RUBRIK HIPERBARIK
DISUSUN OLEH :
1. Maria Listya ( 20190710006 )
2. Rezon Shanahan ( 20190710010 )
3. Feline Monica ( 20190710018 )
4. Erza Nandia ( 20190710035 )
5. Faradila A’izza Nabila Nuro ( 20190710052 )
6. Muhammad Ridwan F. ( 20190710057 )
7. Muhammad Alvin Alfarisi ( 20190710064 )
8. Denadia Rouselabertha W. ( 20190710066 )
9. Fatimah Hanin ( 20190710077 )
10. Rahmadiah Amihani ( 20190710088 )
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, makalah rubrik
mata kuliah Hiperbarik Oksigen mengenai topik Peran Terapi Oksigen Hiperbarik Sebagai
Antimikroba ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Kami mengucapkan terima kasih kepada:
Kami berharap makalah ini dapat memberi informasi yang berguna bagi seluruh pihak yang
membaca dan membutuhkan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan pemilihan kata maupun
penulisan dalam makalah ini dan kami menerima kritik serta saran yang membangun demi
memperbaiki makalah kami ini di masa yang mendatang. Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih
atas ketersediaan Anda membaca makalah ini.
Penulis
A. PENDAHULUAN
Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) merupakan terapi inhalasi oksigen murni saat berada
di dalam ruangan yang memiliki tekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer normal. Pada
kondisi tersebut tekanan oksigen pada plasma darah mengalami peningkatan, yaitu diberikan
jumlah oksigen yang telah dilarutkan dalam plasma yang mencapai dan lebih tinggi 20 kali dari
udara ruangan pada tekanan atmosfer normal. Metode pengobatan yang dilakukan pada terapi
TOHB yaitu dengan menyediakan 100% oksigen murni yang dihirup oleh pasien di ruangan
khusus dengan udara bertekanan tinggi. Tekanan udara yang meningkat pada ruangan
hiperbarik menyebabkan paru pasien menyerap lebih banyak oksigen daripada biasanya, yang
dapat membantu menyembuhkan berbagai penyakit (Rosyanti, 2019).
Pemberian antibiotika merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit
infeksi, salah satunya penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri seperti tuberculosis,
meningitis, difteri, leptospirosis, rheumatic heart disease (RHD), bakteremia, selulitis,
pneumonia, necrotizing fasciitis, dan lain-lain. Adapun manfaat penggunaan antibiotik tidak
perlu diragukan lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan segera diikuti dengan
munculnya kuman kebal antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang. Resistensi kuman
terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance merupakan masalah yang sulit diatasi
dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul sebagai akibat pemakaian antibiotik yang kurang
tepat dosis, macam dan lama pemberian sehingga kuman berubah menjadi resisten (Negara,
2014).
Sejalan waktu, terjadi perkembangan yang lebih baru dari terapi ini mampu
menyembuhkan dan memperbaiki berbagai kondisi seperti sindrom kompartemen, luka bakar,
radang dingin, penyakit dekompresi, keracunan karbon monoksida, infeksi clostridium,
meningkatkan penyembuhan luka, dan gangguan pendengaran sensorineural (Rosyanti, 2019).
Konsentrasi oksigen yang tinggi dapat meningkatkan produksi ROS, namun disisi lain TOHB
menginduksi lingkungan antioksidan dalam plasma dengan meningkatkan aktivitas katalase
plasma. Peningkatan kadar ROS dapat memediasi ekspresi dari molekul molekul kunci pada
inflamasi, resolusi dan perbaikan luka. Dengan demikian, peningkatan ini dapat dianggap
sebagai mekanisme utama kerja TOHB dalam penyembuhan luka (Sumarauw, 2019).
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas lebih dalam mengenai
peranan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) sebagai antibakteri, serta mengetahui segala
peranannya untuk pengobatan berbagai penyakit dan luka.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Terapi oksigen hiperbarik adalah salah satu terapi yang digunakan dalam bidang
kedokteran dengan cara memberikan oksigen bertekanan tinggi secara terus-menerus pada
pasien di dalam ruangan khusus bertekanan udara lebih besar dari tekanan atmosfer normal.
Fungsi terapi hiperbarik untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah sehingga
dapat bekerja efektif secara farmakologis untuk memperbaiki kondisi pasien. Terapi oksigen
hiperbarik dilakukan di dalam ruang chamber dengan tekanan bervariasi 2-3 ATA yang
mempunyai efek toksisitas minimal (Brahmanta, 2021).
Regimen hiperbarik oksigen menggunakan tekanan 1,5 hingga 2,5 atm untuk durasi 30
hingga 90 menit, tergantung pada indikasi yang dapat diulang beberapa kali. Selama perawatan,
tekanan pada arteri sering melebihi 2000 mmHg dengan kadar 200-400 mmHg pada jaringan.
Tekanan yang diberikan saat berada di dalam ruangan perawatan biasanya 2 hingga 3 ATA.
Dasar dari HBO dan terapi hiperbarik lainnya salah satunya yaitu Hukum Boyle yang
menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan, dan volume gas berbanding terbalik. Bila
tekanan semakin besar maka volume akan semakin kecil. Terapi oksigen hiperbarik dapat
memperkecil ukuran atau volume gelembung gas sehingga penyumbatan pembuluh darah dapat
dihindari dengan membuang gelembung gas secara perlahan melalui pernapasan (Rosyanti,
2019).
Dalam melakukan HBO, perlu diketahui indikasi yang menyertainya. Indikasi tersebut
meliputi penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan karbon monoksida, cedera, anemia
kehilangan darah akut, abses intracranial, luka bakar termal, faciitis nekrotikans, gas
gangrene, dan kehilangan pendengaran akut (Rosyanti, 2019). Kontraindikasi yang muncul
pada terapi oksigenasi hiperbarik adalah pada kasus asma, penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), klaustrofobia, penggunaan kemoterapi pada keganasan paru, kehamilan, demam
tinggi, kejang, infeksi saluran pernafasan, dan gangguan tuba eustachius. Tetapi tentunya jika
kontraindikasi ini bisa ditatalaksana terlebih dahulu, maka terapi oksigenasi sudah bisa
dilakukan.
Fungsi TOHB sangat kompleks yaitu mengurangi ukuran gelembung gas dalam cairan
(darah) sehingga meningkatkan kapasitas pembawa oksigen darah melalui peningkatan
konsentrasi oksigen plasma menjadi sekitar 7%. Adanya bakteriostatik dan bakterisidal pada
tekanan dan oksigenasi yang lebih tinggi. Oksigen hiperbarik akan meningkatkan
neovaskularisasi arteri dan mengurangi edema jaringan, yang akan menghambat berbagai
eksotoksin seperti racun alfa dan beta yang terkait dengan infeksi nekrotikans. Pengobatan
hiperbarik akan meningkatkan difusi oksigen lebih lanjut dalam jaringan dengan jarak sekitar
empat kali jarak perfusi normal. Sehingga akan menyebabkan terjadi difusi oksigen dari
lingkungan yang kaya oksigen ke lingkungan oksigen yang buruk seperti dengan luka iskemik
(Fife, 2016).
TOHB telah digambarkan sebagai prosedur yang berguna untuk infeksi yang berbeda,
terutama pada infeksi yang dalam dan kronis seperti necrotizing fasciitis, osteomielitis, infeksi
jaringan lunak kronis, dan endokarditis infektif. Aplikasi klinis TOHB yang paling sering
adalah untuk beberapa infeksi jaringan lunak kulit dan infeksi osteomielitis yang berhubungan
dengan hipoksia, yang disebabkan oleh anaerobik dan infeksi karena bakteri resisten antibiotik.
Sifat anti-inflamasi TOHB telah menunjukkan bahwa ia mungkin memainkan peran penting
dalam mengurangi kerusakan jaringan dan perluasan infeksi.
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang terinfeksi oleh mikroorganisme terutama
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat ditemukan sendiri maupun
kombinasi dengan patogen yang lain. Diagnosis pada osteomielitis dikonfirmasi melalui
pemeriksaan histopatologi tulang dan kultur. Namun, biopsi tulang tidak dapat dilakukan pada
banyak pusat. Dalam banyak kasus, osteomielitis pada kaki khususnya, diagnosisnya
didasarkan pada hasil tes probe-to- bone yang positif dan hasil MRI (Goerger, 2016).
Karena kondisi hiperoksik yang diinduksi oleh TOHB, beberapa perubahan fisiologis
dan biokimia terjadi, yang merangsang efek antimikroba yang dapat meningkatkan atau
memperbaiki pengobatan. TOHB dapat dikatakan efektif apabila diterapkan baik sebagai terapi
primer atau komplementer sebagai pengobatan infeksi. TOHB memiliki efek bakterisidal /
bakteriostatik terhadap bakteri aerob, dan terutama anaerobik. TOHB dapat menyembuhkan
infeksi melalui tiga mekanisme utama yaitu efek bakteriostatik atau bakterisida langsung,
peningkatan efek antimikroba sistem kekebalan tubuh, dan efek aditif atau sinergis dengan agen
antimikroba tertentu.
Efek antimikroba langsung dari TOHB diyakini sebagai hasil dari pembentukan
Reactive Oxygen Species (ROS). Istilah ROS mengacu pada radikal reaktif, termasuk anion
superoksida (O2-), peroksida (O2-2), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH-), dan
hidroksil (OH-) ion yang diproduksi terus menerus sebagai metabolit alternatif dari beberapa
jalur biologis sel. Interaksi antara O2 dan isi seluler, terutama flavoenzyme respiratorik, terjadi
dalam hubungannya dengan pembentukan ROS. Dalam keadaan tertentu (dikenal sebagai stres
oksidatif), kadar ROS meningkat dalam sel karena terganggunya keseimbangan pembentukan
ROS dan degradasinya. TOHB menginduksi stres oksidatif dan menghilangkan kondisi yang
diinginkan untuk bakteri yang kekurangan jalur pertahanan antioksidan (Memar, 2019).
C. PEMBAHASAN
Terapi oksigen hiperbarik memiliki mekanisme kerja yaitu tekanan oksigen yang
melebihi 1 atm akan menyebabkan peningkatan tekanan oksigen pada jaringan, sehingga
gradien difusi oksigen ke dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat larut dalam
cairan darah secara fisika sehingga dapat dibawa ke daerah yang mengalami hipoksia.
Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstravaskuler dan ruang intrasel dengan cara
difusi dan kemudian digunakan oleh sel sehingga akan meningkatkan metabolisme enzimatik
intrasel. Meningkatnya pasokan oksigen dapat meningkatkan efek bakterisidal leukosit PMN
yang membutuhkan oksigen untuk fagositosis dan pemusnahan bakteri. Bila tekanan oksigen
menurun, efisiensi aksi bakterisidal leukosit PMN menurun secara drastis sehingga risiko
infeksi semakin tinggi (Setiadi, 2016).
Pada infeksi, radikal bebas bekerja dengan mengoksidasi protein dan lipid membran,
merusak DNA dan fungsi metabolisme bakteri. Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan
konsentrasi radikal bebas, dan karenanya sangat efektif melawan mikroorganisme anaerob
dengan mempromosikan sistem peroksidase yang bergantung pada oksigen. Sistem ini adalah
yang digunakan oleh leukosit untuk menyerang bakteri. Demikian, juga meningkatkan
transportasi oksigen antimikroba tergantung, yang memungkinkan masuknya melalui dinding
sel, dan dengan demikian memberikan kontribusi potensiasi efikasi (Korhonen, 2000).
Terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai antimikroba baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Luka yang sulit menutup termasuk diantaranya ulkus kaki diabetes,
ulkus karena insufisiensi arteri dan vena, utamanya pada daerah ekstremitas bawah (Wibowo,
2015). Terapi oksigen hiperbarik juga dapat digunakan bersamaan dengan debridemen luka,
penutupan luka, dan kontrol kadar gula darah, serta pemberian antibiotik secara tepat sasaran.
Pada pasien yang sedang mendapat terapi dapat dikontrol dengan menggunakan alat
transcutaneous oksimetri untuk pemantauan kadar oksigen dalam darah dan jaringan (Kemal
S, 2011).
Salah satu peran HBO dalam infeksi osteomielitis dilakukan dengan menekan
langsung pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme lainnya serta hiperoksigenase pada
jaringan menyebabkan peningkatan fibroblas dan proliferasi kolagen, neovaskularisasi
jaringan iskemik dan stimulasi bakteri lisis oleh leukosit. Mekanisme kerja ini menghasilkan
keefektifan HBO dalam pengobatan. Efek terapi oksigen hiperbarik didasarkan pada regulasi
gas, efek fisiologis, dan efek biokimia dari hiperoksia. HBO dianggap menjadi terapi pilihan
untuk mengobati penyakit tanpa menggunakan terapi antimikroba berkelanjutan atau bedah
(Goerger, 2016). Terapi oksigen hiperbarik mungkin membantu sebagai terapi adjuvant untuk
osteomielitis berulang kronis. Mekanisme HBO dalam pengobatan osteomielitis kronis
berlipat ganda. Tujuan utama HBO adalah untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen di
tulang yang diderita, secara karakteristik rendah kandungan oksigen pada tulang yang diderita
secara signifikan dibangkitkan dengan menghirup 100% oksigen dalam kondisi hiperbarik.
Beberapa penulis mengatakan bahwa oksigen di dalam jaringan berperan penting
dalam menurunkan faktor penyulit dari penyembuhan fraktur dan osteomielitis. Pada
pemberian kadar oksigen yang bervariasi telah terbukti terdapat perubahan pembentukan
kartilago pada jaringan tulang yang mengalami hipoksia. Oksigenasi jaringan lunak lokal
meningkat sehingga pertahanan inang terhadap infeksi ikut meningkat. Aktivitas bakterisida
neutrofil melalui radikal oksigen superoksida meningkat secara signifikan diikuti peningkatan
tekanan oksida jaringan. Kadar oksigen yang tinggi juga memiliki efek bakterisida secara
langsung dan efek bakteriostatik serta meningkatkan efikasi agen antimikroba untuk
osteomielitis seperti kombinasi vancomycin dan sefalosporin generasi 3. Terapi oksigen
hiperbarik juga meningkatkan tekanan parsial oksigen di dalam tulang, yang meningkatkan
penyembuhan melalui osteogenesis, neovaskularisasi, dan produksi kolagen (Ahmed, 2006).
Peningkatan efek antimikroba karena terapi HBO terdiri dari tiga mekanisme utama, yaitu:
a. Efek antimikroba langsung dari terapi HBO
Efek antimikroba langsung terapi oksigen hiperbarik diyakini sebagai hasil
dari pembentukan reactive oxygen species (ROS). Istilah ROS mengacu pada radikal
reaktif yaitu superioksida anion (O2−), peroksida (O22-), hidrogen peroksida (H2O2), dan
hidroksil (OH−) yang diproduksi terus menerus untuk alternatif beberapa jalur sel
biologis. Interaksi antara O2 dan sel, terutama respiratori flavoenzim, terjadi dalam
hubungan pembentukan ROS. Dalam keadaan stres oksidatif, level ROS akan
meningkat pada sel akibat ketidakseimbangan antara pembentukan ROS dan
degradasinya. HBO menginduksi stres oksidatif dan menghilangkan kondisi yang
diinginkan bakteri yang kekurangan jalur pertahanan antioksidan. Target seluler ROS
toksik adalah DNA, RNA, protein, dan lipid. ROS menginduksi aktivitas antimikroba
melalui efek dose-dependent mode. DNA adalah target utama dari sitotoksisitas
H2O2-dependent dengan merusak basa melalui pemecahan deoksiribosa. ROS atau
lipid peroksida menginduksi kerusakan fisik pada nukleotida. Selain itu, DNA untai
tunggal atau ganda juga dipecah dalam double helix.
Tingginya konsentrasi ROS akan merusak lipid secara langsung. OH- yang
rusak memicu peroksidasi lipid dan menstimulasi oksidasi fosfolipid poli tak jenuh di
dalam sel membran dan menghasilkan kerusakan fungsi. ROS dapat merusak lipid
bilayer membran sel dengan menonaktifkan reseptor dan protein membran sehingga
terjadi fluiditas sel, habisnya sitosol, dan hilangnya fungsi enzim.
Protein menjadi target ROS dengan dirusaknya gugus oksidasi sulfihidril,
reduksi disulfida, adduksi oksidatif residu asam amino dekat logam, interaksi dengan
aldehid, modifikasi gugus prostetik atau logam, ikatan silang protein, dan
penghancuran peptida.
Terapi oksigen hiperbarik dapat berperan dalam menyerap lebih banyak oksigen
daripada biasanya, yang dapat membantu menyembuhkan berbagai penyakit akibat tekanan
udara yang meningkat dalam ruangan hiperbarik. Sejalan waktu, terjadi perkembangan yang
lebih baru dari terapi ini mampu menyembuhkan dan memperbaiki berbagai kondisi seperti
sindrom kompartemen, luka bakar, radang dingin, dan gangguan pendengaran sensorineural.
Hal-hal tersebut dapat terjadi karena terapi oksigen hiperbarik ini berperan sebagai
antimikroba. Tidak hanya sebagai antimikroba, terapi oksigen hiperbarik juga memiliki peran
sebagai antitoksisitas dan antialergi.
E. DAFTAR REFERENSI
1. Almzaiel, A.J., Billington, R., Smerdon, G., dan Moody, A.J. (2013). Efek Pengobatan
Oksigen Hiperbarik pada Fungsi Antimikroba dan Apoptosis Sel HL-60 (seperti neutrofil)
yang Berbeda, Life Sci. 93 (2): 125-131.
2. Alizadeh, Naser & Bannazadeh Baghi, Hossein. (2018). Hyperbaric Oxygen Therapy:
Antimicrobial Mechanisms and Clinical Application for Infections. Biomedicine &
Pharmacotherapy. 109. 10.1016/j.biopha.2018.10.142.
3. Barrimi, M. et al. (2013). Corticothérapie prolongée et troubles anxieux et dépressifs.
Étude longitudinale sur 12mois, L'Encéphale, 39(1): 59-65. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.encep.2012.03.001.