KKD HIPERBARIK
DISUSUN OLEH :
GREGORIUS CLIFFORD DEAN WOLAYAN
19011101024
SEMESTER 06
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO 2022
I. PENDAHULUAN
Penyakit dekompresi adalah kelainan yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan dan
peningkatan gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan karena penurunan
tekanan.1 Survei yang dilakukan oleh KEMENKES (2012) menunjukkan pada 251 responden
penyelam pada 9 provinsi di Indonesia terdapat keluhan yang sering dialami yaitu 21,2%
pusing atau sakit kepala, 12,6% lelah, 12,5% pendengaran berkurang, 10,8% nyeri sendi,
10,2% pendarahan hidung, 9,7% sakit dada atau sesak, 6,4% penglihatan berkurang, 6%
bercak merah di kulit, 5,6% gigitan binatang, 3,2% lumpuh dan 1,7% hilang kesadaran.
Penelitian lain menujukkan bahwa penyelam yang berprofesi sebagai nelayan yang menyelam
tidak sesuai dengan prosedur lebih berisiko untuk menderita penyakit dekompresi dibanding
yang menyelam sesuai dengan prosedur. Nelayan yang menyelam lebih dari 30 meter berisiko
7.18 kali terkena penyakit dekompresi dibanding yang menyelam kurang dari 30 meter. Jadi
kesimpulan yang dapat diambil semakin dalam kita menyelam, semakin besar tekanan atmosfir
Yang diterima karena berat jenis air > berat jenis udara sehingga kemungkinan terkena penyakit
dekompresi akan lebih besar2.
Berdasarkan kejadian ini maka Terapi Oksigen Hiperbarik dibutuhkan untuk penanganan
penyakit dekompresi. Tujuan dari Terapi Oksigen Hiperbarik ini yaitu untuk melawan efek
hipoksia pada jaringan. Terapi Oksigen Hiperbarik itu sendiri pada dasarnya adalah bentuk
pengobatan dimana pasien akan bernapas dengan 100% oksigen pada tekanan lebih dari
permukaan laut di dalam ruangan (chamber) dimana ruangan ini disebut juga ruangan
hiperbarik (hyperbaric chamber) yang dirancang khusus di lingkungan dimana peningkatan
tekanan aman bagi pasien. Selain mengobati penyakit dekompresi, pada beberapa penelitian
Terapi Oksigen Hiperbarik juga diketahui dipakai untuk terapi penyakit seperti : Tuli
mendadak, luka yang sulit sembuh (pada penderita diabetes, gas gangrene, emboli udara atau
gas, osteoradionekrosis, luka bakar, luka pasca cangkok kulit), pembedahan ortopedi,
osteomyelitis, keracunan gas CO, gangguan arteri retina, abses intracranial, perawatan pasca
stroke, meningkatkan kebugaran dll.
II. ISI
II.1 Pengertian Terapi Oksigen hiperbarik (TOHB)
Terapi oksigen hiperbarik adalah jenis terapi oksigen murni menggunakan ruang kedap
bertekanan tinggi. Terdapat dua jenis hyperbaric chamber dibedakan berdasarkan jumlah
ruang (chamber) yaitu mono & multi chamber. Mekanisme kerja terapi oksigen hiperbarik
(hyperbaric chamber) berdasarkan hukum fisika Henry, Charles dan Boyle. Penggunaan
klinis terapi oksigen hiperbarik untuk penyakit akut dan kronis yaitu penyakit dekompresi,
keracunan gas karbonmonoksida, penyembuhan luka, dan iskemik serebral.Terapi ini
menggunakan 100% oksigen pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer
permukaan air laut, yaitu pada tekanan 2-3 atmosphere absolute (ATA) di dalam ruangan
hiperbarik (hyperbaric chamber).3-5 Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan oksigen pada plasma darah,. Kadar oksigen yang tinggi dalam darah diketahui
dapat membantu penyembuhan luka dengan memperbaiki perfusi jaringan luka,
meningkatan replikasi fibroblas serta produksi kolagen dan meningkatkan kemampuan
fagositik.6
II.2 Prinsip/Cara Kerja
TOHB terdapat dua mekanisme yang berbeda. Pertama, pasien bernafas dengan oksigen
murni di ruang hiperbarik (bertekanan tinggi) yang tekanannya lebih besar dibanding
tekanan atmosfer, tekanan tersebut yang dihasilkan dapat menekan saturasi hemoglobin,
yang terdapat pada sel darah merah yang berfungsi mentransport oksigen yang diangkut
dari paru ke jaringan. Yang kedua, dibawah tekanan atmosfer, lebih banyak oksigen gas
terlarut dalam plasma. Pada kondisi normal transport oksigen yang terlarut di dalam
plasma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap proses oksigenasi daripada transport
oleh hemoglobin, dengan TOHB maka transportasi plasma untuk jaringan oksigenasi
sangat meningkat.7 Sistem kerja TOHB, yaitu pasien akan dimasukkan kedalam ruangan
hiperbarik dengan tekanan lebih dari 1 atm (atmosfer), lalu setelah mencapai kedalaman
tertentu disalurkan oksigen murni (100%) kedalam ruang tersebut. Pemberian oksigen
100% dalam tekanan tinggi, akan melarutkan oksigen ke dalam darah serta jaringan dan
cairan tubuh lainnya hingga mencapai peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari
normal.8 Terapi hiperbarik dapat berpatokan pada table-tabel dibawah ini :
Gambar 1. Terapi tabel 5 8,9
Indikasi penggunaan Tabel 5 adalah penyakit DCS Tipe I (tidak termasuk cutis
marmorata) bila pemeriksaan neurologis lengkap tidak menunjukkan kelainan. Setelah
tiba di kedalaman 60 kaki, lakukan evaluasi neurologis untuk melihat apakah ada gejala
neurologis (misalnya, kelemahan, mati rasa, kehilangan koordinasi), penghilangan
dekompresi asimtomatik, gejala yang ada pengobatan dan rekompresi di dalam air
berikutnya harus dikonfirmasi. Lalu follow-up untuk gejala sisa, keracunan monoksida,
dan gangren. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Vann RD, Butler FK, Mitchell SJ, Moon RE. Decompression illness. The Lancet. 2011
Jan;377(9760):153–64.
2. Suzuki N, Yagishita K, Togawa S, Okazaki F, Shibayama M, Yamamoto K, et al. A case-
control study evaluating relative risk factors for decompression sickness: a research report.
Undersea Hyperb Med. 41(6):521–30.
3. Flood MS. Hyperbaric oxygen therapy for diabetic foot ulcers. JLGH. 2007; 2(4):141-5.
4. Vishwanath G, Bhutani S. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast Surg.
2012;45(2):316.
5. Sahni T, Hukku S, Jain M, Prasad A, Prasad R, Singh K. Recent advances in hyperbaric
oxygen therapy. Med Update. 2004;14:632-9.
6. Hisnindarsyah H, Usemahu SN, Mainase JM. Respon pasien dengan decompression
sickness tipe I terhadap pemberian terapi oksigen hiperbarik di RSAL Dr.F.X suhardjo
tahun 2016. Mol Med. 2018 ; 10(2) : 30-31
7. Wahyudi JT, Agustini R, Suratun S. PENATALAKSANAAN ULKUS KAKI DIABETIK
DENGAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS:
LITERATURE REVIEW. Masker Medika. 2022 Feb 1;9(2):531–41.
8. U.S. Navy Diving Manual. Diagnosis and treatment of Decompression Sickness and
Arterial Gas Embolism. Chapter 20.
9. Prasetyo A T, Soemantri J B, Lukmantya. Pengaruh kedalaman dan lama menyelam
terhadap ambang-dengar penyelam tradisional dengan barotraumas telinga. ORLI. 2012 ;
42(2).
10. Weaver L. Hyperbaric Oxygen Therapy Indication (13th ed).UHMS. 2014 ; ISBN: 978-
1930536-73-9. USA, 2014.
11. Arya WAP, Pratiknya DWE, Bahasuan N. Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik sebagai
Adjuvan Radioterapi dan Kemoterapi terhadap Sel Kanker. HTMJ. 2021; 19 (1) : 133
12. Andrisah NH, Savitri PM, Bustaman N. Hubungan antara Jumlah Sesi Terapi Oksigen
Hiperbarik sebagai Terapi Adjuvan dengan Perbaikan Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit
Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Tahun 2016–2018. JPDI.2020 ; 7(2) : 177
13. RS Bhayangkara Manado Resmikan Hyperbaric Chamber, Ketiga di
Indonesia[Internet].2018 [cited 2022 Apr 26]. Available from: https://persi.or.id/rs-
bhayangkara-manado-resmikan-hyperbaric-chamber-ketiga-di-indonesia-2/
14. Hyperbaric Chamber RS Bhayangkara Polda Sulawesi Utara_MP4 270p_360p
(2).mp4_KAPOLDA SULUT, Manado. 2022