Anda di halaman 1dari 19

Definisi

Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan
memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997). Trakeostomi merupakan tindakan operatif yyang memiliki
tujuan membuat jalan nafas baru pada trakea dengan mebuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas didalam trakea
servikal. Perbedaan kata – kata yang dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas
dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan permanen atau tidaknya.
Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu
minggu. Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu
yang kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan beberapa jahitan
yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma
yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan,
dengan kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap sebagai
sinonim  dari trakeotomi.
 

2.3              Fungsi Trakeostomi
Fungsi dari trakheostomi antara lain:

1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan yang diperlukan
untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus
yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan gangguan
pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh tekanan negative
intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang norma.

 
2.4              Indikasi dan kontraindikasi
2.4.1 Indikasi dari trakeostomi antara lain:

1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas


2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam
keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler,
neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6. Obstruksi laring
1. karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika, laryngitis membranosa,
laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2. karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas, trauma laring, benda
asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens
 

1. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor.
2. Cedera parah pada wajah dan leher
3. Setelah pembedahan wajah dan leher

10.  Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi
terjadinya aspirasi
11.  Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat, Cerebro Vascular
Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring
 Pulmotor

Pulmotor alat bantu pernapasan


Pulmotor : alat untuk melakukan pernapasan buatan. Pernapasan buatan biasanya dilakukan pada
orang-orang yang mengalami gangguan pernapasan karena tenggelam dan shock karena sengatan
listrik.
Terapi HBOT (Hiperbaric Oxygen Theraphy)
BANYAK di antara kita tidak mengetahui betapa pentingnya oksigen untuk
menyembuhkan jaringan tubuh yang rusak dengan tepat, baik di kulit, otot ataupun
tulang. Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu metode pengobatan dengan cara
memberikan pernapasan oksigen 100% murni kepada pasien. Tekanan udara yang
diberikan mencapai 2-3x lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu
atmosfer)

SEJARAH TERAPI HIPERBARIK

Terapi Oksigen hiperbarik pertamakali oleh Behnke 1930 digunakan untuk


rekompresi (mengembalikan tekanan) para penyelam untuk menghilangkan
simptom penyakit dekompresi (Caisson’s Disease) setelah menyelam. Penyakit
dekompresi adalah penyakit yang terjadi karena perubahan tekanan. Misalnya saat
kita menyelam atau kalo kita naik pesawat terbang tekanan naik), akan terjadi
pelepasan dan mengembangnya gelembung2 gas dalam organ. Jika kita kembali ke
tekanan awal, maka akan terjadi perubahan tekanan yang dapat menganggu fungsi
beberapa organ tubuh / penyakit dekompresi

Pemakaian Oksigen Hiperbarik dikembangkan sebagai komplemen terhadap efek


radiasi pada perawatan kanker oleh Churchill Davidson pada tahun 1950 selain
dikenal sebagai perawatan penunjang selama pembedahan jantung, perawatan gas
gangrene klostridial, dan perawatan terhadap keracunan karbon monoksida. Oksigen
hiperbarik mulai dikenal untuk menunjang penyembuhan luka pada tahun 1965
pada korban luka akibat ledakan pada tambang minyak dengan keracunan karbon
monoksida diketahui dengan penggunaan oksigen hiperbarik, penyembuhan terjadi
lebih cepat.

Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori
Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm
adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara
yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2)
21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan
yang disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga
berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.

Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada
tingkat seluler akan menyebabkan  gangguan kehidupan pada semua organisme.
Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara
pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi,
transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi,
diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme
mendapatkan kondisi yang optimal.

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu
ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer
tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara
yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA).
Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam
ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus
penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat
pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan
bertekanan tinggi ( 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer
pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki,
tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli terapi hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno
S, SMHS, DEA yang telah mendalami ilmu oksigen hiperbarik di Perancis selama 5
tahun menjelaskan bahwa terdapat dua jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik
dan fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang
terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan
peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.

Mekanisme HBOT

HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel.
Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth
factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu
peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan
bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah
satu tahapan dalam penyembuhan luka.

Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu
untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami
edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang
besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi.
Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong
terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka
tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan
oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ
menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi
pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan
meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi
menurunkan infeksi dan edema..

Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%,
tekanan 2 – 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan
decompresion sickness. Maka akan terjadikerusakan jaringan, penyembuhan luka,
hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa
kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang
menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan
dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga
daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan
terjadi peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen
hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu
penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan
diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi
perifer dan oksigenasi jaringan di distal.

Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat


penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis,
intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang
sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.

Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2
intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping
biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada
otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping
bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal.

HBOT Meningkatkan Sensitivitas Radioterapi

Penanganan kanker pada umumnya melalui tahapan terapi operasi, radioterapi,


kemoterapi dan hormonal. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, oksigen
hiperbarik dan herbal merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan sensitifitas
efek radioterapi sehingga dapat membantu menekan angka kematian dan
meningkatkan angka harapan hidup. Rumkital Dr. Ramelan Surabaya telah memiliki
Instalasi Radioterapi dan Oksigen yang merupakan bagian dari unggulan fasilitas
kesehatan.

Penelitian hubungan tekanan oksigen dengan radioterapi pada manusia sudah


dimulai sejak tahun 1910 oleh Deche. Sedangkan menurut Guritno, yang pada saat
diwawancarai masih menjabat sebagai direktur RSAL Dr Ramelan Surabaya, HBOT
bermanfaat untuk meningkatkan sensitivitas sel tumor pada radioterapi. Karena
pada kondisi hipoksia sensitifitas sel tumor menurun, sehingga dengan HBOT yang
meningkatkan perfusi. Dengan demikian akan tercipta kondisi hiperoksia yang
menyebabkan sensitifitas sel tumor meningkat. HBOT tentunya juga akan
bermanfaat pada healing injury post radioterapi.

Studi dan telaah dilakukan seorang ahli HBOT muda, dr. Arie Widiyasa Sp.OG,
Kabag KESLA RSAL Ilyas Tarakan, mengenai pengaruh HBOT terhadap kanker
serviks. Kombinasi antara radiasi baik eksternal atau brachiterapi atau keduanya
yang dikombinasikan dengan pemberian HBOT akan meningkatkan radiosensitivitas
sel kanker serviks. Salah satu modalitas yang dapat dikembangkan saat ini adalah
terapi dengan menggunakan oksigen bertekanan tinggi diberikan dengan tekanan
2,0 ATA, 2,4 ATA atau 3 ATA sebanyak 20 – 30 kali dapat dipertimbangkan walau
harus tetap mempertimbangkan untung ruginya tindakan tersebut. HBOT dapat
memperbaiki sensitivitas sel tumor, meningkatkan persentase angka survival rate,
tak jelas dapat mencegah rekurensi atau menurunkan angka kematian. Dengan
demikian komplikasi pemberian radioterapi dosis tinggi dapat dicegah sebelum
kerusakan menjadi berat dan irreversibel.

Manfaat pada Pasien Post Radioterapi

Dewasa ini terapi radiasi dinilai cukup efektif untuk menangani beberapa kasus
kanker yang tidakoperable. Namun efek samping radiasi yang bersifat sistemik
agaknya sulit untuk dihindari. Contohnya pada radioterapi pelvis yang akan
menyebabkan rusaknya epitel, parenkim, stroma, vaskuler rektum dan berujung
pada terbentuknya striktur dan fistula. Sayangnya pula terapi yang dilakukan
terhadap efek samping tersebut sering tidak berhasil sehingga akan terjadi
kerusakan komplek serta terbentuknya mediator yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, kemotaksis, demam, rasa sakit dan
kerusakan jaringan.  

American Society for Therapeutic Radiology and Oncology membuat sistem scoring


efek samping akut dan efek samping lama.

Penggunaan hiperbarik oksigen untuk pengobatan suatu penyakit sudah lama


digunakan, dan perkembangannya sangat pesat di beberapa negara.

Terapi ini menjadi dikenal di Indonesia, pada saat bencana alam Tsunami Aceh, atau
bencana gempa di Bantul, dimana banyak orang yang terancam diamputasi kakinya
karena tertimpa bangunan atau luka yang parah. Terapi oksigen hiperbarik terbukti
ampuh sebagai terapi penunjang (selain terapi obat oleh dokter) yang dapat
menghindarkan dari ancaman amputasi organ tubuh.

Selain itu terapi oksigen hiperbarik dapat mengobati penyakit degeneratif kronis
seperti arterio sclerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulser diabetik,
serebral palsy, trauma otak, slerosis multiple dan penyembuhan luka. Terapi ini
meluas pemakaiannya sebagai terapi kebugaran tubuh dan untuk kecantikan sebagai
terapi supaya awet muda.

Di Indonesia perkembangannya diawali dengan keberadaan instalasi ruang kompresi


pada saat dibangunnya Graving dock, di Ujung, Surabaya yang digunakan untuk
mengobati penderita dekompresi. Sampai saat ini fasilitas hiperbarik tersedia di
beberapa rumah sakit di Indonesia terutama rumah sakit TNI AL dan rumah sakit
yang berhubungan dengan pertambangan :

- RS PT Arun, Aceh;

- RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang;

- RSAL Dr Mintohardjo, Jakarta;

- RS Pertamina Cilacap;

- RS Panti Waluyo, Solo;

- Lakesla TNI AL, Surabaya;

- RSU Sanglah, Denpasar;

- RS Pertamina Balikpapan;
- RSU Makasar;

- RS Gunung Wenang, Manado;

- RSAL Halong, Ambon;

- RS Petromer, Sorong.

Terapi oksigen hiperbarik dilakukan pada suatu ruang hiperbarik (Hyperbaric


chambers) yang dibedakan menjadi 2 yaitu : Multiplace dan Monoplace. Multiple
chamber dapat digunakan untuk beberapa penderita pada waktu yang bersamaan,
sedangkan pada monoplace digunakan untuk pengobatan satu orang penderita
saja .Tidak perlu penggunaan masker atau sarung tangan dalam chamber kecuali
pada kasus keracunan karbon monoksida atau inhalasi asap. Di dalam ruangan,
chamber  penderita dapat melakukan aktivitas apa saja seperti mendengarkan
musik, membaca, atau bahkan senam aerobik. Hehehe. Untuk Penelitian, hewan
coba pun bisa dimasukkan chamber.

Dosis Perawatan oksigen Hiperbarik yaitu dengan memberikan tekanan 100 %


oksigen yang lebih besar dari tekanan oksigen murni secara terus menerus pada
tubuh, dengan tekanan sebesar 2 atmosphere absolute (ATA) sampai 3 ATA. Untuk
perawatan luka khusus bagi kecelakaan penyelaman, kasus yang menggunakan
hiperbarik oksigen pertamakali, membutuhkan tekanan 100% oksigen selama 90
menit pada kedalaman 45 feet of sea water (fsw) – 13.7m of sea water (msw) or 1.38
bar atau sesuai dengan 2,36 (ATA). Dosis yang digunakan pada perawatan HBOT
tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk pasien dengan status debil
selain berkaitan dengan lamanya perawatan yang dibutuhkan, juga dikatakan bahwa
tekanan diatas 2,5 ATA mempunyai efek imunosupresif.

Pada kebanyakan perawatan, waktu setiap sesi HBOT adalah 90 menit sampai 120
menit sekali  sampai dua kali dalam sehari isesuaikan dengan kondisi jaringan serta
perawatan yang diperlukan. Biasanya sebagai terapi dibutuhkan 10 sesi perawatan
( untuk kebugaran tubuh dan kecantikan ) atau lebih sesuai dengan kondisi.
Perawatan HBOT berfungsi untuk :

1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada


aliran darah yang berkurang

2. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran


darah pada sirkulasi yang berkurang.

3. Menyebabkan pelebaran arteri rebound sehingga meningkatkan diameter


pembuluh darah, dibanding pada permulaan terapi.

4. Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superoxide dismutase (SOD),


merupakan salah satu anti oksidan dalam tubuh untuk pertahanan terhadap radikal
bebas dan bertujuan mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel darah putih
sebagai antibiotic pembunuh kuman.

Untuk biaya, cukup murah kok. Sekitar Rp 1.300.000,- untuk sepuluh kali sesi
pertemuan. Mau coba?

Referensi
- http://en.wikipedia.org/wiki/Hyperbaric_medicine 
-  http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/25/terapi-hiperbarik-
oksigen-solusi-sehat-tni-angkatan-laut-surabaya/
-http://sehatnegeriku.com/menkes-terima-brevert-kehormatan-kesehatan-
penyelaman-dan-hiperbarik/
-http://yulikyeppeo.wordpress.com
0   0   0   250

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook


Terapi Oksigen (Aliran Rendah)
TERAPI OKSIGEN ALIRAN RENDAH

Disusun Oleh: Dody Setyawan


Teknik dengan sistem aliran rendah
     Teknik ini digunakan untuk menambah udara yang ada di ruangan yaitu
memberikanoksigen dengan frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, kemudian
sisa volumenya ditarik dari udara yang ada di ruangan. Alat oksigen aliran rendah ini cocok
untuk pasien yang stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasinya normal,
misalnya klien dengan volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16–20 kali
permenit. Teknik ini juga dibedakan menjadi dua jenis yaitu low flow low
concentrationdan low flow high concentration. 
      Teknik oksigenasi dengan low flow low concentration ini memberikan oksigen dengan
konsentrasi yang rendah dan dengan aliran yang rendah. Adapun teknik yang digunakan
adalah sebagai berikut (Ni Luh Suciati, 2010): 

Kateter Nasal 
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar 1–6 liter/menit dengan
konsentrasi  24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke
dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam
sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak atau
pada pasien yang bernafas melalui mulut.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:
Diberikan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka pendek dengan
konsentrasi rendah sampai sedang.
Kontraindikasi:
Fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1)      Pengukuran panjangnya kateter yang akan dimasukkan harus tepat yaitu dalamnya kateter
dari hidung sampai faring diukur dengan cara jarak dari telinga ke hidung
2)     Kateter harus diganti setiap 8 jam dengan bergantian lubang hidungnya untuk mencegah
iritasi dan infeksi
Keuntungan dan Kerugian 
Keuntungan:
1)        Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama
2)        Oksigen yang diberikan lebih stabil
3)        Klien mudah bergerak, makan dan minum, berbicara dan membersihkan mulut
4)        Teknik ini lebih murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap
Kerugian:
1)        Teknik memasukan kateter nasal ini lebih sulit dari pada kanula nasal
2)        Pasien merasakan nyeri saat kateter melewati nasofaring dan mukosa nasal sehingga bisa
mengalami trauma
3)        Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%
4)        Kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain
5)        Dapat terjadi distensi lambung
6)        Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring
7)        Aliran > 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung
8)        Kateter mudah tersumbat dan tertekuk
         

Nasal Kanul/Kanul Binasal 


Nasal kanul adalah alat sederhana yang murah dan sering digunakan untuk menghantarkan
oksigen. Nasal kanul terdapat dua kanula yang panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci)
menonjol pada bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke dalam lubang hidung untuk
memberikan oksigen dan yang memungkinkan klien bernapas melalui mulut dan hidungnya.
Oksigen yang diberikan dapat secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit.Konsentrasi
oksigen yang dihasilkan dengan nasal kanul sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.
Berikut ini adalah aliran FiO2 yang dihasilkan nasal kanul:
•            1 Liter /min : 24 %
•            2 Liter /min : 28 %
•            3 Liter /min : 32 %
•            4 Liter /min : 36 %
•            5 Liter /min : 40 %
•            6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Indikasi dan Kontraindikasi (Suparmi, 2008 & Ignatavicius, 2006)
Indikasi:
1)        Pasien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi
kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).
2)        Pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru
yang lain
3)        Pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang
Kontraindikasi:
1)        Pada pasien dengan obstruksi nasal
2)        Pasien yang apneu
Hal-hal yang harus diperhatikan (Potter & Perry, 2010):
1)        Pastikan jalan napas harus paten tanpa adanya sumbatan di nasal
2)        Hati-hati terhadap pemakaian kanul nasal yang terlalu ketat dapat menyebabkan kerusakan
kulit ditelinga dan hidung.
3)        Jangan terlalu sering menggunakan aliran > 4 liter/menit karena dapat menimbulkan efek
pengeringan pada mukosa
Keuntungan dan Kerugian (Ni Luh Suciati, 2010)
Keuntungan:
1)        Pemasangannya lebih mudah dibandingkan dengan kateter nasal
2)        Lebih murah dan disposibel
3)        Pasien lebih mudah makan, minum dan berbicara
4)        Pasien lebih mudah mentolerir dan merasa nyaman
5)        Pemberian oksigen lebih stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan yang teratur
Kerugian:
1)        Konsentrasi yang diberikan tidak bisa lebih dari 44%
2)        Mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1-1.5 cm
3)        Oksigen bisa berkurang jika pasien bernapas melalui mulut
4)        Aliran Oksigen > 4 liter/menit jarang digunakantidak akan menambah FiO2 dan bisa
menyebabkan iritasi selaput lender serta mukosa kering
5)        Pemasangan selang nasal yang terlalu ketat dapat mengiritasi kulit di daerah telinga dan
hidung
Sedangkan teknik oksigenasi dengan low flow high concentration ini memberikan oksigen
dengan konsentrasi yang tinggi tapi dengan aliran yang rendah. Adapun teknik yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Sungkup Muka (Masker) Sederhana/Simple Face Mask 
Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling serta konsentrasi
oksigen yang diberikan dari tingkat rendah sampai sedang. Aliran oksigen yang diberikan
sekitar 5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen antara 40-60%. Berikut ini adalah aliran
FiO2 yang dihasilkan masker sederhana: 
•            5-6 Liter/menit : 40 %
•            6-7 Liter/ menit : 50 %
•            7-8 Liter/ menit : 60 %
Indikasi dan Kontraindikasi (Ni Luh Suciati, 2010) 
Indikasi: 
Pasien dengan kondisi seperti nyeri dada (baik karena serangan jantung atau penyebab
lain) dan pasien dengan sakit kepala
Kontraindikasi :
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ignatavicius, 2006 & Suzanne, 2008):
1)     Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit karena untuk mendorong CO2 keluar dari
masker
2)   Saat pemasangan perlu adanya pengikat wajah dan jangan terlalu ketat pemasangan karena
dapat menyebabkan penekanan kulit yang bisa menimbulkan rasa phobia ruang tertutup
3)   Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan masker dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit
Keuntungan dan Kerugian (Suparmi, 2008)
Keuntungan:
1)        Sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup yang berlubang besar
2)        Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih besar daripada kanul nasal ataupun kateter nasal
3)        Dapat diberikan juga pada pasien yang mendapatkan terapi aerosol
Kerugian :
1)        Konsentrasi oksigen yang diberikan tidak bisa kurang dari 40%
2)        Dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika alirannya rendah
3)        Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
4)        Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
5)        Umumnya menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien
6)        Menimbulkan rasa panas sehingga kemungkinan dapat mengiritasi mulut dan pipi
Gambar :
                      
Sungkup Muka (Masker) dengan kantong rebreathing 
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12
liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang, baik saat inspirasi maupun ekspirasi.
Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung
reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong.
Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih
tinggi daripada simple face mask (Ni Luh Suciati, 2010)
 Indikasi dan Kontraindikasi (Potter & Perry, 2010 )
Indikasi:
Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah
Kontraindikasi:
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):
1)   Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
2)     Memasang kapas kering di daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit
3)     Jangan sampai kantong oksigen terlipat atau mengempes karena apabila ini terjadi, aliran
yang rendah dapat menyebabkan pasien menghirup sejumlah besar karbondioksida.
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan:
1)        Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi daripada sungkup muka sederhana
2)        Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:
1)        Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang rendah
2)        Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
3)        Jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2
4)        Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
5)        Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
Gambar :
 
                               
Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong Non-Rebreathing 
Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan konsentrasi oksigen sampai 80-100%
dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Prinsip alat ini yaitu udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat
inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi, dan ada 1 katup lagi yang fungsinya mencegah
udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi (Ni Luh
Suciati, 2010).

Indikasi dan Kontraindikasi (Potter & Perry, 2010)


Indikasi :
       Pasien dengan kadar tekanan CO2  yang tinggi, pasien COPD, pasien dengan
status pernapasan yang tidak stabil dan pasien yang memerlukan intubasi
Kontraindikasi:
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang perlu diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):
1)   Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir
2)      Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit
3)        Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya
4)        Menjaga supaya kantong O2 tidak terlipat/mengempes untuk mencegah bertambahnya CO2

Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan:
1)        Konsentrasi oksigen yang diperoleh bisa tinggi bahkan sampai 100%
2)        Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:
1)        Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang rendah
2)        Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
3)        Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan untuk makan dan batuk
4)        Terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama ketika pasien tidak sadar
                 

DAFTAR PUSTAKA

Ignatavicius. 2006. Medical Surgical Nursing. Critical Thinking for Collaborative Care. 5 Ed. United
States of America: Elsevier Saunders

Perry, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Alih Bahasa: Diah Nur. Jakarta: EGC

Suciati, N L. 2010. Oxygen Therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI Karangasem.


Suparmi, Yulia. 2008. Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta :  Citra
Aji Parama.

Suzzane & Brenda. 2008. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. Eleventh
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins

Anda mungkin juga menyukai