Anda di halaman 1dari 5

ANALISA TINDAKAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

DI SUSUN OLEH :
RAHMANA ULYA
071222049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2023/2024
ANALISA SINTESA
TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

1. Diagnosa Medis :
STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
DS :
- Dispnea (sesak napas)
DO :
- PCO2 menurun : 31.8 mmHg (Normal: 35.0-45.0)
- PO2 meningkat : 160.4 mmHg (Normal: 80-105)
- pH meningkat : 7.61 (Normal: 7.35-7.45)
- Takikardia : 123 kali/menit
- Pola napas hiperventilasi (napas cepat abnromal)
- Frekuensi napas 35 kali/menit (Normal 16-20 kali/menit)
- Terpasang oksigen NRM 8 lpm
- Tampak gelisah
3. Tindakan Keperawatan Gawat Darurat & Kritis :
Penanganan gangguan pertukaran gas pada pasien dengan sesak napas salah satunya dengan
memberikan oksigen NRM (Non Rebreathing Mask)
4. Patofisiologi Diagnosa Keperawatan :
Gangguan pertukaran gas terjadi karena adanya timbunan asam laktat, asam laktat yang
tinggi dapat menjadikan metabolisme anaerob meningkat. Metabolisme yang terganggu bisa
mempengaruhi aliran darah sehingga suplai dan kebutuhan oksigen salah satunya ke jantung
menjadi tidak seimbang memicu terjadinya penurunan suplai darah ke miokardium dimana
dapat disebabkan karena aterosklerosis yang terjadi karena akumulasi lipid dan endapan
lipoprotein. Plak aterosklerosis dapat menjadi rupture yang mengakibatkan oklusi total pada
arteri koroner dan disertai tanda gejala klinis iskemia miokard seperti munculnya sesak napas
dan nyeri dada serta dapat terjadi segmen ST pada EKG yang biasa dikenal dengan STEMI
(ST Elevasi Miokard Infark).
5. Analisa Tindakan Keperawatan :
Metode pemberian oksigen yaitu kadar yang dihasilkan tergantung pada besarnya aliran
dan volume tidal pernapasan pasien. Kadar oksigen bertambah 4% untuk setiap tambahan 1
liter/menit oksigen. Dalam pemberian terapi oksigen perlu dievaluasi dan dilakukan
pengawasan karena oksigen merupakan zat yang memudahkan terjadinya kebakaran.
Pemberian terapi oksigen dalam jangka waktu lama dan konsentrasi tinggi dapat merusak
struktur jaringan paru seperti atelektasis dan surfaktan yang akan mengganggu proses difusi
sehingga dapat mengakibatkan keracunan. Selain itu juga bisa timbul efek depresi ventilasi
jika pemberian oksigen tidak dimonitor konsentrasi dan aliran yang tetap sehingga akan
menimbulkan retensi CO2. Terapi oksigen adalah pengobatan yang dapat membantu orang
bernapas dan mendapatkan asupan oksigen cukup. Terapi ini diperlukan oleh orang-orang
yang mengalami kesulitan bernapas atau memiliki kadar oksigen rendah dalam darahnya.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Intervensi yang wajib diberikan pada pasien sesak adalah terapi oksigen. Terapi oksigen
diberikan sebagai upaya meningkatkan masukan oksigen ke dalam sistem respirasi,
meningkatkan daya angkut hemodinamik dan meningkatkan daya ekstraksi O2 jaringan.
Terapi oksigen adalah pemberian tambahan oksigen untuk mencegah dan mengatasi kondisi
kekurangan oksigen jaringan. Terapi oksigen merupakan tindakan integral pada pasien dengan
gangguan oksigenasi guna mecegah terjadinya hipoksia. Dengan meningkatnya oksigen dalam
tubuh, meningkat pula oksigen yang dibawa sel darah merah dan hemoglobin, sehingga
saturasi oksigen juga ikut meningkat.
Menurut Sultiyaningsih et al., (2023) pedoman terapi oksigen dengan langkah sebagi berikut:
1. Menentukan status oksigen pasien dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan analisis
gas darah (AGD), hasil pemeriksaan analisis darah menunjukkan pH: 7.12 yang artinya
pH lebih rendah dari normalnya, dan pCO2: 49 mmHg lebih tinggi dari normalnya. Ini
menunjukkan klien mengalami asidosis respiratorik.
2. Memilih sistem yang akan digunakan, system yang digunakan adalah system
nonrebreathing, dimana, kontak antara udara inspirasi dan ekspirasi sangat minimal.
Udara ekspirasi langsung keluar ke atmosfer melalui katup searah yang dipasang pada
hubungan antara pengalir gas dengan mulut atau hidung pasien.
3. Menentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: konsentrasi yang dikehendaki adalah
10 liter dengan FiO2 tinggi >60%.
4. Memantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik pada system respirasi
dan kardiovaskuler, hasil pemantauan sesak klien berkurang dengan pemberian oksigen
dan saturasi pasien meningkat.
Terdapat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi
oksigen. Saat pemantauan respirasi terapi oksigen NRM dapat memberikan dampak positif
dimana sebelum pemasangan NRM saturasi oksigen yaitu 89 % dengan respiratory rate yaitu
37 kali/menit dan setelah pemasangan NRM 8 lpm saturasi oksigen yaitu 96 % dengan
respiratory rate yaitu 35 kali/menit. Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi
oksigen efektif mempengaruhi nilai saturasi pada pasien dengan keluhan sesak napas.
Prosedur tindakan pemberian terapi oksigen menggunakan non-rebreathing mask (NRM)
adalah:
1. Pasang flow meter pada saluran keluar oksigen yang terpasang pada tabung oksigen
2. Pasang alat humidifikasi pada flow meter jika diperlukan
3. Pasang ujung selang NRM pada flow meter dan ujung selang lainnya pada sungkup NRM
4. Putar kenop flow meter dan atur aliran oksigen sesuai kebutuhan, umumnya NRM
diberikan pada laju aliran 8-12 liter per menit (LPM)
5. Tekan katup yang terdapat di antara kantong reservoir dan sungkup menggunakan jari
agar oksigen mengisi kantong reservoir dengan baik
6. Remas kantong reservoir untuk mendorong keluar seluruh oksigen yang sebelumnya
mengisi kantong. Hal ini bertujuan untuk menilai patensi katup NRM. Apabila katup
berfungsi baik, maka udara dengan mudah keluar dari kantong reservoir melalui katup
menuju sungkup NRM
7. Jika seluruh bagian sungkup NRM sudah dipastikan baik, pasangkan sungkup NRM pada
pasien dengan benar sehingga bagian sungkup menutupi tulang hidung di bagian superior
dan dagu di bagian inferior. Sesuaikan kerapatan sungkup dengan mendekatkan klip yang
terdapat pada bagian sungkup yang menutup hidung
8. Pastikan karet sungkup NRM tidak terlalu ketat dan longgar, sesuai untuk menjaga
sungkup tetap pada tempatnya
9. Lakukan pencatatan dan pemantauan tanda vital setelah pemberian terapi oksigen.
6. Efek Samping :
Efek samping penggunaan nonrebreathing oxygen face mask biasanya bersifat ringan, seperti
ketidaknyamanan akibat pemasangan karet sungkup yang terlalu ketat. Terapi oksigen bebas
pada kasus tertentu dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Hal ini terjadi akibat efek
hiperoksemia seperti peningkatan sitokin inflamasi dan reactive oxygen species (ROS),
penurunan curah jantung dan kontriksi pembuluh darah paru.
7. Referensi :
- https://www.alomedika.com/tindakan-medis/paru-dan-pernapasan/nonrebreathing-oxygen-
mask/teknik.
- PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
- PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
- Sultiyaningsih, Nuritasari, E., Chandra Damara, F., Caturwulandari, Mardianto, L., Kandra
Pinandita, W., & Pangastuti, P. (2023). PENERAPAN TERAPI OKSIGEN DALAM
MEMPERBAIKI PERTUKARAN GAS PADAPASIEN PNEUMONIA DI RSUD dr.
WAHIDIN SUDIRO HUSODO. Ezra Science Bulletin |, 1(2), 106–113.

Anda mungkin juga menyukai