“REVIEW JURNAL”
DOSEN PENGAMPU :
Nur Chabibah, S.Si., M.Si.
Disusun oleh :
DEWI ADELLA
1810026 / S1-3B
Adityo Wibowo
Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Terapi oksigen hiperbarik adalah penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih besar dari tekanan
atmosfer. Terapi ini telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan luka.
Penyembuhan luka pada dasarnya memiliki tiga mekanisme, yaitu kontraksi, epitelialisasi, dan
pertumbuhan jaringan pengikat. Perawatan luka yang baik melibatkan kondisi pasien secara lokal
maupun sistemik terkait dengan penyembuhan luka sejak proses awal. Oksigen harus ada dalam jumlah
yang memadai agar merangsang perkembangan fibroblas dan produksi kolagen. [JuKe Unila 2015;
5(9):124-128]
Korespondensi: dr. Adityo Wibowo, alamat alamat Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1, HP 085269410011,
e-mail doktertyowibowo87@gmail.com
wound healing in diabetic foot ulcers. Journal of Diabetes Research. 2013; 26(2013):1-6.
7. Kemal S, Sukru O, Hakan A. Hyperbaric oxygen therapy and its mechanisms of
action: implication of several molecular processes along with reactive species. J of
Experimental and Integrative Medicine. 2011; 1(4):205-6.
8. Tripathi KK, Moorthy A, Ranjan CK, Rao G, Ghosh PC. Effect of hyperbaric oxygen
on bone healing after enucleation of mandibular cysts: a modified case control
studies. Diving Hyperb Med. 2011; 41(4):195-201.
9. Villanueva E, Bennett MH, Wasiak J, Lehm JP. Hyperbaric oxygen therapy for
thermal burns. Oxford: The Cochrane Library; 2006.
10. Tales RN, Rosemary FD, Mariane NN, José JR, Omar F. Hyperbaric oxygen therapy
for primary sternal osteomyelitis: a case report. J of Med Case Reports. 2013;
7:167.
Review Jurnal 1 :
La Rakhmat Wabula
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga; la.rakhmat.wabula-2017@fkp.unair.ac.id (koresponden)
Kusnanto
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga
Bambang Purwanto
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga
ABSTRACT
Background: One of the diverse communities was found in Maluku Province. Traditional diver diving expertise is obtained from generation to generation. Traditional divers
have not received formal education and training related to diving. The safety and health aspects of the driving method and the tools used are not according to the standard. The
risk of injury and illness due to non-standard diving has increased even higher, although to date the health aspects of traditional divers in Maluku Province have never been
explored. Objective: This study aims to explore the perceptions of the risk of diving safety and health behavior in traditional divers who experience paralysis in Maluku Province.
Method: The study used qualitative with a case study approach. The subjects of this study were traditional diver fishermen in Ambon City, West Seram District, and Buru
Province District with ten participants. The research phase in the form of an interview will begin on January 15 - February 15, 2019. Data analysis uses thematic theory driven.
Results: Identification found two main themes:
1) Vulnerability; and 2) Severity. Conclusion: Traditional diver's perceptions of safety and health while diving can form self-efficacy so as to reduce morbidity and mortality from
diving.
Keyword: perception; safety and health behavior; and traditional divers
ABSTRAK
Latar belakang: Salah satu komunitas penyelam ditemukan di Provinsi Maluku. Keahlian menyelam penyelam tradisional diperoleh secara turun
temurun. Penyelam tradisional belum memperoleh pendidikan dan pelatihan formal terkait penyelaman. Aspek keselamatan dan kesehatan dari metode
menyelam dan alat yang digunakan belum sesuai standar. Risiko cidera dan penyakit akibat penyelaman yang tidak standar meningkat lebih tinggi,
meskipun sampai saat ini aspek kesehatan penyelam tradisional di Provinsi Maluku belum pernah di ekplorasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi tentang persepsi risiko perilaku keselamatan dan kesehatan menyelam pada penyelam tradisional yang mengalami kelumpuhan di
Provinsi Maluku. Metode: Penelitian menggunakan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dari penelitian ini adalah nelayan penyelam
tradisional yang berada di Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Buru Provinsi sejumlah sepuluh partisipan. Tahap penelitian
berupa wawancara akan dimulai pada 15 Januari – 15 Februari 2019. Analisis data mengunakan tematik theory driven. Hasil: Identifikasi menemukan dua
tema utama: 1) Kerentanan; dan 2) Keparahan. Kesimpulan: Persepsi penyelam tradisional tentang keselamatan dan kesehatan saat menyelam dapat
membentuk efikasi diri sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat menyelam.
Kata kunci: persepsi; perilaku keselamatan dan kesehatan; dan penyelam tradisional
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang hampir 70% wilayahnya terdiri dari laut. Kondisi geografis seperti ini sebagian besar penduduk pesisir
mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Penyelam tradisional tersebar di wilayah Indonesia terutama di daerah pesisir dan kepulauan, tetapi
sampai sekarang belum ada data yang akurat menyangkut keberadaan penyelam tradisional tersebut(1).
Salah satu komunitas penyelam ditemukan di Provinsi Maluku. Keahlian menyelam penyelam tradisional diperoleh secara turun temurun.
Penyelam tradisional belum memperoleh pendidikan dan pelatihan formal terkait penyelaman. Aspek keselamatan dan kesehatan dari metode
menyelam dan alat yang digunakan belum sesuai standard (2). Risiko cidera dan penyakit akibat penyelaman yang tidak standar meningkat lebih tingi,
meskipun sampai saat ini aspek kesehatan penyelam tradisional di Provinsi Maluku belum pernah di ekplorasi.
Berdasarkan data dari Direktorat Kenelayanan Provinsi Maluku pada tahun 2017, jumlah nelayan secara keseluruhan ada 5.931 orang yang terbagi
dalam dua kelompok yaitu nelayan biasa sebanyak 4.237 orang (71%)
dan penyelam tradisional sebanyak 1.694 orang (29%), yaitu penyelam yang dalam melakukan pekerjaan penyelaman secara turun temurun atau
mengikuti yang lain dan tanpa bekal penguasaan ilmu dan teknologi yang cukup serta sarana dan prasarana yang tidak memadai. Beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh penyelam tradisional, antara lain: penangkapan ikan, lobster, teripang, abalone, dan mutiara. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
melakukan penyelaman sampai dengan beberapa puluh meter di bawah laut, karena lobster, teripang, abalone dan mutiara banyak terdapat di dasar
laut. Penyelaman ini banyak dilakukan oleh penyelam tradisional karena ikan jenis tertentu, lobster, teripang, dan mutiara mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi(3). Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 meter mempunyai risiko yang cukup besar terhadap keselamatan dan kesehatan
penyelam(4). Oleh karena itu penyelaman harus dilakukan dengan syarat tertentu dan menggunakan alat selam yang memenuhi standar (SCUBA).
Penyelam pencari hasil laut di beberapa wilayah Provinsi Maluku masih menggunakan kompresor (penyelam tradisional) sebagai alternatif pengganti alat
selam SCUBA(2).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2017, jumlah penderita dan kematian akibat penyakit penyelaman di
Provinsi Maluku selama 4 tahun terakhir mengalami peningkatan terutama penyakit kelumpuhan, sebagaimana tabel 1.1 berikut:
Tabel 1. Penyakit dan kematian akibat pekerjaan penyelaman di Provinsi Maluku tahun 2014-2017
Tabel 1 menunjukkan bahwa tingginya penderita dan kematian akibat penyakit penyelaman kemungkinan disebabkan karena ketidakpatuhan
penyelam terhadap standar keselamatan dan kesehatan penyelaman, antara lain: a) menyusun rencana penyelaman; b) memeriksa perlengkapan selam;
c) memeriksa dan memastikan keamanan lokasi penyelaman; d) melaksanakan penyelaman sesuai rencana; dan e) memperhatikan interval waktu antara
penyelaman awal dan berikutnya. Selain itu, belum pernah ada pelatihan keterampilan mengenai prosedur penyelaman dan kesehatan penyelaman bagi
masyarakat Provinsi Maluku serta penyelam memperoleh pengetahuan menyelam secara turun temurun dan berdasarkan pengalaman saja. Terkait
dengan data kepatuhan nelayan dalam penggunaan alat selam yang sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan penyelaman tidak dapat
ditemukan oleh peneliti.
Pekerjaan penyelaman mempunyai tingkat risiko bahaya yang sangat tinggi, peningkatan produktivitas kerja mengacu pada standar penyelaman
yang baik dan aman, pengetahuan penyelam tradisonal tentang risiko bahaya yang terjadi di lingkungan bertekanan tinggi meningkatkan ketaatan
terhadap standar keselamatan kerja dalam penyelaman (5). Kecerobohan dalam mentaati peraturan keselamatan kerja dapat berakibat fatal berupa
kecacatan menetap seumur hidupnya. Sementara itu para penyelam tradisional memperoleh keahlian menyelam hanya secara turun temurun tanpa
bekal ilmu kesehatan dan keselamatan penyelaman yang memadai (6).
Melalui wawancara awal yang dilakukan peneliti pada beberapa penyelam tradisional yang mengalami kelumpuhan dan ketulian grade 1
menyatakan beberapa hal yang membuat mereka alami. Beberapa dari mereka menyampaikan bahwa kelumpuhan dan ketulian yang dialami mereka
adalah akibat dari tidak memperhatikan prosedur penyelaman yang baik disertai peralatan menyelam yang memadai.
“yaa, saya sudah 2 tahun mengalami kelumpuhan. Saya sebagai penyelam sejak saya SMA. Saya biasa menyelam menggunakan compressor, dengan kedalaman menyelam
lebih dari 100 meter. Saat menyelam saya hanya menggunakan kaca mata dan selang compressor yang saya taruh di mulut saya supaya bisa bernapas dengan baik di dalam
air” (Tn.J/43 tahun)
“saya menyelam sejak 20 tahun yang lalu. Saya biasanya menyelam pakai kompressor. Saya mengalami tuli sejak 5 tahun yang lalu. Biasanya saya menyelam dengan
kedalaman lebih dari 100 meter. Saya menyelam hanya menggunakan alat compressor, tidak ada alat selam lain” (Tn. B/37 tahun)
“saya lumpuh sejak 1 tahun yang lalu. Terakhir menyelam dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Hanya menggunakan kaca mata selam dan alat compressor saja. Tidak ada
alat yang lain” (Tn.L/46 tahun)
Data mengatakan bahwa masalah kelumpuhan yang dialami oleh penyelam tradisional disebabkan buruknya perilaku keselamatan dan kesehatan
saat menyelam. Berdasarkan fenomena yang ada, perlu untuk memperkuat persepsi tentang perilaku berisiko keselamatan dan kesehatan penyelaman
pada penyelam tradisional di Provinsi Maluku.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tentang persepsi risiko perilaku
keselamatan dan kesehatan menyelam pada penyelam tradisional yang mengalami kelumpuhan
di Provinsi Maluku.
METODE
Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dari
penelitian ini adalah nelayan penyelam tradisional yang berada di Kota Ambon, Kabupaten
Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Buru Provinsi Maluku dengan jumlah pertisipan mencapai
saturasi data (kejenuhan data), sebagai sampel penelitian dengan kriteria inklusi sampel sebagai
berikut: 1) Subjek yang mengalami dekompresi (kelumpuhan) dan barotrauma telinga (perforasi
membran timpani grade 1); 2) Subjek memiliki riwayat menyelam menggunakan compressor; 3)
Subjek memiliki riwayat bekerja minimal 1 (satu) tahun; 4) Usia subjek minimal 25 tahun dan
maksimal 64 tahun (usia angkatan kerja) (UU No 13 tahun 2013); dan 5) Subjek yang mampu
berkomunikasi verbal dengan baik. Berdasarkan tingkat kejenuhan data, maka didapatkan
jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 10 nelayan penyelam tradisional yang mengalami
kelumpuhan. Selain manusia sebagai instrumen penelitian, alat pengumpulan data lain yang
menunjang proses penelitian adalah pedoman wawancara mendalam (indepth interview),
catatan lapangan (fields notes), dan alat perekam. Tahap penelitian berupa wawancara akan
dimulai pada 15 Januari – 15 Februari 2019. Analisis data mengunakan tematik theory driven.
Tahap uji etika penelitian dengan mendapatkan lolos etik penelitian dari Komisi Etik Penelitian
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga dengan nomor surat: 1244-KEPK yang terbit pada
tanggal 31 Desember 2018.
HASIL
Pelaksanaan pengambilan data telah dilakukan oleh peneliti, yakni sekali wawancara
dengan subjek. Untuk melakukan deskripsi hasil wawancara, peneliti sebelumnya membuat
verbatim/transkrip dari rekaman wawancara dengan subjek yang setelah itu dilakukan
pengkodingan dan analisis verbatim. Hasil tematik menemukan dua tema, yaitu: Kerentanan
dan Keparahan.
1. Sebelum lumpuh
a. Persepsi Risiko
Subjek mengungkapkan bahwa jika menyelam dengan kedalam 100 meter tidak berisiko
terhadap keselamatan dan kesehatannya.
“saya biasa menyelam dengan kedalaman 100 meter dan saya menganggap bahwa hal tersebut
adalah biasa dan sudah menjadi rutinitas saya, tidak memiliki risiko bahaya apapun terhadap
keselamatan maupun kesehatan saya” (R1901:49-63)
2. Setelah lumpuh
a. Persepsi risiko
1) Kerentanan
Subjek mengungkapkan bahwa jika menyelam dengan kedalam 100 meter atau lebih
memiliki kerentanan terhadap keselamatan dan kesehatannya.
“jika menyelam dengan kedalaman 100 meter atau lebih memiliki kerentanan terhadap
keselamatan maupun kesehatan, seperti: badan terasa lelah, kedinginan, sesak nafas, dan
keluarnya darah dari telinga, hidung dan mulut” (A2901:48-52)
2) Keparahan
Subjek mengungkapkan bahwa jika menyelam dengan tidak memperhatikan SOP
dengan benar, maka akan berakibat yang parah terhadap keselamatan dan
kesehatannya.
“jika menyelam dengan tidak memperhatikan SOP dengan benar, maka akan berakibat yang
parah terhadap keselamatan dan kesehatannya, seperti: lumpuh dan mati” (LI3001:54-57)
PEMBAHASAN
Hasil analisis tematik menunjukkan bahwa persepsi risiko yang dialami oleh subjek terdiri
dari 2 fase, yaitu fase sebelum lumpuh dan sesudah lumpuh. Pada fase sebelum lumpuh, subjek
sering mengungkapkan bahwa menyelam tidak memiliki risiko bahaya apapun terhadap
kesehatan maupun keselamatan. Sehingga atas dasar asumsi tersebutlah maka subjek tetap
melakukan penyelaman.
Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Zheng et al., (7)
bahwa pekerjaan penyelaman penyelaman selalu diincar bahaya baik sebagai akibat dari
perubahan tekanan, temperatur air, maupun terhadap kehidupan bawah air lainnya. Beberapa
penyakit akibat penyelaman, meliputi:
Barotrauma, keracunan gas, penyakit dekompresi (kelumpuhan), dan serangan dari
binatang laut yang berbahaya baik yang berbisa maupun yang beracun (3).
Kemudian pada fase setelah subjek mengalami kelumpuhan, persepsi risiko yang
dirasakan oleh subjek yaitu terbagi menjadi 2 persepsi risiko, antara lain: a) Persepsi risiko
kerentanan. Subjek sering mengungkapkan bahwa risiko kerentanan yang akan dirasakan yaitu
badan terasa lelah, kedinginan, sesak nafas, dan keluarnya darah dari telinga, hidung, dan mulut;
dan b) Persepsi risiko keparahan. Subjek sering mengungkapkan bahwa risiko keparahan yang
akan dirasakan jika menyelam tidak sesuai SOP yang baik, yaitu: bisa merasakan lumpuh dan
mati.
Hammerton(8) memiliki pendapat yang sama dengan hasil penelitian bahwa pekerjaan
sebagai penyelam selalu diincar bahya baik sebagai akibat dari perubahan tekanan, temperatur
air (hipotermi), maupun terhadap kehidupan bawah air lainnya, seperti: a) Penyakit barotrauma
(rasa sakit yang sering diikuti perdarahan pada rongga udara yang mengalami barotrauma,
seperti keluarnya darah dari hidung, telinga, dan mulut); b) Keracunan gas pernapasan (sesak
nafas, sakit kepala, muntah, lumpuh, tidak sadarkan diri, dan dapat berakhir dengan kematian);
c) Penyakit dekompresi (seluruh tubuh terutama persendian terasa sangat nyeri timbulnya
berangsur-angsur atau mendadak, kelelahan dan rasa ngantuk yang berlebihan, pusing, bercak-
bercak merah pada kulit disertai rasa gatal, dan jika perawatannya terlambat atau tidak
memadai sering menyebabkan cacat tubuh, yaitu lumpuh dan bahkan bisa mengakibatkan
kematian); dan d) Serangan dari binatang laut yang berbahaya baik yang berbisa maupun yang
beracun.
Hasil tersebut juga memiliki kesamaan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh WHO
bahwa salah satu perubahan perilaku yang terjadi secara alamiah yaitu perubahan yang
dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia
beraktifitas. Selain itu juga Schwarzer, Lippke and Luszczynska(9) juga berpendapat bahwa
persepsi kerentanan, yaitu persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit agar
seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau ia
rentan terhadap penyakit tersebut. Pinidiyapathirage et al.,(10) menjelaskan bahwa persepsi
keparahan, yaitu tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit
dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat
menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak
terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.
Persepsi risiko merupakan komponen penting sebagai tingkat minimum ancaman atau
keprihatinan seseorang, sehingga komponen ini harus ada sebelum seseorang
mempertimbangkan manfaaat dari tindakan yang mungkin mencerminkan ketidakmampuannya
untuk benar-benar melakukan tindakan (9). Persepsi risiko dibagi menjadi dua dimensi yaitu,
kerentanan dan keparahan. Kerentanan adalah kemungkinan pengaruh yang dirasakan terhadap
ancaman kesehatan, sedangkan tingkat keparahan adalah hubungan yang dirasakan dari
ancaman kesehatan. Risiko kesehatan mengacu merupakan ancaman bagi kesehatan seseorang
baik secara langsung maupun jangka panjang dan memengaruhi kesejahteraan (11).
Sebagai contoh, risiko langsung dari ketidakpatuhan dalam penggunaan alat selam dengan
baik adalah dapat mengakibatkan terjadinya barotrauma telinga, sedangkan risiko jangka
panjang dari ketidakpatuhan dalam penggunaan alat selam dengan baik adalah dekompresi. Jika
seseorang menyadari adanya risiko jika tidak menggunakan alat selam dengan baik, maka ini
akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan mempertimbangkan penggunaan alat
selam secara teratur(12).
Bila seseorang mempunyai persepsi risiko positif dan negatif yang seimbang, maka hal ini
menyebabkan pembentukan niat perilaku yang baik. Misalnya tentang risiko ketidakpatuhan
dalam penggunaan alat selam dengan baik, seseorang akan berfikir dampak dari penggunaan
alat selam (positif) atau tidak menggunakan alat selam (negatif). Seseorang yang percaya bahwa
ada lebih banyak manfaat dari penggunaan alat selam yang baik akan memiliki niat yang lebih
tinggi daripada mereka yang tidak percaya bahwa ada lebih banyak manfaat dari ketidakpatuhan
dalam penggunaan alat selam dengan baik(5).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dapat dikatakan,
persepsi risiko bagian dari pengalaman penyelam tradisional yang paling menentukan efikasi diri
untuk mematuhi SOP penyelaman.
KESIMPULAN
Diperlukannya penguatan terhadap persepsi risiko yang dirasakan oleh penyelam
tradisional sehingga mereka dapat membangun efikasi diri terhadap perilaku keselamatan dan
kesehatan menyelam serta dapat mengurangi angka kesekitan dan kematian akibat menyelam.
Metode hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi
Maluku serta yang berada di wilayah pesisir khususnya pada kabupaten/kota yang tinggi kasus
penyakit dan angka kematian akibat penyelaman dan pemerintah pusat dalam hal ini
Kementerian Kesehatan dalam rangka meningkatkan kepatuhan menyelam terhadap SOP
penyelaman pada penyelam tradisional melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dan
adanya pendampingan oleh petugas kesehatan penyelaman di Puskesmas
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi Bali.
2016. 1-220 p.
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Profil kelautan dan perikanan Provinsi Maluku. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
3. Brown SE, Wickersham JA, Pelletier AR, Marcus RM, Erenrich R, Kamarulzaman A, et al. Attitudes toward
medication-assisted treatment among fishermen in Kuantan, Malaysia, who inject drugs. J Ethn Subst
Abuse. 2017;16(3):363–79.
4. Lucrezi S, Egi SM, Pieri M, Burman F, Ozyigit T, Cialoni D, et al. Safety priorities and underestimations in
recreational scuba diving operations: A European study supporting the implementation of new risk
management programmes. Front Psychol. 2018;9(MAR):1–13.
5. Wilson H, Sheehan M, Palk G, Watson A. Self-efficacy, planning, and drink driving: Applying the health
action process approach. Heal Psychol. 2016;35(7):695–703.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
7. Zheng Y, Yang X, Ni X. Barotrauma after liquid nitrogen ingestion: a case report and literature review.
Postgrad Med [Internet]. 2018;0(0):1–4. Available from:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00325481.2018.1494492
8. Hammerton Z. Risk assessment of SCUBA diver contacts on subtropical benthic taxa. Ocean Coast Manag
[Internet]. 2018;158(September 2017):176–85. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2018.03.036
9. Schwarzer R, Lippke S, Luszczynska A. Mechanisms of Health Behavior Change in Persons With Chronic
Illness or Disability: The Health Action Process Approach (HAPA). Rehabil Psychol. 2011;56(3):161–70.
10. Pinidiyapathirage J, Jayasuriya R, Cheung NW, Schwarzer R. Self-efficacy and planning strategies can
improve physical activity levels in women with a recent history of gestational diabetes mellitus. Psychol
Health [Internet]. 2018;446:1–16. Available from:
https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/08870446.2018.1458983?needAccess=true
11. Zhang C, Zheng X, Huang H, Su C, Zhao H, Yang H, et al. A Study on the Applicability of the Health Action
Process Approach to the Dietary Behavior of University Students in Shanxi, China. J Nutr Educ Behav
[Internet]. 2018;50(4):388–395.e1. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jneb.2017.09.024
12. Ghisi GL de M, Grace SL, Thomas S, Oh P. Behavior determinants among cardiac rehabilitation patients
receiving educational interventions: An application of the health action process approach. Patient Educ
Couns [Internet]. 2015;98(5):612–21. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.pec.2015.01.006
Review Jurnal 2 :
JURNAL 3
ANALISIS GANGGUAN PENDENGARAN PADA PENYELAM
DI DANAU TONDANO DESA WATUMEA KECAMATAN
ERIS KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI
UTARA 2014
1
Rahay
u D. C.
Rusla
m
2
Jimm
y F.
Ruma
mpuk
2
Venn
etia R.
Danes
1
Kandidat Skripsi Bagian Fisika Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado
2
Bagian Fisika Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado Email:
ewhiedruslam@gmail.com
Tingkat Pendidikan n %
SD 5 25
SMP 3 15
SMA 12 60
Total 20 100
DAFTAR PUSTAKA
1. Yathavan S. Gambaran Etiologi Gangguan Pendengaran Di RSUP H. Adam Malik Medan Dari
Periode 1 Januari
– 31 Desember 2009. Universitas Sumatera Utara. Medan, 2010.
2. Abshor A. Pengaruh Barotrauma Auris Terhadap Gangguan Pendengaran Pada Nelayan
Penyelam Di Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Universitas Jember Jember, 2008.
3. Prasetyo A.T, Soemantri BJ, Lukmantya. Pengaruh Kedalaman Dan Lama Menyelam Terhadap
Ambang-Dengar Penyelam Tradisional Dengan Barotruma Telinga. ORLI Vol. 42 No. 2
Tahun 2012. Universitas Brawijaya. Malang, 2012.
4. DKP: Indonesia Timur Butuh 2 Ribu Dokter Kelautan.Republika Online. Available at:
http://www.republika.co.id/berita/bre aking-news/nasional/09/08/24/71209- dkp-
indonesia-timur-butuh-2-ribu- dokter-kelautan. Diakses tanggal 01 Oktober 2014.
5. Kodoati G, Waleleng POV, Lainawa J, Mokoagow DR. Analisis Potensi Sumberdaya Alam,
Tenaga Kerja,
Pertanian dan Perkebunan Terhadap Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di
Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Jurnal Zootek Vol. 34 (Edisi Khusus):
15-26 (Mei 2014). Universitas Sam Ratulangi. Manado, 2014.
6. Ekawati T. Analisis Faktor Risiko Barotrauma Membran Timpani Pada Neyalan
Tradisional Di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Universitas
Diponegoro Semarang. 2005
7. El-Saadawy ME, Soliman NE, El-Tayeb IM, Hammouda MA. Some
Occupational Health Hazards Among Fishermen In Alexandria City.
Gaziantep Med J 2014;20(1):71-78
8. Kristianto W. Gambaran Gangguan Pendengaran Pada Penyelam TNI Angkatan
Laut. Universitas Indonesia. Depok, 2012.
9. Paskarini I, Tualeka AR, Ardianto DY, Dwiyanti E. Kecelakaan Dan Gangguan
Kesehatan Penyelam Tradisional Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya Di Kabupaten Seram, Maluku.
http://portalgaruda.org/article.17835& 1095.Pdf
10.Abid AH, Al-Asadi JN, Habib OS. Hearing Loss in Iraqi Divers. The Medical
Journal Of Bahsrah University Vol 24, No 1 & 2, 2006.
Review Jurnal 3 :
JURNAL 4
ABSTRAK
EKG merupakan alat bantu dalam menegakkan diagnosa penyakit jantung. Pada iskemia
disertai perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel yaitu T inversi dan ST depresi.
Sedangkan pada infark miokard akut didapatkan perubahan EKG yaitu adanya ST elevasi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross-sectional dengan melakukan observasi pada
gambaran EKG sebelum dan sesudah pemberian terapi oksigen dan terapi farmakologi di HCU
jantung RSUD Kabupaten.Hasil penelitian didapatkan gambaran EKG sebelum pemberian terapi
oksigen dan farmakologi sebanyak 40% adalah ST elevasi. Perubahan gambaran EKG pada pasien
PJK dengan pemberian terapi nasal kanul 4 lpm dan terapi farmakologi didapatkan 70% adalah
baik. Perubahan gambaran EKG pada pasien PJK dengan pemberian terapi masker sederhana 8
lpm dan terapi farmakologi sebagian besar didapatkan perubahan gambaran EKG baik
ABSTRACT
Senyawa nitrat bekerja melalui dua Perubahan gambaran EKG pada pasien
mekanisme. Secara in vivo senyawa nitrat dengan terapi oksigen nasal kanul 4lpm dan
merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah terapi farmakologi II
dimetabolisme dan menghasilkan nitrogen (Nitrat+Antiplatelet+β
monoksida (NO). Biotransformasi senyawa blocker+LMWH) didapatkan 2 pasien (100%)
nitrat yang berlangsung intraseluler ini mengalami perubahan EKG yang baik (tabel
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel 4.9). Hal ini disebabkan oleh pemberian β
dan reduced tiol (glutation) intrasel. Nitrogen blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada
monoksida akan membentuk kompleks kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan (Anwar Anwar dan Bahri,2004). Pemberian dini
menstimulasi enzim ini sehingga kadar cGMP β blocker bermanfaat
meningkat. Selanjutnya cGMP akan
menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga
terjadi relaksasi otot polos. Mekanisme kerja
yang kedua yaitu akibat pemberian senyawa
nitrat, endotelium akan melepaskan
prostasiklin (PGI2) yang bersifat vasodilator.
Berdasarkan kedua mekanisme ini, senyawa
nitrat dapat menimbulkan vasodilatasi, dan
pada akhirnya menyebabkan penurunan
kebutuhan dan peningkatan suplai oksigen
(Gunawan, 2007). Sedangkan
asetosal/antiplatelet digunakan karena dapat
mencegah atau mengurangi agregasi
trombosit, dengan demikian aliran darah tidak
semakin terhambat (www.farmakoterapi-
info.com, 2010). Adanya perluasan infark atau
pecahnya trombus yang nantinya akan
menyebabkan sumbatan baru pada pembuluh
darah maka akan mengakibatkan kurangnya
suplai oksigen pada pembuluh darah yang
sehingga terjadi infark atau injuri (Anwar dan
Bahri, 2004).
menurunkan 15% mortalitas dalam 36 jam menjadi lebih buruk dan terjadinya nekrosis di
setelah miokard infark dengan cara miokard.
menurunkan kebutuhan oksigen, membatasi Perubahan gambaran EKG pada pasien
ukuran infark, mengurangi resiko pecahnya PJK dengan pemberian terapi oksigen nasal
pembuluh djantung dengan menurunkan kanul 4 lpm dan terapi farmakologi V
tekanan darah, mengurangi resiko aritmia (Nitrat+Antiplatelet+ACE Inhibitor+Calsium
ventrikuler dan supraventrikuler yang Antagonis) yaitu pada tabel 3 didapatkan 2
disebabkan aktivasi simpatik. LMWH (Low dari 3 pasien mengalami perubahan gambaran
Moleculler Weight Heparin) digunakan untuk buruk. Hal ini disebabkan oleh adanya
membatasi perluasan thrombosis koroner perluasan infark dan perubahan dari infark
pada NSTEMI/Unstable angina. subendokard menjadi transmural.
Pada tabel 4 yaitu pasien dengan Perubahan gambaran EKG baik, tetap
terapi oksigen nasal kanul 4 lpm dan terapi maupun buruk semuanya tidak telepas dari
farmakologi IV (Nitrat i.v + kombinasi peran dokter, perawat dan pasien itu sendiri.
Antiplatelet + ACE Inhibitor Dokter sebagai pemberi terapi dan perawat
+ statin + LMWH) disebutkan bahwa pasien yang selalu berada di dekat pasien selam 24
yang mengalami perubahan gambaran EKG jam harus selalu memantau keadaan pasien
baik sebanyak 1 pasien (33,33%), perubahan dan melaksanakan asuhan keperawatan.
gambaran EKG tetap 1 pasien (33,33%), dan Pasien sebagai penerima terapi juga
perubahan gambaran buruk juga 1 pasien merupakan penentu dari keberhasilan terapi
(33,33%), hal ini bisa dikarenakan adanya dan tindakan yang telah dilakukan oleh dokter
perluasan infark sehingga perfusi miokard dan perawat. Kondisi pasien sangat
menentukan apakah terapi yang telah hanya memberikan konsentrasi 24-44 %, dan
diberikan dapat meningkatkan status masker sederhana 40-60%.
kesehatan pasien itu sendiri. Perawat tidak
boleh hanya bergantung dari terapi yang
Perubahan Gambaran EKG Setelah Pemberian
diadviskan oleh dokter saja, akan tetapi
Terapi Oksigen Masker Sederhana 8 Lpm Dan
intervensi perawat juga menentukan
Terapi Farmakologi
keberhasilan dalam melakukan asuhan
keperawatan. Dalam hal ini pemberian oksigen
yang adekuat dan sesuai dengan kondisi pasien Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui
sangat diperlukan dalam meningkatan suplai bahwa pasien yang mendapat terapi oksigen
oksigen di miokard pada khususnya dan di masker sederhana 8 lpm dan terapi farmakologi
seluruh tubuh pada khususnya. Pemberian mengalami perubahan gambaran EKG baik
terapi oksigen merupakan tindakan kolaborasi sebanyak 3 orang (100%). pasien yang
yang tentunya tanpa advice dokter, perawat mendapat terapi terapi oksigen masker
dapat melakukan terapi oksigen secara benar. sederhana 8 lpm terapi farmakologi IV
Akan tetapi ketiadaan SOP dalam pemberian mengalami perubahan gambaran EKG baik
terapi oksigen di RSUD Kabupaten Jombang sebanyak 2 orang (66,7%). pasien yang
bisa menimbulkan kendala. Bahwa pasien mendapat terapi masker sederhana 8 lpm dan
sesak atau nyeri dada diberi terapi oksigen, terapi farmakologi V mengalami perubahan
akan tetapi rasional dan dosis yang diberikan gambaran EKG baik dan tetap masing-masing 1
hanya sebatas rutinitas. orang (50%).
Perlunya pemeriksaan penunjang lain Berdasarkan tabel 4 perubahan
seperti pemeriksaan BGA (Blood Gas Analisa) gambaran EKG pada pasien PJK dengan
sangat diperlukan. Karena BGA dapat sebagai pemberian terapi oksigen masker sederhana 8
acuan lpm dan terapi farmakologi IV menunjukkan
adanya hipoksia di jaringan. Sehingga acuan sebanyak 66,7% mengalami perubahan
dalam pemberian terapi oksigen yang lebih gambaran EKG baik. Pasien PJK dengan
lanjut dapat diberikan seperti pemasangan pemberian terapi oksigen masker sederhana 8
ventilator. Mengingat pemberian nasal kanul
lpm dan terapi farmakologi V mengalami mengurangi stress dalam miokardium. Nitrat
perubahan gambaran EKG baik dan tetap selain sebagai anti nyeri angina juga dapat
masing-masing 50%. Perubahan gambaran menimbulkan vasodilatasi dan pada akhirnya
buruk disebabkan adanya perluasan infark dan menyebabkan penurunan kebutuhan dan
adanya perubahan dari infark subendokard peningkatan suplai oksigen. terapi platelet juga
menjadi transmural. mengurangi resiko trombosis koroner
Pemberian terapi oksigen untuk (http://www.kalbe.co.id . 20010)
memberikan transpor oksigen yang adekuat Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
dalam darah sambil menurunkan upaya terapi oksigen 8 lpm dan terapi farmakologi V
bernapas dan (Nitrat+Antiplatelet+ACE
Pusat Jantung Nasional National Cardiovascular Center Harapan Kita, 2001. Buku Ajar Keperawatan
Kardiovaskuler. Jakarta: Bidang Diklat dan Pelatihan Harapan Kita.
Smeltzer, Suzanne C and Bave B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 1. Jakarta : EGC
JURNAL 5
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKAT
VOL. 3/NO.3/ Agustus 2018; ISSN 2502-731X
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI KELURAHAN INDUHA
KECAMATAN LATAMBAGA KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2017
Elva Zania1 Junaid2 Ainurafiq3
123
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo
1
elfasir1@gmail.com 2drs.junaid.mkes@gmail.com
3
ainurafiqiz@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari sepuluh penyakit utama
dengan 86% adalah dermatitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada nelayan di Kelurahan Induha Kecamatan
Latambaga Kabupaten Kolaka Tahun 2017. Jenis penelitian bersifat observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober – November 2017
Kelurahan Induha Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh Nelayan di Kelurahan Induha Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka yang berjumlah 76
orang dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara hygiene personal dengan kejadian dermatitis kontak, ada hubungan antara lama
kontak dengan kejadian dermatitis kontak, tidak ada hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya
dengan kejadian dermatitis kontak. Diharapkan agar nelayan memperhatikan hygiene personal
(kebersihan diri) agar dapat mengurangi resiko terkena Dermatitis Kontak.
Kata Kunci : Dermatitis Kontak, Hygiene Personal, Lama Kontak, Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Nelayan
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKAT
PENDAHULUAN VOL. 3/NO.3/
yang merupakan Agustuskontak
dermatitis 2018; ISSN 2502-731X
sebesar 92,5%,
Kesehatan kerja adalah aspek atau unsur sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit
kesehatan yang erat berkaitan dengan lingkungan kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi,
kerja dan pekerjaan secara langsung atau tidak Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389
langsung dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3%
kerja. Tujuan dari kesehatan kerja sendiri adalah diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan
untuk meningkatkan dan memelihara derajat 33,7% adalah dermatitis kontak alergi6.
kesehatan tenaga kerja yang setinggi–tingginya
baik jasmani, rohani maupun sosial untuk semua
lapangan pekerjaan, mencegah timbulnya
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi kerja, melindungi tenaga kerja dari bahaya
kesehatan yang timbul akibat pekerjaan, dan
menempatkan tenaga kerja pada suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik
atau faal tubuh dan mental psikologis tenaga
kerja yang bersangkutan1.
Kulit merupakan organ pemisah antara
bagian di dalam tubuh dengan lingkungan di luar
tubuh. Kulit secara terus menerus terpajan
terhadap faktor lingkungan, berupa fisik, kimiawi
maupun biologik2. Oleh karena itu apabila terjadi
kerusakan yang melampaui kapasitas toleransi
daya penyembuhan maka akan terjadi penyakit 3.
Penyakit kulit akibat kerja (occupational
dermatoses) merupakan suatu peradangan kulit
yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang.
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua
Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat
nonalergi atau iritan4.
Kejadian dermatitis di Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, Australia, dan negara Industri lain
memiliki prevalensi dermatitis atopik 10 sampai
20% pada anak dan 1-3% terjadi pada orang
dewasa. Sedangkan di Negara Agraris misalnya
China, Eropa Timur, Asia Tengah memiliki
prevalensi Dermatitis Atopik lebih rendah.
Berdasarkan data gambaran kasus penyakit kulit
dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga
dari sepuluh penyakit utama dengan 86% adalah
dermatitis diantara 192.414 kasus penyakit kulit
di beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesia
tahun 20115.
Prevalensi dermatitis di Indonesia sebesar
6,78% Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak
sangat bervariasi. Sekitar 90% penyakit kulit
akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik
iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja
2
seperti kulit kering, merah, gatal-gatal, penebalan
Pada studi epidemiologi, Indonesia kulit yang tampak pada bagian tangan dan kaki.
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus Menurut mereka hal ini disebabkan karena terlalu
adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% lama tubuh dalam keadaan basah kemudian
diantaranya adalah dermatitis kontak iritan berada di bawah panas matahari. Ditinjau dari
(DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak segi kesehatan, beberapa petugas mengatakan
alergi (DKA). Insiden dermatitis kontak akibat bahwa adanya gangguan kulit yang dialami
kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 seperti kulit kering, merah, gatal -gatal, terbentuk
kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit ruas dan penebalan kulit yang tampak pada
kulit diperkirakan menempati 9% sampai 34% bagian tangan
dari penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Dermatitis kontak akibat kerja
biasanya terjadi di tangan dan angka insiden
untuk dermatitis bervariasi antara 2% sampai
10%. Diperkirakan sebanyak 5% sampai 7%
penderita dermatitis akan berkembang
menjadi kronik dan 2% sampai 4% di antaranya
sulit untuk disembuhkan dengan pengobatan
topikal7.
Nelayan merupakan orang yang
melakukan pekerjaan menangkap ikan di laut.
Teori para ahli mencetuskan bahwa kejadian
dermatitis dipengaruhi oleh faktor langsung
(ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)
dan tidak langsung (suhu, kelembaban, masa
kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit
sebelumnya, personal hygiene dan
penggunaan APD) serta lama kontak8.
Dermatitis pada nelayan mungkin akibat
air laut yang karena kepekatannya menarik air
dari kulit, dalam hal ini air laut merupakan
penyebab dermatitis kulit kronis dengan sifat
rangsangan primer. Tapi penyakit kulit
mungkin pula disebabkan oleh jamur- jamur
atau binatang-binatang laut. Pekerjaan basah
merupakan tempat berkembangnya penyakit
jamur, misalnya monoliasis9.
Berdasarkan data awal yang diperoleh di
Puskesmas Latambaga didapatkan bahwa
penyakit dermatitis kontak merupakan
penyakit yang masuk dalam kategori 10
penyakit terbesar dari tahun 2014 sampai
tahun 2016. Dimana Jumlah kasus penyakit
dermatitis pada tahun 2014 sebanyak 120
kasus, pada tahun 2015 sebanyak 146 kasus
dan pada tahun 2016
sebanyak 226 kasus10.
Berdasarkan observasi awal yang
dilakukan peneliti pada 15 orang nelayan di
Kelurahan Induha Kabupaten Kolaka, sebanyak
8 orang nelayan menderita kelainan kulit,
3
JIMKESMA
S
maupun kaki merupakan hal biasa, JURNAL ILMIAH
karena tidak 50 MAHASISWA
tahun denganKESEHATAN
masing-masing jumlah 3
mengganggu aktifitas maka mereka tidak responden (3,9%).
menghiraukannya. Karena biasanya setelah dari Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan
bekerja nelayan tidak langsung membersihkan diri Tingkat Pendidikan Pada Nelayan di
atau mengganti pakaian kerja sehingga nelayan Kelurahan Induha Kecamatan
mengalami gatal-gatal dan mereka telah terbiasa Latambaga Kabupaten
Kolaka Tahun 2017.
dengan
No kondisi seperti T Pe
Pendidikan Jumlah (%)
inin jadi tidak perlu (n) rse
memeriksakan 10 13,2 nt
1 Tidak Sekolah
kesehatannya as
2 SDlebih 31 40,8 e
lanjut3 ke SMP petugas 32 42,1
kesehatan.
4 SM 3 3,9
Berdasarkan
uraian di atas,
peneliti tertarik
untuk mengetahui
faktor-faktor yang
berhubungan dengan
kejadian dermatitis
kontak pada nelayan
di Kelurahan Induha
Kecamatan
Latambaga
Kabupaten
Kolaka Tahun 2017 Kabupaten Kolaka yang
berjumlah 76 orang.
METODE
Teknik pengambilan
Jenis penelitian
sampel dalam penelitian
ini adalah penelitian
ini adalah denga
Observational analitik,
nmenggunakan
dengan menggunakan
pendekatan Cross
Secsional Study yaitu
variabel dependen dan
independen diamati
pada periode yang
sama11. Penelitian ini
dilaksanakan bulan
Oktober – November
2017 Kelurahan Induha
Kecamatan Latambaga
Kabupaten Kolaka.
Populasi dalam
penelitian ini adalah
seluruh Nelayan di
Kelurahan Induha
Kecamatan Latambaga
JIMKESMA
S
Total n JURNAL
Hygiene ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
53
Personal ,9
Sumber: Data Primer, Dengan H 2 Baik 8
Oktober 2017. A 10,5 27 35,5
Kejadian 35 46,1 0,012
Tabel 2 Dermatitis KARAKTERISTIK Total 30 39,5
menunjukkan Kontak RESPONDEN 46 60,5 76 100
bahwa dari 76 Pada Tabel 1 Distribusi Sumber: Data Primer,
responden (100%), Nelayan di Responden Oktober 2017.
tingkat pendidikan Kelurahan Berdasarkan Tabel 3
responden yang Induha Kelompok menunjukkan bahwa
paling banyak Kecamatan Umur Pada proporsi responden
adalah tingkat Latambaga Nelayan di yang memiliki Hygiene
pendidikan SMP Kabupaten Kolaka Tahun Kelurahan Personal buruk dengan
dengan jumlah 32 2017 Induha menderita dermatitis
D Kecamatan
responden (42,1%) e kontak sebesar 28,9%
dan yang paling r Latambaga
m
sedikit adalah a Kabupaten
t Kolaka
tingkat pendidikan i
SMA dengan t Tahun 2017.
No
i Kelompo Persentas dan tidak menderita
jumlah Umur (Tahun)3 Jumlah s
(%)
(n)
k e dermatitis kontak
responden (3,9%). K
1 BIVARIAT
ANALISIS 21-25 3 3,9
o 25,0%. Sedangkan
n proporsi responden
2 26-30
Tabel 3 Distribusi 19 25,1
t
3 31-35
Hubunga 24 31,5
a yang memiliki
k
4 36-40 16 Hygiene Personal
exhaustive sampling T21,1T
yaitu 5skema pencuplikan No M ρv baik dengan
41-45 11 en
id
a
14,5o alu
dimana Hygi de t e
menderita dermatitis
ene k
peneliti mengambil P rit
M
a
kontak sebesar
semua subjek dari e a l
e
populasi. rs n 10,5% dan tidak
o
n d menderita dermatitis
al er
it kontak sebesar
a 35,5%.
Hasil uji
n statistik dengan
menggunakan uji chi
%
square pada tingkat
n kepercayaan 95%
atau α = 0,05
%
didapatkan nilai p =
n 0,015 (PValue<α)
sehingga terdapat
%
1 6 46-50 menunjukkan bahwa dari
3,9
Buruk
76 responden (100%),
Total
umur responden yang
22 100
28,9 paling banyak adalah
Sumber: Data Primer, kelompok umur 31 – 35
19 Oktober 2017
25,0 tahun dengan jumlah 24
Tabel 1 responden (31,5%) dan
41
JIMKESMA
S
yang paling sedikit hubungan JURNAL antara ILMIAH MAHASISWA
kontak sebesar 11,8KESEHATAN
% kelurahan induha
adalah kelompok umur hygiene personal dan tidak menderita kurang
21-25 tahun dan dengan kejadian dermatitis kontak memeperhatikan
kelompok umur 46- dermatitis kontak sebesar 35,5 %. personal hygiene,
pada Nelayan di Hasil uji statistik karena setelah selesai
Kelurahan Induha dengan menggunakan bekerja tidak langsung
Kecamatan uji chi square pada mengganti pakaian
Latambaga tingkat kepercayaan kerja mereka padahal
Kabupaten Kolaka. 95% atau α = 0,05 pekaian tersebut
Tabel 4 Distribusi Nelayan di Kelurahan didapatkan nilai p = diganakan saat
Hubungan Induha Kecamatan 0,027 PValue<α melakukan aktifitas
Lama Latambaga Kabupaten sehingga terdapat yang berhubungan
Kontak Kolaka hubungan antara lama dengan air laut.
dengan kontak dengan kejadian Setelah nelayan
Kejadian DISKUSI dermatitis kontak pada selesai bekerja
Dermatitis Hygiene Personal Nelayan di Kelurahan
pengangkut mereka langsung
Kontak Pada Induha Kecamatan
sampah terdiri pulang ke rumah
Nelayan Latambaga Kabupaten
masing- masing masih
Kelurahan Kolaka.
dengan mengenakan
Induha Tabel 5 Distribusi
baju kerja yang
Kecamatan Hubungan
digunakan saat berada
Latambaga Riwayat
di laut12.
Kabupaten Penyakit Kulit
Pemeliharaan
Kolaka Tahun 2017. Sebelumnya
Dermatiti kebersihan
Dengan
s Kontak perorangan
Lama
No T T Kejadian
M
o ρ dari aspek, kebiasaan diperlukan untuk
e
id va Dermatitis
n
ak t lu mandi, kebiasaan kenyamanan individu
Kon M a e Kontak Pada
d
en l mencuci dan terhindarnya dari
tak er Nelayan di
it
de beberapa masalah
a
rit Kelurahan
a gangguan kesehatan
n % tangan, mencuci kaki, Induha
kebiasaan memotong salah satunya adalah
% n % Kecamatan
kuku, keluhan gangguan
Latambaga
1 21 27,6 dan kebiasaan kulit 13
. Salah satu
Nor 0 mengganti pakaian. Kabupaten
mal , Kolaka Tahun 2017 penyebab gangguan
19 25,0 0
2 Berdasarkan hasil
7 pengamatan yang D kulit yaitu pekerjaan
e dan kebersihan
40 52,6 r
dilakukan pada m perorangan yang baik.
nelayan a
di t Untuk memeliharan
2 Normal 9 11,8 27 35,5 36 i
47,4 menderita dermatitis t kebersihan kulit,
Total 30 39,5 kontak sebesar 27,6 % i kebiasaan- kebiasaan
46 60,5 76 100 s
dan tidak menderita yang sehat harus
Sumber: Data Primer, dermatitis kontak K
selalu diperhatikan
o
Oktober 2017. 25,0%. Sedangkan n seperti menjaga
Tabel 4 proporsi t
responden a kebersihan pakaian,
menunjukkan bahwa yang lama kontak k
mandi secara teratur,
proporsi responden normal dengan mandi menggunakan
yang lama kontak menderita dermatitis air bersih dan sabun,
tidak normal dengan
JIMKESMA
S
serta menjaga JURNAL
gangguan kulit yang ILMIAH MAHASISWA
perorangan bahwaKESEHATAN
kejadian dermatitis
kebersihan dapat dilakukan perilaku menjaga kontak pada Nelayan
lingkungan14. adalah menjaga higiene perorangan di kelurahan Induha
Salah satu kebersihan diri pada nelayan Kabupaten Kolaka.
pencegahan meliputi mengganti Selain itu hasil
Ri
T T (personal hygiene). baju sehabis bekerja, penelitian lain, Silalahi
wa M ρ
id o Kebersihan
yat e
ak t
v
al diri mencuci pakaian (2010) yang
No n
d
M a u
e
merupakan kerka, mencuci menyatakan ada
en l
Peny e
de
usaha dari individu tangan dan kaki hubungan yang
ri
akit
t
rit atau kelompok sehabis bekerja bermakna antara
Kulit a
a dalam menjaga (kontak dengan air kebersihan kulit
n % n % kesehatan melalui
1 Memiliki
n % kebersihan individu laut), dan mandi dengan keluhan
Riw dengan cara
ayat
12 15,8 17 dengan sabun mandi gangguan kulit.
Tidak 29 38,2 0
mengendalikan sehabis bekerja Kebersihan kulit pada
2 Memiliki
, dengan penelitian ini
18 23,7 9 kondisi lingkungan
8
berhubungan air dikategorikan menjadi
29 38,2 0 dan gangguan laut. baik dan tidak baik.
terhadap kulit15. Penelitian ini Kebersihan kulit yang
47 61,8 Nelayan terdapat hubungan paling banyak pada
antara hygiene penelitian ini pun
seharusnya personal dengan masuk ke dalam
kategori buruk tangan dan pemilihan
menjaga
sebanyak 41 responden jenis sabun yang dapa
dari 76 responden. menyebabkan sisa- sisa
higiene
Riwayat Penelitian ini air laut yag menempel
Total 30 39,5
sebesar 38,2%.
Hasil uji statistik sejalan dengan pada permukaan kulit,
46 60,5 76 100 penelitian Carina dan kebiasaan tidak
dengan menggunakan
Sumber: Data Primer, uji chi square pada menunjukkan bahwa mengeringkan tangan
Oktober 2017. tingkat kepercayaan ada hubungan hygiene setelah selesai mencuci
Tabel 5 95% atau α = 0,05 pribadi dengan kejadian tangan sehigga16 tangan
menunjukkan bahwa didapatkan nilai p = dermatitis. Hal ini menjadi lembab .
proporsi 0,980 (PValue>α) terjadi karena bukan Sebagian besar
responden yang sehingga tidak terdapat hanya pekerja yang para penderita dermatitis
memiliki riwayat hubungan antara memiliki personal memiliki personal hygiene
penyakit kulit dengan riwayat penyakit kulit hygiene yang kurang yang buruk yaitu tidak
menderita dermatitis sebelumnya dengan saja yang dapat terkena tidak mencuci tangan dan
kontak sebesar 15,8 % kejadian dermatitis dermatitis kontak, kaki dengan sabun, tidak
dan tidak menderita kontak pada tetapi juga pekerja yanh membersihkan sela-sela
dermatitis kontak memiliki personal jari tangan dan kaki, tidak
22,4%. Sedangkan hygiene yang baik. mencuci pakaian kerja,
proporsi responden pekerja yang memiliki tidak mandi minimal 2
yang tidak memiliki personal hygiene yang kali sehari. Dari data
riwayat penyakit kulit baik, dapat terkena sebanyak 22 responden
dengan menderita dermatitis kontak (28,9%) yang memiliki
dermatitis kontak karena kesalahan personal hygiene buruk
sebesar 23,7% dan pekerja dalam mencuci menderita dermatitis,
tidak menderita tangan, misalnya kurang selebihnya 8 responden
dermatitis kontak bersih dalam mencuci (10,5%) menderita
JIMKESMA
S
dermatitis meskipun misalnya JURNAL ILMIAH
monoliasis. MAHASISWA KESEHATAN
mengetahui sisa air laut yang
memiliki personal Serkarial dermatitis kemungkinan menempel di baju
hygiene baik. mungkin menghinggapi penyebab penyakit dapat menginfeksi
Dermatitis nelayan- nelayan yang yang sedang tubuh bila dilakukan
kontak terjadi karena hidup di pantai dengan dideritanya. pemakaian berulang
kurangnya perhatian keadaan sanitasi kurang Berdasarkan kali. Pencucian pakain
nelayan terhadap baik, penyebabnya ialah hasil observasi juga perlu di pisahkan
kebersihan diri larva sejenis cacing. peneliti, hal ini dari dari baju anggota
terutama menjaga Beberapa jenis ikan dikarenakan keluarga lainnya, agar
kebersihan pakaian dapat menyebabkan lingkungan kerja keluarga terhindar dari
kerja setelah pulang kelainan kulit, biasanya mereka yang tidak kontaminasi.
dari kerja. Kebanyakan nelayan-nelayan bersih dan fasilitas Sebaiknya pakaian
dari pekerja ini kurang mengetahui jenis-jenis yang tersedia tidak dicuci setelah satu kali
menjaga kebersihan ikan yang memadai pula, pakai atau minimal
pakaian sehingga air mendatangkan gatal. sehingga merekapun dicuci sebelum di
laut masih ada dalam Sehingga melalui tidak mementingkan pakai kembali.
baju kerja dan riwayat pekerjaan yang kebersihan diri Selain itu
terkadang para dilakukannya seseorang mereka. Padahal adanya hubungan
petugas ini masih dapat kebersihan diri dapat antara dermatitis
menggunakan pakaian mencegah terjadinya kontak iritan dengan
yang dipakai dermatitis kontak, personal hygiene
sebelumnya dan dengan disebabkan oleh
jarang dicuci. Sehingga membiasakan mandi kebiasaan para
kebersihan diri ini dan mencuci pakaian nelayan yang kurang
sangat berhubungan kerja. Kebiasan memperhatikan
dengan kejadian mandi dan mencuci kondisi fisik mereka
dermatitis kontak tangan serta kaki seperti pada saat
pada nelayan. sangat penting pulang dari tempat
Hal ini terjadi karena bagian ini kerja langsung baring
bahwa penyakit kulit merupakan anggota dan tertidur tanpa
pada nelayan akibat tubuh yang paling memperhatikan
air laut yang karena sering kontak kebersihan dirinya. Hal
kepekatannya menarik langsung dengan air ini dikarenakan para
air dari kulit, dalam hal laut maupun hasil nelayan merasa lelah
ini air laut merupakan tangkapan laut dan mengantuk. Tanpa
penyebab dermatitis nelayan sedangkan disadari kebiasaan
kulit kronis dengan kebiasaan mencuci tersebut dapat
sifat rangsangan tangan dan kaki yang menyebabkan kulit
primer. Tetapi buruk dapat rentan cepat terkena
penyakit kulit pula memperparah gangguan. Pakaian
disebabkan oleh kondisi kulit apalagi yang basah karena air
jamur-jamur atau yang sudah terkena laut, keringat dan
binatang-binatang dermatitis kotoran akan menjadi
laut. sebelumnya. tempat
Pekerjaan basah Selain itu berkembangnya
merupakan tempat mencuci pakaian bakteri dan jamur.
berkembangnya juga perlu Pakaian yang telah
penyakit jamur, diperhatikan, karena terkontaminasi jamur
JIMKESMA
S
dan bakteri apabila pakaian yangJURNAL
sudah ILMIAH MAHASISWA
menangkap ikan KESEHATAN
jauh membutuhkan waktu
bersentuhan dikenakan sehari- maka jam kerja nelayan lebih dari 8 jam untuk
dengan kulit dapat hari yang sudah akan semakin lama pula menyelesaikan pekerjaan
menimbulkan kotor. Untuk kaos begitu sebaliknya. hingga selesai dalam
gejala penyakit kaki, kaos yang telah Berdasarkan hasil kondisi basah dan
kulit misalnya saja dipakai 2 kali harus penelitian bahwa ada lembab. Pajanan
menyebabkan gatal dibersihkan. Selimut, hubungan yang terhadap perubahan
pada kulit. sprei, dan sarung signifikan antara lama kondisi lingkungan
Pakaian yang bantal juga harus kontak nelayan dengan terutama yang berkaitan
telah di pakai diusahakan supaya kejadian dermatitis dengan temperatur yang
selama 12 jam, selalu dalam kontak. Nelayan sering ekstrim serta lingkungan
harus di cuci jika keadaan bersih melakukan yang lembab dapat
akan digunakan sedangkan kasur dan pekerjaannya hingga memicu terjadinya
kembali. Untuk itu bantal harus sering melampaui batas jam dermatitis kontak iritan.
perlu mengganti dijemur17. kerja yang aman yaitu Ketika nelayan
pakaian dengan Pajanan normalnya hingga 8 sampai di darat dan
yang besih setiap terhadap perubahan jam/hari. Pada memilah milah hasil
hari. Saat tidur dalam kondisi umumnya nelayan tangkapannya di laut
hendaknya kita lingkungan, terutama melakukan masih tetap dalam
mengenakan yang berkaitan penangkapan lebih dari kondisi baju yang basah
pakaian yang dengan temperatur 8 jam/hari namun dan lembab, sehingga
khusus untuk tidur yang ekstrim dan dalam kegiatan lain lama kontak nelayan
dan bukannya kelembaban. Kontak seperti mengumpulkan terhitung dari subuh
dengan peralatan yang bahan allergen amupun hasil tangkapan dari sampai sore hari, dalam
digunakan dalam iritan maka peradangan jaring ke bak kondisi ini pula nelayan
pekerjaan laut yang atau iritasi kulit dapat penampungan ikan tidak memperhatikan
mungkin berbahaya terhadi sehingga bisa hingga para nelayan sebagaimana pakaiannya
bagi kulit karena menimbulkan kelainan tersebut pulang ke akan tetapi memikirkan
mereka dapat kulit. daratan dan menjual hasil
menyebabkan untuk Lama kontak hasil tangkapannya
misalnya dermatitis merupakan salah satu dalam kondisi badan
kontak dan cedera faktor yang dan pakain yang basah,
traumatik yang dapat mempengaruhi kejadian ini membutuhkan waktu
menjadi portal masuk dermatitis kontak. berjam-jam.
untuk berbagai agen Nelayan yang ditemui Dapat
infeksi18. mengatakan bahwa diperkirakan bahwa jika
Lama Kontak mereka bekerja dari para nelayan melakukan
adalah jangka waktu subuh hingga sore, penangkapan ikan
pekerja berkontak adapula yang hingga selama 6 jam dan
dengan bahan kimia malam. Petani nelayan membutuhkan 2 jam
dalam hitungan mengakui bahwa untuk perjalanan pulang
jam/hari. Setiap bekerja sebagai hingga ke daratan
pekerja memiliki lama nelayan, ketika harus kemudian
kontak yang berbeda- melaut tergantung membutuhkan
beda sesuai dengan cuaca yang dihadapi dan beberapa jam lagi untuk
proses kerjanya. keadaan kondisi dekat mengurus ikan hingga
Semakin lama jauh nya nelayan menjualnya, ini berarti
berkontak dengan melaut, ketika lokasi bahwa para nelayan
JIMKESMA
S
tangkapan mereka signifikan JURNAL yang ILMIAH MAHASISWA
merupakan KESEHATAN
salah ataukah akibat kerja.
ini bisa terjual bermakna antara satu faktor yang Riwayat
semuanya. Hal lama kontak dengan dapat menjadikan penyakit kulit pada
inilah yang kejadian dermatitis kulit lebih rentan pekerja yang
memperlama kontak. Hasl terhadap penyakit sebelumnya atau
kontak nelayan penelitian Lestari dermatitis kontak. sedang menderita
dengan air laut dan menunjukkan bahwa Pada pemeriksaan meskipun non
hasil tangkapan pekerja yang dermatitis kontak dermatitis akibat kerja
lautnya. berkontak lebih lama terkadang sulit lebih mudah
Rutinitas lebih cenderung membedakan antara mendapat dermatitis
nelayan seperti ini lebih banyak kelainan kulit yang akibat kerja, karena
dilakukan setiap menderita dermatitis disebabkan fungsi perlindungan
hari sehingga kontak daripada alergi/riwayat dari kulit sudah
kerentanan nelayan pekerja dengan penyakit kulit berkurang akibat dari
terkena dermatitis jangka waktu dengan dermatitis penyakit kulit yang
kontak akan paparan lebih kontak akibat kerja. diderita sebelumnya.
semakin rentan singkat. Jika riwayat Fungsi perlindungan
karena pekerjaan Lama kontak alergi/penyakit kulit yang berkurang
nelayan mempengaruhi telah diketahui, tersebut antara lain
membutuhkan kejadian dermatitis maka dapat hilangnya lapisan
lama kontak, karena ditelusuri penyebab lapisan kulit, rusaknya
kontak/pajanan semakin lama kontak gangguan kulit saluran kelenjar
yang lama dengan dengan bahan kimia tersebut apakah keringat dan kelenjar
air laut demi maka akan semakin akibat alergen yang minyak serta
kelangsungan merusak sel kulit telah diketahui perubahan pH kulit
hidup para nelayan. hingga ke laspisan Diagnosis tidak memiliki riwayat
Hal yang harus yang lebih dalam dan mengenai riwayat penyakit kulit
diperhatikan risiko terjadinya dermatologi yang sering sebelumnya. Dari data
nelayan ketika dermatitis kontak diajukan untuk sebanyak 29 responden
sudah sampai di akan semakin membedakan suatu (38,2%) responden yang
darat adalah tinggi19. sama halnya penyakit dari penyakit tidak menderita
seharusnya dengan pendapat lainnya adalah dermatitis tidak memiliki
memperhatikan Nuraga bahwa lama menanyakan pada riwayat penyakit kulit
dan mengganti baju kontak dengan pasien apakah sebelumnya, sebaliknya
mereka ketika bahan kimia yang mempunyai riwayat 12 responden (15,8%)
sudah di darat agar terjadi akan masalah medis kronik21. yang menderita
mengurangi meningkatkan Hal ini sejalan dengan dermatitis memiliki
keterpaparan terjadinya dermatitis pendapat riwayat penyakit
mereka dengan kontak akibat kerja, Kabulrachman, bahwa sebelumnya.
kondisi baju yang semakin lama kontak timbulnya dermatitis Hasil penelitian ini
basah dan lembab. maka peradangan kontak alergi menunjukkan bahwa
Penelitian ini atau iritasi kulit dipengaruhi oleh tidak ada hubungan yang
sejalan dengan dapat terjadi riwayat penyakit konis signifikan antara riwayat
hasil penelitian sehingga dan pemakaian topical penyakit kulit dengan
Lestari (2008) yang menimbulkan lama22. kejadian dermatitis pada
20
menunjukkan kelainan kulit . Sebagian besar nelayan di Kelaurahan
bahwa terdapat Riwayat responden yang tidak Induha Kecamatan
hubungan yang penyakit kulit menderita dermatitis Latambaga. Riwayat
JIMKESMA
S
penyakit digunakan JURNAL
dermatitis kontak ILMIAH
iritan. yangMAHASISWA
tidak peduliKESEHATAN
Kecamatan
sebagai salah satu Riwayat penyakit kulit dengan kesehatan Latambaga
dasar penentuan sebagian yang diderita mereka, karena Kabupaten Kolaka
apakah suatu penyakit nelayan adalah hanya nelayan yang Tahun 2017
2. Ada hubungan
terjadi akibat penyakit penyakit kulit yang mempunyai riwayat
antara Lama Kontak
terdahulu, sehingga sifatnya subjektif seperti alergi ini malas dengan Kejadian
riwayat penyakit gatal-gatal, panu, dan berobat dan Dermatitis Kontak
sangat penting dalam penyakit- penyakit kulit menganggap sepele Pada Nelayan di
proses penyembuhan yang sifatnya sementara penyakit kulit yang Kelurahan Induha
seseorang. saja. Akan tetapi mereka alami. Kecamatan
Menurut hasil nelayan melihat ini Sebaiknya Latambaga
observasi, hal ini hanya permasalahan nelayan yang Kabupaten Kolaka
dikarenakan para yang biasa saja tanpa memiliki riwayat Tahun 2017
3. Tidak Ada hubungan
nelayan yang memiliki melakukan pengobatan penyakit khusus
antara Riwayat
riwayat penyakit kulit yang serius kepada memakain alat
Penyakit
lebih sedikit petugas kesehatan. pelindung diri seperti Sebelumnya dengan
mengalami dermatitis Sehingga ditambah lagi sarung tangan yang Kejadian Dermatitis
kontak. Hal tersebut dengan kondisi panjangnya sampai Kontak Pada Nelayan
dapat terjadi karena keterpaparan mereka lengan, sepatu di Kelurahan Induha
sebelumnya para dengan air laut semakin boots, dan pakaian Kecamatan
nelayan yang memiliki memperparah kondisi kerja yang menutupi Latambaga
riwayat penyakit kulit penyakit kulit yang seluruh badan yang Kabupaten Kolaka
sudah benar-benar diderita sebelumnya. terbuat dari bahan Tahun 2017
sembuh baik dengan Adanya riwayat yang anti air dan
cara pengobatan penaykit kulit serta tetap nyaman SARAN
maupun tidak sama riwayat alergi yang dipakai. Adapun saran
pernah dialami oleh Dikhawatirkan jika dalam penelitian
sekali. Selain itu ini yaitu :
semua pekerja, baik nelayan memungkinkan sedang mengalami 1. Untuk mencegah
yang memiliki riwayat mereka lebih beresiko penyakit kulit lain terjadinya Dermatitis
penyakit kulit maupun untuk menderita lalu tidak memakai pada nelayan,
tidak, berpotensi dermatitis. Rendahnya alat pelindung diri diharapkan agar
menderita dermatitis kesadaran nelayan yang memadai, nelayan
kontak karena semua penyakit kulit yang memperhatikan
pekerja terpapar dan diderita akan hygiene personal
berkontak langsung semakin parah. (kebersihan diri) agar
dapat mengurangi
saat bekerja.
resiko terkena
Hasil penelitian SIMPULAN Dermatitis, selain itu
dan teori diatas Adapun apabila sudah
sebanding dengan kesimpulan terkena Dermatitis
penelitian yang di dalam penelitian diharapkan para
lakukan di TPA ini yaitu : pekerja memiliki
Cipayung menunjukan 1. Ada hubungan kesadaran untuk
bahwa tidak ada antara Hygiene memeriksakan diri
hubungan yang Personal dengan dan berobat di
Kejadian Dermatitis Puskesmas atau
signifikan antara
Kontak Pada Klinik terdekat untuk
riwayat penyakit kulit
Nelayan di mencegah
sebelumnya seperti Kelurahan Induha bertambah parahnya
alergi dengan kejadian
JIMKESMA
S
penyakit 3. Untuk JURNALnelayan ILMIAH 3,
MAHASISWA
September 2012KESEHATAN
tersebut. yang mempunyai 13. Potter. 2005. Fundamental Keperawatan, Edisi
2. Untuk lama kerja riwayat penyakit Keempat. Jakarta: EGC
pada nelayan sebelumnya 14. Sajida, Agsa. 2012. Hubungan Personal Hygiene dan
perlu sebaiknya Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit di
diperhatikan lagi memperhatikan Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
agar nelayan kebersihan diri dan Medan Tahun 2012. Skripsi : Fakultas Kesehatan
yang mempunyai lama kontak Masyarakat Universitas Sumatera Utara
jam lama untuk dengan air laut 15. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015.
dikurangi jam dikurangi lagi jam Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian
kerjanya supaya kerjanya dan Kesehatan RI
mengurangi berobat terlebih 16. Carina, Mety. 2008. Hubungan antara Hygiene Pribadi
kontak terhadap dahulu sebelum dengan kejadian dermatitis pada pekerja
paparan air laut penyakit yang pengangkutan sampah kota Palembang tahun
dan binatang diderita bertambah
laut. parah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suma’mur PK, 2009 Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Hiperkes), Jakarta, Penerbit:
SagungSeto.
2. Adiatma, dkk .2002. Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja. Jakarta. Universitas Indonesia.
3. Brown, bourke, dan tim kunlifle, (2012).
Dermatologi. Jakarta. Buku kedokteran EGC.
4. Djuanda,2007.Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI
6. Menurut Perdoski (2009
7. Tombeng, M., Darmada, I. & Darmaputra, I. 2013.
Occupational Contact Dermatitis In Farmers. E-
Jurnal Medika Udayana, 2, 200-217.
8. Suryani, F. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia
(skripsi). Tanggerang: Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah.
9. Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo, 2007. Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis
Kontak Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press
Industri. Makara Kesehatan,Vol.11,No.2
10. Puskesmas Latambaga. 2015. Data Sekunder 10
Penyakit Terbesar Kelurahan Induha Kecamatan
Latambaga Kabupaten Kolaka.
11. Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
12. Mustikawati., Intan, Silviana, Farid Budiman,
Rahmawati. 2012. Hubungan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan
Gangguan Kulit pada Pemulung di TPA Kedaung
Wetan Tangerang. Forum Ilmiah Volume 9 Nomor
JIMKESMA
S
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
2008. Skripsi. Program Studi Kesehatan
Masyarakat. FK Universitas Sriwijaya
17. Irianto, Koes. 2006. Menguak Dunia
Mikroorganisme. CV. Yrama Widya.Bandung.
18. Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja .
Bagian Ilmu Penyakit Dan Kelamin, Fakulta
Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta
19. Cohen DE. 1999. Occupational Dermatosis,
Handbook of Occupational Safety and Health,
second edition, Canada.
20. Nuraga dkk, 2008.Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di
Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri
Cibitung Jawa Barat. Jurnal.Makara, Kesehatan,
Vol. 12, No.
21. Goldstein, B.G. dan Goldstein, A.O. 2001.
Dermatologi Praktis. Jakarta: Hipokrates
22. Kabulrachman. 2003. Penyakit Kulit Alergi.
Semarang: Balai Penerbit Universitas
Diponegoro
Review Jurnal 5 :