PEMBIMBING :
LETKOL LAUT (K) dr. Akhmad Rofiq, M.Kes
PENYUSUN :
Judul case report “Pengaruh Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Ulkus Diabetikum”
telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian LAKESLA RSAL dr.
RAMELAN Surabaya .
Mengesahkan,
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmatNya, saya bisa menyelesaikan case report dengan topik
Dalam penulisan dan penyusunan case report ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
Saya menyadari bahwa case report yang saya buat ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Komplikasi kronik dari Diabetes Melitus salah satunya adalah gangguan neuropati
yang memunculkan keluhan seperti rasa kebas, kesemutan dan mati rasa. Disini juga
terdapat trias penyebab adanya ulkus diabetika adalah iskemik, neuropati dan infeksi
(Sapico, 2007).
2.1. Definisi
Terapi Oksigen Hiperbarik adalah terapi dimana individu bernafas dengan oksigen
100% secara intermiten ketika berada di dalam ruang hiperbarik dengan tekanan yang
lebih besar dari tekanan pada permukaan air (1 atmosphere absolute [ATA], sama
dengan 101.325 kilopascal [kPa]) (Weaver, 2014).
Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill dan
Bell, 2004) :
1. Hukum Boyle: Pada suhu tetap, Tekanan berbanding terbalik dengan volume.
2. Hukum Henry: Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding
dengan tekanan parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.
3. Hukum Dalton: Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan
jumlah tekanan parsial dari masing-masing bagian gas.
2.3. Manfaat
2.3.1. Hiperoksigenasi
Bernapas dengan oksigen murni 100% pada tekanan 2-3 atm memberikan 20
kali lebih banyak oksigen ke jaringan daripada dalam kondisi normal (21%). Hal ini
memberikan manfaat bagi jaringan iskemik lewat aliran darah marginal.
Oksigen pada tekanan rendah akan memperkecil volume gelembung gas yang
mengarah ke reabsorbsi. Hal ini berguna pada arteri yang mengalami emboli gas dan
nitrogen dalam jaringan, yang disebabkan oleh kecelakaan menyelam.
2.3.4. Vasokontriksi
HBOT memicu delapan kali lebih tinggi dari tingkat normal agar stem sel keluar
dari bone marrow dan mengatasi daerah inflamasi.
2.4. Teknik TOHB
Penggunaan oksigen bertekanan tinggi sudah dikenal sejak 1662. Pada tahun
1917, Drager berhasil memanfaatkan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) untuk
decompresion sickness, dan selanjutnya secara lambat laun mulai berkembang. Pada
tahun 1960-an Boerema meneliti penggunaan TOHB yang larut secara fisik di dalam
darah, sehingga dapat memberi hidup pada keadaan tanpa hemoglobin yang disebut
life without blood.
Dewasa ini TOHB telah banyak dimanfaatkan, diantaranya untuk penderita luka
bakar, decompresion sickness, osteomielitis, dan ulkus/gangren diabetikum.
Mekanisme kerja TOHB ialah dengan tekanan O2 yang melebihi dari satu atmosfer
akan menyebabkan peningkatan tekanan O2 pada jaringan sehingga gradien difusi
oksigen ke dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat larut ke dalam
cairan darah secara fisika sehingga turut membantu membawa oksigen ke daerah
yang mengalami hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstra vaskuler
dan ruang intrasel dengan cara difusi dan kemudian digunakan oleh sel,
meningkatkan metabolisme enzimatik dalam sel sehingga aktifitas penyembuhan luka
akan meningkat.
Kompresi dan dekompresi berlangsung mulus dan jika pasien sudah melakukan
valsava sesuai anjuran namun masih mengeluh sakit telinga, muntah, kejang,
prosedur dapat dihentikan. Jika ad masalah, pasien tersebut dapat dipindahkan ke
ruangan lain, dilanjutkan bagi pasien yang lainya.
2.5. Indikasi
Indikasi HBOT menurut Undersea Hyperbaric Medical Society/ UHMS (2015)
Meliputi :
1. Emboli gas
2. Keracunan gas CO
3. Gas gangrene
5. Decompression sickness
6. Arterial insufficiencies
7. Severe anemia
8. Intracranial abscess
10. Osteomyelitis
1. Intoksikasi gas CO
2. Gas gangrene
o Kondisi kronis :
4. Osteomielitis kronis
2.6 Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut : hal yang mutlak tidak diperbolehkan melakukan tindakan
terapi oksigen hiperbarik.
2. Relatif :
2.7 Komplikasi
o Barotrauma telinga
o Barotrauma paru
o Barotrauma sinus
o Kejang
o Keracunan O2
o Otorrhagia
o Myopia reversible
Inflamasi Kronis
o Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu – minggu hingga bertahun – tahun) dan terjadi proses secara
simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan.
Perbedaannya dengan inflamasi akut adalah inflamasi akut ditandai
dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah
besar, sedangkan inflamasi kronis ditandai dengan:
1. Infiltrasi sel mononuklear (makrofag, limfosit dan sel plasma)
2. Destruksi jaringan
3. Perbaikan (angiogenesis dan fibrosis)
o Makrofag merupakan sel yang berperan dominan dalam radang kronik
yang berasal dari Mononuclear phagocyte system. Makrofag merupakan
sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi yang telah
beremigrasi keluar dari aliran darah.
o Sel lain yang berperan dalam inflamasi kronis:
Limfosit
Sel plasma
Eosinofil
Sel mast
o Pada lapangan pandang mikroskopik secara menonjol akan terlihat
banyak sel radangmononuklear, dan biasanya disertai nekrosis,
fibrosis.10
o Gambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang
kronik adalah:
o Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi
dan fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka
pada mukosa.
o Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada
radang supuratif. Contohnya osteomyelitis.
o Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada
kolesistitis kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel
radang kronik.
o Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat
tidak dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag.
o Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang
kronik menghilang/mereda.
Setelah terjadi luka maka akan terjadi proses inflamasi yang merupakan awal
proses penyembuhan luka. Dalam proses inflamasi terjadi perusakan, pelarutan
dan penghancuran sel atau agen penyebab kerusakan sel. Proses inflamasi
melibatkan PDGF, TGF-β, neutrophil, makrofag, dan fibroblast. Secara keseluruhan
proses penyembuhan luka selalu melibatkan kolagen, pada saat fase inflamasi
kolagen berperan membantu proses hemostasis, menyebabkan pembersihan alami
infiltrate inflamasi. Sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor pertumbuhan PDGF,
TGF-β, sintesis yang terus menerus ini lama kelamaan akan memodulasi sintesis
dan aktivasi metaloproteinase. Metalloproteinase merupakan suatu enzim yang
berfungsi untuk degradasi komponen matriks ekstraseluler. Hasil dari sintesis dan
degradasi ECM merupakan remodeling kerangka jaringan
ikat, dan struktur ini merupakan gambaran pokok penyembuhan luka pada fase
inflamasi. Setelah fase inflamasi proses penyembuhan luka dilanjutkan oleh fase
proliferasi dimana terjadi reepitelisasi yang di pici oleh EGF dan TGFa.
Angiogenesis yang dipicu oleh VEGF, bFGF, dan TGF-β juga terjadi saat fase
proliferasi. Pada saat fase remodeling serabut – serabut kolagen menutup
bersama, menyebabkan kolagen cross-linking dan akhirnya mengurangi ketebalan
scar. Kolagen intermolekul dan intermolekul cross-link menghasilkan meningkatan
kekuatan luka. (Triyono, 2005).
BAB III.
ULKUS DIABETIKUM
3.1 Definisi
Ulkus dibetikum atau sering disebut sebagai kaki diabetik, adalah luka ulkus
yang terjadi pada penderita diabetes. lokasi tersering adalah di kaki. Ulkus diabetikum
merupakan kelainan pada tungkai bawah sebagai komplikasi kronik diabetes mellitus
yang terjadi akibat banyak faktor, seperti perubahan mekanis bentuk tulang kaki,
neuropathy perifer, dan penyakit arteri perifer atherosklerotik yang terjadi sering pada
populasi penderita diabetes. (Sudoyo et al, 2006; Rowe, 2016)
Gambar 2.5 Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah
bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. (Armstrong
dan Lawrence, 1998)
STATUS PASIEN
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
- Riwayat penyakit keluarga :
Diabetes Melitus
Riwayat Pengobatan:
o Amlodipin
o Cefixime
o Kalitake
o Clopidogrel
o Ondansetron
4.3 Objektif
1. Pemeriksaan umum
Gizi : Baik
Nadi : 94x/menit
RR : 19x/ menit
Suhu : 36,2O C
SpO2 : 99%
2. Status Generalis
P = Sonor / Sonor
A = Rhonki / wheezing : -/-
Cor : I : normochest
P : Ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas jantung kanan atas ICS II Parasternal line dextra, batas bawah
ICS IV Parasternal Line Dextra, Batas Jantung kiri atas ICS II
Parasternal Line Sinistra, Batas jantung kiri bawah ICS IV Mid Axillar
Line Sinistra
A : S1 S2 reguler, murmur -/-, gallop -/-
4.5 Planning
1. Planning terapi : terapi Hiperbarik
3. Planning edukasi : diet sehat, olahraga, terapi hiperbarik rutin dan kontrol
rutin
BAB V
HBOT
Sintesis Kolagen
Aktivasi Sekresi Sitokin
Caspase 9 Anti Inflamasi
Neovaskularisasi
Aktivasi Jaringan dan
Caspase 3 Inflamasi Vasokontriksi PD
Apoptosis Sel
Wound Healing
Terapi oksigen hiperbarik menunjukkan efek memperbaiki hipoksia jaringan,
meningkatkan perfusi, mengurangi edema, menurunkan sitokin inflamasi,
meningkatkan proliferasi fibroblas, produksi kolagen, dan angiogenesis.
Terapi oksigen hiperbarik akan meningkatkan gradien konsentrasi oksigen
perifer dan sentral luka yang akan menstimulasi kuat angiogenesis dengan
meningkatkan growth factor, terutama vascular endothelial growth factor (VEGF).
Melalui siklus Krebs akan terjadi peningkatan nikotinamid adenin dinukleotida
hidrogen (NADH) yang memicu peningkatan fibroblas. Fibroblas diperlukan untuk
sintesis proteoglikan dan bersama VEGF akan meningkatkan sintesis kolagen untuk
penyembuhan luka dan meningkatkan neovaskulerisasi jaringan. (Wibowo, A., 2015)
Selain itu, terapi oksigen hiperbarik meningkatkan derivat oksigen seperti
reactive oxygen species (ROS) yang akan meningkatkan regulasi aktivitas enzim
antioksidan jaringan sebagai mekanisme respons adaptif.( Gürdöl, F., et al., 2008)
ROS dalam jaringan memiliki peran dalam respons fisiologis dan
patofisiologis. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi, ROS menyebabkan apoptosis,
hipertensi, gagal jantung, aterosklerosis, dan diabetes. Pada konsentrasi yang cukup,
ROS berperan dalam cellular messengers yang meregulasi penyembuhan luka,
seperti growth factor, proliferasi dan migrasi sel, angiogenesis, dan sintesis matriks
ekstraseluler. (Flood, M.,S., 2007)
Kondisi luka pada kaki diabetik sering disertai edema jaringan. Edema jaringan
menyebabkan terjadinya hipoksia karena hipoperfusi jaringan. (Wibowo, A., 2015)
Terapi oksigen hiperbarik menyebabkan kondisi jaringan hiperoksia, sehingga
terjadi vasokonstriksi yang dapat mengurangi edema jaringan. Terapi oksigen
hiperbarik efektif membunuh bakteri anaerob melalui proses oksidasi protein dan lipid
membran, merusak DNA, dan menghambat fungsi metabolik bakteri. (Bhutani, S.,
2012)
BAB VI
KESIMPULAN
Gambar 3. Tampak luka pada kaki sudah mulai mengering setelah 3x TOHB