Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

HUBUNGAN ANTARA TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK


DENGAN NITRIT OKSIDA

Pembimbing :
Dr. Titut Harnaik, M.Kes

Oleh :
Nanik Wulandari (2008.04.0.0114)
Pricillia Levina (2010.04.0.0021)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANGTUAH SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya,
shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul hubungan antara HBO dengan NO
Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pebimbing, terutama kepada dr. Titut Harnanaik.Mkes terima kasih atas
bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini
masih

jauh

mengharapkan

dari

kesempurnaan.

kritik

dan

saran

Dalam
yang

kesempatan
dapat

ini

penulis

membangun

demi

kesempurnaan referat ini.

Surabaya, 20 Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Judul ...............................................................................................i
Kata pengantar................................................................................ii
Daftar isi.........................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka..................................................................2
2.1 Terapi oksigen hiperbarik.................................................2
2.1.1 definisi.............................................................2
2.1.2 fisiologi............................................................4
2.1.3 efek positif terapi HBO.....................................5
2.1.4 indikasi HBO....................................................6
2.1.5 kontra indikasi HBO..........................................9
2.2 Nitrit Oksida....................................................................12
2.2.1 struktur dan sifat kimia NO......................................12
2.2.2 biosintesis dan metabolisme NO.............................12
2.2.3 Fisiologi NO............................................................13
2.3 Hubungan terapi HBO dengan NO...................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................20

Bab I
Pendahuluan

Terapi oksigen hiperbarik(HBO2) adalah modalitas terapi, di mana


seseorang menghirup oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang lebih
tinggi.Terapi ini dijalankan di dalam chamber( Stephen, 2011). Efek positif
terapi HBO antara lain: 1) efek mekanis dalam mengurangi ukuran
gelembung gas pada decompression sickness dan emboli udara; 2)
hiperoksigenasi, yang berperan dalam stimulasi imun, neovaskularisasi,
peningkatan fibroblast dan osteoclast, efek bakterisida, dan mengurangi
edema (Sahni, 2003).
Saat ini terapi HBO berkembang dengan pesat sebagai terapi
adjuvant untuk berbagai penyakit, salah satunya untuk keadaan inflamasi
seperti gangrene, osteomyelitis, luka bakar, dan luka kronis. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa terapi HBO memiliki efek antiinflamasi dan
immunosupresif karena terapi HBO mempengaruhi pelepasan berbagai
mediator inflamasi biologis seperti sitokin, prostaglandin (PG), dan nitric
oxyde (NO). (Al-Waili and Butler, 2006).
Nitrit oksida (NO) adalah gas radikal bebas yang sangat kecil yang
sekarang telah diidentifikasi sebagai kunci molekul secondary messanger
untuk banyak reaksi biokimia dasar dalam sistem tubuh. NO juga
merupakan neurotransmitter yang membantu proses sinyal saraf. Dalam
sistem imun normal, NO diproduksi oleh makrofag dan neutrofil dan
memainkan kunci penting dalam garis depan antimikroba melawan
berbagai macam mikroorganisme termasuk bakteri dan virus (Catherine,
2007)
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara terapi HBO dengan NO. Penelitian dilakukan terhadap sel yang
berbeda-beda pada kondisi yang berbeda-beda pula, namun hasil dari
penelitian

tersebut

pada

umumnya

menunjukkan

bahwa

terjadi

peningkatan kadar NO setelah terapi HBO. Berdasarkan alasan tersebut


kami melakukan pembahasan mengenai topik ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik


2.1.1
Definisi
Terapi oksigen hiperbarik(HBO2) adalah modalitas terapi, di mana
seseorang menghirup oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang lebih
tinggi. Terapi ini dijalankan di dalam chamber yang berisi satu
orang(mono), atau beberapa sekaligus hingga 2-14 pasien(Multiplace).
Tekanan yang diaplikasikan selama di dalam chamber adalah 2-3
atmosfer absolut(ATA). Terapi berlangsung selama 1,5 jam hingga 2 jam,
dan tergantung indikasi dapat dilaksanakan 1-3 kali sehari. Chamber
monoplace terkompresi dengan oksigen murni, sedangkan chamber
multiplace diberikan udara bertekanan dan pasien bernafas menggunakan
masker oksigen atau endotracheal tube. Selama terapi, tekanan oksigen
di arterial dapat melebihi 2000mmHg dan mencapai 200 hingga 400mmHg
di jaringan (Stephen, 2011).

Gambar 2.1 Chamber Monoplace (www.sechristusa.com)

Gambar 2.2 Chamber Multiplace(www.hyox.com)


2.1.2

Fisiologi

Tekanan parsial arteri pada umumnya adalah 100mmHg, Hb


tersaturasi 95% dan 100ml darah membawa 19ml O 2 yang bergabung
bersama Hb dan 0.32ml terlarut dalam plasma. Jika konsentrasi O2 yang
terinspirasi dinaikkan menjadi 100%, O2 yang bergabung dengan Hb akan
meningkat menjadi 20ml maximumnya saat Hb tersaturasi 100% dan
jumlah O2 yang terlarut dalam plasma dapat meningkat menjadi 2.09ml.
Saat HBO, selain saturasi Hb yang tersaturasi 100%, jumlah O2 yang
dapat diangkut dalam larutan meningkat menjadi 4,4ml% pada tekanan 2
ATA ke 6,8ml% pada 3 ATA yang hamper mencukupi suplai resting
kebutuhan oksigen di banyak jaringan tanpa membutuhkan kontribusi dari
oksigen yang terikat pada Hb. Hal inilah yang berkontribusi pada sebagian
besar efek positif HBO (Sahni, 2003).

Tabel 2.1 Efek tekanan pada oksgien di arteri.(Sahni, 2003)

2.1.3
Efek positif terapi HBO
a. Efek Mekanis
Mengurangi ukuran gelembung gas: Peningkatan tekanan oleh
efek mekanis langsung mengurangi ukuran gelembung gas
pada keadaan seperti emboli udara dan Decompression
Sickness(DCS).
b. Hiperoksigenasi
Stimulasi imun : Hiperoksigenasi mengakibatkan stimulasi imun
dengan mengembalikan fungsi sel darah putih, meningkatkan
kemampuan fagositik dan memediasi pembunuhan kuman oleh
neutrofil.
Neovaskularisasi : HBO2 mempercepat neovaskularisasi pada
area-area hipoksia dengan cara augmentasi aktivitas fibroblastic
yang turut membantu pertumbuhan kapiler.
Peningkatan fibroblast
Peningkatan osteoclast
Efek bakterisid : Terapi oksigen untuk efek bakterisidal terhadap
organisme

anaerobik

seperti

Clostridi

welchii,

dan

juga

menginhibisi pertumbuhan kuman anaerobik pada tekanan 1,3


ATA.
Mengurangi edema : HBO mengakibatkan vasokonstriksi pada
jaringan normal, tetapi dengan peningkatan

suplai oksigen

secara umum karena hiperoksigenasi. Hal ini merupakan dasar


untuk mengurangi efek edema dan pembengkakan jaringan.
Pada edema cerebri, hal ini membantu mengurangi edema
sembari mempertahankan hiperoksia. HBO juga mengurangi
perlekatan sel darah putih ke dinding pembuluh kapiler, dan
berguna untuk trauma otak dan korda spinalis.
Pada tekanan 2,5 ATA, HBO dapat mengurangi half life dari
karboksihemoglobin dari 4 hingga 5 jam, sehingga merupakan
terapi pilihan untuk keracunan karbon monoksida, terhirup asap,
dan keracuan sianida akut. (Sahni, 2003)
2.1.4

Indikasi HBO

Tabel 2.2 Indikasi terapi HBO(Sahni, 2003)

1. Ulkus yang tidak kunjung sembuh, kerusakan cangkok kulit: Lukaluka tersebut memiliki masalah dasar, yaitu hipoksia jaringan
dengan tekanan oksigen dibawah 20mmHg, sehingga rentan
terhadap infeksi. Efek dari HBO akan mengakibatkan peningkatan
kinerja leukosit dan aktivitas bakterisidal serta mendukung
fibroblast dan kolagen yang dibutuhkan untuk neovaskularisasi.
2. ATI: Terjadi jika suatu trauma mengakibatkan kerusakan sirkulasi.
Hal ini akan meningkatkan risiko nekrosis dan amputasi serta
infeksi. HBO meningkatkan oksigenasi jaringan dan mengurangi
edema. Terapi utama tetap pembedahan, namun HBO dapat

menjadi terapi adjuvant untuk secara drastic mengurangi morbiditas


dan mortalitas serta mengurangi biaya penanganan secara umum.
3. Gas gangrene: Kuman penyebab, yaitu Clostridi welchii tidak dapat
memproduksi alfa toksin saat pasien menjalani terapi oksigen. HBO
tidak membunuh organisme tersebut dan tidak memiliki efek
detoks, namun setelah produksi toksin berhenti maka alfa toksin
akan terfiksir di jaringan selama 30 menit. Saat inilah antibiotic
seperti aminoglikosi, kuinolon, dan golongan sulfa akan bekerja
sinergis dan berikatan dengan toksin. Sehingga 3 pendekatan yaitu
HBO,

pembedahan,

dan

antibiotika

merupakan

pendekatan

esensial dalam terapi gas gangrene.


4. Infeksi jaringan lunak yang nekrosis: Peningkatan tekanan oksigen
akan meningkatkan kemampuan sel darah putih membunuh bakteri
serta

menginhibisi

pertumbuhan

bakteri

anaerob,

dan

meningkatkan potensi oksidasi dan reduksi.


5. Penanganan kerusakan jaringan oleh radiasi: Pasien yang
mengalami radiasi antara 2000 hingga 5000 rads akan mengalami
kesulitan dalam penyembuhan jaringan dan di atas 5000 akan
benar-benar susah untuk sembuh. Hal ini terjadi karena endarteritis
progresif yang mengakibatkan hipoksia, dan iskemik jaringan.
Terapi HBO menginduksi neovaskularisasi dari jaringan sehingga
mempercepat penyembuhan luka.
6. Luka bakar: HBO mengakibatkan

pengurangan

cairan,

mempertahankan jaringan yang viable, peningkatan mikrosirkulasi,


epithelisasi yang lebih cepat, respon inflamasi yang lebih cepat,
peningkatan aktivitas PMN, mempertahankan kreatinin fosfat
jaringan, ATP dan menurunkan laktat pada luka.
7. Keracunan
gas:
Mengurangi
waktu

paruh

ikatan

karboksihemoglobin.
8. Osteomyelitis: HBO meningkatkan tekanan oksigen pada tulang
dan jaringan dari hipoksia menjadi hiperoksia. Hal ini mendukung
angiogenesis, aktivitas leukosit, transport aminoglikosid, dan
aktivitas osteoklas dalam membuang tulang yang nekrosis.

10

9. Decompression Sickness(DCS)/ emboli gas dan udara : HBO


merupakan pilihan utama untuk penanganan segala jenis emboli
gas dan udara serta DCS.
10. Anemia: HBO akan membantu suplai oksigen untuk mendukung
kebutuhan metabolic dasar hingga sel darah merah dapat diatasi.
11. Abses intracranial: HBO berguna karena membunuh bakteri
anerobik, mengurangi edema, dan meningkatkan mekanisme
pertahanan pasien.
12. Tuli mendadak: Aktivitas koklear sangat sensitive dan butuh suplai
oksigen yang konstan sehingga penggunaan HBO bersama
dengan obat-obat vasoaktif dan hemodilusi dianjurkan.
13. Ensefalopati post anoxic: HBO meningkatkan suplai oksigen ke
neuron yang iskemik, mengurangi edema, dan memutar balikkan
berkurangnya fleksibilitas eritrosit.
14. Gangguan vaskuler penglihatan: HBO dapa tdigunakan pada
thrombosis arteri retina dan sangat baik untuk pasien yang masih
bisa mengenali terang dan gelap. Hal ini dikarenakan HBO
mengurangi edema vasogenik.
2.1.5
Kontraindikasi Terapi HBO
a. Kontraindikasi absolut
1. Pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian
oksigen

hiperbarik

dapat

dikerjakan

tindakan

bedah

untuk

mengatasi penumothorx tersebut.


2. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan
yang belum diobati atau keganasan metastatic akan menjadi lebih
buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan
termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan
luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir
ini menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat
dalam suasana oksigen hiperbarik. Penderita keganasan yang
diobati dengan oksigen hiperbarik biasanya secara bersama-sama
juga menerima terapi radiasi atau kemoterapi.
3. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial
oksigen yang tinggi berhubungan dengan penutupan patent ductus

11

artriosus, sehingga pada bayi premature secara teori dapat terjadi


fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian dikerjakan
menunjukan bahwa komplikasi ini nampaknya tidak terjadi.
b. Kontraindikasi relative
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tetapi bukan
merupakan kontraindikasi absolut pemakaian oksigen hiperbarik adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi saluran napas bagian atas dan sinusitis kronis: Menyulitkan
penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat diatasi dengan
menggunakan dekongestan dan miringotomi bilateral.
2. Penyakit kejang: Menyebabkan penderita lebih mudah terserang
konvulsi oksigen. Namun bilamana diperlukan penderita dapat
diberi anti konvulsan sebelumnya.
3. Emfisema yang disertai retensi CO2: Ada kemungkinan bahwa
penambahan oksigen lebih dari normal akan menyebabkan
penderita scara spontan berhenti bernafas akibat hilangnya
rangsangan hipoksik. Pada penderita-penderita dengan penyakit
paru disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat dikerjakan
bila penderita diintubasi dan memakai ventilator.
4. Panas tinggi yang tidak terkontrol: Merupakan predisposisi
terjadinya konvulsi oksigen Kemungkinan ini dapat diperkecil
dengan pemberian aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai
pencegahan dapat diberikan anti konvulsan.
5. Riwayat pnemotorak spontan: Penderita
pnemothorak

spontan

dalam

RUBT

yang

kamar

mengalami

tunggal

akan

menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat


dilakukan pertolonganpertolongan yang memadai. Sebab itu bagi
penderita yang mempunyai riwayat pnemothorak spontan. harus
dilakukan persiapan persiapan untuk dapat mengatasi terjadinya
hal tersebut.
6. Riwayat operasi dada: Menyebabkan terjadinya luka dengan air
trapping yang timbul saat dekompresi. Setiap operasi dada harus
diteliti kasus demi kasus untuk menentukan Iangkah-langkah yang

12

harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi harus dilakukan


sangat lambat.
7. Riwayat operasi telinga.: Operasi pada telinga dengan penempatan
kawat atau topangan plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi,
mungkin suatu kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab
perubahan tekanan dapat menggangu implan tersebut. Konsultasi
dengan seorang ahli THT periu dilakukan.
8. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada penerangan
atau pemotretan dengan sinar X: Memerlukan proses dekompresi
yang sangat lambat. Menurut pengalaman, waktu dekompresi
antara 5-10 menit tidak menimbulkan masaiah.
9. lnfeksi virus: Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi
virus menjadi Iebih hebat bila binatang tersebut diberi oksigen
hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan agar penderita yang
terkena salesma (common cold) menunda pengobatan dengan
oksigen hiperbarik sampai gejala akut menghilang apabiia tidak
memerlukan pengobatan segera dengan oksigen hiperbarik.
10. Spherositosis kongenital: Pada keadaan ini butirbutir darah
merah sangat fragil dan pemberian oksigen hiperbarik dapat diikuti
dengan hemolisis yang berat. Bila memang pengobatan oksigen
hiperbarik

mutlak diperlukan

keadaan

ini

tidak

boleh

jadi

penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-langkah yang


perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
11. Riwayat Neuritis optic: Pada beberapa penderita dengan riwayat
neuritis optic, terjadinya kebutaan dihubungkan dengan terapi
oksigen hiperbarik. Namun kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi
jika ada penderita dengan riwayat neuritis optic diperkirakan
mengalami gangguan penglihatan yang berhubungan dengan
retina, bagaimanapun kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus
segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata (Lakesla,
2013).
2.2

Nitrit Oksida
Radikal bebas nitrogen oksida atau nitrit oksida merupakan molekul

kimia reaktif pada otot polos, menyebabkan vasodilatasi dan relaksasi otot
13

polos organ tubuh lain.1,2. Berdasarkan efek vasodilator tersebut, NO


dipakai sebagai preparat anti angina.3,4

Selain itu NO juga berperan

dalam proses imunologis, di antaranya dihasilkan oleh sel makrofag


jaringan, akibat aktifasi berbagai sitokin dan endotoksin bakteri patogen,5
yang mampu merusak sel target atau sel bakteri melalui perannya sebagai
bahan sitotoksik.6,7 Sejak tahun 1987 penelitian tentang NO mulai banyak
dilakukan, sebelumnya NO hanya dikenal sebagai gas polutan, dihasilkan
oleh mesin berbahan bakar minyak yang menyebabkan polusi asap dan
hujan asam (Eka, 2000).
2.2.1
Strukur dan Sifat Kimia Nitrogen Oksida
Molekul NO dibentuk oleh 5 elektron nitrogen dan 6 elektron O, sehingga
ada 1 elektron yang tak berpasangan, menjadikan NO sebagai molekul
reaktif yang bersifat radikal bebas. Nitrogen Oksida merupakan gas yang
larut dalam air, dengan tingkat kelarutan 1-3 mmol/L (30-90 mg/L). Kadar
biologis aktifnya berkisar 1-100 nmol/L bersifat lipofilik, sehingga mudah
melewati sawar membran lipoprotein. Waktu paruh NO teramat pendek
sekitar 3-5 detik, karena NO akan cepat dan spontan bereaksi dengan
O2 membentuk ion nitrit (NO2 - ) dan nitrat (NO3 - ), yang akhirnya
diekskresi lewat ginjal (Eka, 2000).
2.2.2
Biosintesis Dan Metabolisme Nitrogen Oksida
Sintesis NO membutuhkan asam amino L-arginin sebagai bahan
dasar (Gambar 1), dibantu oleh enzim NO sinthetase (NOS). Nicotinamide
adenine dinucleotide phospate (NADPH) merupakan ko-faktor utama,
berfungsi untuk mentransfer elektron pada 5 elektron oksidan L-arginin.
Ko-faktor lainnya ialah tetrahydrobiopterin, flavin adenine dinucleotide
(FAD), flavin mononucleotide (FMN), dan heme. NG-hydroxiL-arginin
dibentuk dari L-arginin sebelum membentuk NO dan L-sitrulin (Gambar 1).
Pada NOS juga terdapat ikatan heme (feroproto porfirin-IX). Fungsi heme
(bagian Fe2 + ) ialah mengikat dan mengaktifasi O2, mentransfer elektron,
dan mengikat kembali NO yang terbentuk. Ikatan NO dengan heme yang
terikat di NOS tersebut diduga merupakan mekanisme umpan balik
biosintesis NO.
Terdapat dua jenis enzim NOS, yaitu constitutive isoform of NO
synthase (c-NOS) dan inducible isoform of NO synthase (i-NOS). Enzim c-

14

NOS dibutuhkan untuk proses fisiologis, sedangkan i-NOS diperlukan


pada keadaan patologis. Stimuli yang meningkatkan kadar Ca2 +
intraselular dari 0,1 mol menjadi 1 mol akan mencetus sintesis NO
(Eka, 2000).

Gambar 2.3 Reaksi katalisasi asam amino L-Arginin menjadi nitrogen


oksida (Eka, 2000).
2.2.3
Fisiologis Nitrogen Oksida
Jenis NO yang berperan secara fisiologis dalam tubuh dihasilkan
oleh sel endotel vaskular melalui aktifitas enzim c-NOS.
Vasodilator
Nitrogen Oksida merupakan relaksan kuat otot polos vaskular yang
mengakibatkan vasodilatasi vena maupun arteri, namun lebih bersifat
venodilator daripada arteriodilator. Penggunaan klinis NO sebagai
vasodilator dikenal sebagai nitrovasodilator, di antaranya nitrogliserin,
sodium nitroprusid, dan isoamil nitrit (Eka, 2000).
Neurotransmiter non adrenergic non cholinergic (NANC)
Nitrogen oksida juga menyebabkan relaksasi otot polos non
vaskular,

di

antaranya

otot

polos

traktus

respiratorius,2

traktus

gastrointestinal, dan uterus.12 Aktifitas NO di otot polos non vaskular


sebagai neurotransmiter non adrenergik non kolinergik. Oleh karena itu
neuron NANC disebut pula neuron nitrosergis. Sebagai contoh ereksi
penis disebabkan oleh vasodilatasi, namun vasodilatasi tersebut bukan
akibat aktifitas NO di sel endotel vaskular melainkan melalui mekanisme
neurotransmiter NANC seperti pada relaksasi otot polos non vaskular
(Eka, 2000).
Neurotransmiter

susunan

gastrointestinal

15

saraf

pusat

dan

traktus

Nitrogen oksida diduga berperan sebagai neurotransmiter di


susunan saraf pusat, tetapi mekanismenya masih belum jelas. Diduga
berperan dalam aktifitas neuron motorik eferen dan potensiasi jangka
panjang fungsi memori. Ditemukannya enzim NOS di hipotalamus
posterior diduga berhubungan dengan ekskresi oksitosin dan vasopresin,
sedangkan

di

hipotalamus

anterior

berkaitan

dengan

ekskresi

kortikotropin, growth hormon, dan thyroid stimulating hormon. 6 Di


intestinum, enzim NOS ditemukan pada neuron NANC pleksus Auerbach
dan pleksus misenterikus yang berperan dalam proses peristaltic (Eka,
2000).
Penghambat agregasi dan adhesi trombosit
Nitrogen oksida menghambat proses agregasi trombosit, melalui
aktifasi guanilat siklase (GC) sel trombosit. Selanjutnya c-GMP yang
terbentuk akan mengganggu fungsi trombosit dengan cara menurunkan
kadar Ca2+ sel trombosit. Sodium nitroprusid bekerja menghambat fungsi
trombosit, sedangkan nitrogliserin tidak. Sodium nitroprusida melepas NO
saat melekat pada trombosit, sedangkan nitrogliserin tidak. Selain
mencegah agregasi trombosit, NO juga mencegah adhesi trombosit.
Penghambat proliferasi sel Nitrogen oksida menghambat proliferasi sel di
bawah otot polos vaskular. Kerusakan sel endotel menyebabkan
terjadinya

hiperplasia

sel

otot

polos

vaskular,

oleh

karena

ketidakmampuan sel endotel vaskular mensintesis NO. Kelainan ini


ditemukan pada arteriosklerosis, artritis imun, dan pascatindakan baloning
angioplasty (Eka, 2000).
Nitrogen Oksida Pada Infeksi
Nitrogen oksida yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh akibat
paparan infeksi akan bersifat sitostatik pada sel dengan pH asam (sel
target, mikroorganisme patogen) (Eka, 2000).
Sintesis Nitrogen Oksida pada Infeksi
Terdapat dua sel yang berperan pada sintesis NO oleh sel
makrofag, yaitu sel makrofag itu sendiri dan sel limfosit T. Proses aktifasi
sel makrofag diawali oleh paparan komponen endotoksin bakteri pada sel
makrofag (Gambar 2.4) sehingga makrofag melepaskan tumour necrosis

16

factor (TNF). Tumour necrosis factor yang dilepaskan akan siap


mempengaruhi sel makrofag lain yang sudah teraktifasi oleh sel limfosit T.
Paparan endotoksin tersebut juga mengaktivasi sel limfosit T, untuk
melepaskan

interferon-

(IFN-).

Selanjutnya

IFN-

akan

siap

mengaktivasi sel makrofag untuk mensintesis i-NOS. Maka dimulailah


proses sintesis NO dalam sel makrofag yang teraktivasi. Sintesis ini
diawali oleh ikatan IFN- yang dilepaskan oleh sel limfosit T melalui
reseptornya di permukaan sel makrofag.7 Ikatan ini mencetus sintesis iNOS dalam sel makrofag, yang siap berperan dalam sintesis NO. Tumour
necrosis factor) yang dilepaskan oleh sel makrofag lain akan berikatan
dengan reseptornya di permukaan sel makrofag yang sudah mengandung
iNOS tadi. Ikatan ini mengaktifasi i-NOS yang sudah terbentuk, dengan
bantuan ko-faktor tetrahidrobiopterin terjadi reaksi katalisis asam amino Larginin menjadi NO dan L-citrulline. Akhirnya NO akan dilepaskan, keluar
dari sel makrofag.

Gambar 2.4
Aktifasi Sel Makrofag Sebagai Pencetus Sintesis NO (Eka, 2000).
Nitrogen oksida yang dihasilkan makrofag cenderung bersifat
sitostatik daripada sitosidal, pada kadar yang amat tinggi akan bersifat
sitosidal. Pada kadar NO tinggi akan berikatan dengan protein sel yang
mengandung ferrum heme ataupun non-heme. Enzim respirasi selular
(akonitase mitokondria, oksidoreduktase NADPH) merupakan protein
yang mengandung ferrum heme, sehingga ikatan NO dengan enzim ini
akan mengakibatkan gangguan respirasi selular. Semua itu menimbulkan
gangguan fungsi dan proliferasi sel (sitostatik). Sedangkan pada kadar
17

yang amat tinggi, NO tidak hanya berikatan dengan ferrum. Tapi akan
mencegah ferrum keluar dari sel sehingga menyebabkan kerusakan sel
(sitosidal) (Eka, 2000).
Selain makrofag, yang bisa menghasilkan NO sitotoksik akibat
paparan infeksi ialah sel neutrofil, astrosit dan mikroglial, kondrosit, sel
Kupffer, dan hepatosit. Sel otot polos vaskular juga dapat menghasilkan
NO dalam jumlah besar, selain oleh sel endotelnya. Ditemukan aktifitas iNOS dalam sel otot jantung pasien, karena itu diduga sel otot jantung juga
dapat menghasilkan NO (Eka, 2000).
2.3 Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik dengan Nitrogen Oksida
(NO)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terapi HBO memiliki efek
antiinflamasi dan immunosupresif karena terapi HBO mempengaruhi
pelepasan

berbagai

mediator

inflamasi

biologis

seperti

sitokin,

prostaglandin (PG), dan nitric oxyde (NO) (Al-Waili and Butler, 2006).

Gambar 2.5
Mediator dari proses biologi terhadap trauma (Al-Waili and Butler, 2006).

18

Gambar 2.6
Interaksi antara sitokin, prostaglandin, dan NO & efek oksigen hiperbarik
terhadap masing-masing substansi (Al-Waili and Butler, 2006)
Salah satu penelitian yang meneliti hubungan antara oksigen
hiperbarik dengan Nitrogen Oksida dilakukan oleh Chen tahun 2006 yang
meneliti efek dari pemberian terapi oksigen hiperbarik jangka pendek
terhadap sitokin, NO dan IGF pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu sukarelawan yang sehat dan
yang dengan DM tipe 2. Keduanya sama-sama diberikan terapi oksigen
hiperbarik 2,5 ATA selama 90 menit selama 3 hari berturut-turut. Hasil
yang

didapatkan

terapi

oksigen

hiperbarik

jangka

pendek

tidak

mempengaruhi secara signifikan kadar NO dalam sirkulasi (Chen, 2006).


Penelitian lainnya dilakukan oleh Joseph Boykin tahun 2007,
penelitian ini mengevaluasi 6 pasien dengan luka kronis yang diberikan
terapi oksigen hiperbarik sebanyak 20 kali, pada tekanan 2.0 ATA selama
90 menit. Sampel cairan luka dan sampel plasma puasa diambil untuk
pengukuran kadar nitrat dan nitrit (NOx). Hasilnya adalah adanya
peningkatan secara signifikan kadar NO pada daerah luka (dengan
pengukuran NOx) setelah diterapi oksigen hiperbarik dan menyimpulkan
bahwa mekanisme ini mungkin merupakan faktor penting dalam
19

mempercepat proses penyembuhan luka dan penutupan luka melalui


terapi ini (Boykin, 2007).
Hasil yang serupa juga ditunjukkan melalui penelitian Yusuke
Ohgami tahun 2008. Terapi oksigen hiperbarik dilaporkan bermanfaat
untuk transien iskemia otak. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh terapi
oksigen hiperbarik terhadap metabolit dari NO pada otak dan medulla
spinalis tikus. Pembagian kelompok tikusnya terdiri dari yang mendapat
paparan room air (RA),

normobaric air (NBA), normobaric oxygen

(NBO2), hyperbaric air (HBA) or HBO2, pada 2 kondisi terakhir diberikan


pada tekanan 2,5 ATA selama 60 menit.

Hasilnya adalah kombinasi

oksigen dan tekanan ( yaitu terapi oksigen hiperbarik) secara keseluruhan


menunjukkan peningkatan kadar NOx jaringan. Berdasarkan penemuan
ini, dapat disimpulkan bahwa HBO dapat meningkatkan fungsi NO di
corpus striatum, brainstem, serebelum dan medulla spinalis (Ohgami,
2008).
Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terapi oksigen
hiperbarik cenderung meningkatkan kadar NO pada jaringan baik yang
mengalami infeksi maupun yang mengalami iskemi, walaupun ada pula
penelitian yang menyatakan terapi oksigen hiperbarik tidak terlalu
berpengaruh terhadap kadar NO pada pasien dengan DM tipe 2.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. AL-Waili. S Noori.2006.Crhonic Wound Treatment and
Hyperbaric Medicine Center.New York.
2. Boikin, Joseph V. 2007. Hyperbaric oxygen therapy Mediate
increased Nitric Oxide Productin Assosiated With Wound
Healing. Virginia. NIH Public acces.
3. Chen- Shin-Jen, et Al.2006. Effect of Hyperbaric Oxigen
Treatment On Circulating Interleukin 8, Nitrite Oxide and
Insulin Like Growth Factors In Patients with tipe 2 Diabetes
Melitus.Chang-Jhung Cristian University.Taiwan.
4. Gunawijaya Eka.2000. Sari pediatri Volume 2. Denpasar
Lab. SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
5. Harle, Chatrine.2007.Nitric Oxide.Wound care Canada.
6. Ogami, Yusuke. 2007. The Effect of HBO on Regional Brain
and spinal Cord Level OF Nitric Oxide metabolites in Rat.
Washington, Elsevier.
7. Sahni,T.2003. Hyperbaric Oxygen Therapy: Current trends
and application.New Delhi.
8. Thom, Stephen R .2011. Hyperbaric Oxygen its mecanism
and efficacy.Philadhelpia NIH.

21

Anda mungkin juga menyukai