Anda di halaman 1dari 10

Nama anggota kelompok dan perannya:

1. Zaky Rage A. (34) , sebagai Jaka Tarub dan Raja Ajisaka


2. Amanda Natasya (2), sebagai Ibu Jaka Tarub
3. Santi Rahayu (27), sebagai Nawang Wulan
4. Tyas Ayu S. (31), sebagai Nawang Putih
5. Elisa Nur Azizah (9), sebagai Nawang Daun
6. Sri Wulan (30), sebagai Nawang windu
7. Isyana Rachmawati (15), sebagai Nawang Merah
8. Rina Indri Astuti (25), sebagai Nawang Sari
9. Chika Anastasya P.(6), sebagai Nawang Kucai
10. Zumrotun Nasiroh(36), sebagai Laras dan ratu sekar dewi
11. Kusma Nadila (16), sebagai Nawang Asih
12. Sifa Saputro (28), sebagai Arya dan Jaka Tengil
Kelas : XI MIPA 5

Naskah Drama
JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI

Adegan 1
Dahulu kala di sebuah desa terpencil, ada seorang pemuda yang sangat tampan. Ia tinggal
bersama ibunya karena sang ayah telah meninggal sejak pemuda itu masih kecil. Nama pemuda
itu adalah Jaka Tarub. Kehidupan yang serba sederhana bahkan terkadang kekurangan telah Jaka
Tarub dan ibunya jalani dengan sepenuh hati. Setiap hari Jaka Tarub dan Ibunya bertani di sawah
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Ibu Jaka Tarub : “Uhuk…Uhuk…(batuk)”
Jaka Tarub : “Ibu kenapa?”
Ibu Jaka Tarub : “Ibu taka apa-apa nak, hanya batuk saja.”
Jaka Tarub : “Kalau begitu biar Jaka saja yang menyelesaikan pekerjaan ibu.”
Ibu Jaka Tarub : “Terimakasih nak, Ibu beruntung memiliki anak seperti kamu.”
Sinar matahari sudah mulai turun menandakan malam akan segera tiba. Jaka Tarub dan
Ibunya memutuskan untuk pulang ke rumah.
Ibu Jaka Tarub : “Nak hari sudah hampir petang, kita akhiri pekerjaan hari ini ya?”
Jaka Tarub : “Baik bu.”
Setelah sampai di rumah, Jaka Tarub dan Ibunya beristirahat dan duduk bersama. Jaka
Tarub dan Ibunya melakukan perbincangan ringan layaknya Ibu dan anak.
Ibu Jaka Tarub : “Nak, ada yang ingin ibu katakana padamu.”
Jaka Tarub : “Ada apa Bu?”
Ibu Jaka Tarub : “Nak kamu kan sudah dewasa, kamu sudah pantas untuk meminang seorang
gadis. Lekaslah menikah nak. Ada seorang gadis yang mencintaimu nak,
kamu sangat pantas jika menikah dengannya.”
Jaka Tarub : “Siapa gadis itu bu, Laras? Tapi aku tidak mencintainya.”
Ibu Jaka Tarub : “Tapi jika Ibu sudah tiada nanti siapa yang akan mengurusmu nak?”
Jaka Tarub : “Jangan bicara begitu Bu.”
Ibu Kaja Tarub : “Ibu hanya merasa semakin lelah nak.”
Adegan 2
Keesokan harinya…
Ibu Jaka Tarub : “Sepertinya hari ini ibu tidak bisa pergi bertani denganmu.”
Jaka Tarub : “Ya Bu, biar saya saja, Ibu istirahat di rumah saja.”
Ibu Jaka Tarub : “Iya nak, hati-hati.”
Setelah berpamitan dengan ibunya, Jaka Tarub segera pergi menuju ke sawah. Semua
yang ia lakukan tak lain hanya untuk ibunya yang sedang lemah di rumah. Saat perjalanan
menuju ke sawah adabwanita yang mengikutinya dan bersembunyi di balik pohon.
Laras : “Andai saja dia menjadi suamiku. Aku pasti bahagia. Tapi apakah dia juga
mencintaiku? Ah sudahlah, pasti dia mencintaiku.”
Seperti biasanya, Jaka Tarub pulang dari sawah ketika haru mulai petang.
Jaka Tarub : “ Hari sudah semakin sore, sudah saatnya aku pulang, lagi pula Ibu sedang
sendirian di rumah.”
Adegan 3
Saat Jaka Tarub sampai di rumah, ia sangat terkejut melihat Ibunya yang terbaring sakit
di ranjang kamarnya. Saat itu juga ada laras yang tengah menangis di samping ibu Jaka Tarub.
Jaka Tarub : “ Assalamu’alaikum. Hah! Ada apa ini?”
Laras : “ Ibumu kang.”
Jaka Tarub : “ Ada apa dengan ibu Laras?”
Laras : “Lihatlah sendiri kang.”
Jaka Tarub : “Ibuuu!”
Ibu Jaka Tarub : “Maafkan semua kesalahan ibu nak, ibu harus pergi, ini permintaan terakhir
ibu, carilah pendamping hidupmu nak.”
Jaka Tarub : “Jangan berkata seperti itu bu, jangan tinggalkan Jaka.”
Jaka Tarub menyesal telah meninggalkan ibunya yang lemah di rumah sendirian
seharusnya dia menjaga ibunya. Ia kemudian menyendiri dan selalu murung. Hingga suatu hari
Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya.
Adegan 4
(di kayangan) hiduplah 7 bidadari yang hidup dengan bahagia. Mereka selalu
menghabiskan waktu dengan bermain bersama, salah satunya adalah pergi ke mayapada atau
biasanya yang disebut bumi. Mereka pergi ke bumi untuk mandi di sungai.
Nawang wulan : “Huah…Hari ini begitu cerah, matahari membangunkanku dari mimpi.”
Nawang sari : “Benar sekali adik, rasanya aku ingin pergi ke bumi untuk mandi di
sungainya yang sejuk itu.”
Nawang Wulan : “Benar sekali itu kakak, aku juga ingin mandi di sungai.”
Nawang Sari : “Jadi, ayo kita ke kakak yang lain untuk membicarakan hal ini.”
Nawang Merah menghampiri Nawang Windu, Nawang Kucai, Nawang Daun, yang
sedang bersantai di taman kayangan.
Nawang Merah : “Kakak!”
Nawang Windu, Nawang Kucai, Nawang daun : ” Ya adikk, ada apa?”
Nawang Merah : “Kak, ayo kita ke bumi, aku sangat ingin mandi di sungainya.”
Nawang Windu : “Wah! Ide yang bagus, kebetulan kita sudah lama tidak ke bumi sejak musim
dingin ini.”
Nawang Kucai : “Ya sudah, nanti kakak aka bicara dengan kak nawang putih dulu ya.”
Dengan hati yang senang, Nawang Merah menghampiri Nawang Sari dan Nawang Wulan
intuk memberitahu kalau mereka akan pergi ke bumi.
Nawang Merah : “Ish bau, kamu belum mandi ya?”
Nawang Wulan : “Emang kita mau kemana?”
Nawang Merah : “Kita akan ke bumi, kita akan mandi di sungai.”
Nawang Sari : “Wah pasti seru” (Sambil menghayal).
Nawang Merah : “Sudah sudah, ayo kita ke kak Nawang Putih.”
Bidadari-bidadari tersebut segera menemui kakak pertama mereka.
Nawang Daun : “Kakak! Adik bidadari ingi ke bumi, mereka ingin mandi di sungai.”
Nawang Windu : “Ayo kita ke bumi kak, kami rindu ingin mandi di sungai.”
Nawang Merah, Nawang Sari, Nawang Wulan : “Iya kak, ayo kita pergi sekarang.”
Nawang Putih : “Iya tunggu sebentar, kakak minta izin dulu pada ayah, kalau ayah
mengizinkan kita akan pergi hari ini.”
Nawang Daun : “Iya kak, ayo minta izin sekarang, sebelum matahari tenggelam.”
Para bidadari akhirnya pergi meminta izin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke bumi.
Nawang Putih : “Ayah, Ibu saya dan adik-adik mohon izin untuk pergi ke bumi, mereka
sangat ingin mandi di sungai.”
Raja Ajisaka : “Pergilah nak, tapi ingat pada saat terompet kerajaan berbunyi kalian semuua
harus segera kembali ke istana.”
Nawang Daun : “Iya Ayah, kami semua mengerti.”
Nawang Kucai : “Kami akan segera kembali ketika terompet kerajaan berbunyi.”
Ratu Sekar Dewi : “Berhati-hatilah nak.”
7 bidadari : “Baik bu.”
Babak 2
Adegan 1
Suatu ketika Jaka Tarub sedang di hutan untuk menghilangkan kepenatan sambil berburu
makan siang, tanpa disengaja Jaka Tarub mendengar sayub-sayub suara wanita yang sedang
bercanda.
Jaka Tarub : “Sepertinya aku mendengar suara canda wanita, hmmm dimana ya?”
(dengan mengendap-ngendap Jaka Tarub mencari).
Jaka Tarub : “Wah…Ada 7 wanita cantik ternyata. Mungkin salah satu diantara mereka
adalah jodohku.”
Jaka Tarub berjalan mendekat menuju sungai. Di tepi sungai itu, Jaka Tarub menemukan
selendang-selendang yang tergeletak dan berserakan. Jaka Tarub menduga bahwa selendang itu
adalah milik wanita yang sedang mandi di sungai. Jaka Tarub memilih dan mencuri salah satu
selendang kemudian menyembunyikannya. (terompet kerajaan dari kayangan berbunyi).
Nawang Putih : “Cepat adik-adikku, saatnya kita kembali ke kayangan. Ayah sudah
memanggil kita untuk pulang.”
Nawang Wulan : “Tapi kak, selendang merahku tidak ada, aku tidak bisa pulang tanpa
selendang itu.” (Bidadari yang lain sibuk mencari selendang nawang
Wulan).
Nawang Windu : “Bagaimana ini? Padahal selendang adik Nawang Wulan tadi ada di sebelah
selendangku.”
Nawang Merah : “Aku sudah mencoba mencari selendang adik, tapi tak kunjung kutemukan.”
Nawang Sari : “Ya, aku juga sudah mencarinya, apa yang harus kita lakukan kakak?”
Nawang Putih : “Kita tidak bisa terus-terusan berada di bumi. Kita harus pulang ke kayangan
sekarang juga. Maafkan kami adik Nawang Wulan, mungkin sudah takdir
adik untuk tinggal di bumi ini.”
Nawang Wulan : “Tapi kak, bagaimana dengan aku di sini?”
Nawang Daun : “Kami harus segera pergi Nawang Wulan, lihatlah hari sudah beranjak gelap
dan ini membahayakan kami semua.”
Nawang Putih : “Itu benar Nawang Wulan, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Jaga dirimu
baik-baik. Selamat tinggal adik Nawang Wulan.”
Nawang Wulan : “Kakak!” (menangis)
Keenam bidadari itu meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Sedangkan Nawang Wulan
belum menemukan selendangnya. Ia mmerasa sedih dan kesepian di tepi sungai. Saat mendengar
Nawang Wulan menangis, Jaka Tarub datang menghampiri Nawang Wulan.
Jaka Tarub : “Mengapa engkau menangis gadis cantik?”
Nawang Wulan : “Selendang Merahku hilang. Aku tidak bisa kembali ke kayangan tanpa
selendang itu.”
Jaka Tarub : “Kayangan? Jadi kau adalah seorang bidadari?”
Nawang Wulan : (diam karena takut untuk menjawab)
Jngataka Tarub : “Tidak usah takut, aku tidak akan melukaimu bidadari cantik. Daripada
kamu tinggal sendirian di hutan, bagaimana jika kau ikut ke rumahku? Kau
bisa tinggal di rumahku untuk sementara.”
Nawang Wulan : “Benarkah.”
Jaka Tarub : “Ya kau tinggal selama yang kau mau.”
Nawang Wulan : “Terima kasih.”
Jaka Tarub : “Oh ya, siapa namamu?”
Nawang Wulan : “Aku Nawang Wulan.”
Jaka Tarub : “Nama yang bagus, Aku Jaka Tarub. Ayo ikuti aku.”
Nawang Wulan merasa sangat senang dan akhirnya ia mengikuti Jaka Tarub menuju
rumah Jaka Tarub. Semua itu dilakukan oleh Nawang Wulan karena saat ini, tak ada lagi orang
lain selain Jaka Tarub yang mau membantunya, karena selendangnya telah hilang dan ditinggal
oeh saudarinya kembali ke kayangan.
Adegan 2
(di kayangan) Kakak-kakak Nawang Wulan merasa takut untuk menghadap ayah dan
ibunya karena mereka tahu bahwa ayah dan ibunya akan marah jika mengetahui mereka pulang
tanpa Nawang Wulan.
Raja Ajisaka : “Kemana adik kalian Nawang Wulan?”
6 bidadari : (saling menghadap satu sama lain karena ketakutan)
Nawang Putih : “Maafkan kami ayah, ibu.. Nawang Wulan tidak bisa kembali ke kayangan
karena selendangnya hilang.”
Nawang Daun : “Iya, selendang adik Nawang Wulan tak kunjung kami temukan meskipun
sudah kami cari.”
Raja Ajisaka : “Ayah kecewa pada kalian karena tidak bisa menjaga adik kalian.”
6 bidadari : “Maafkan kami ayah.”
Ratu Sekar Dewi : “Sudah… jangan meyalahkan mereka terus. Mungkin sudah takdirnya
Nawang Wulan untuk tinggal di bumi. Kita harus sabar dan menerima ini.”
Raja Ajisaka : “Baiklah kalau begitu.”
Adegan 3
Hari demi hari dijalani oleh Nawang Wulan bersama Jaka Tarub. Dengan berjalannya
waktu, mereka semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain. Hingga sebuah rasa muncul di
antara mereka dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Namun, ada beberapa pihak yang tidak
suka dengan kedekatan mereka berdua. Yang tak lain adalah Laras dan Arya. Mereka berencana
untuk memisahkan Jaka Tarub dan Nawang Wulan.
Laras : “Aku benci dengan kedekatan mereka.”
Arya : “Aku pun sama halnya denganmu.”
Laras : “Kita harus menghancurkan pernikahan mereka.”
Arya : “Tapi apa rencanamu?”
Laras : “Kamu harus membantuku untuk mendapatkan Jaka.”
Arya : “Baik, aku akan membantumu, tapi apa imbalannya untukku?”
Laras : “Sebagai imbalannya, aku akan membantumu mendapatkan nawang Wulan.”
Arya : “Baiklah aku setuju.”
Mereka berdua pun terus berusaha untuk menghancurkan pernikahan Nawang Wulan dan
Jaka Tarub, mereka berusaha menghasut Jaka Tarub dan Nawang Wulan.
Laras : “Nawang wulan, apakah kau tidak merasa bahwa Jaka Tarub mencintai
seorang wanita selain kau?”
Nawang Wulan : “Tidak mungkin, Jaka Tarub hanya mencintaiku. Memang wanita mana yang
kau maksud itu Laras?”
Laras : “Nawang Wulan, wanita itu adalah aku.”
Nawang Wulang : “Jangan tinggi hati kau laras, Jaka Tarub hanya mencintaiku?” (Nawang
Wulan beranjak pergi meninggalkan laras)
Nawang Wulan langsung masuk ke rumah dan menemui Jaka Tarub untuk meminta
keterangan tentang apa yang telah dibicarakan oleh Laras.
Nawang Wulan : “Jaka Tarub!”
Jaka Tarub : “Ada apa Nawang Wulan?”
Nawang Wulan : “Apakah kau mencintai wanita lain?”
Jaka Tarub : “Kau bicara apa Nawang Wulan.”
Nawang Wulan : “Apakah kau mencintaiku Jaka Tarub?”
Jaka Tarub : “Iya Nawang Wulan, aku mencintaimu, memangnya kenapa kamu bertanya
seperti itu?”
Nawang Wulan : “Tapi Laras bilang bahwa kau juga mencintainya.”
Jaka Tarub : “Laras! Nawang Wulan dengarkan aku, aku telah lama mencintaimu. Jika
kamu masih tidak percaya , apakah kamu mau menikah denganku?”
Nawang Wulan : “Ya aku bersedia menikah denganmu Jaka Tarub.”
Usaha Laras dan Arya untuk memisahkan Jaka Tarub dan Nawang Wulan gagal. Jaka
Tarub dan Nawang Wulan akhirnya menikah. Setelah pernikahan mereka sudah cukup lama,
mereka dikaruniai anak kembar dengan jenis kelamin yang berbeda yang diberi nama Nawang
Asih dan Jaka Tengil.
Adegan 4
Setelah Nawang Asih dan Jaka Tengil beranjak dewasa, Permasalahan antara Jaka Tarub
dan Nawang Wulan mulain muncul. Sedangkan Arya terus menghasut Jaka Tarub untuk mencari
tahu lebih dalam tentang Nawang Wulan
Arya : “Jaka, apakah kamu tidak curiga pada istrimu?”
Jaka Tarub : “Apa maksudmu?”
Arya : “Bukankah selama ini istrimu Nawang Wulan selalu melarangmu untuk
tidak membuka bakul yang ia gunakan untuk menanak nasi?”
Jaka Tarub : “Iya, itu memang benar, tapi apa masalahnya?”
Arya : “Apa kamu tidak curiga kenapa beras di rumahmu masih utuh, seolah-olah
tidak pernah digunakan.”
Jaka Tarub : “(diam merenungi perkataan Arya)
Pada saat Jaka Tarub pulang di rumah ia melihat istrinya sedang memasak.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum.”
Nawang Wulan : “Wa’alaikumsallam, akang sudang pulang rupanya.”
Jaka Tarub : “Iya, ada apa memangnya Adinda?”
Nawang Wulan : “Bolehkan aku meminta tolong?”
Jaka Tarub : “Meminta tolong untuk apa dinda?”
Nawang Wulan : “Tolong jagakan ini, karena aku sedang memasak nasi?”
Jaka Tarub : “Baiklah dinda.”
Nawang Wulan : “Tapi ingat, akang tidak boleh membuka tutup ini. Akang harus ingat janji
akang.”
Jaka Tarub : “Iya dinda.”
Setelah Nawang Wulan pergi. Jaka Tarub ingat dengan perkataan Arya. Karena hatinya
penuh dengan rasa penasaran. Jaka Tarub akhirnya membuka tutup yang ada didepannya.
Jaka Tarub : “Hah! Ternyata selama ini dinda hanya memasak dengan setangkai padi.
Pantas saja selama ini padi masih banyak.
Nawang Wulan tiba-tiba datang dari sungai setelah setesai mencuci pakaian.
Nawang Wulan : “Apa yang kau lakukan akang?”
Jaka Tarub : “Akang sedang sedang apa-apa (dengan terbata-bata) Akang harus pergi ke
ladang. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan.”
Setelah Jaka Tarub pergi, Nawang Wulan pun membuka isi kukusannya. Pada saat itu
juga Nawang Wulan curiga pada Jaka Tarub karena setangkai padi masih tergolej didalamnya.
Tahulah ia bahwa suaminya telah membuka kukusan itu hingga kesaktiannya hilang. Sejak saat
itulah Nawang Wulan mulai menumbuk dan menapi beras untuk dimasak, seperti wanita pada
umumnya. Karena tumpukan padinya terus berkurang, sutu hari Nawang Wulan menemukan
selendang bidadarinya yang terselip diantara tumpukan padi,. Dan akhirnya Nawang Wulan tau
siapa yang selama ini menyembunyikan selendangnya.
Nawang Wulan : “Ternyata selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan selendangku.”
Adegan 5
Setelah Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya dicuri oleh Jaka Tarub. Nawang
Wulan pun memutuskan untuk kembali ke kayangan dan meninggalkan Jaka Tarub serta kedua
anaknya.
Nawang Wulan : “Jaka Tarub, teganya kau telah membohongiku selama ini. Ternyata kau
yang mencuri selendangku!”
Jaka Tarub : “Maafkan aku dinda, aku mengaku salah.”
Nawang Wulan : “Memang kau telah salah Jaka Tarub, tinggallah di bumi tanpa aku, aku
sudah tidak bisa hidup di bumi ini lagi.”
Jaka Tarub : “Tapi bagaimana dengan kedua anak kita.”
Nawang Wulan : “Uruslah mereka dengan baik.”
Jaka Tarub : “Tapi, aku tak sanggup menjaga mereka seorang diri.”
Nawang Wulan : “Aku percaya kau bisa menjaga mereka.”
Nawang Asih : “Ibu, jangan tinggalkan Asih sendiri.”
Jaka Tengil : “Iya Bu, jangan tinggalkan kami sendiri.”
Nawang Wulan :”Kalian tidak sendirian, ada ayah kalian di sini.”
Jaka Tengil&Nawang Asih : “Tapi Bu, kami ingin bersama ibu di sini.”
Jaka Tarub : “Apa dinda tega meninggalkan mereka sendiri?”
Nawang Wulan : “Tapi di sini bukan tempat asliku.bTempatku adalah di kayangan, bukan di
sini Jaka Tarub.”
Dengan penuh rasa keterpaksaan Jaka & kedua anaknya mengikhlaskan Nawang Wulan
untuk kembali pulang ke kayangan.
Nawang Asih : “Ibuuu…” (menangis dan menggenggam tangan Nawang Wulan)
Jaka Tengil : “Ibuuu… jangan tinggalkan aku.”
Nawang Wulan : “Ibu tidak akan pergi jauh dari kalian, ibu akan mengawasi kalian dari
kayangan.”
Jaka Tarub : “Hati-hati dinda.”

Anda mungkin juga menyukai