Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan
memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997). Trakeostomi merupakan tindakan operatif yyang memiliki
tujuan membuat jalan nafas baru pada trakea dengan mebuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas didalam trakea
servikal. Perbedaan kata – kata yang dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas
dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan permanen atau tidaknya.
Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu
minggu. Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu
yang kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan beberapa jahitan
yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma
yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan,
dengan kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap sebagai
sinonim dari trakeotomi.
2.3 Fungsi Trakeostomi
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan yang diperlukan
untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus
yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan gangguan
pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh tekanan negative
intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang norma.
2.4 Indikasi dan kontraindikasi
2.4.1 Indikasi dari trakeostomi antara lain:
1. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor.
2. Cedera parah pada wajah dan leher
3. Setelah pembedahan wajah dan leher
10. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi
terjadinya aspirasi
11. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat, Cerebro Vascular
Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring
Pulmotor
Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori
Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm
adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara
yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2)
21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan
yang disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga
berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.
Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada
tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme.
Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara
pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi,
transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi,
diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme
mendapatkan kondisi yang optimal.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu
ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer
tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara
yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA).
Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam
ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus
penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat
pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan
bertekanan tinggi ( 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer
pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki,
tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli terapi hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno
S, SMHS, DEA yang telah mendalami ilmu oksigen hiperbarik di Perancis selama 5
tahun menjelaskan bahwa terdapat dua jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik
dan fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang
terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan
peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
Mekanisme HBOT
HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel.
Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth
factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu
peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan
bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah
satu tahapan dalam penyembuhan luka.
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu
untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami
edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang
besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi.
Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong
terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka
tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan
oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ
menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi
pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan
meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi
menurunkan infeksi dan edema..
Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%,
tekanan 2 – 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan
decompresion sickness. Maka akan terjadikerusakan jaringan, penyembuhan luka,
hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa
kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang
menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan
dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga
daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan
terjadi peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen
hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu
penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan
diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi
perifer dan oksigenasi jaringan di distal.
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2
intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping
biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada
otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping
bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal.
Studi dan telaah dilakukan seorang ahli HBOT muda, dr. Arie Widiyasa Sp.OG,
Kabag KESLA RSAL Ilyas Tarakan, mengenai pengaruh HBOT terhadap kanker
serviks. Kombinasi antara radiasi baik eksternal atau brachiterapi atau keduanya
yang dikombinasikan dengan pemberian HBOT akan meningkatkan radiosensitivitas
sel kanker serviks. Salah satu modalitas yang dapat dikembangkan saat ini adalah
terapi dengan menggunakan oksigen bertekanan tinggi diberikan dengan tekanan
2,0 ATA, 2,4 ATA atau 3 ATA sebanyak 20 – 30 kali dapat dipertimbangkan walau
harus tetap mempertimbangkan untung ruginya tindakan tersebut. HBOT dapat
memperbaiki sensitivitas sel tumor, meningkatkan persentase angka survival rate,
tak jelas dapat mencegah rekurensi atau menurunkan angka kematian. Dengan
demikian komplikasi pemberian radioterapi dosis tinggi dapat dicegah sebelum
kerusakan menjadi berat dan irreversibel.
Dewasa ini terapi radiasi dinilai cukup efektif untuk menangani beberapa kasus
kanker yang tidakoperable. Namun efek samping radiasi yang bersifat sistemik
agaknya sulit untuk dihindari. Contohnya pada radioterapi pelvis yang akan
menyebabkan rusaknya epitel, parenkim, stroma, vaskuler rektum dan berujung
pada terbentuknya striktur dan fistula. Sayangnya pula terapi yang dilakukan
terhadap efek samping tersebut sering tidak berhasil sehingga akan terjadi
kerusakan komplek serta terbentuknya mediator yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, kemotaksis, demam, rasa sakit dan
kerusakan jaringan.
Terapi ini menjadi dikenal di Indonesia, pada saat bencana alam Tsunami Aceh, atau
bencana gempa di Bantul, dimana banyak orang yang terancam diamputasi kakinya
karena tertimpa bangunan atau luka yang parah. Terapi oksigen hiperbarik terbukti
ampuh sebagai terapi penunjang (selain terapi obat oleh dokter) yang dapat
menghindarkan dari ancaman amputasi organ tubuh.
Selain itu terapi oksigen hiperbarik dapat mengobati penyakit degeneratif kronis
seperti arterio sclerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulser diabetik,
serebral palsy, trauma otak, slerosis multiple dan penyembuhan luka. Terapi ini
meluas pemakaiannya sebagai terapi kebugaran tubuh dan untuk kecantikan sebagai
terapi supaya awet muda.
- RS PT Arun, Aceh;
- RS Pertamina Cilacap;
- RS Pertamina Balikpapan;
- RSU Makasar;
- RS Petromer, Sorong.
Pada kebanyakan perawatan, waktu setiap sesi HBOT adalah 90 menit sampai 120
menit sekali sampai dua kali dalam sehari isesuaikan dengan kondisi jaringan serta
perawatan yang diperlukan. Biasanya sebagai terapi dibutuhkan 10 sesi perawatan
( untuk kebugaran tubuh dan kecantikan ) atau lebih sesuai dengan kondisi.
Perawatan HBOT berfungsi untuk :
Untuk biaya, cukup murah kok. Sekitar Rp 1.300.000,- untuk sepuluh kali sesi
pertemuan. Mau coba?
Referensi
- http://en.wikipedia.org/wiki/Hyperbaric_medicine
- http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/25/terapi-hiperbarik-
oksigen-solusi-sehat-tni-angkatan-laut-surabaya/
-http://sehatnegeriku.com/menkes-terima-brevert-kehormatan-kesehatan-
penyelaman-dan-hiperbarik/
-http://yulikyeppeo.wordpress.com
0 0 0 250
Kateter Nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar 1–6 liter/menit dengan
konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke
dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam
sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak atau
pada pasien yang bernafas melalui mulut.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:
Diberikan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka pendek dengan
konsentrasi rendah sampai sedang.
Kontraindikasi:
Fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Pengukuran panjangnya kateter yang akan dimasukkan harus tepat yaitu dalamnya kateter
dari hidung sampai faring diukur dengan cara jarak dari telinga ke hidung
2) Kateter harus diganti setiap 8 jam dengan bergantian lubang hidungnya untuk mencegah
iritasi dan infeksi
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan:
1) Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama
2) Oksigen yang diberikan lebih stabil
3) Klien mudah bergerak, makan dan minum, berbicara dan membersihkan mulut
4) Teknik ini lebih murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap
Kerugian:
1) Teknik memasukan kateter nasal ini lebih sulit dari pada kanula nasal
2) Pasien merasakan nyeri saat kateter melewati nasofaring dan mukosa nasal sehingga bisa
mengalami trauma
3) Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%
4) Kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain
5) Dapat terjadi distensi lambung
6) Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring
7) Aliran > 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung
8) Kateter mudah tersumbat dan tertekuk
DAFTAR PUSTAKA
Ignatavicius. 2006. Medical Surgical Nursing. Critical Thinking for Collaborative Care. 5 Ed. United
States of America: Elsevier Saunders
Perry, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Alih Bahasa: Diah Nur. Jakarta: EGC
Suzzane & Brenda. 2008. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. Eleventh
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins