Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

HIPERBARIK OKSIGEN
KORELASI TERAPI HBO TERHADAP OPTIMALISASI PERCEPATAN
ALIRAN DARAH

Pembimbing:
Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes

Penyusun:
Novy Syahbrina Azara 2017.04.2.00311
Oktaferiko Vabriansyah 2017.04.2.00318

LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Korelasi Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Optimalisasi


Percepatan Aliran Darah” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu
tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda
di bagian Lembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med. R. Rijadi S., Phys,
Surabaya.

Mengesahkan,

Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan topik
“Korelasi Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Optimalisasi Percepatan
Aliran Darah” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu
penilaian tugas untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian
Lembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med. R. Rijadi S., Phys, Surabaya.
Penulis berharap referat ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


pihak-pihak yang membantu penulis dalam penyusunan referat ini, yaitu:

a. Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes


b. Para dokter diLembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med. R. Rijadi S.,
Phys, Surabaya
c. Para perawat dan pegawai di Lembaga Kesehatan Kelautan Drs.
Med. R. Rijadi S., Phys, Surabaya

Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik
yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Surabaya, 23 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.............................................................................. i
Kata Pengantar....................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ............................................................ 2


2.1 Terapi Hyperbaric Oxygen (HBO)........................................... 2
2.1.1 Definisi HBO.................................................................. 2
2.1.2 Sejarah HBO ................................................................. 2
2.1.3 Prinsip HBO................................................................... 3
2.1.4 Cara kerja HBO............................................................. 4
2.1.5 Efek terapeutik HBO..................................................... 5
2.1.6 Macam-macam chamber HBO...................................... 6
2.1.7 Indikasi HBO ................................................................. 8
2.1.8 Kontraindikasi HBO....................................................... 10
2.1.9 Komplikasi HBO............................................................ 14
2.2 Apoptosis................................................................................14
2.2.1 Estrogen.......................................................................14
2.2.2 Fungsi Estrogen .......................................................... 15
2.2.3 Efek Estrogen.............................................................. .16
2.2.4 Reseptor Estrogen........................................................16
2.3 Pengaruh HBOT Terhadap Estrogen.....................................17

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL..................................................... 19

BAB IV KESIMPULAN........................................................................... 20

Daftar Pustaka....................................................................................... 21

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Diantara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin


merupakan salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan
sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi dimana
pembuluh darah memegang peranan utama yaitu sistem sirkulasi sistemik
dan sistem sirkulasi pulmonal. Di setiap sistem masing-masing
dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial, sistem kapiler dan
sistem venosa (Guyton, 2007).

Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi


sistemik, yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa darah
jantung yang penuh berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh
aorta yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh darah
arteri yang ukurannya lebih kecil dan membawa darah dari percabanga
aorta keseluruh tubuh, kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya.
Di target organ, pembuluh darah arteri bercabang-cabang dan berakhir
menjadi pembuluh darah yang lebih kecil yang disebut dengan arteriol.
Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana darah dilepaskan ke
dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang berfungsi
untuk menukar cairan dan bahan gizi diantara darah dan ruang interstitial.
Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler. Secara berangsur-
angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama makin
besar. Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur
yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung (Guyton, 2007).

Aliran darah adalah jumlah darah yang melewati suatu titik tertentu
di sirkulasi pada waktu tertentu (Guyton, 2007). Jumlah aliran darah yang
mengalir di suatu organ ditentukan oleh kebutuhan dari jaringan tersebut.
Diameter pembuluh darah pada organ dapat mengalami vasodilatasi
sehingga aliran darah meningkat dan vasokonstriksi yang akan
menurunkan aliran darah pada organ tersebut. Mekanisme vasodilatasi
dan vasokonstriksi ini mengakibatkan perubahan tahanan vaskular pada

5
jaringan. Terdapat tiga faktor yang mengontrol aliran darah dengan
merubah tahanan vaskular jaringan yaitu:
1. Kontrol intrinsic yang meliputi mekanisme metabolik dan
myogenic.
2. Kontrol oleh sistem parakrin atau kontrol humoral dengan
melepaskan mediator.
3. Kontrol ekstrinsik atau juga disebut kontrol neural melalui
keterlibatan saraf autonom terutama saraf simpatis (Guyton,
2007).

Gangguan pada aliran darah dapat menyebabkan penyakit seperti


PAP (penyakit arteri perifer). Penyakit arteri perifer adalah gangguan
suplai darah ke ekstremitas atas atau bawah karena obstruksi. Mayoritas
obstruksi disebabkan oleh aterosklerosis, namun dapat juga disebabkan
oleh trombosis, emboli, vaskulitis, atau displasia fibromuskuler.1 Lokasi
yang sering terkena 80-90% arteri femoralis dan poplitea. 2 Pasien
dengan status PAP dapat tanpa gejala atau dengan gejala seperti
klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulserasi, atau gangrene (Rhee SY, Kim
YS, 2015).

Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen bertekanan


tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. TOHB pada
beberapa penyakit sebagai terapi utama maupun terapi tambahan. Namun
tidak boleh dilupakan meskipun banyak keuntungan yang diperoleh
penderita, cara ini juga mengandung risiko, oleh karena itu TOHB harus
dilaksanakan secara hati-hati sesuai prosedur yang berlaku, sehingga,
mencapai hasil maksimal dengan risiko minimal (Rijadi, 2016).

Pemberian oksigen pada lingkungan hiperbarik ini bertujuan untuk


meningkatkan proses kerja tubuh, bahkan juga mampu memperbaiki dan
menyembuhkan gejala dan penyakit yang dialami manusia (Suphonda,
2010).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Hyperbaric Oxygen (HBO)


2.1.1 Definisi HBO
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi medis yaitu
pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%)
atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi
lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan
dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat
dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara
yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus
penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat
pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam
ruangan bertekanan tinggi (> 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%.
Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap
penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli
terapi hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno S, SMHS, DEA yang telah
mendalami ilmu oksigen hiperbarik di Perancis selama 5 tahun
menjelaskan bahwa terdapat dua jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik
dan fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen
yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat
seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma (Supondha,
Erick, 2010).

2.1.2 Sejarah HBO


Penggunaan oksigen bertekanan tinggi sudah dikenal sejak 1662.
Pada tahun 1917, Drager berhasil memanfaatkan terapi oksigen
hiperbarik (TOHB) untuk decompresion sickness, dan selanjutnya secara
lambat laun mulai berkembang. Pada tahun 1960-an Boerema meneliti
penggunaan TOHB yang larut secara fisik di dalam darah, sehingga dapat
memberi hidup pada keadaan tanpa hemoglobin yang disebut life without

7
blood. TOHB telah banyak dimanfaatkan, diantaranya untuk penderita
luka bakar, decompresion sickness, osteomielitis, dan ulkus/gangren
diabetikum (Chris DL, Caroline O, 2008).

2.1.3 Prinsip HBO


Efek dari terapi oksigen hiperbarik adalah berdasarkan hukum ?
hukum gas dan efek-efek fisiologis dan biokimia dari hiperoksia. Hukum-
hukum fisika tentang gas tersebut antara lain:
1. Hukum Boyle, menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik
dengan tekanan bila temperatur dipertahankan konstan. Volume
gas menurun dengan naiknya tekanan dan volume naik dengan
turunnya tekanan. Hukum ini merupakan dasar untuk banyak aspek
dari terapi oksigen hiperbarik, seperti suatu fenomena yang dikenal
sebagai ‘squeeze' yang terjadi selama proses terapi karena
peningkatan temperatur ruangan (chamber). Ketika tuba eustachii
tersumbat menyebabkan terganggunya proses keseimbangan
tekanan gas yang mengakibatkan rasa nyeri yang menekan di
middle ear (telinga bagian tengah).
2. Hukum Dalton, menyatakan bahwa tekanan campuran (total
pressure) dua gas atau lebih yang berada dalam suatu ruangan
sama dengan jumlah tekanan gas (partial pressure) masing-masing
yang ada dalam ruangan tersebut.
3. Hukum Henry, menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut dalam
cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan gas dan
koefisien kelarutan gas tersebut. Hukum ini merupakan basis dari
peningkatan tekanan oksigen di jaringan dengan penggunaan
terapi oksigen hiperbarik (Bell et al, 2004).
Sebagian besar oksigen dibawa dalam darah dalam bentuk terikat dengan
haemoglobin, yang mana 97% nya jenuh pada tekanan atmosfer.
Sebagian oksigen dibawa dalam larutan dan bagian ini meningkat jika
tekanannya juga meningkat sesuai dengan hukum Henry, yang
memaksimalkan oksigenasi jaringan. Ketika menghirup udara dengen

8
tekanan normal (normobaric), tekanan oksigen arteri berkisar antara
100mmHg dan tekanan oksigen di jaringan 55 mmHg. Dengan pemberian
oksigen 100% pada tekanan 3 ATA dapat meningkatkan tekanan oksigen
arterial menjadi 2000 mHg dan tekanan oksigen jaringan 500 mmHg,
dengan jumlah 60 ml oksigen per liter darah (bandingkan dengan tekanan
atmofer yang hanya dapat mengangkut oksigen 3ml per liter darah).
Kondisi tersebut dapat memberi support pada jaringan (resting tissue)
tanpa dibutuhkan hemoglobin. Karena oksigen berada di dalam cairan
tubuh, oksigen ini dapat mencapai area yang terobstruksi dimana sel
darah merah tidak dapat melewatinya dan keuntungan lainnya oksigen ini
dapat memberikan oksigenasi jaringan bahkan dalam keadaan
pengangkutan hemoglobin-oksigen yang terganggu, contoh pada kasus
keracunan karbon monoksida dan anemia yang parah (Bell et al, 2004).

2.1.4 Cara kerja HBO


Konsentrasi oksigen terlarut dalam plasma sebesar 0.3 ml/dl pada
permukaan laut (1 atm) dapat meningkat sampai 1.5 ml/dl pada
pemberian oksigen 100%. Jika pada HBO diberikan tekanan sebesar 3
atm, maka konsentrasi oksigen terlarut dapat mencapai 6.0 ml/dl. Pada
tekanan 3 atm, volume gelembung gas dapat mengecil sebanyak kurang
lebih dua per tiga.
Tekanan oksigen arterial umumnya adalah 100mHg, sedangkan
kadar Hb tersaturasi adalah sebesar 95%. 100 ml darah dapat membawa
oksigen yang terikat dengan Hb sebanyak 19,5 ml dan oksigen yang larut
dalam plasma sebanyak 0.32 ml. Jikakadar Hb tersaturasi sebanyak
100%, oksigen yang terikat Hb dapat menjadi 20 ml, dan kadar oksigen
terlarut dalam plasma dapat mencapai 2.09 ml. Selama HBO, jika saturasi
Hb 100% maka konsentrasi oksigen terlarut mencapai 4.4% pada tekanan
2 ATA dan 6.8% pada tekanan 3 ATA yang hampir cukup untuk
mensupply kebutuhan oksigen pada banyak jaringan tanpa memperlukan
ikatan oksigen dengan Hb. Peningkatan oksigen dalam plasma ini yang

9
berperan dalam beberapa manfaat yang didapat dari terapi HBO
(Raveenthiraraja, T, 2013).

2.1.5 Efek Terapeutik HBO


Terapi hiperbarik oksigen ini memiliki mekanisme yang diidentifikasi
manfaatnya dalam mempercepat penyembuhan dengan cara (Latham,
2016):
1. Efek hiperoksigenasi
Peningkatan tekanan (1,5-3,0 atmosfer) akan meningkatkan jumlah
oksigen dalam aliran darah dan jaringan sebanyak 10-13 kali dari
kondisi normal. Peningkatan derajat oksigen juga bisa mengusir
racun (termasuk karbondioksida) keluar dari tubuh
2. Efek tekanan (efek mekanik)
Dapat mengecilkan volume gelembung gas, sehingga dapat
bergerak bebas dalam pembuluh darah kecil yang akhirnya bisa
menurunkan kemungkinan terjadinya infark. Efek ini berperan pada
emboli gas dan decompresion sickness.
3. Efek vasokonstriksi reaktif
HBO dapat berperan sebagai alpha-adrenergic agent yang
menyebabkan vasokonstriksi reaktif pada pembuluh darah kecil,
sehingga dapat mengurangi vascularoedema tanpa mempengaruhi
oksigenasi jaringan normal.
4. Efek antibakterial
Bersifat bactericidal pada organisme anaerob dan menghambat
pertumbuhan bakteri aerob pada tekanan >1.3 ATA dengan
menghambat produksi alpha-toxin C. Welchii, sinergis dengan
aminoglikosida dan quinolon. Hal ini bermanfaat pada terapi gas
gangren dan infeksi dengan nekrosis yang berat.
5. Efek anti-ischemic
Terapi HBO menghasilkan banyak oksigen terlarut yang dapat
meningkatkan deformabilitas sel darah merah, sehingga
memudahkan untuk mecapai jaringan yang iskemik.

10
6. Efek penyembuhan
HBO merangsang pertumbuhan osteoclast dan osteoblast, sintesis
kolagen, dan angiogenesis.
2.1.6 Macam Chamber Hiperbarik
Hyperbaric chamber adalah suatu ruangan yang digunakan oleh
pasien untuk menerima terapi oksigen bertekanan. Berdasarkan jumlah
pasien yang dapat dilayani, terdapat dua tipe hyperbaric chamber, yaitu
monoplace dan multiplace hyperbaric chamber (Ali S, Maryam K, Matineh
Heidari, 2014).
1. Monoplace Chambers
Untuk tipe monoplace, ruangan terapi hanya diperuntukan
untuk satu pasien. Terapi dilaksanakan dengan
memasukkan 100% oksigen ke dalam ruangan tersebut.
Dalam hal ini, pasien dapat bernafas dengan bebas tanpa
menggunakan masker.
2. Multiplace Chambers
Adapun untuk tipe multiplace, jumlah pasien yang diterapi di
dalam ruangan dapat lebih dari satu. Masing-masing pasien
menggunakan masker atau penutup kepala (helm) untuk
keperluan suplai oksigen bertekanan. Pada sisi lain, tekanan
di sekitar pasien disesuaikan dengan cara memasukkan
udara bertekanan ke dalam ruangan.

11
Gambar 1. Chamber Multiplace
(https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview)

Gambar 2. Chamber Monoplace (www.etchyperbaricchambers.com)

2.1.7 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi HBO
diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of

12
Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society
yang telah mengalami revisi pada tahun1986 dan 1988.
Dalam revisi ini, UHMS tidak lagi memasukkan golongan penyakit
untuk penelitian, namun hanya memakai Accepted Categorization saja.
Adapun penyakit-penyakit yang termasuk kategori yang diterima adalah
sebagai berikut (LAKESLA, 2009) :
1. Aktinomikosis
2. Emboli udara
3. Anemia karena kehilangan banyak darah
4. Insufisiensi arteri perifer akut
5. Infeksi bakteri
6. Keracunan Monoksida
7. Crush injuryand reimplanted appendeges
8. Keracunan sianida
9. Penyakit dekompresi
10. Gas gangren
11. Cangkokan (graft) kulit
12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
13. Osteoradinekrosis
14. Radionekrosis jaringan lunak
15. Sistitis akibat radiasi
16. Ekstraksi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi
17. Kanidiobolus koronotus
18. Mukomikosis
19. Osteomielitis
20. Ujung amputasi yang tidak sembuh
21. Ulkus diabetik
22. Ulkus stasis refraktori
23. Tromboangitis obliterans
24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama
25. Inhalasi asap
26. Luka bakar

13
27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis

2.1.8 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


 Kontraindikasi Absolut
1. Pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila sebelum
pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan
bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut.
2. Keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik
akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen
hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi
absolut, itulah anggapan orang-orang selama bertahun-
tahun. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh
lebih cepat dalam suasana oksigen hiperbarik. Penderita
keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik biasanya
secara bersama-sama juga menerima terapi radiasi atau
kemoterapi.
3. Kehamilan juga merupakan kontraindikasi absolut karena
tekanan parsial oksigen yang tinggi berhubungan dengan
penutupan patent ductus arteriosus, sehingga secara teoritis
pada bayi prematur dapat terjadi fibroplasia retrolental.
Namun pada penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa
komplikasi ini nampaknya tidak terjadi (LAKESLA, 2013).
 Kontraindikasi Relatif Beberapa kondisi yang memerlukan
perhatian jika akan melakukan terapi hiperbarik Tetapi bukan
merupakan kontraindikasi absolut adalah:
1. Infeksi saluran napas bagian atas
2. Sinusitis kronis
3. Penyakit kejang Emfisema yang disertai retensi CO2
4. Panas tinggi yang tidak terkontrol
5. Riwayat pneumothorax spontan
6. Riwayat operasi dada - Riwayat operasi telinga
7. Infeksi virus

14
8. Spherositosis kongenital
9. Riwayat neuritis optik
10. Kerusakan paru asimptomatik yang ditentukan pada
penerangan atau pemotretan dengan sinar X (LAKESLA,
2009).

2.1.9 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

 Barotrauma sinus dan telinga tengah


 Barotrauma telinga dalam, tinnitus dan vertigo
 Barotrauma paru dan penumothorax
 Kejang Oksigen
 Myopia yang progresif dan reversible
 Penyakit Dekompresi
 Claustrophobia (Bell et al, 2004).

2.2 Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular merupakan system peredaran darah berupa


jaringan pembuluh darah yang mengangkut nutrisi dalam bentuk asam
amino, elektrolit, hormon, dan darah yang membawa oksigen ke jaringan
dan seluruh tubuh serta mempertahankan homeostasis, system kekebalan
tubuh dan kadar keasamannya (pH) (J. Tu et al., 2015).

Sistem ini terdiri dari organ pemompa yang disebut jantung dan
system yang terdiri dari arteri (yang mengalirkan darah dari jantung
keseluruh tubuh) dan vena (yang mengalirkan darah kembali ke jantung)
(Moore et al., 2013).

2.2.1 Anatomi Vaskular

Pembuluh darah dalam system sirkulasinya dibagi menjadi


macrovasculare yakni pembuluh darah dengan diameter lebih dari 0,1 mm
(aorta, arteri atau vena pada otot) dan microvasculare yang hanya bisa
dilihat dengan mikroskop, sebagai tempat pertukaran pada darah dan

15
jaringan pada kondisi normal maupun ketika terjadi proses inflamasi
(arteriol, kapiler, venule) (Junquiera et al., 2007).

Secara struktural pembuluh darah terbagi atas lapisan-lapisan


berikut:

1. Tunika intima, terdiri selapis sel endotel yang menyokong


lapisan subendotel diatasnya yang terdapat lapisan jaringan ikat
dan terkadang sel otot polos. Lapisan ini dipisahkan dari tunika
media melalui lamina elastika yang terdiri dari elastin, yang
memiliki celah sehingga memungkinkan difusi zat untuk
menutrisi sel-sel dalam pembuluh darah (Junquiera et al.,
2007).
2. Tunika media, terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun
melingkar dan dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
membran elastik interna yang terdiri dari elastin. Pada
pembuluh darah besar sering ditemukan membrane elastika
eksterna yang lebih tipis untuk memisahkan tunika media dari
tunika adventitia yang terletak diluar (Junquiera et al., 2007).
3. Tunika adventitia, terdiri dari kolagen tipe 1 dan sabut elastin.
Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum (pembuluh
dalam pembuluh) bercabang luas dalam lapisan ini (Junquiera
et al., 2007).
4. Vasa vasorum memberi nutrisi pada lapisan tunika adventitia
dari tunika media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisannya
terlalu tebal untuk disuplai dengan difusi dari aliran darah
(Junquiera et al., 2007).

2.2.2 Macam Sirkulasi

Jumlah darah yang mengalir dalam system sirkulasi pada orang


dewasa mencapai 5-6 liter (4,7-5,7 liter). Darah bersirkulasi dalam system
sirkulasi sistemik dan pulmonal.

16
a. System sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang
mengandung banyak oksigen yang berasal dari paru, dipompa
keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke aorta, selanjutnya ke
seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai pembuluh
darah yang diametermya paling kecil (kapiler). Kapiler
melakukan gerakan kontraksi dan rewlaksasi secara bergantian,
yang disebut vasomotion sehingga darah mengalir secara
intermittent. Dengan aliran yang demikian, terjadi pertukaran zat
melalui dinding kapiler yang hanya terdiri dari selapis sel
endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi
disebut arteriole sedangkan ujung kapiler yang membawa darah
terdeoksigenasi disebut venule. Terdapat hubungan antara
arteriole dan venule yang disebut “capillary bed” yang berbentuk
seperti anyaman, ada juga hubungan langsung dari arteriole ke
venule melalui arteri-vena anastomosis (A-V anastomosis).
Darah dari arteriole mengalir ke venule, kemudian sampai ke
vena besar (v. cava superior dan v. cava inferior) dan kembali
ke jantung kanan (atrium kanan). Darah dari atrium kanan
selanjtunya memasuki ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. (Guyton, 2007).
b. System sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang
terdeoksigenasi berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan
melaui vena cava superior dan vena cava inferior kemudian ke
atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan
jantung kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru (kanan dan
kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke kapiler paru dimana
terjadi pertukaran zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah
yang teroksigenasi. Oksigen diambil dari udara pernafasan.
Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui vena
pulmonalis (kanan dan kiri), menuju atrium kiri selanjutnya
memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah
dari ventrikel kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke

17
seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi sistemik), (Guyton,
2007).

2.2.3 Pengaturan Aliran Darah

Selama latihan yang sifatnya aerobic, kerja oto menggunakan


oksigen 10-20 kali lebih banyak dibanding istirahat. Untuk menyuplai
ekstra oksigen yang dibutuhkan tidak hanya curah jantung yang
meningkat, tetapi sirkulasi darah ke otot yang meningkat. Peningkatan
curah jantung ke otot juga dilengkapi dengan dua perubahan pada sistem
vaskuler, yaitu pelebaran pembuluh darah di otot kerja dan penyempitan
pembuluh darah di organ dalam (Lamb, 1984).

Kebutuhan aliran darah pada jaringan dipengaruhi oleh metabolik


dari jaringan organ tersebut. Contoh kebutuhan metabolik tersebut adalah:

1. Kebutuhan oksigen jaringan


2. Kebutuhan akan nutrisi
3. Pembuangan karbondioksida, ion hidrogen
4. Transpor ion, hormon dan bahan lainnya di jaringan.

Sehingga aliran darah tiap organ tidaklah sama (Guyton, 2007)

18
Tabel 2.1 Aliran Darah
http://studyingmed.com/wiki/index.php/HMA/Lectures/Control_of_or
gan_blood_flow

2.2.4 Penyakit Kardiovaskuler

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian


paling banyak di dunia disbanding penyebab lain (WHO, 2017). Di
Amerika penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular yang utama
adalah penyakit jantung coroner (45,1%) disusul oleh stroke (16,5%),
hipertensi (9,1%), penyakit vaskular lain (3,2%) dan penyakit
kardiovaskular lainnya (AHA, 2017).

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama


diseluruh dunia, lebih dari 7 juta orang meninggal setiap harinya akibat
PJK, terhitung daru 12,8% dari semua kematian (WHO, 2011).

Penyebab dari penyakit jantung coroner saling mempengaruhi


antara genetik, faktor lingkungan dan efek utama yang memediasi pada
faktor risiko kardiovaskular lain seperti makan, riwayat merokok, aktifitas
sehari-hari yang semua itu menyebabkan etiopatogenesis utama dari PJK
dan perkembangannya yang berhubungan dengan factor risiko dan
lingkungan (Baixeras et al., 2014).

Stroke sebagai penyebab kematian tertinggi ke dua, di


identifikasikan sebagai defisit neurologis yang berhubungan dengan
neurovaskular, dimana menyebabkan kematian dan kelumpuhan diseluruh
dunia, tingkat keparahannya pun semakin meningkat tiap tahunnya
(Grysiewicz et al., 2008).

Secara umum stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke


hemorrhagic. Pada studi terkini menunjukkan perdarahan pada otak
maupun iskemia primer dapat menyebabkan kurangnya oksigenasi dan
nutrisi sehingga secara neurokimia dapat menyebar dan membuat
kerusakan otak. Terapi anti stroke saat ini terkonsentrasi pada

19
angioplasty, agen thrombolitik, obat neuroprotective, penstabilan tekanan
intrakranial, pembedahan dan rehabilitasi (Kuan & Sun, 2015).

Pada beberapa studi, penyakit kardiovaskular lain seperti vaskulitis,


oklusi sentral arteri retina juga diterapi dengan TOHB untuk mempercepat
proses penyembuhan. Vaskulitis adalah adanya leukosit pada dinding
pembuluh darah dengan kerusakan reaktif sehingga menimbulkan iskemia
jaringan dan nekrosis (Efrati et al., 2009), yang dibagi menjadi vaskulitis
primer yakni akibat inflamasi pembuluh darah dan vaskulitis sekunder
akibat beberapa kondisi seperti tumor, infeksi, alergi obat atau penyakit
pada jaringan ikat (Jennete et al., 1994).

Pada oklusi sentral retina terdapat hilangnya penglihatan


mendadak tanpa disertai rasa sakit. Hal ini mengindikasikan adanya oklusi
pada arteri optalmika tanpa adanya aliran darah (Butler et al., 2008).

Kerusakan pada pembuluh darah diantaranya menyebabkan luka


yang lama disembuhkan. Beberapa luka seperti ulkus arteri dan vena,
diabetes pada kaki, luka bakar dan cedera radiasi tidak selalu sembuh,
TOHB dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk luka yang
kompleks (Ueno et al., 2014).

Penyakit arteri coroner dan arteri perifer dapat mempersulit


penyembuhan luka, akibat suplai darah berkurang karena aterosklerosis
yang dapat mengakibatkan iskemik jaringan. Efek tersebut mengubah
mikrosirkulasi dan terjadinya edema sehingga menyumbat kapiler lebih
banyak lagi dan memperparah cedera iskemik. Bila luka menjadi
terinfeksi, perfusi jaringan buruk dapat mencegah suplai antibiotik sistemik
untuk masuk sehingga terjadi infeksi polimikrobial. Beberapa studi
mengindikasikan penyakit arteri perifer sebagai penyebab dari luka yang
sulit sembuh terutama pada golongan orang tua (Hess, 2011).

2..2.5 Penyakit Arteri Perifer (PAP)

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua penyakit yang terjadi


pada pembuluh darah non sindroma koroner akut setelah keluar dari

20
jantung dan aortailiaka, sehingga pembuluh yang dapat menjadi lokasi
terjadinya PAP adalah pembuluh pada keempat ekstremitas, arteri karotis,
arteri renalis, arteri mesenterika, aorta abdominalis, dan semua pembuluh
cabang yang keluar dari aortailiaka. Namun demikian, secara klinis PAP
merupakan gangguan pada arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah
(Antono D, Hamonangani R, 2014).

Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri


iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arteri femoralis dan poplitea
(80-90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40-50%). Proses
aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri, tempat yang
turbulensinya meningkat, memudahkan terjadinya kerusakan tunika
intima. Pembuluh darah distal lebih sering terkena pada pasien usia lanjut
dan diabetes mellitus (Antono D, Hamonangani R, 2014).

21
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

HBO

Tekanan parsial O2 O2 plasma darah

CO2
Pembuangan karbondioksida

Faktor yang mempengaruhi tahanan


perifer aliran darah:
1. Kontrol intrinsik mekanisme
metabolik dan myogenic.
 Tekanan parsial O2
2. Kontrol humoral.
 Densitas
3. Kontrol ekstrinsik atau kontrol
 CO2
neural.
 N2

Kebutuhan aliran darah pada jaringan


dipengaruhi oleh:
Pengaruh pada sistem kardiovaskular
1. Kebutuhan oksigen jaringan

 O2 Plasma Darah 2. Kebutuhan akan nutrisi

 Volume Mioglobin Tetap 3. Pembuangan karbondioksida, ion


hidrogen
 Tahanan Perifer Total
4. Transpor ion, hormon dan bahan
 Vasokonstriksi 22
lainnya di jaringan.

 Venous Return
Kontrol Humoral

Aliran Darah Menurun

BAB IV

KESIMPULAN

Hyperbaric Oxygen Therapy dapat menyebabkan


vasokonstriksi dari pembuluh darah sehingga menyebabkan
pertahanan vaskuler yang meningkat dan aliran darah yang keluar
dari jantung menjadi berkurang. Dari proses vasokonstriksi dari
pembuluh darah tersebut dapat disimpulkan bahwa terapi HBO
dapat menurunkan aliran darah dari jantung akibatnya cardiac
output pun menjadi turun. Refleks kardiovaskular untuk mengatur
regulasi denyut jantung dan tekanan darah. Refleks baroseptor
menerima rangsangan dari tekanan di arkus aorta dan sinus
karotis. Tekanan darah meningkat dan arteri meregang dan
mengirim impuls ke pusat vasomotor dan menyebabkan

23
vasodilatasi pada arteriole, vena besar dan menurunkan tekanan
darah. Dilatasi arteriol menurunkan pertahanan perifer dan dilatasi
vena menyebabkan darah menumpuk pada vena, sehingga
mengurangi aliran darah balik venous fan menyebabkan penurunan
curah jantung.

Edema yang menurun akibat vasokonstriksi sistemik


memungkinkan difusi oksigen dan nutrisi yang lebih baik ke
jaringan, juga mengurangi kebocoran plasma melewati dinding
pembuluh darah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali S, Maryam K, Matineh Heidari. Disease treated with hyperbaric


oxygen therapy; a literature review. Med Hyp Disscov Innov
Interdisciplinary. 2014; 1(2).

American Heart Assosiation 2017. Heart Disease and Stroke


Statistic 2017 At-a-Glance.

Antono D, Hamonangani R. Penyakit Arteri Perifer. In: Setiati S,


editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1st ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2014. p. 1516–26.

24
Butler FK, Hagan C, Lavore-Murphy H. 2008. Hyperbaric Oxygen
Therapy and The Eye. Undersea and Hyperbaric Medical Society
Inc. Vol. 35. No. 5.

Chris DL, Caroline O. Hyperbaric oxygen therapy: A rapid


assesment. KCE report vol 74. Belgia, 2008

Efrati S dan Gall N. 2009. Hyperbaric Oxygen, Oxidative Stress, NO


Bioavailability and Ulcer Oxygenation in Diabetic Patients. The
Institute of Hyperbaric Medicine and Wound Healing Tel-Aviv
University Israel.

Gill AL, Bell CAN, 2004, Hyperbaric Oxygen, it uses, Mechanism of


action and Outcomes, QJ Med

Grysiewicz RA, Thomas K, Pandey DK. Epidemiology of ischemic


and hemorrhagic stroke: incidence, prevalence, mortality, and risk
factors. Neuro Clin. 2008;26:871-895.vii.

Guyton C, Hall E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :


EGC.

Hess CT. 2011. Checklist for factors affecting wound healing. Adv
Skin Wound Care. 24(4): 192.

J. Tu et al., 2015. Computational Hemodynamics-Theory, Modelling


and Applications, Biological and Medical Physics, Biomedical
Engineering. New York: Springer.

Jennette JC, Folk RJ, Andrassy K, et al. Nomenclature of systemic


vasculities: the proposal of an international concensus conference.
Arthritis Rheum. 1994;37:187-92.

Junquiera L, Carneiro J, Kelley O. 2007. Teks dan atlas histologi


dasar. Edisi ke-10. Jakarta: EGC.

25
Kuan CY, SUN YY. Toward reperfusion-centric preclinical stroke
research: outside the box of “reperfusion injury” Neural Regen Res.
2015;10:534-536.

Lamb DR, 1984 Physiologi of Exercise: Respones and Adaptions,


New York: Macmillan Publishing Company pp. 137-155

LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.


Surabaya: Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL.

Moore KL, Dalley AF, Agus AMR, Moore ME. 2013. Anatomi
berorientasi klinis. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Origani G, Michael M, Amrroni A. Physiology and physiopathology


of hyperbaric oxygen. In: Origani G, Marroni A, Wattel F, editors.
Handbook on Hyperbaric Medicine. Italia: Springer, 1996; p. 1-34.

Raveenthiraraja, T., Subha, M. 2013. Hyperbaric Oxygen Therapy:


A Review. Int J Pharm Pharm Sci, vol. 5, issue 4, pp. 52-54.
https://innovareacademics.in/journal/ijpps/Vol5Issue4/7741.pdf

Rhee SY, Kim YS. Peripheral Arterial Disease in Patients with


Type 2 Diabetes Mellitus. 2015;283–90.

Rijadi S. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan


Hiperbarik, Lakesla.

Sayols-Baixeras, S., Lluís-Ganella, C., Lucas, G., Elosua, R.. 2014.


Pathogenesis of Coronary Artery Disease: Focus on Genetic Risk
Factors and Identification of Genetic Variants. Dovepress.

Supondha, Erick (2010). Perkembangan Hiperbarik di Indonesia.


Hiperbaric medicine consultant. Edisi 14 Agustus 2010.

Ueno T, Omi T, Uchida E, Yokota H, Kawana D. 2014. Evaluation


of hyperbaric oxygen therapy for chronic wounds. J. Nippon Med
Sch. 81(1):4-11.

26
WHO 2011. O Fact sheet N8310.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html

WHO 2017. O Fact sheet N8317.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/index.html

27
Raveenthiraraja, T., Subha, M. 2013. Hyperbaric Oxygen Therapy:
A Review. Int J Pharm Pharm Sci, vol. 5, issue 4, pp. 52-54.
https://innovareacademics.in/journal/ijpps/Vol5Issue4/7741.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai