REFERAT
TUBERKULOSIS (TB)
Disusun Oleh:
Yolandha Tannia
1102016229
Pembimbing:
dr. Rizky Drajat, Sp.P
Oleh;
Yolandha Tannia
1102016229
Presentasi Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kota Cilegon
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya,
penulis berhasil menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “TUBERKULOSIS”
Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon. Penulisan referat ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dr. Rizky Drajat, Sp.P, yang selalu membimbing dan memberi saran
selama kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam.
Dalam penulisan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi
isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun untuk memperbaiki referat ini. Penulis berharap presentasi kasus ini
dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin.
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuklei. Kemudian
masuk ke saluran nafas dan bersarang di jaringan paru hingga membentuk afek
primer. Afek primer dapat timbul dimana saja dalam paru berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari afek primer ini diikuti dengan terjadinya inflamasi pada kelenjar
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) disertai pembesaran KGB di hilus
(limfadenitis regional). Kompleks primer adalah afek primer disertai dengan
limfangitis regional.3
Epidemiologi
TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen
infeksius. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang,
1,2-1,4 juta) di antara orang dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000
kematian karena TB (rentang, 266.000-335.000) di antara orang dengan HIV
positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-11 juta) setara
dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.
2
3.6% kasus TB baru dan 17% kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB
MDR/RR.
WHO memperkirakan insiden tahun 2017 sebesar 842.000 atau 319 per
100.000 penduduk sedangkan TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per
100.000 penduduk. Kematian karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per
100.000 penduduk, dan kematian TB-HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000
penduduk.4
3
Klasifikasi
4
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
o Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
o Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
o Multi Drug resistan (TB MDR) : resistan terhadap isoniazid (H) dan
rifampisin (R) secara bersamaan
o Extensive drug resistan (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
o Resisten Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART ATAU
Pasien TB dengan hasil tes HIV positif saat didiagnosa TB
Pasien TB tanpa bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosa TB ditetapkan. 5
5
Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
6
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
7
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
8
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya
terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.6
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan dari gambaran klinis,
pemeriksaan mikrobiologi dan hasil radiologi
Anamnesis
Gejala lokal (respiratorik)
Batuk ≥ 2 minggu, hemoptisis, sesak napas dan nyeri dada
9
Gejala sistemik
Demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.7
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada pasien TB
di aukskultasi dapat ditemukan suara nafas bronkial, amforik, suara nafas
melemah di apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
atau ronki basah.5
Pemeriksaan Bakteriologi
Radiologi
Foto polos toraks PA yang biasa dilakukan. Atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-Scan.
Dicurigai lesi TB aktif: 3
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
10
- Kavitim terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau noduer
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilatera (umumnya), atau bilateral
11
Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
12
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1 :
o 2HRZE/4H3R3
o 2HRZE/4HR
o 2HRZE/6HE
Kategori 2 :
o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :
o 2HRZ/4H3R3
o 2HRZ/4HR
o 2HRZ/6HE
• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT
Anak : 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara
ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
13
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
14
3. OAT Sisipan (HRZE)
Panduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir
pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama
seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama
sebulan (28 hari).
15
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
16
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)
OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek
17
kemerahan
18
Evaluasi pengobatan
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk evaluasai
pengobatan TB paru :
a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama,
selanjutnya 2 minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan
sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan
keluhan-keluhan pasien seperti batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu
makan bertambah, berat badan meningkat.
b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA
mulai menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali
sebulan. WHO (1991) menganjurkan kontrol sputum BTA langsung
dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4 dan 6. Pemeriksaan resistensi
dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap
intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan
ulang (retreatment). Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksakan
sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Bila BTA positif pada 3 kali
pemeriksaan biakan (3 bulan), maka pasien yang sebelumnya telah
sembuh mulai kambuh lagi.
c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat
pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti
timbul kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap
batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB
parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan
gambar radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto
dada dilakukan setiap 3 bulan sekali
Komplikasi TB
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Menurut (Sudoyo, 2014) Komplikasi TB Paru dibagi atas
komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
19
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, TB
usus, Poncet's arthropathy.
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi Pasca TB),
kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor-pulmonal, amioloidosis paru,
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22