Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

HUBUNGAN ANTARA TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP


SENSITIVITAS OBAT

Pembimbing:
Mayor Laut (K/W) dr Titut Harnanik, M.Kes

Penyusun :
Shanfeiki Purnomo 2017.04.2.0157
Firza Nurul Ziana 2019.04.2.0084

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH


LAKESLA SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Hubungan Antara Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap


Sensitivitas Obat” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca
dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu
Kesehatan Angkatan Laut Lakesla Surabaya.

Surabaya, 20 Juni 2019

Mayor Laut (K/W) dr Titut Harnanik, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan topik
“HUBUNGAN ANTARA TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP
SENSITIVITAS OBAT” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA
Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada:

A. Mayor Laut (K/W) dr. Titut Harnanik,M.Kes


B. Para dokter di bagian LAKESLA Surabaya.
C. Para perawat dan pegawai di LAKESLA Surabaya.

Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, 20 Juni 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik ......................................................... 2
2.1.1 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik .................................. 2
2.1.2 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik ................................. 2
2.1.3 Hukum-hukum Fisika pada Terapi Oksigen Hiperbarik ... 3
2.1.4 Macam-macam Chamber Hiperbarik ............................... 4
2.1.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .................................. 6
2.1.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ....................... 7
2.2 Metformin .................................................................................... 9
2.2.1 Definisi ............................................................................ 9
2.2.2 Mekanisme Kerja ............................................................. 9
2.2.3 Indikasi .......................................................................... 11
2.2.4 Kontraindikasi ................................................................ 11
2.2.5 Efek Samping ................................................................ 11
2.2.6 Hubungan Metformin dengan Terapi HBO ..................... 12
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ............................................................. 14
BAB 4 KESIMPULAN .................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16
LAMPIRAN JURNAL ................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu terapi dimana seseorang
mengirup oksigen murni 100% dengan diberikan peningkatan tekanan
atmosfer. Terapi oksigen hiperbarik dapat dilakukan di dalam chamber
untuk satu orang (mono) atau secara berkelompok (biasanya 2
hingga 14 pasien). Tekanan yang diberikan saat berada di dalam
chamber biasanya 2 hingga 3 atmosfer absolut (ATA). Terapi
biasanya berlangsung selama 1,5 hingga 2 jam, tergantung dari
indikasi (Thom, Bhopale, & Milovanova, 2011)

Di ruang terapi oksigen hiperbarik, tekanan udara dinaikkan hingga


tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara normal sehingga paru-paru
dapat mengumpulkan hingga tiga kali lebih banyak oksigen dari pada
menghirup oksigen murni pada tekanan udara normal. Darah akan
membawa seluruh oksigen tersebut ke seluruh tubuh dan akhirnya
memberikan efek efek tertentu pada beberapa sistem di tubuh
manusia. (Latham, 2016)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik


2.1.1 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah penggunaan 100%
oksigen pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer.
Pasien akan menghirup 100% oksigen secara bertahap
bersamaan dengan peningkatan tekanan kamar terapi menjadi
lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA). Dasar dari terapi hiperbarik
sedikit banyak mengadung prinsip fisika. Teori Toricelli yang
mendasari terapi ini, digunakan untuk menentukan tekanan
udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut,
komposisi unsur-unsur udara yang terkandung didalamnya
mengandung nitrogen (N2) 79% dan Oksigen (O2) 21%.
Pernafasan kitapun demikian. Pada terapi hiperbarik, oksigen
ruangan yang disediakan mengandung oksigen 100%. Terapi
hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum
Dalton, Boyle, Charles, dan Henry. (Sourabh & Guruswamy,
2012)

2.1.2 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik


Dimulai oleh Dr. Henshaw dari Inggris yang membangun
RUBT pada tahun 1662 untuk mengobati beberapa jenis
penyakit. Penggunaan udara bertekanan tinggi dan terapi
oksigen hiperbarik dalam klinik terus berkembang, meskipun
mengalami pasang surut. Sampai kemudian pada tahun 1921 Dr.
J. Cunningham mulai mengemukakan teori dasar tentang
penggunaan oksigen hiperbarik untuk mengobati keadaan
hipoksia.

2
Tahun 1930an, penelitian-penelitian tentang penggunaan
oksigen hiperbarik mulai dilaksanakan dengan lebih terarah dan
mendalam. Sampai kemudian sekitar tahun 1960an Dr. Borrema
memaparkan hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen
hiperbarik yang larut secara fisik didalam aliran darah, sehingga
dapat memberi hidup pada keadaan tanpa Hb yang disebut life
without blood. Hasil penelitiannya tentang pengobatan gas
gangren dengan oksigen hiperbarik membuat ia dikenal sebagai
Bapak RUBT. Sejak saat itu terapi oksigen hiperbarik
berkembang pesat dan terus berlanjut sampai saat ini. (Rijadi,
2016)

2.1.3 Hukum-hukum Fisika Dasar pada Terapi Oksigen Hiperbarik


Dasar dari terapi oksigen hiperbarik terletak pada hukum gas
ideal yaitu (Gill, 2004).
a. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan,
tekanan dan volume gas berbanding terbalik.
P1 V1 = P 2 V2
b. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan suatu campuran
gas sama dengan jumlah tekanan parsial masing-masing gas
P = P1 + P2 + P3 + …..
c. Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas terlarut dalam
cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan parsial
gas tersebut pada temperatur tetap.
d. Hukum Charles menyatakan bahwa pada volume tetap,
temperatur suatu gas berbanding lurus dengan tekanannya.
𝑃𝑉
=𝐾
𝑇

3
Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada
pemikiran-pemikiran/alasan-alasan sebagai berikut (Rijadi, 2016)
a. Pemakaian tekanan akan memperkecil volum gelembung gas
dan penggunaan oksigen hiperbarik juga akan mempercepat
resolusi gelembung gas
b. Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik
akan menerima oksigen secara maksimal
c. Pada daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik
mendorong/merangsang pembentukan pembuluh darah kapiler
baru
d. Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif
maupun gram negatif dengan pemberian OHB
e. Oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan
meningkatkan efek fagositosis (bakterisidal) dari leukosit.

2.1.4 Macam-macam Chamber Hiperbarik


a. Multiplace Chamber
Multiplace chamber dapat merawat beberapa pasien
sekaligus, umumnya dengan perawat atau pengamat yang
berada dalam chamber untuk memantau pasien dan
membantu manipulasi peralatan atau keadaan darurat.
Pasien di ruang multiplace menghirup 100% oksigen melalui
masker atau tudung plastik yang pas. Multiplace chamber
biasanya dapat ditekan hingga setara dengan sekitar enam
atmosfir tekanan. (Latham, 2016)

Jika campuran gas (nitrogen atau helium) yang berbeda


diinginkan, campuran dapat diberikan, melalui masker, hanya
pada pasien, bukan pada pekerja. Semua peralatan yang
digunakan dengan pasien, seperti ventilator dan saluran
intravena, dimasukkan ke dalam kamar dengan pasien.

4
Karena karyawan tersebut menghirup udara selama
perawatan (tidak menggunakan masker), asupan nitrogennya
harus dipantau, karena ini menimbulkan risiko masalah yang
serupa dengan yang kadang-kadang dikembangkan oleh
penyelam scuba (misalnya, penyakit dekompresi [DCS]).
(Latham, 2016)

Gambar : multiplace chamber, sumber : Gretl et al, 2017

b. Monoplace Chamber
Sebuah ruang monoplace mengkompresi satu orang pada
satu waktu, biasanya dalam posisi berbaring. Gas yang
digunakan untuk menekan chamber biasanya 100% oksigen.
Beberapa chamber memiliki masker yang tersedia untuk
menyediakan gas pernafasan alternatif (seperti udara). Tender
mengawasi pasien dari luar chamber dan peralatan tetap
berada di luar chamber. Hanya saluran intravena dan saluran
ventilasi tertentu yang dapat masuk ke dalam chamber. Kamar
duoplace yang baru bisa menampung dua orang. Cara kerja

5
chamber duoplace mirip dengan chamber monoplace.
(Latham, 2016)

Gambar : Monoplace chamber, sumber : Gretl et al, 2017

2.1.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Indikasi- indikasi untuk terapi OHB (Weaver, 2014) :
1. Emboli udara dan gas
2. Insufisiensi arteri
a. Oklusi arteri centralis retina
b. Peningkatan penyembuhan luka
3. Keracunan karbon monoksida
4. Clostridial myonecrosis (gas gangrene)
5. Penerimaan sel cangkok (Graft and Flaps)
6. Crush injury dan Skeletal Muscle-Compartment Syndrome
7. Penyakit dekompresi
8. Kerusakan akibat radiasi (nekrosis jaringan lunak dan tulang)
9. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss

6
10. Abses intrakranial
11. Infeksi akibat nekrosis jaringan lunak
12. Refractory Osteomyelitis
13. Anemia berat
14. Luka bakar

2.1.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Kontraindikasi absolut (Latham, 2016)
Absolute Reason Necessary Conditions
Contraindications Contraindicated Prior to HBOT
Tension pneumothorax
Untreated
Pneumomediastinum Thoracostomy
pneumothorax

Kontraindikasi relatif (Latham, 2016)


Necessary
Relative Reason
Conditions Prior to
Contraindications Contraindicated
HBOT
Air trapping upon ascent
Must be well controlled
Asthma leading to
with medications
pneumothorax
Treatment with
Claustrophobia Anxiety
benzodiazepines
Congenital None; HBOT for
Severe hemolysis
spherocytosis emergencies only
chronic Obstructive
Loss of hypoxic drive to Observation in
Pulmonary Disease
breathe chamber
(COPD)
Eustachian tube Barotrauma to tympanic
Training, PE tubes
dysfunction membrane

7
High fever Higher risk of seizures Provide antipyretic
Ensure company has
Malfunction or
Pacemakers or pressure-tested device
deformation of device
epidural pain pump and learn to what
under pressure
depth
Unknown effect on fetus
None, but HBOT may
(Previous studies from
Pregnancy be used in
Russia suggest HBOT
emergencies
is safe.)
Should be stable on
May have lower seizure medications; may be
Seizures
threshold treated with
benzodiazepines
Upper respiratory Resolution of
infection (URI) Barotrauma symptoms or
decongestants
No treatment for
Bleomycin Interstitial pneumonitis extended time from
use of medication
No treatment for
Cisplatin Impaired wound healing extended time from
use of medication

Blocks superoxide
dismutase, which is
Disulfiram Discontinue medication
protective against
oxygen toxicity

Doxorubicin Cardiotoxicity Discontinue medication

Discontinue and
Sulfamylon Impaired wound healing
remove medication

8
2.2 Metformin
2.2.1 Definisi
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan
OHO yang dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien diabetes mellitus tipe II, penggunaannya bertujuan
untuk menurunkan resistensi insulin dengan memperbaiki
sensitivitas insulin terhadap jaringan.

2.2.2 Mekanisme Kerja


Metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemia sedang
sulfonylurea sebagai obat yang bekerja sebagai hipoglikemik
Mekanisme kerja metformin menambah uptake di perifer dengan
meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin, menekan
produksi glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi fatty acid dan
meningkatkan pemakaian glukosa dalam usus melalui proses
non oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk akan di ekstraksi oleh
hati dan digunakan sebagai bahan baku glukoneogenesis.
Keadaan ini mencegah terjadinya efek penurunan kadar glukosa
yang berlebihan. Pada pemakaian tunggal metformin dapat
menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% (Katzung, 2012).

Mekanisme metformin secara molekuler sangat kompleks.


Penggunaan metformin dapat berakhir pada proses fosforilasi
dan aktivasi AMP activated protein kinase (AMPK) di hepar, yang
kemudian akan menghasilkan beberapa efek farmakologis yang
luas, termasuk inhibisi sintesis glukosa dan lipid. Meskipun tidak
diketahui secara pasti jalur fosforilasi AMPK, komponen
molekular seperti LBK1/STK11 dan ATM diketahui memiliki
peran dalam proses fosforilasi AMPK oleh metformin (Foretz, et
al., 2011). Namun, ATM, LBK1 dan AMPK bukan sasaran
langsung metformin. Penelitian yang dilakukan Foretz et al.

9
(2010) mendapatkan adanya efek inhibisi glukoneogenesis
hepatik pada tikus yang dijadikan defisiensi AMPK. Penelitian
lain mendapatkan adanya aktivasi AMPK dan inhibisi
glukoneogenesis pada tikus yang mengalami defisiensi OCT1.
Hal tersebut menandakan adanya efek inhibisi glukoneogenesis
oleh metformin dapat terjadi secara tergantung AMPK ataupun
tidak tergantung AMPK (Foretz et al., 2010 ; Kim et al., 2008) .

AMPK merupakan pengatur utama metabolisme lipid dan


glukosa dalam sel. AMPK yang teraktivasi dapat memfosforilasi
dan menginaktivasi HMG-CoA reduktase, MTOR, ACC-2, ACC,
gliserol-3-fosfat asiltransferase. Aktivasi AMPK oleh metformin
juga dapat menimbulkan efek supresi pada SREBP-1 ; sebuah
faktor transkripsi lipogenik dan mengganggu koaktivasi PXR
dengan SRC1 sehingga terjadi penurunan ekspresi gen
CYP3A4. Fosforilasi AMPK juga dapat mengaktivasi SiRT dan
meningkatkan ekspresi Pgc-1a di nukleus yang akan
menyebabkan terjadinya proses aktivasi biogenesis mitokondial.
Selain itu, aktivasi AMPK akan menyebabkan peningkatan
ambilan glukosa di otot skeletal oleh karena peningkatan GLUT4
(Gong et al., 2012).

10
2.2.3 Indikasi
Metformin tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen.
Metformin biasa digunakan pada terapi diabetes pada orang
dewasa. Dosis metformin adalah 1-3 gram sehari dibagi dalam
2-3 kali pemberian (Suherman, 2009).

2.2.4 Kontraindikasi
Metformin tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien
penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, penyakit
jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.
Pada pasien yang akan diberikan zat kontras intravena atau
yang akan dioperasi, pemberian obat ini harus dihentikan.
Setelah lebih dari 48 jam, obat ini dapat diberikan dengan
catatan bahwa fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk
mencegah terjadinya pembentukan laktat yang berlebihan dan
dapat berakhir fatal akibat terjadinya asidosis laktat (Suherman,
2009).

2.2.5 Efek Samping


Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem
kardiovaskular, pemberian biguanid dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini
dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan
tubuh. Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual,
muntah, diare, dan rasa pengecapan logam; akan tetapi
keluhan tersebut dapat dihilangkan dengan menurunkan dosis
pemberian obat (Suherman, 2009).

11
2.2.6 Hubungan Metformin dengan terapi HBO
Meskipun sejarah panjang dan keberhasilan metformin
sebagai pengobatan untuk diabetes tipe 2, ada insiden
kumulatif pada studi 5 tahun di Inggris, bahwa kegagalan
monoterapi Metformin adalah 21% dari 4360 pasien dengan
diabetes tipe 2. Bahkan, untuk mengatasi masalah kegagalan
monoterapi Metformin, pasien diberikan kombinasi obat anti-
diabetes oral, seperti turunan Thiazolidinediones -
Rosiglitazone, turunan Sulphonylureas - Glibenclamide atau
analog insulin. Kemajuan komplikasi diabetes peristiwa
kardiovaskular seperti itu masih terjadi (Khan et al. 2006).

Terapi HBO melibatkan inhalasi oksigen 100% berselang-


seling di dalam ruangan bertekanan pada 2,4 Atmosphere
Absolute (ATA). Manfaat HBO meningkatkan kadar oksigen
jaringan akan meningkatkan metabolisme glukosa dan produksi
NO (Wang 2003, Gill 2004, Richard 2004, Mathieu 2006).
Dengan demikian, HBOT dianggap sebagai pengobatan
tambahan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan kegagalan
monoterapi Metformin, terutama dalam meningkatkan
konsentrasi eNOS.

Glukosa darah puasa hampir dalam kondisi "normo-glikemia"


setelah terapi kombinasi Mettformin dan HBO diberikan.
Monoterapi Metformin mampu mengurangi glukosa darah puasa
sekitar 60-80 mg / dl (Goodman & Gilman 2006, Katzung 2008,
Dipiro 2009). Terapi HBO 2,4 ATA 10 kali dapat mengurangi
glukosa darah sekitar 73 mg / dl (Wijayatno 2000). Selain itu,
terapi kombinasi Metformin dan HBO mampu mengendalikan
glukosa darah puasa sekitar 81,5 mg / dl. Agaknya terapi
Metformin dan HBO memiliki efek sinergisme dalam mengurangi

12
kondisi hiperglikemia. Terapi HBO memiliki efek yang sama
dengan olahraga sehingga mampu mengaktifkan AMPK,
sehingga glukosa dapat digunakan sebagai sumber daya ATP.
Namun, mekanisme spesifik aksi kombinasi Metfomin dan terapi
HBO masih harus ditentukan.

Selanjutnya, konsentrasi eNOS meningkat secara signifikan


setelah terapi kombinasi Mettformin dan HBO diberikan. Setiap
kali konsentrasi eNOS dinaikkan, itu akan meningkatkan NO
yang dilepaskan. NO memiliki banyak fungsi untuk melindungi
endotel vaskular, dengan demikian, itu akan menjadi harapan
baru untuk mencegah pasien diabetes dari kejadian
kardiovaskular (Storey et al. 2001, Hamilton et al. 2007, Calvert
et al. 2008) Mekanisme peningkatan Konsentrasi eNOS dengan
memberikan terapi kombinasi Mettformin dan HBO yang diduga
melalui aktivasi AMPK. Efek sinergisme lain dari terapi kombinasi
Mettformin dan HBO adalah terapi HBO yang mengurangi kadar
laktat plasma, efek buruk Metformin, dengan meningkatkan
oksigen sel dalam metabolisme glukosa aerob. Selain itu, terapi
kombinasi Metformin dan HBO juga bekerja dalam kemampuan
ereksi karena produksi NO. Produksi NO bertahan dalam
rangsangan yang memicu penis, memungkinkan relaksasi yang
berlanjut dan ereksi penuh pada penis (Musicki 2006, Zeng et al.
2008).

13
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

Laktat ↑

O2 sel ↑ dalam
Hiperoksia
Metabolism aerob

Metformin Terapi HBO

Hiperglikemia

Glukosa

eNOS↑ AMPK

ATP

NO↑

Endotel
vascular
terlindungi

14
BAB IV
KESIMPULAN

Dalam terapi untuk diabetes tipe 2, terapi oksigen hiperbarik


bekerja secara sinergis dengan Metformin, terutama dengan
meningkatkan terapi Metformin dalam mengurangi glukosa darah dan
meningkatkan eNOS. Ini adalah harapan baru untuk mencegah
komplikasi mikro dan makroangiopati pada pasien dengan
hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh diabetes tipe 2.

15
DAFTAR PUSTAKA

16
LAMPIRAN JURNAL

17

Anda mungkin juga menyukai