Anda di halaman 1dari 34

TELAH MENERAPKAN REGULASI TENTANG PELAKSAAN PENANGGULANGAN

TB

RUMAH SAKIT UMUM KASIH IBU


JL. MERDEKA NO.17
LHOKSEUMAWE
TAHUN 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di


dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan
meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22
negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan
dalam GlobalTuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB
dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade
terakhir ini. Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-
2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini, beban global akibat TB masih tetap
besar. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta
dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan
insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan.
Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang.

Salah satu upaya untuk menanggulangi dan memberantas masalah TB adalah dengan
strategi DOTS (directly observed treatmen shortcourse) yakni suatu strategi yang lebih
menekankan pada pengawasan langsung terhadap penderita TB baik oleh keluarga maupun
petugas TB. Focus utama program Strategi DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien.target angka penemuan dan angka kesembuhan, penatalaksanaan TB di sebagian besar
rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Short-
course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan berdasar International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC).

Dengan dibuatnya program DOTS diharapkan memberikan konstribusi yang siknifikan


terhadap upaya upaya penemuan pasien Tb, dilanjutkan dengan pengobatan yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan tercapainya tingkat kesembuhan yang diharapkan
Strategis DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu :
a. komitmen politik khususnya pendanaan yang tidak memadai.
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan mikroskopis dahak dan serta penguatan jejaring
laboratorium mikroskopis tb.
c. Pengobatan TB standar dengan PMO (Pengawas Penelan Minum obat ) dalam upaya
mengurangi resiko terjadinya MDR dan peningkatan kesembuhan penderita
d. Jaminan ketersediaan dan system pengelolaan OAT yang efektif
e. System pencatatan dan pelaporan baku untuk TB.
Untuk menjamin keberhasilan penanggulangan TB, lima komponen diatas harus
dilaksanakan secara bersama, strategi DOTS dibuktikan dengan berbagai uji coba .strategi ini

2
dapat member angka kesembuhan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan
seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, dan
menderita infeksi virus HIV/ AIDS

B. TUJUAN

1.Tujuan umum

Pedoman manajerial pelayanan tuberculosis dengan strategi DOTS di RSU KASIH IBU disusun
dengan tujuan agar dapat menibgkatkan mutu pelayanan tuberculosis di rumah sakit

2. Tujuan khusus

a. Menurunkan angka kesakitan TB


b. Menurunkan angka kematian akibat TB
c. Memutuskan rantai penularan TB
d. Mencegah terjadinya Multi Drug Resistant (MDR)

C. Sasaran
1. Semua tenaga medis yang terlibat dalam penanganan TB, termasuk dokter spesialis,
dokter umum dan perawat. Panduan ini diharapkan dapat diterapkan di layanan kesehatan
primer dan rumah sakit.
2. Semua pasien yang batuk selama 3 minggu dan berobat melalui instalasi rawat jalan
3. Menerima konsul dari DPJP pasien yang telah rawat inap ke poli DOTS
D. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Tatalaksana pasien TB
a. Penemuan tersangka TB
b. Diagnosis
c. Pengobatan
2. Manajemen program
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Pencatatan dan pelaporan
d. Pelatihan
e. Pemantauan mutu laboratorium
f. Pemantauan dan evaluasi

3. Kegiatan penunjang
Promosi

3
E. Batasan Operasional

1. Pengertian dan Faktor Risiko TB


TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
a. Cara penularan
1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

4) Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab
5) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
6) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
1) Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih
besar dari pasien TB paru dengan BTA Negatif.
2) Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang diantara
1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3) ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%
4) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.

c. Risiko menjadi sakit TB

1) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

4
2) Dengan ARTI 1% diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi

1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB

setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

3) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah


daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).

2. Strategi DOTS : pengobatan TB dengan yang distandarkan secara nasional maupun


internasional dengan menitikberatkan pada pengawasan menelan obat (PMO) oleh
keluarga.
3. Jejaring internal : jejaring yang dibuat di dalam RS yang meliputi seluruh unit
yang menangani pasien TB. Koordinasi kegiatan dilaksanakan oleh Tim DOTS RS.
Kasih Ibu

Berikut di gambarkan jejaring internal RSU KASIH IBU

JEJARING INTERNAL RUMAH SAKIT KASIH IBU

Pimpinan RS

Komite Medik

TIM DOTS

UNIT DOTS

Laboratorium

Radiologi
Poli Spesialis
Farmasi
IGD
Rekam Medik

Rawat Inap
PKMRS

Fungsi masing masing unit dalam jejaring internal RS:

5
1. Unit DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien tubekulosis di RUMAH
SAKIT KASIH IBU dan pusat informasi tentang tuberculosis. Kegiatan juga meliputi
konseling, penentuan klaifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan
PMO, follow up Hasil pengobatan dan pencatatan (lihat manajemen kasus).
2. IGD, dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien tuberculosis menegakkan
diagnosis dan mengirim ke unit DOTS RSU KASIH IBU
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam melakukan penjaringan
tersangka serta perawatan dan pengobatan
4. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostic
5. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan OAT
6. Rekam medis/petugas administrasi berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam
pencatatan dan pelaporan
7. PKMRS berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam kegiatan penyuluhan
4. Jejaring eksternal : jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, RS, Puskesmas dan
tempat pelayanan kesehatan lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
5. Klasifikasi penyakit dan tipe pasien :

a. Berdasarkan organ tubuh yang terkena : TB paru dan TB ekstra paru (menyerang
organ tubuh lain selain paru).

b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis : BTA positif dan BTA

negatif.

c. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit : berat dan ringan.


d. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
1) Baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
2) Kambuh/ relaps : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Pengobatan setelah putus (default) : pasien yang telah berobat dan putus
berobat dua bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Gagal/ failure : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindahan/ transfer in : pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan
kesehatan yang dimiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Lain-lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, termasuk
kasus kronis yaitu pasien dengan hasil BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

6. Mekanisme Rujukan Dan Pindahan

6
Prinsip: memastikan pasien tuberculosis yang dirujuk pindah akan menyelesaikan
pengobatannya dengan benar ditempat lain

Mekanis merujukan dan pindah pasien ke UPK lain (dalam satu Kab/Kota)

a. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit, maka harus dibuatkan
Kartu Pengobatan TB (TB.01) di Rumah Sakit
b. Untuk pasien yang dirujuk dari Rumah Sakit surat pengantar atau formulir TB.09 dengan
menyertakan TB.01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan)
c. Formulir TB.09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK
yang dituju
d. Rumah Sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS ) ke Koordinator tentang
pasien yang dirujuk
e. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB.09
(Iembar bagian bawah) ke UPK asal
f. Koordinator memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di UPK yg
dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS)
g. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas tuberculosis UPK yang dituju
melacaks esuai dengan alamat pasien
h. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal dan wasor tentang pasien
yang dirujuk.

BABII

KEBIJAKAN PENGENDALIAN TB

Landasan Hukum

7
1. Kebijakan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009


tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis , maka harus dilaksanakan
strategi DOTS di rumah sakit :
a. Titik berat manajemen program adalah perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi serta menjamin ketersediaan sumberdaya (dana, tenaga, sarana dan
prasarana).
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS melalui
pelatihan dan pengembangan staf di rumah sakit.
c. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan
mutu layanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.
d. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh unit pelayanan kesehatan (UPK), termasuk rumah sakit swasta.
e. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.
f. OAT untuk penanggulangan TB diberikan secara cuma-cuma (bila pasien
menghendaki beli sendiri diperbolehkan) dan dijamin ketersediaannya.
g. Ketersediaan SDM yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program-program.
h. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok
rentan TB.
i. Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.
j. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

2. Dasar Hukum
a. Undang Undang RI Nomor 44 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
b. Undang Undang RI Nomor 36 tahun 2004 tentang Kesehatan.
c. Undang Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
d. Undang Undang RI Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.
e. Peraturan pemerintah RI Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular.
f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 tentang Kesehatan
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 203/MenKes/SK/III/1999 tentang

Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

h. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem

Kesehatan Nasional.

8
i. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007 tentang
Organisasi Tata Kerja Departemen Kesehatan.
j. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009, tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).
k. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Nomor

YM.02.08/III/637/07 tentang Penatalaksanaan Tuberkulosis di Rumah Sakit.

Visi : “Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan”

Misi :

1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani


dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baiK

9
BAB III

STANDART FASILITAS

A. DENAH RUANG

Gambar 3.1 Fasilitas Poliklinik TB di RSU KASIH IBU

B. STANDAR FASILITAS

1. Ruang Klinik (konsultasi dan pemeriksaan)


a. Memenuhi persyaratan pencegahan pengendalian infeksi (PPI-TB) di rumah
sakit, dimana ruang poli DOTS TB sudah dilengkapi dengan exhaust fan diatas
lantai depan tempat tidur periksa pasien, 1 unit AC, wastafel lengkap dengan
tisu, cairan cuci tangan, dan tempat sampah, jendela kaca yang bisa dibuka
dan terkena sinar matahari serta berhubungan dengan udara luar.

b. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB, dimana ruangan poli
DOTS TB harus tersedia APD yaitu masker untuk dokter dan perawat, masker bedah
untuk pasien.

2. Ruang Pojok TB (informasi dan edukasi oleh perawat/ analis/ farmasi klinis)

a. Pada RS yang jumlah pasien TB-nya banyak dibuat Pojok TB di luar ruang klinik,
setelah bertemu dengan dokter, pasien dan keluarga bertemu dengan perawat/ analis/
10
farmasi klinis untuk mendapatkan informasi dan edukasi terkait penyakit dan
pengobatan TB.
b. Pada RS Madani , jumlah pasien TB nya tidak terlalu banyak, untuk informasi
dan edukasi dapat diberikan di dalam ruangan klinik.
3. Ruang Tunggu

Ruang tunggu pasien poli TB terpisah dengan pasien poli lain dan bukan area umum
RS, dilengkapi dengan handrub untuk cuci tangan, banner cara cuci tangan, banner
etika batuk, banner pentingnya kepatuhan minum obat/ Pengawas Menelan Obat
(PMO).
4. Ruang Pengambilan Sputum

Ruangan ini berada di area luar gedung RS, ada sirkulasi dengan udara luar, wastafel
sudah dilengkapi dengan sabun cuci tangan dan poster cuci tangan, tempat tisu dan
isinya, dan tempat sampah medis. Ruangan disediakan tempat pewarnaan sputum.
5. Pelayanan Laboratorium

a. Laboratorium di RS mempunyai fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab sbb


:

1) Fungsi : pelaksana pemeriksaan mikroskopis dahak untuk TB


2) Peran : memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam
pengobatan diperiksa dahaknya sampai diperoleh hasil
3) Tugas : mengambil dahak tersangka pasien TB untuk keperluan diagnosis
dan follow up, sampai diperoleh hasil
4) Tanggung jawab : memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalan
sesuai prosedur, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang
diperlukan
b. Pemantapan Mutu Laboratorium
1) Pemantapan Mutu Internal (PMI)
PMI adalah kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan laboratorium TB untuk
mencegah kesalahan pemeriksaan laboratorium dan mengawasi proses
pemeriksaan laboratorium agar hasil pemeriksaan tepat dan benar

Kegiatan ini harus meliputi setiap tahap pemeriksaan laboratorium yaitu tahap pra
analisis, analisis, pasca analisis, dan harus dilakukan terus menerus.
Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PMI yaitu

a) Tersedianya formulir/ buku untuk pencatatan dan pelaporan


kegiatan pemeriksaan laboratorium TB
b) Tersedianya jadwal pemeliharaan/ kalibrasi alat, audit internal,
pelatihan petugas
c) Tersedianya sediaan kontrol (positif dan negatif) dan kuman kontrol
2) Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
PME laboratorium TB dilakukan secara berjenjang, karena itu penting sekali
membentuk jejaring dan tim laboratorium yang utuh dan aktif dikelola
dengan baik. PME dalam jejaring ini harus berlangsung teratur/berkala dan

11
berkesinambungan
6. Ruang Perawatan

Penempatan pasien dengan penyakit menular/ suspek sesuai dengan buku


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, cetakan ke-3 tahun 2011 adalah:
Untuk kasus/ dugaan kasus penyakit menular melalui udara:

a. Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan


tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah
dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan
beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang
didiagnosis. Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat
tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus
ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
b. Jika memungkinkan upayakan ruangan tersebut dialiri udara
bertekanan negatif yang dimonitor dengan 6-12 pergantian udara
perjam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang
termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah
sakit.
c. Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem
penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di
dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas
angin di jendela sedemikian rupa
d. agar aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus
membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk
tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak
tabur di bawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika
diperlukan kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat
meningkatkan aliran udara.
e. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien
mengenai perlunya tindakan-tindakan pencegahan ini.
f. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
sesuai: masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus
digunakan, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun,
pelindung mata dan sarung tangan.
g. Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
h. Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika
akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau
barang-barang di dalam ruangan.

12
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola


dengan menggunakan strategi DOTS.
A. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien di RSU KASIH IBU terdiri dari penjaringan suspek.
Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan
TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat
menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
1. Strategi Penemuan:
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di pelayanan rawat jalan dan rawat inap; di
rawat jalan terutama di ruang praktek poliklinik dilakukan skrining wawancara dan
pemeriksaan fisik oleh dokter, di rawat inap dilakukan oleh tenaga medis,
tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan lainnya saat pasien di rawat.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif
dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus
diperiksa dahaknya.
2. Gejala Klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke sarana
pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.

3. Pemeriksaan Dahak Miskroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
a. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
13
b. P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana pelayanan
kesehatan.
c. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis (Mt) pada penanggulangan


TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis

b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.


c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
5. Pemeriksaan Test Resistensi

Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan
biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan
telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium
supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan
simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di
cegah.

B. Diagnosis TB

1. Diagnosis TB Paru

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja.

Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB Ekstra Paru.


14
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan
lain-lain.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan sesuai alur sebagaimana Bagan 1

Bagan 1. Bagan Alur Diagnosis TB Paru

Suspek TB Paru

Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan


medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel

3. Indikasi Pemeriksaan Foto Thoraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan


dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
15
a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis „TB paru
BTA positif. (lihat bagan alur)
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
C. Pengobatan TB
1. Dalam pengobatan TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis
sebagaimana pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jenis, sifat dan dosis OAT


Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Jenis OAT Sifat Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18)

2. Prinsip Pengobatan

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
b. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

c. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung


(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO). d. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.
3. Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
4. Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
16
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a. WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)

me- rekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :

 Kategori 1

o 2HRZE/4H3R3

o 2HRZE/4HR

o 2HRZE/6HE

 Kategori 2

o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

o 2HRZES/HRZE/5HRE

 Kategori 3

o 2HRZ/4H3R3

o 2HRZ/4HR

o 2HRZ/6HE

b. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di


Indonesia:

o Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3

o Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan
OAT Anak : 2HRZ/4HR

c. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

d. Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT. Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.

17
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.
6. Paduan OAT dan peruntukannya. a.
Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1 : 2


(HRZE)/

4(HR) sebagaimana dalam Tabel 4.2


Tabel 4.2. Dosis Panduan OAT KDT Kategori I

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama
hari RHZE (150/75/400/275) 16 minggu RH (150/150)

30 - 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 - 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
s 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3
sebagaimana dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3. Dosis Panduan OAT Kombiak Kategori I

Dosis per hari / kali


Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah

Tahap Lama Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol hari/kali

Pengobatan Pengobatan @ 300 mg @450 mg @500 mg @250 mg menelan obat


Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2

18
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

• Pasien kambuh
• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2:


2(HRZE)S/(HRZE)/

5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 4

Tabel 4.4 Dosis pansuan OAT KDT Kategori 2

Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali


Berat RHZE seminggu
Badan Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30–37 kg 2 tab 4KDT + 500 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab tambutol
mg
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab tambutol
mg
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab tambutol
mg
>71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab tambutol
1000mg

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/

5H3R3E3) sebagaimana dalam Tabel 4.5


Tabel 4.5. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2.

Tablet Etambuto Jumlah


Tahap Lama Tablet Kaplet Table Tablet Strept
Pirazi- hari/kali
Peng- Peng- Isoniasid Rifampisin namid@5 @250 @400 omisin menelan
obatan obatan mg mg injeksi obat
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 0,75gr 56
Intensif
(dosis) 1 bulan 1 1 3 3 - 28

Tahap
Lanjutan
3 kali/ 4 bulan 2 1 1 2 60

Catatan:
19
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal
untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan


menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1 ml =
250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir
pengobatan intensif masih tetap BTA positif.
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)
30 - 37 kg 2 tablet 4KDT
38 - 54 kg 3 tablet 4KDT
55 - 70 kg 4 tablet 4KDT
>71 kg 5 tablet 4KDT

Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori

1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE

Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah hari/


Pengobatan Pengobatan Isoniasid Ripamfisin Pirazinamid Etambutol kali menelan

Tahap obat

intensif
(dosis) 1 bulan 1 1 3 3 28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.

7. Tatalaksana TB Anak

Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering


terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Oleh karena itu Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional TB Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu sistem
20
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis.
Dokter anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, selanjutnya
dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau
sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT
(obat anti TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti
bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT- Scan, dan lain lainnya.
Sistem skor (scoring system) dan pemeriksaan penunjang sebagaimana dalam Tabel
4.8

Tabel 4.8. Sistem pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB

Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Laporan BTA positif
jelas keluarga,
BTA negatif atau
tidak tahu, BTA
tidak jelas

Uji tuberkulin Negatif Positif (> 10


mm,
atau > 5 mm
Berat badan/ Bawah Klinis gizi pada
keadaan garis buruk
Demam tanpa sebab >2 minggu
Jelas
Batuk * >3 minggu
Pembesaran >1 cm, jumlah
kelenjar >1, tidak nyeri
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkaka
Foto toraks
panggul, lutut, Normal Kesan
n TB
/
Jumlah

Catatan :

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik


lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
3. Jika dijumpai skrofuloderma** (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis TB.
4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.
21
5. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari

setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.


7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13)
8. Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka
perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti
bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang
dan sendi, funduskopi, CT- Scan, dan lain lainnya.

* Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
seperti asma, sinusitis, refluks gastroesofageal dan lainnya.
** Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi TB, diawali oleh suatu
limfadenitis atau osteomielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di
atasnya, kemudian pecah, dan membentuk sinus di permukaan kulit. Skrofuloderma
ditandai oleh massa yang padat atau fluktuatif, sinus yang mengeluarkan cairan,
ulkus dengan dasar bergranulasi dan tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks
yang menyerupai jembatan. Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi dapat
juga dijumpai di ekstremitas atau trunkus.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah
ini: Tanda bahaya:
1. Kejang, kaku kuduk

2. Penurunan kesadaran

3. Kegawatan lain, misalnya sesak napas

4. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura


5. Gibbus, koksitis
Bagan 2. Alur tatalaksana pasien TB anak pada sarana pelayanan kesehatan
dasar

22
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan
klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, maka pengobatan dihentikan.
OAT Kategori Anak
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu

6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak :
2(RHZ)/4(RH)

sebagaimana dalam Tabel 4.9


Tabel 4.9. Dosis OAT KDT anak

Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150) 4 bulan tiap hari RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Sumber data: IDAI Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak pada
anak: 2RHZ/4RH

sebagaimana dalam Tabel 4.10


Tabel 4.10. Dosis OAT Kombipak anak

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 - 19 kg BB 20 - 32 kg


Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Keterangan:
1. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

2. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak pada anak: 2RHZ/4RH

sebagaimana dalam Tabel 4.10


Tabel 4.10. Dosis OAT Kombipak anak

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 - 19 kg BB 20 - 32 kg


Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

23
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Keterangan:
1. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

2. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
Dosis harian dan maksimal yang digunakan pada anak sebagaimana dalam Tabel 4.11

Tabel 4.11. Dosis Harian dan Maksimal Pada Anak

Dosis harian Dosis maksimal


Nama obat (mg/kgBB/hari) (mg per hari) Efek samping

Hepatitis, neuritis perifer,


Isoniazid 5-15* 300 hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit,

hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
Rifampisin** 10-20 600 tubuh berwarna oranye kemerahan

Toksisitas hati, artralgia,


Pirazinamid 15-30 2000 gastrointestinal

Neuritis optik, ketajaman mata

berkurang, buta warna merah-


hijau, penyempitan lapang
Etambutol 15-20 1250 pandang, hipersensitivitas,
Streptomisin 15-40 1000 gastrointestinal
Ototoksik, nefrotoksik

 * Bila isoniazid dikombinasikan dengan Rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi


10 mg/kgBB/hari.
 ** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat menganggu bioavailabilitas Rifampisin.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut
kosong

(satu jam sebelum makan).

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk


Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita
TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila
24
hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan
Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak
tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah
pengobatan pencegahan selesai.

9. Pengawas Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
a. Persyaratan PMO
1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Tugas seorang PMO


1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang


telah ditentukan.

4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai


gejala - gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke sarana
pelayanan kesehatan.
5) Tugas seorang PMO bukan untuk mengganti kewajiban pasien mengambil
obat dari sarana pelayanan kesehatan.
c. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara


pencegahannya.

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur


6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke sarana pelayanan kesehatan.
10. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB
25
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan


pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik pada TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak
dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya
positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis sebagaimana tercantum
dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

TIPE PASIEN
TB URAIAN HASIL BTA TINDAK LANJUT
Negatif Tahap lanjutan dimulai.

Dilanjutkan dengan OAT sisipan


Akhir tahap
selama 1 bulan. Jika setelah sisipan
Intensif
Positif masih tetap positif, tahap lanjutan
tetap diberikan.
Sebulan Negatif OAT dilanjutkan.
sebelum Gagal, ganti dengan OAT Kategori 2
Pasien baru BTA
akhir Positif mulai dari awal.
positif dengan
Pengobatan Negatif & minimal Sembuh.
pengobatan
Akhir satu pemeriksaan
kategori 1
Pengobatan sebelumnya negatif Gagal, ganti dengan OAT Kategori 2
(AP) Positif mulai dari awal.
Pasien baru TA Berikan pengobatan tahap lanjutan
negatif & foto sampai selesai, kemudian pasien
toraks Negatif dinyatakan Pengobatan Lengkap.
mendukung TB Akhir intensif Ganti dengan Kategori 2 mulai dari
dgn pengobatan Positif awal.
kategori 1 Teruskan pengobatan dengan tahap
Negatif lanjutan.
Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah
Akhir sisipan masih tetap positif, teruskan
Intensif pengobatan tahap lanjutan. Jika ada
Positif fasilitas, rujuk untuk uji kepekaan
obat.
26
Lanjutkan pengobatan hingga
Sebulan Negatif selesai.
sebelum Pengobatan gagal, disebut kasus
Akhir kronik, bila mungkin lakukan uji
Pasien BTA Pengobatan Positif kepekaan obat, bila tidak rujuk ke
positif dengan unit pelayanan spesialistik.
pengobatan Negatif Sembuh.

kategori 2 Akhir
Pengobatan gagal, disebut kasus
Pengobatan
kronik, jika mungkin, lakukan uji
(AP)
Positif kepekaan obat, bila tidak rujuk ke
unit pelayanan spesialistik.

Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:


 Lacak pasien
 Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan 1 Tindakan 2
Bila hasil BTA Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis
Lacak pasien negatif atau TB selesai
 Diskusikan dan Lama pengobatan Lanjutkan
cari masalah
sebelumnya kurang pengobatan sampai seluruh
Periksa 3 kali dahak
dari 5 bulan*) dosis selesai
(SPS) dan lanjutkan Bila satu atau lebih Lama pengobatan .
pengobatan sementara hasil BTA positif sebelumnya lebih
menunggu hasilnya dari 5 bulan

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)

 Periksa 3 kali dahak Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila
SPS negatif atau TB gejalanya semakin parah perlu dilakukan
 Diskusikan dan extra paru: pemeriksaan kembali (SPS dan atau biakan)
cari masalah Kategori-1 Mulai kategori-2
 Hentikan
pengobatan sambil
Bila satu atau lebih Kategori-2 Rujuk, mungkin kasus
 menunggu hasil
hasil BTA positif kronik.
 pemeriksaan

Keterangan :

27
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai
seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa
dahak.
b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan


ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan
minimal satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negatif.

BAB V

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pelaksanaan pengendalian program TB di RUMAH SAKIT KASIH IBU dengan strategi DOTS
diperlukan pemantauan dan evaluasi .dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan sumber
data yang valid dengan system pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga data yang
dikumpulkan dapat diolah, di analisis dan mudah diinterprestasikan.

28
BAB VI

PENUTUP

Pedoman manajerial pelayanan TB dengan strategi DOTS merupakan bahan rujukan bagi
pimpinan rumah sakit dalam rangka pelayanan TB. Penyusunan pedoman ini telah melibatkan
para pimpinan rumah sakit dari berbagai kelas, baik swasta maupun pemerintah, organisasi
profesi, dinas kesehatan dan perhimpunan rumah sakit. Pedoman manajerialini akan digunakan
sebagai bahan rujukan akreditasi rumah sakit.

Pihak rumah sakit dapat menerapkan pedomaninisesuai dengan kemampuan, jenis dan
kelas rumah sakit. Pemerintah daerah dapat menggunakan pedoman ini sebagai acuan untuk
29
memenuhi sumber daya rumah sakit dalam rangka mencapai standar pelayanan minimal rumah
sakit.

Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi serta kebijakan dan peraturan program pengendalian TB Nasional yang berlaku.
Keberhasilan pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit sangat bergantung pada komitmen dan
kemampuan para penyelenggara pelayanan kesehatan serta dukungan stake holder terkait untuk
dapat mencapai hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

 Strategi Nasional pengendalian Tuberkulosis 2015 kementerian kesehatan RI 2015


 Pedoman nasional pengendalian Tuberkulosis Kementrian Kesehatan RI
 Guidelines for work place, TB control activities WHO and internasional organization
 Prosedur pelacakan kasus tuberculosis pada tenaga kerja Indonesia

30
Lampiran…

STRUKTUR ORGANISASI TIM DOTS DI RUMAH SAKIT UMUM KASIH IBU

Direktur

dr. Zulfitriadi

31
Penanggung Jawab

dr. Irwandi Sp.PD


Ketua Tim TB DOTS

dr. Nina Herlina Sp.p

SEKRETARIS

Ulfa Nurhayani Am.Keb

Anggota Tim TB DOTS

1. Salina Amd.Keb

2. Putri Meilani Amd.Keb

Lampiran II

ALUR PENATALAKSANAAN PASIEN TB RAWAT JALAN


DI RUMAH SAKIT KASIH IBU

Pasien datang

Security(skerining pemberian masker)

32
Pendaftaran pasien Pendaftaran BPJS / Umum (Skrinning
Batuk untuk pemakaian masker)

Pasien Baru Pasien Kontrol TB (Pemakaian

Dokter Spesialis
TB DOT

Tidak TB TB Paru
Ekstra Paru

Apotek Pulang

Pulang \

Keterangan
a. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke Dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan
klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing-masing atau Unit DOTS
b. Setelah diagnosis tuberculosis ditegakkan pasien dikirim ke Unit DOTS untuk registrasi
(bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit tersebut) ,penentuan PMO,
penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian Kartu Pengobatan Tuberkulosis (T8-01).
Bila pasien tidak menggunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan di
Poliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan ke Unit DOTS .

Lampiran III

ALUR PENATALAKSANAAN PASIEN TB RAWAT INAP


DI RUMAH SAKIT UMUM KASIH IBU

Pasien

UGD (Iunit GAWAT DARURAT)


33
Bukan TB TB

Ruang Rawat Inap Ruang Rawat Inap


ISOLASI

PBJ
PBJ

TB DOTS

a. Bila ada pasien tuberculosis yang dirawat inap ,petugas rawat inap menghubungi unit
DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan pengobatan dirumah sakit
tersebut). Paket OAT dapat diambil di Unit DOTS
b. Pasien tuberculosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari Rumah Sakit harus melalui
Unit DOTS untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.

34

Anda mungkin juga menyukai