ETIOLOGI
Etiologit yphoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi
yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan
masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
PATOFISIOLOGI
TANDA DAN GEJALA
Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
3. Pemeriksaan uji widal (Akibat adanya infeksi oleh salmonellatyphi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
aglutinin vi: karena rangsangan antigen vi yang berasal dari simpai bakteri.
C. GASTROENTERITIS ( GE )
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dalam elektrolit secara berlebihan karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang cair.
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai
muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (arif muttaqin, 2011).
KLASIFIKASI
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1) menurut perjalanan penyakit jenis diare antara lain :
a. Akut : jika < 1 minggu
b. Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari
c. Kronis : > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi
d. Persisten : > 14 hari, disebabkan oleh infeksi
2) berdasarkan mekanisme patofisiologik
osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3) berdasarkan derajatnya
diare tanpa dehidrasi
diare dengan dehidrasi ringan/sedang
diare dengan dehidrasi berat
MANIFESTASI KLINIK
1. Mula-mula klien cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai lendir dan darah
3. warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
Patofisiologi
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Gastroenteritis dapat terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebut diare osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersesring
iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus distala atau usus besar.
Gastroenteritis dapat ditularkan melalui rute rektal oral dari orang ke orang beberapa fasilitas keperawatan harian juga meningkatkan resiko diare. Transport aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus, sel
mukosa intesinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan tinja
makroskopis dan mikroskopis
PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
B. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut astrup (bila memungkinkan).
C. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
D. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita yang disertai kejang).
E. Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
ASUHAN KEPERAWATAN DHF
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
3. Riwayat penyakit sekarang ( keluhan utama pada pasien saat masuk rumah sakit).
4. Riwayat penyakit dahulu (Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus) yang lain
5. Riwayat imunisasi (apabila anak mempunyai kekebalan yang baik maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Pola kebiasaa (nutrisi, eliminasi alvi, tidur dan istirahat).
7. Sistem integument (terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet. Adanya petekia pada grade III dan
terjadi perdarahan spontam pada kulit, turgor kulit menurun dan muncul keringat dingin)
8. Sistempernapasan (sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dan gkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusisonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, trakles).
9. Sistem kardiovakuler (pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan
sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, sekita rmulut, hidung dan jari–jari sianosis. Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur).
10. Sistem pencernaan (selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, hematemesis, melenan).
11. sistem perkemihan (produksi urine menurun, kadang kurangdari 30 cc/jam).
12. Sistem persyarafan (pada grade II kliengelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS).
13. Pemeriksaan laboratorium
B. DIAGNOSA
Berikut adalah diagnosa keperawatan klien dengue haemorragic fever menurut (NANDA, 2018)
1. peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue
2. kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan
3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhantubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun, mual muntah, anoreksia
4. nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit
5. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. risiko perdarahan berhubungan dengan trombisitopenia
7. risiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan tekanan osmotic
C. INTERVENSI
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue
PERAWATAN DEMAM
- Observasi tanda – tanda vital setiap 3 jam
- beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh
- monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tidak dirasakan
- dorong konsumsi cairan dengan beri banyak minum (± 1 – 1,5 liter/hari) sedikit tapisering
PENGATURAN SUHU
- Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap keringat
- berikan obat antipiretik, sesuai kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan input dan output cairan
MANAJEMEN CAIRAN
- Kaji keadaan umum klien dan tanda – tanda vital
- kaji input dan output cairan
- anjurkan klien untuk banyak minum
- berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun
MANAJEMEN NUTRISI
- Kaji keadaaan umum klien
- beri nutrisi sesuai kebutuhan tubuh klien
- anjurkan klien untuk member makan sedikit tapi sering
MONITOR NUTRISI
- Timbang berat badan klien setiap hari
- monitor mual dan muntah klien
- Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif.
- Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri.
- Berikan posisi yang nyaman dan ciptakan suasana ruangan yang tenang.
- Berikan suasana gembira bagi pasien
PEMBERIAN ANALGESIK
- Berikan analgesik sesuai rekomendasi
7. Risiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan tekanan osmotik
PENCEGAHAN SYOK
- Observasi tanda – tanda vital
- anjurkan pada klien dan keluarga untuk segeramelapor jika ada tanda – tanda perdarahan
MANAJEMEN HIPOVOLEMI
- Cek hemoglobin, hematokrit dan trombosit
- monitor gas darah dan oksigenasi
ASUHAN KEPERAWATAN TYPHOID
pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang : mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
B. Riwayat kesehatan sebelumnya : apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
C. Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
D. Riwayat psikososial
intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
interpersonal : hubungan dengan orang lain.
E. Pola fungsi kesehatan
pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
Pola istirahat dan tidur : selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
F. Pemeriksaan fisik : kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
G. Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala – kaki, TD, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi
pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan.
Diangnosa keperawatan
masalah keperawatan yang lazim muncul menurut SDKI:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Risiko ketidak seimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
D. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
E. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik.
Intervensi
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
Monitor vital sign.
Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan.
Monitor tingkat hb dan hematokrit.
Monitor berat badan
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi kuat) jika diperlukan.
monitor vital sign.
monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori.
kolabirasi pemberian cairan IV.
monitor status nutrisi.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
kaji adanya alergi.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
Beri diet tinggi serat untuk mengurangi konstipasi.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sesuai.
Berat badan dalam batas normal.
4. Hipertermi berhubugan dengan dehidrasi
monitor suhu tubuh.
Lakukan kolaborasi dalam pemberian anti piretik.
Lakukan kompres hangat saat anak mengalami demam.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
kaji skala nyeri.
monitor status pernafasan.
monitor vital sign.
observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
TERIMA KASIH