................................................................................................... 7
1.1.6 Kontraindikasi ............................................................................................. 8
1.1.7 Komplikasi .................................................................................................. 9
1.2 SUDDEN DEAFNESS...................................................................................... 9
1.2.1 Definisi ........................................................................................................... 9
1.2.2 Epidemiologi ............................................................................................... 9
1.2.3 Etiologi ...................................................................................................... 10
1.2.4 Faktor Predisposisi ................................................................................... 11
1.2.5 Patogenesis .............................................................................................. 11
1.2.6 Tanda dan Gejala ..................................................................................... 12
1.2.7 Diagnosis .................................................................................................. 13
1.2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 15
1.2.9 Prognosis .................................................................................................. 16
BAB II ....................................................................................................................... 18
BAB III ...................................................................................................................... 23
BAB IV...................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26
iii
BAB I
Tinjauan Pustaka
4
Gambar 2.1 multiplace chamber
(Lam, Gretl BA; Fontaine, Rocky CHT; Ross, Frank L. MD; Chiu, Ernest S. MD
Advances in Skin & Wound Care30(4):181-190, April 2017.)
(Lam, Gretl BA; Fontaine, Rocky CHT; Ross, Frank L. MD; Chiu, Ernest S. MD
Advances in Skin & Wound Care30(4):181-190, April 2017.)
1.1.2. Sejarah
Penggunaan Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) telah diterapkan sejak
since tahun 1600an, tetapi selama beberapa decade, penggunaannya tidak di danai,
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) di pasarkan perorangan sebagai keajaiban terapi
untuk berbagai penyakit dari gangguan sistem saraf hingga influenza hingga
carcinoma.Pada 1956, akan tetapi , Ite Boerema mempublikasikan makalah klinis
pertama dari Hyperbaric oxygen therapy (HBOT, dan untuk alasan ini, Ia dikenal
sebagai ‘the father of hyperbaric medicine’. Boerema adalah chief bedah di
University of Amsterdam, Belanda, dan Ia mulai menulis tentang pengguanaan
hyperbaric oxygen pada intraoperative untuk memperpanjang keamanan lama
operasi selama pembedahan jantung. 3
5
menyatakan panduan untuk Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) telah di
kembangkan. 2
1.1.3. Prinsip
Efek tekanan:
Efek vasokonstriksi:
6
Efek antibakterial:
Efek Anti-iskemik:
HBO terapi menghasilkan peningkatan oksigen terlarut dalam darah dan juga
meningkatkan deformability dari sel darah merah, yang membuat mereka dapat
menunju jaringan iskemik. 4
Efek penyembuhan:
1.1.5 Indikasi
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) pilihan terapi yang efisien untuk
meningkatkan perkembangan banyak penyakit terutama penyakit yang berhubungan
dengan kondisi hipoksia, dan secara klninis telah di dirikan sebagai wide-used
therapy untuk pasien dengan keracunan cabon monoxide, decompression sickness,
arterial gas embolism, problematic wound, dan lainya.5
HBO: Medicare approved berdasarkan ICD-96
7
927.8–927.9, 928.00–928.01, 928.10–928.11, 928.20–928.21, 928.3, 928.8–
928.9, 929.0, 929.9, 996.90- 996.99.)
1.1.6 Kontraindikasi
1. Absolut : -Pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian
oksigen hiperbarik dapat dilakukan tindakan bedah untuk
mengatasi pneumothorax.
2. Relatif :
a. Infeksi saluran nafas atas
b. Sinusitis kronis
c. Penyakit kejang
d. Emphysema with CO2 retention
e. Panas tinggi tak terkontrol
f. Riwayat pnemotorak spontan
g. Kerusakan paru asimptomatis pada chest X-ray
h. Riwayat operasi dada/ telinga
8
i. Infeksi virus
j. Neruitis optik7
1.1.7 Komplikasi
1. Barotrauma telinga
2. Barotrauma sinus/paranasal
3. Barotrauma gigi
4. Barotrauma paru
5. Keracunan Oksigen
6. Hyperoxic myopia
7. katarak
8. Myopia reversible 8
1.2.1 Definisi
, Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba,
bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai
penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi
berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang
dari 3 hari. Oleh karena kerusakannya terutama di koklea dan biasanya bersifat
permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat otology. 1,2
1.2.2 Epidemiologi
Ketulian pada tuli mendadak sebagian besar kasus terjadi pada satu telinga
(unilateral) dan hanya 1,7% - 2% kasus terjadi pada dua telinga (bilateral). Di
Amerika Serikat terjadi 5-20 kasus tuli mendadak per 100.000 penduduk pertahun.
Hadjar E melaporkan di sub bagian Neurotologi THT FKUI/ RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 terdapat 262
pasien tuli mendadak yang merupakan 6,24 % dari seluruh penderita ketulian dan
10% dari tuli sensorineural dan 36% dari penderita tuli akibat kelainan vaskuler. 1,3
Diperkirakan sekitar 4000 kasus sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)
terjadi di USA setiap tahunnya. Insidens kejadian di US ini berkisar antara 5-20
kasus per 100.000 orang. Banyak kasus yang tidak dilaporkan, sehingga sangat
9
besar kemungkinan angka tersebut bisa lebih tinggi. Hal ini dikarenakan tuli
mendadak dapat teratasi sebelum pasien tersebut mengunjungi tempat pelayanan
kesehatan.2
Distribusi antara pria dan wanita terlihat hampir sama. Berdasarkan data dari
beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa sekitar 53% pria terkena tuli mendadak
dibandingkan wanita. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian kasus ini. Tuli mendadak dapat mengenai semua golongan
usia, walaupun pada beberapa penelitian, hanya sedikit ditemukan pada anak-anak
dan lansia. Puncak insidensi muncul pada usia 50an. Dewasa muda memiliki angka
kejadian yang hampir sama dengan dewasa pertengahan-tua. Usia rata-rata sekitar
40-54 tahun.2
1.2.3 Etiologi
Etiologi dari tuli mendadak dapat dibagi menjadi kategori yang luas: (1) virus
dan infeksi, (2) autoimun, (3) ruptur membran labirin/ trauma, (4) vaskular, (5)
neurologik, dan (6) Neoplastik. Terdapat bermacam kondisi didalam setiap kategori
ini yang berhubungan dengan tuli mendadak, diantaranya: 8
Infeksi: Autoimun:
- Meningococcal meningitis - Autoimmune inner ear disease
- Herpesvirus (simplex, zoster, (AIED)
varicella, cytomegalovirus) - Ulcerative colitis
- Mumps - Relapsing polychondritis
- Human immunodeficiency virus - Lupus erythematosus
- Lassa fever - Polyarteritis nodosa
- Mycoplasma - Cogan’s syndrome
- Cryptococcal meningitis - Wegener’s granulomatosis
- Toxoplasmosis
- Syphilis
- Rubeola
- Rubella
- Human spumaretrovirus
Trauma Vaskular
- Perilymph fistula - Vascular disease/alteration of
- Inner ear decompression sickness microcirculation
10
- Temporal bone fracture - Vascular disease associated with
- Inner ear concussion mitochondriopathy
- Otologic surgery (stapedectomy) - Vertebrobasilar insufficiency
- Surgical complication of nonotologic - Red blood cell deformability
surgery - Sickle cell disease
- Cardiopulmonary bypass
Neurologic Neoplastic
- Multiple sclerosis - Acoustic neuroma
- Focal pontine ischemia - Leukemia
- Migraine - Myeloma
- Metastasis to internal auditory canal
- Meningeal carcinomatosis
- Contralateral deafness after acoustic
neuroma surgery
1.2.5 Patogenesis
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh iskemia
koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan
atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere dan neuroma akustik. Tetapi
yang biasanya dianggap sebagai etiologi adalah iskemia koklea dan infeksi virus. 1
11
penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membran basal jarang
terkena.1
Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus influenza B dan
mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ korti, membran tektoria dan
selubung myelin saraf akustik. Ketulian yang terjadi biasanya berat, terutama pada
frekuensi sedang dan tinggi 3. Ada beberapa jalan yang dilalui virus untuk dapat
sampai ke telinga dalam yaitu yang paling sering melalui aliran darah (viremia). Pada
fase awal virus akan dideposit dalam membrane koklea. Selain itu virus dapat masuk
ke telinga dalam dari ruang subaraknoidea melalui akuaduktus koklearis masuk ke
ruang perilimfe. Jalur lain adalah langsung dari telinga tengah masuk ke telinga
dalam, seperti pada otitis media nonsupurativa akibat infeksi saluran nafas. Partikel
virus akan memperbanyak diri, mempercepat terjadinya perubahan-perubahan
patologis, yang kadang-kadang masih reversible tapi dapat juga berupa kelainan
yang menetap. Mula-mula virus akan melekat pada endotel pembuluh darah, terjadi
pembengkakan dan proliferasi endotel sehingga mengakibatkan menyempitnya
lumen pembuluh darah dan berkurangnya aliran darah. Hemaglutinasi dan
penyumbatan akan terjadi apabila partikel virus menempel pada sel-sel darah
merah, selain itu juga akan menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dan menyumbat
pembuluh darah kapiler. Apabila terjadi pada arteri yang mendarahi koklea akan
muncul keluhan tinnitus dan ketulian. Bila terjadi sumbatan yang lebih proksimal,
akan terjadi gangguan pada fungsi vestibuler berupa vertigo.7
Teori lainnya terjadi tuli adalah akibat ruptur membran intrakoklea. Membran
ini memisah telinga tengah dan telinga dalam. Di dalam koklea juga terdapat
membran-membran halus memisah ruang perilimfe dan endolimfe. Secara teoritis,
ruptur dari salah satu atau kedua jenis membran ini dapat mengakibatkan tuli
mendadak. Kebocoran cairan perilimfe ke ruang telinga tengah lewat round window
dan oval window telah diyakini sebagai mekanisme penyebab tuli. Ruptur membran
intrakoklea menyebabkan bercampurnya perilmfe dan endolimfe dan merubah
potensi endokoklea secara efektif.7
12
Kemungkinan sebagai pegangan harus diingat bahwa perubahan yang menetap
akan terjadi sangat cepat. Ketulian paling banyak bersifat unilateral dan hanya
sekitar 4% yang bilateral, dan biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo. 1
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau menahun secara
tidak jelas. Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga,
dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Kemungkinan ada gejala dan tanda
penyakit virus seperti parotis varisela, variola atau pada anamnesis baru sembuh
dari penyakit virus tersebut.1
1.2.7 Diagnosis
Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang audiologi dan laboratorium.
a. Anamnesis 1,2,3
1. Kehilangan pendengaran tiba-tiba biasanya satu telinga yang tidak jelas
penyebabnya berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.
2. Pasien biasanya mengingat dengan jelas kapan tepatnya mereka kehilangan
pendengaran, pasien seperti mendengar bunyi ”klik” atau ”pop” kemudian
pasien kehilangan pendengaran.
3. Gejala pertama adalah berupa tinitus, beberapa jam bahkan beberapa hari
sebelumnya bisa didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-obat
ototoksik, dan neuroma akustik.
4. Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal terbanyak dari tuli
mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear dan infeksi virus, dan
vertigo akan lebih hebat pada penyakit meniere, tapi vertigo tidak ditemukan
atau jarang pada tuli mendadak akibat neuroma akustik, obat ototoksik.
5. Mual dan muntah.
6. Demam tinggi dan kejang.
7. Riwayat infeksi virus seperti mumps, campak, herpes zooster, CMV, influenza
B.
8. Riwayat hipertensi.
9. Riwayat penyakit metabolik seperti DM.
10. Telinga terasa penuh, biasanya pada penyakit meniere.
11. Riwayat berpergian dengan pesawat atau menyelam ke dasar laut.
12. Riwayat trauma kepala dan bising keras.
13
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kepala, leher dan kelenjar getah bening regional dianjurkan
untuk dilakukan. Limfadenopati dapat mengindikasi adanya keganasan atau infeksi
telinga tengah yang berefek pada nervus fasialis. Abnormalitas nervus kranialis
dapat memberi kecurigaan adanya lesi intrakranial (seperti neuroma akustik atau
keganasan) atau sklerosis multipel.3
Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop, tidak ditemukan kelainan pada
telinga yang sakit. Sementara dengan pemeriksaan pendengaran didapatkan hasil
sebagai berikut:1,2,3
Tes penala :
Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, Schwabach memendek.
Kesan : Tuli sensorieural
Audiometri nada murni :
Tuli sensorineural ringan sampai berat.
c. Pemeriksaan penunjang
Audiometri khusus 1
- Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor : 100% atau kurang
dari 70%
- Tes Tone decay atau reflek kelelahan negatif.
Kesan : Bukan tuli retrokoklea
Audiometri tutur (speech audiometry)1
- SDS (speech discrimination score): kurang dari 100%
Kesan : Tuli sensorineural
Audiometri impedans1
Timpanogram tipe A (normal) reflek stapedius ipsilateral negatif atau positif
sedangkan kolateral positif.
Kesan : Tuli sensorineural Koklea
BERA ( Brainstem Evolved Responce Audiometry)
Menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat
ENG ( Electtronistagmografi), mungkin terdapat paresis kanal
Radiologi, pemeriksaan CT can dan MRI dengan kontras diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis seperti neuroma akustik dan malformasi tulang temporal
Arteriografi, dilakukan untuk kasus yang diduga akibat trombosis
14
Pemeriksaan Laboratorium
- Hitung sel darah lengkap.
- LED.
- Faal Hemotasis dan faktor kuagalasi (PTT.
- Kultur bakterik.
- Eletrolit pada kadar glukosa .
- Kolesterol dan trigliserida
- Uji fungsi tiroid
1.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk tuli mendadak sampai saat ini merupakan suatu hal yang
kontroversi, tingginya angka perbaikan secara spontan ke arah normal maupun
mendekati normal menyulitkan evaluasi pengobatan untuk tuli mendadak. Tak ada
studi terkontrol yang dilakukan yang dapat membuktikan bahwa suatu obat secara
bermakna menyembuhkan tuli mendadak.Seperti diketahui angka penyembuhan
secara spontan tuli mendadak terjadi antara 40-70% kasus.Ada pendapat ahli
menyatakan bahwa sebagian besar kasus tuli mendadak mengalami proses
penyembuhan secara partial terutama selama 14 hari pertama setelah onset
penyakit.1
Terapi untuk tuli mendadak adalah: 1
1. Tirah baring sempurna(total bed rest) istirahat fisik dan mental selama 2 minggu
untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya pada
keadaan kegagalan neovaskular.
2. Vasodilatansia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian Complamin injeksi.
3x 1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
3x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari
3x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari
3x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari
Disertai dengan pemberian tablet vasodilator oral tiap hari.
3. Prednison 4x 10 mg (2 tablet), tappering off tiap 3 hari (hati– hati pada penderita
DM).
4. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
15
5. Neurobion 3x1 tablet /hari
6. Diit rendah garam dan rendah kolesterol
7. Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit), obat antivirus sesuai dengan virus
penyebab
8. Hipertonik oksigen terapi
9. Hiperbarik Oksigen Terapi
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan kortikosteroid
injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara rutin setiap hari serta
konsultasi ahli penyakit dalam. Apabila hasil konsultasi dengan Sub Bagian
hematologi Penyakit Dalam dan Bagian kardiologi ditemukan kelainan, terapi
ditambah sesuai dengan nasehat bagian tersebut.1
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1 bulan.
Kallinen et al (1997) mendefinisikan perbaikan pendengaran pada tuli mendadak
adalah sebagai berikut:
1. Sangat baik, apabila perbaikan >30 dB pada 5 frekuensi.
2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran <30 dB pada frekuensi
250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB pada frekuensi 4000
Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10- 30 dB pada 5 frekuensi.
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan <10 dB pada 5 frekuensi.
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di atas,
dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Apabila dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat
berkomunikasi secara adekuat perlu dilakukan psikoterapi dengan
tujuan agar pasien dapat menerima keadaan. Rehabilitasi pendengaran
agar dengan sisa pendengaran yang ada dapat digunakan secara
maksimal bila memakai alat bantu dengar dan rehabilitasi suara agar
dapat mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena
pendengarannya tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut. 1
1.2.9 Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kecepatan
pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia, derajat tuli saraf dan
adanya faktor- faktor predisposisi. Pada umumnya makin cepat diberikan
16
pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh, bila telah lebih dari 2 minggu
kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau
lengkap, tetapi dapat juga tidak sembuh. Prognosis tuli mendadak tidak sejelek yang
diperkirakan. Hampir 1/3 penderita dapat sembuh sampai normal kembali, 1/3 masih
ada sisa 40-80 SRT (Speech Recognition Threshold) dan 1/3 lainnya mengalami tuli
total. 2
17
BAB II
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI AL
Alamat : Jl. Wonokitri I no 20
Tanggal Pemeriksaan : 11 Maret 2019
Subjektif
1. Keluhan utama :
tidak dapat mendengar pada telinga kiri
2. Keluhan tambahan :
Suara grebeg-grebeg telinga kiri
18
4. Riwayat penyakit dahulu :
a. DM (-)
b. HT (-)
c. Batuk pilek (-)
d. Riwayat operasi dada/ telinga (-)/(-)
e. Asma (-)
f. Alergi (-)
g. Riwayat Trauma (-)
h. Riwayat penyakit telinga lain/ keluhan yang sama (-)
5. Riwayat penyakit keluarga :
a. DM (-)
b. HT (-)
c. Asma (-)
d. Alergi (-)
6. Riwayat Pengobatan:
a. Metkobalamin 500mg (3x1)
b. Piracetam 800mg (2x1.5)
c. MP 16 (1-1-0)
Objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak baik dan kooperatif
Kesadaran/GCS : compos mentis/ 4-5-6
Gizi : Baik
Vital sign : Tensi : 125/80mmhg
Nadi: 84x/menit
RR: 19x/ menit
Suhu: 36,5O C
SpO2: 99%
2. Status Generalis
Kepala: A/I/C/D = -/-/-/-
Leher: Pembesaran thyroid (-)
Pembearan KGB (-)
19
Deviasi Trakea (-)
Thorax: Pulmo : I = Bentuk simetris, pergerakan dada simetris
P = Pergerakan simetris, Fremitus raba simetris
P = Sonor / Sonor
A = Rhonki / wheezing : -/-
Cor : I : normochest
P : Ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kanan atas ICS II Parasternal line dextra, batas
bawah ICS IV Parasternal Line Dextra, Batas Jantung kiri atas
ICS II Parasternal Line Sinistra, Batas jantung kiri bawah ICS IV
Mid Axillar Line Sinistra
A : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I : Tampak normal
A: Bising usus normal
P: H/L/R : -/-/-, nyeri tekan (-)
P: timpani (+)
Ekstremitas : AHKM +|+ Edema -|-
+|+ -|-
3. Status Lokalis Telinga (S)
Inspeksi : Aurikula : bentuk N
Hiperemi (-)
Tumor (-)
Edema (-)
MAE : Hiperemi (-)
Sekret (-)
Corpal (-)
Edema (-)
Serumen (-)
MT : Posisi N
Warna Putih mutiara
Hiperemi (-)
Perforasi (-)
Bombans (-)
Sekret (-)
20
Kolesteatoma(-)
Cone of light (-)
Assessment
Sudden Deafness
Planning
1. Planning Terapi:
- Terapi hiperbarik 10 hari beruturut-turut
- Lanjutkan terapi farmakologi: 2 x 1 ½ Piracetam 800 mg
3 x 1 Mecobalamin 5mg
1 – 1 – 0 MP16
2. Planning Monitoring :
21
Evaluasi keluhan pasien, TTV, Audiometri ulang setelah terapi HBO selesai
3. Planning Edukasi :
Kontrol rutin, minum obat teratur sesuai dosis yang dianjurkan, hindari suara
yang terlalu keras, terapi hiperbarik rutin
22
BAB III
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
7. Terapi yang diberikan yaitu tirah baring, vasodilatansia, kortikosteroid,
pengaturan dietrendah garam dan rendah kolesterol, inhalasi oksigen, terapi
kausa viral, oksigen hiperbarik.
8. Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan
untuk sembuh, bila telah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjaadi
lebih kecil
9. Terdapat kecocokan antara 7 poin teori di atas dengan kasus pasien.
25
DAFTAR PUSTAKA
9. Jenny B dan Indro S. Tuli mendadak. Dalam: Soepardi EF, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Hal 46-48
10. Stachler JR, et al. Clinical Practice Guideline: Sudden Hearing Loss.
Otolaryngology – Head and Neck Surgery 146(1S) S1–S35 © American
Academy of Otolaryngology—Head and Neck Surgery Foundation 2012: p.1-
28
26
11. Foden N, Mehta N, Joseph T. Sudden onset hearing loss: Causes,
investigations and management. Australian Fa mily Physician Vol. 42, No. 9,
September 2013: p.641-644
12. Seeley, Stephen, Tate. The Special Sense. Anatomy and Physiology. The
McGraw-Hill Companies, 2004: p. 528-540
13. Van De Graaff. Head. Human Anatomy, 6th edition. New York: The McGraw-
Hill Companies. 2001. pg 516-519
14. Indro S, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam:
Soepardi EF, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 10 – 13
15. Suckfull M. Continuing Medical Education :Perspectives on the
Pathophysiology and Treatment of Sudden Idiopathic Sensorineural Hearing
Loss. Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2009; 106(41):
669–76
16. Muller C, Vrabec J, Quinn FB. Sudden Sensorineural Hearing Loss. USA:
UTMB Dept. of Otolaryngology.June 13, 2001: p.1-15
17. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 133:582-586.Jain, KK. 1990. Textbook of
hyperbaric medicine. USA:Hogrefe&Huber Publishers.Latham, E; Hare, MA;
Neumeister, M. 2008.
27