LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR
NOMOR : 001/PER-DIR/RS/IX/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mutlak dibutuhkan oleh segenap lapisan masyarakat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan baik
individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu.
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang
memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di
Pada tahun 2020 penyakit tuberkulosis paru di Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah India (WHO, 2021). Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2016, Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan,
insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 10,4 juta
kasus baru (insidensi) tuberkulosis di seluruh dunia, diantaranya 6,2 juta laki - laki, 3,2 juta wanita dan 1 juta adalah anak-anak. Sementara jumlah total kasus
tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia pada tahun 2021 yaitu 385.295 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2021).
Strategi nasional pengendalian TB terobosan diarahkan kepada tujuan tercapainya akses universal layanan berkualitas untuk menjamin agar semua kasus TB
yang ditemukan dapat di diagnosa dan diobati dengan benar, patuh dan tuntas berobat serta terjamin kesembuhannya. Permasalahan yang dihadapi adalah belum
semua kasus yang ditemukan terutama di RS swasta dan dokter praktek swasta yang terpantau oleh pemerintah. Kendala lainnya adalah belum semua pasien TB
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai
salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi
cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS dapat menghemat biaya program
DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek, yang kalau kita jabarkan pengertian DOTS dapat
dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus
dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus di depan
seorang pengawas. Selain itu tentunya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang
cukup. Kemudian, setiap penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya,
harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan.
Peraturan Direktur Utama tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 1
Upaya perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam mengendalikan TBC. Hasil monitoring dan evaluasi yang
dilakukan oleh program nasional TB pada tahun 2005 menyebutkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka
keberhasilan pengobatan masih rendah. Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita TB tetap menjadi hambatan untuk mencapai angka
kesembuhan yang tinggi. Tingginya angka putus obat mengakibatkan tingginya kasus resistensi kuman terhadap OAT (obat anti TBC) yang membutuhkan biaya
Agar pelayanan TB DOTS dapat diselenggarakan sesuai standar dan memenuhi kebutuhan pasien, maka perlu disusun pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
B. Ruang Lingkup
1. Tata laksana pelayanan TB dengan strategi DOTS di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dengan cara Promosi Kesehatan, Surveilans TB,
Pengendalian faktor resiko, Penemuan pasien dan penanganan kasus TB, Pemberian kekebalan, Pemberian obat dan pencegahan.
8. Penutup.
C. Definisi Operasional
1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan
organ lainnya.
2. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan
preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan,
kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan/atau masyarakat.
2. Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.
3. Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara
4. Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB.
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memiliki ruang khusus untuk Klinik DOTS. Suasana dalam ruangan DOTS dibuat sedemikian rupa sehingga
tenang dan kondusif dalam menyampaikan informasi dan promosi kesehatan bagi pasien.
1. Gambar Denah
2) Kebersihan : Cat dan lantai berwarna terang dan sehingga kotoran terlihat dengan mudah. Ruangan bersih bebas dari debu dan
kotoran sampah atau limbah rumah sakit. Hal ini berlaku pula untuk mebel, perlengkapan, instrumen, pintu, jendela, steker listrik,
dan langit-langit.
3) Pencahayaan : listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh.
4) Ventilasi : Ruangan diberikan kipas angin dilengkapi dengan exhaust fan yang mengarah keluar.
5) Pencucian tangan : Wastafel dilengkapi dengan dispenser sabun, serta tisu untuk mengeringkan tangan.
6) Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB ( Klinik TB-DOTS ) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan TB di Rumah Sakit
meliputi kegiatan diagnostik, pengobatan, pencatatan dan pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal dan eksternal DOTS
7) Ruangan tersebut memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis ( PPI-TB ) di rumah sakit.
9) Tersedia ruangan atau sarana bagi penyelenggaraan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) terhadap pasien TB dan keluarga.
Rancangan ventilasi alamiah di rumah sakit, perlu memperhatikan bahwa aliran harus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke area dimana
terjadi dilusi udara yang cukup dan lebih diutamakan ke arah luar gedung.
3. Ruangan dimana dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol berisi patogen potensial menular, maka ventilasi alamiah harus paling sedikit mengikuti
rekomendasi nomor 2 diatas. Bila agen infeksi ditransmisikan melalui airborne hendaknya diikuti rekomendasi nomor 2 dan 3.
4. Dengan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan diletakkan pada tempat yang
tepat. Kipas angin yang dipasang pada langit-langit (ceiling fan) tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan
udara ke arah tertentu, hal ini dapat berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari petugas kesehatan ke arah pasien. Jika didalam ruangan
masih ada orang diharuskan kipas angin selalu menyala ( menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan).
5. Standar Peralatan Di
Alat keperawatan di
1. Meja 1
4. Lemari Arsip 0
5. Box X-Ray 0
6 Stetoskop 1
7 Tensimeter 1
8 Timbangan Badan 1
12 Alat Gds 0
13 Termometer 1
Ruang TB DOTS memiliki fasilitas ruang pelayanan, ruang berdahak dan laboratorium mini TB untuk pemeriksaan sampel dahak. Fasilitas yang cukup
harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB.
2. Ruang pengambilan sampel untuk pasien TB dilakukan di pojok Dahak di Klinik TB DOTS untuk pasien rawat jalan, sedangkan untuk pasien rawat
inap dilakukan di ruang perawatan pasien (isolasi), tidak boleh dilakukan di kamar mandi pasien.
3. Penyiapan
4. Penyiapan preparat/alat untuk pemeriksaan disiapkan sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan dan petugas menggunakan APD untuk
5. Pemeriksaan
a. Ruang kerja di tata dengan baik sehingga memaksimalkan kinerja dan Ventilasi laboratorium pemeriksaan TB harus mempunyai sistem
pengaturan aliran udara sehingga tercipta area bersih dan area kotor. Luas ventilasi = 1/3x Luas lantai.
1) Tersedianya tempat penyimpanan logistik yang sesuai standar. penyimpanan logistik harus sesuai prinsip First Expired Out
( FEFO )
2) Verifikasi
Ketentuan Ruang Pojok dahak ( Sputum Booth) adalah meliputi hal berikut :
3. Setelah dipakai pasien, ruangan harus dibiarkan kosong sampai diperkirakan udara sudah bersih sebelum pasien berikutnya diperbolehkan masuk.
5. Terdapat fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun di area pojok dahak.
Jika sarana dan sumber daya terbatas, pasien diminta mengumpulkan sputum diluar gedung. Ditempat terbuka, bebas lalu lintas manusia, jauh dari orang
yang menemani atau orang lain, jendela atau aliran udara masuk.
Instalasi rawat inap harus memiliki ruang khusus isolasi untuk pasien TB, kamar terpisah jarak >1m dengan fasilitas 1 ruangan terdiri dari maksimal 3 bed
a. Pencahayaan
Ruangan mengoptimalkan pencahayaan alami, Untuk pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 200 lux untuk penerangan, dan 50
Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan, yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke
tekanan rendah.
Udara di Ruang Isolasi TB mesti negatif yang dicapai dengan cara menyedot udara dari dalam kamar perawatan pasien dan dibuang ke
d. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan pembersihannya.
l. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai desinfektan
Ruang isolasi bagi pasien TB DOTS di design dengan Tekanan Negatif (Class N), Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih
rendah dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh
udara dari ruang isolasi. tujuan dari design ini adalah untuk menghilangkan penyebaran kontaminan menular dan patogen ke lingkungan sekitarnya melalui
2. Penyaringan udara untuk ventilasi pada ruang isolasi menggunakan HEPA Filter.
5. Pembuangan udara kotor tidak boleh membahayakan bagi orang-orang luar atau staf Rumah Sakit.
6. Saluran exhaust udara harus independen dari sistem umum pembuangan udara gedung untuk mengurangi resiko kontaminasi dari masuk kembali
keruangan.
7. Menjaga langit-langit eternit yang halus dan bebas dari celah kebocoran di dinding atas dan bawah langit-langit.
8. Menyediakan tempat mencuci tangan di ruang depan dan termasuk perlindungan pernapasan (masker) untuk orang-orang yang memasuki kamar isolasi.
9. Untuk Pasien Rawat Inap Jika terdiagnosa TB MDR ruang perawatan isolasi hanya diisi pasien tersebut, apabila ruangan tersebut terdapat pasien dengan
TB, dan tidak ada ruangan perawatan isolasi yang memenuhi standar maka dilakukan sistem rujukan sesuai standar yang ada di RSU Fastabiq Sehat PKU
Muhammadiyah.
Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memiliki standar fasilitas ruang isolasi yang sebagaimana mestinya untuk tempat
pasien datang dengan indikasi atau ter skrining TB, sehingga pasien tersebut harus di masukkan ke ruang isolasi IGD untuk sementara selama pasien masih
Ruang isolasi di IGD dibuat dengan design Class N atau dengan tekanan Negatif karena kemungkinan besar terjadi kontaminan udara. Udara exhaust dari
ruangan isolasi IGD secara langsung dibuang ke luar atau melalui udara filter dengan efisiensi yang tinggi.
1. Logistik OAT
b. Paket OAT
1) Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1, dan Kategori 1 Dosis Harian.
2) Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori anak, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis. Kombipak ini
c. Menghitung Sisa Stok Yang Masih Dapat Dipakai Dengan Ketentuan Sebagai Berikut :\
1) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan
sebagai stock.
2) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan
sebagai stock.
3) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan
sebagai stok.
Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi dan mengurangi
A. Promosi Kesehatan
1. Secara Internal
a. Promosi kesehatan dilakukan di dalam RSIA PKU Muhammadiyah terutama di bagian klinik DOTS, alat peraga atau media komunikasi yang
digunakan untuk promosi kesehatan penanggulangan TB berupa benda asli seperti obat TB, pot sediaan dahak, masker, bisa juga merupakan tiruan
dengan ukuran dan bentuk hampir menyerupai yang asli, selain itu dengan menggunakan gambar/media seperti poster, leaflet, banner. Sasaran
ditujukan kepada Pasien yang sedang periksa maupun kontrol di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dan individu sehat atau keluarga
Sosialisasi bertujuan untuk memberikan wawasan kepada SDM/karyawan Rumah sakit agar dalam memberikan pelayanan lebih baik dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sasaran utama kegiatan ini adalah seluruh karyawan Rumah sakit yang berhubungan dengan pasien.
1) Membuat undangan sosialisasi penanggulangan TB ke semua unit yang terkait (Bagian Pendaftaran, Instalasi Farmasi, Instalasi
Laboratorium, Instalasi Rekam Medis, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap ).
2) Membuat surat permohonan pembicara materi yang akan disampaikan terutama kepada dokter Spesialis paru atau dokter spesialis dalam.
3) Menjadwalkan sosialisasi.
6) Penyuluh / penyajian materi disampaikan oleh dokter/perawat dengan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Secara Eksternal
Pemberian Informasi Dengan Cara Penyuluhan Kepada Masyarakat Sekitar. penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat sekitar dapat
b. Memberikan penyuluhan penanggulangan tuberkulosis di Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah, ke desa / kelurahan, kader,
kadus, camat, camat yang di tembuskan ke faskes tingkat 1 atau di Fasyankes yang dijangkau oleh masyarakat.
f. Penyuluh / penyajian materi disampaikan oleh dokter/perawat dengan bahasa yang mudah dimengerti.
g. Tanya jawab.
B. Surveilans TB
Surveilans TB merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan TB.
Data untuk program penanggulangan TB diperoleh dari sistem pencatatan dan pelaporan TB yang menggunakan formulir baku secara manual yang
didukung dengan sistem informasi secara elektronik atau web. Pencatatan dan Pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi masing- masing tingkatan
9) Register laboratorium TB untuk laboratorium faskes mikroskopis dan tes cepat (TB.04).
10) Register Laboratorium TB untuk Rujukan tes cepat, biakan dan uji kepekaan (TB. 04 Rujukan).
11) Formulir Triwulan Uji silang sediaan TB fasilitas Kesehatan Mikroskopis (TB.12 faskes).
12) Laporan pengembangan ketenagaan program penanggulangan Tb fasilitas kesehatan (TB. 14 faskes).
Notifikasi wajib pelaporan dan pencatatan pasien TBC di Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh disampaikan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat melalui aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk mempermudah pengelolaan data
Sistem pengiriman data dikembangkan dengan mengikuti perkembangan teknologi, dimana data kasus pasien TBC dimasukan melalui web
SITB dan seluruh data akan disimpan dalam bentuk database di server pusdatin dan data tetap dikelola oleh subdit TB Kemenkes, maka
diperlukan adanya kegiatan pertemuan atau workshop pengembangan sistem informasi TB (Sistem Informasi Tuberkulosis) bagi Rumah Sakit
Umum PKU Muhammadiyah terutama ditujukan kepada Tim TB DOTS. Dinas kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengawasi dan
Pengendalian faktor risiko TBC Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh bertujuan untuk mencegah, mengurangi sampai dengan
b. Pencegahan bagi populasi rentan yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir.
c. pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis selama 6 bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah lima tahun yang kontak erat dengan pasien
tuberkulosis aktif, dan pada ODHA yang tidak terdapat TBC sesuai dengan dosis yang dibutuhkan diulang setiap 3 tahun.
Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh harus menerapkan PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan
pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.
1) Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.
2) Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB.
3) Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB, yaitu tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan.
5) Melakukan kajian di unit terkait penularan TB (Bagian Pendaftaran, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi
Pengendalian secara administratif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pajanan kuman M.tuberculosis kepada
petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan sekitarnya dengan menyediakan, menyebarluaskan dan memantau pelaksanaan
Dengan cara :
a) Petugas Pendaftaran mulai mendaftarkan pasien ke Klinik yang dituju (pasien menyerahkan surat pengantar rujukan dari faskes 1
b) Pendaftaran menyerahkan Berkas pendaftaran ke Klinik yang dituju / oleh Perawat yang bertugas di Klinik rawat jalan.
c) Perawat KLinik Rawat Jalan mengidentifikasi pasien dengan mencocokan stiker yang ada direkam medis serta mengidentifikasi
e) Perawat melakukan anamnesa dan skrining tanda dan gejala suspek TB kepada pasien.
f) jika saat pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang mengarah ke diagnosa TB, dokter menjelaskan dan mengarahkan kepada
pasien untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya (konsul Spesialis Paru) jika bukan pasien Klinik Paru atau bisa langsung
g) Bila dilakukan pemeriksaan Laboratorium (bakteriologis) atau Foto paru positif terdiagnosa TB, maka untuk kontrol selanjutnya
di formulir pemeriksaan diberi stempel TOSS warna merah di status Rekam Medis pasien dengan diagnosis TB.
h) Jika pasien kontrol ke klinik TB DOTS, Petugas klinik TB DOTS memeriksa pemberkasan pasien, pasien dengan stempel TOSS
Petugas harus mampu memberi pendidikan yang adekuat mengenai pentingnya menjalankan etika batuk kepada pasien untuk mengurangi
penularan. Pasien yang batuk diinstruksikan untuk memalingkan kepala dan menutup mulut/ hidup dengan tisu pada saat tidak memakai
masker. Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan pangkal lengan, tetapi jika pasien. Sesudah batuk, tangan
dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang khusus disediakan (kantong kuning/infeksius), jika pasien memakai masker,
2) Penyediaan tisu dan masker bedah terutama di klinik TB DOTS, tempat pembuangan tisu, masker bedah serta pembuangan dahak yang
3) Pemasangan poster, spanduk dan bahan KIE diletakkan di tempat yang terjangkau oleh pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung
rumah sakit.
4) Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dengan cara :
a) Bersifat rahasia, skrining dilakukan pada saat mulai bertugas dan diulangi setiap tahun.
b) Bila di antara periode 2 skrining ada keluhan dari petugas, maka harus segera dibawa ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan.
c) Buat perjanjian untuk melakukan skrining petugas setiap tahunnya dengan menggunakan formulir sama.
d) Buat pencatatan pelaporan skrining tentang siapa yang melakukan dan tidak.
g) Atasan membuat rencana tindak lanjut penatalaksanaan bagi staf berdasarkan kondisi dan hasil pemeriksaan, dan bekerjasama dengan
h) Informasikan pada manajemen atau tim PPI TB setiap kuartal hasil skrining dan jumlah yang positif.
1. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat
menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang
a. Strategi Penemuan :
1) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan terduga pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
2) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang TCM positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
2. Diagnosis TB
a. Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB Paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pendiagnosaan dan pengobatan TB dalam perubahan alur diagnosis yang
terbaru, alat diagnosis utama yang digunakan untuk penemuan kuman TB yaitu melalui pemeriksaan dahak Tes Cepat Molekuler (TCM).
1) Pemeriksaan laboratorium
2) Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
a) Pemeriksaan TCM
Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik riwayat pengobatan
TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan pada semua golongan umur termasuk pada
ODHA.
pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk terduga TBC ekstra paru
yaitu dari cairan serebrospinal, kelenjar limfe dan jaringan). Seluruh pasien terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang saat ini belum, mempunyai alat TCM
Untuk pengiriman sampel TCM ke RSUD Kota Tangerang yang mana dalam pengiriman menggunakan kurir ___________.
Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak yaitu Sewaktu-Sewaktu, Sewaktu-Pagi maupun Pagi-sewaktu, dengan jarak 1 jam dari pengambilan dahak
pertama ke pengambilan dahak kedua. Standar kualitas dahak yang digunakan adalah dahak dengan volume 3-5 ml dan mukopurulen. TCM merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 1 (dua) dahak
yaitu Sewaktu-Pagi maupun Pagi-sewaktu. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan pada :
i.Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus
memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi).
ii.Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga
seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
Pelaksanaan Pengumpulan Contoh Uji Dahak Sewaktu-Pagi (S,P) / Pagi-Siang (P,S), Sewaktu-Sewaktu (S,S) :
(1) S (sewaktu)dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, terduga dibekali sebuah pot dahak untuk
(2) P (Pagi) dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas
Kesehatan.
(3) S (sewaktu)dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali atau pagi hari.
(4) S (sewaktu) dahak dikumpulkan selang 1 jam setelah pengumpulan dahak pertama, lalu diserahkan kepada petugas Fasilitas Kesehatan.
Untuk Menghindari risiko penularan, pengambilan dahak dilakukan di tempat terbuka, terkena sinar matahari langsung dan jauh dari orang lain, jika keadaan tidak
memungkinkan, gunakan ruang terpisah uang ,mempunyai ventilasi yang baik dan sinar matahari langsung. Dianjurkan setelah pengunjung/pengambilan dahak, terduga
dan petugas segera mencuci tangan dengan sabun dan air. Untuk mendapatkan kualitas dahak yang baik maka perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
Petugas harus memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak untuk diagnosis maupun pemeriksaan dahak ulang. Petugas
memberi penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen. Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah kental berwarna
kuning kehijauan (mukopurulen) dengan volume 3-5 ml. Jika mutu dahak tidak memenuhi syarat (air liur), petugas harus meminta terduga untuk mengulang
iii.Apabila terduga/pasien sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
(1) Di rumah pada malam hari sebelum tidur menelan tablet gliseril guaiakolat 20mg.
(2) Di fasilitas kesehatan minum satu gelas teh manis sebelum melakukan olahraga ringan (lari-lari kecil), kemudian menarik nafas yang dalam beberapa kali,
kemudian menahan nafas beberapa saat, lalu batukkan dengan kuat untuk mengeluarkan dahak. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya Pneumothoraks
Uji resistensi dilakukan pada kasus yang dicurigai mengalami resistensi terhadap obat anti tuberkulosis, TB resisten obat (TB RO). Sampel dahak dikirim ke fasilitas
yang mempunyai alat tes cepat molekuler (TCM) dan biakan, dan dapat dilakukan di Rumah sakit Soewondo atau Rumah Sakit KSH. Pemeriksaan tes cepat molekuler
c) Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi
1) Identifikasi Terduga TB dapat dilakukan skrining Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
2) Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke FasYanKes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan faktor
risiko, seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Seperti juga pada diagnosis TB maka diagnosis TB-RO juga diawali dengan penemuan pasien terduga TB-RO. Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko
tinggi resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TB yang memiliki riwayat satu atau lebih (kriteria) di bawah ini:
3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1
bulan.
6) Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.
8) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di Lapas/Rutan, hunian padat
9) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain
Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.
3. Klasifikasi TB
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
Hasil pemeriksaan TCM terdiri dari MTB Pos Rif resisten, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate, MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).
3) Status HIV
penegakan TB. Banyak pasien TB tidak menyadari kemungkinan komoditas dengan HIV, sehingga petugas kesehatan perlu memberikan informasi tentang keterkaitan
HIV dengan TB yang dilanjutkan dengan penawaran tes, dalam penawaran tes HIV, kepada pasien TB diberikan informasi HIV dan jika pasien setuju untuk dilakukan
tes HIV selanjutnya akan dilakukan pengambilan darah, bila hasil pemeriksaan positif, dilakukan rujukan pasien TB kelayanan HIV (klinik PDP) untuk mendapatkan
dukungan psikologis dari konselor, namun bilamana pasien TB menolak untuk dilakukan tes, maka pasien TB harus menandatangani surat penolakan tes HIV.
Kondisi DM juga dihubungkan dengan peningkatan terjadinya resisten OAT. oleh karena itu, dilakukan skrining untuk pasien DM pada penderita TB :
(1)
Glukosa darah >125 mg/dl = DM.
(2)
Glukosa darah sewaktu >20 mg/dl = DM.
(3)
Hemoglobin A1c >6.5% = DM.
ii.Glukosa darah abnormal harus diulang bila penderita tidak menunjukan gejala klasik DM.
iii.Glukosa darah diulang setelah 2-4 minggu pengobatan TB atau kalau gejala klinis DM manifes ( Rifampicin dan INH dapat menyebabkan kenaikan signifikan dari
glukosa darah).
1) Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
1) Pasien dengan hasil MTB pos, Rif Resisten berdasarkan riwayat pengobatan terdiri dari:
a) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru atau tidak ada kontak erat dengan TBC RO harus dilakukan pengulangan TCM sebanyak 1 kali, dan hasil
b) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru dengan riwayat kontak erat dengan pasien TBC RO atau terduga TBC dengan riwayat pengobatan
sebelumnya dinyatakan sebagai pasien TBC Rifampisin resisten dan selanjutnya dilakukan inisiasi pengobatan RO.
c) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC ekstra paru tanpa riwayat pengobatan TBC sebelumnya sebaiknya diulang TCM sebanyak 1 kali dengan spesimen
yang berbeda. Apabila tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengulangan terkait kesulitan mendapatkan spesimen pengulangan terkait kesulitan mendapatkan spesimen
pemeriksaan paket standar uji kepekaan fenotipik. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan paduan pengobatan TBC RO yang akan menentukan paduan pengobatan
3) Pasien dengan hasil MTB pos Rif sensitif berdasarkan riwayat pengobatan terdiri dari :
a) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru akan dilakukan inisiasi pengobatan dengan OAT kategori 1.
b) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambu, gagal, loss to follow up, tidak konversi) akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan uji kepekaan terhadap INH. Inisiasi atau melanjutkan pengobatan dengan OAT kategori 1 dilakukan sambil menunggu hasl uji kepekaan terhadap INH.
Apabila hasil uji kepekaan menunjukkan INH resistensi akan diberikan panduan pengobatan TB monoresisten INH.
4) Pasien dengan hasil MTB indeterminate akan dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM sebanyak 1 kali untuk memastikan status resistensi terhadap
rifampisin. Gunakan dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml dan mukopurulen.
5) Pasien dengan hasil TCM gagal (invalid, error, no result) akan dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM untuk memastikan pasien positif atau
negatif TBC dan mengetahui status resistensi terhadap rifampisin. Gunakan sisa sampel jika masih tersedia. Pada kondisi volume sampel kurang dari 2 ml, gunakan
dahak kedua. Apabila dahak kedua tidak tersedia, kumpulkan dahak baru dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml dan mukopurulen.
6) Pasien dengan hasil MTB negatif dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks dan/ atau pemberian antibiotik spektrum luas. Pasien tersebut dapat didiagnosa
sebagai TBC klinis sesuai pertimbangan klinis. Penegakan diagnosis TBC secara klinis harus didahului dengan pemeriksaan bakteriologis sesuai dengan alur
pendiagnosaan.
1) Mono Resistant (Tb Mr) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2) Poli Resistant (TB PR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
3) Multi Drug Resistant (TB MDR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa
4) Extensive Drug Resistance (TB XDR) adalah TB MDR yang sekaligus juga Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Capreomycin dan Amikacin).
5) Resisten Rifampisin (TB RR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau metode fenotip (konvensional).
1) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
a) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan TCM positif.
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Adalah pasien yang dipindahkan dari FasYanKes yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus Lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih TCM positif
Catatan:
TB paru TCM negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
a. Untuk Pasien rawat jalan pertama kali di screening oleh petugas security untuk mengidentifikasi klinik yang dituju. kemudian diarahkan ke pendaftaran.
b. Untuk pasien yang pertama kali periksa, jika BPJS bila rujukan yang dibawa ditujukan ke klinik paru , maka pendaftaran mendaftarkan ke klinik paru, dan
langsung diarahkan ke klinik paru untuk dilakukan anamnesa, skrining dan pemeriksaan.
c. Jika keluarga pasien datang dengan membawa kartu identitas TB pasien atau klinik yang dituju itu adalah klinik TB DOTS maka pasien langsung
diarahkan masuk ke klinik TB DOTS, sedangkan keluarga diarahkan untuk langsung mendaftar.
d. Untuk pasien rawat jalan yang terdiagnosa TB jika dokter spesialis menghendaki rawat inap pasien dilanjutkan ke IGD, kemudian untuk ruang perawatan
e. Jika pasien tersebut masuk dengan keluhan yang menunjukkan suspek TB pasien dipastikan memakai masker kemudian diarahkan ke ruang isolasi di IGD.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan Penunjang Foto Thorax dan pemeriksaan TCM untuk menegakkan diagnosis.
f. Jika hasil klinis Foto thorax positif TB, untuk ruang perawatan ditempatkan di Isolasi.
g. Petugas Rawat Inap menghubungi PIC TB DOTS untuk registrasi pasien, Pelaporan dan Pencatatan Paket OAT dapat diambil di Instalasi Farmasi.
h. Pasien tuberkulosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS perawat ruangan harus memberikan surat kontrol kepada pasien / keluarga yang ditujukan
ke klinik TB untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya Rujukan (pindah) dari/ke FasYanKes lain, berkoordinasi.
5. Pengobatan TB
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
c. Prinsip Pengobatan
1)
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2)
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan
3)
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
4)
Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksud untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum mendapatkan pengobatan, pengobatan ini
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TCM positif dilakukan pemeriksaan BTA untuk follow up pengobatan menjadi negatif
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4 bulan).
1) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia :
a) OAT Kategori 1 Kombinasi Dosis Tetap (KDT): kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet.
b) OAT Kategori 1 Kombinasi Dosis Tetap (KDT) Harian : Untuk fase Intensif (RHZE:150/75/400/275 mg), tablet diberikan selama 2 bulan. Tablet RHZE
mengandung obat: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Untuk fase Lanjutan (RH: 150/75 mg), tablet diberikan selama 4 bulan. Tablet RH mengandung
c) OAT kategori 1 dosis harian, prioritas pemberian OAT ini adalah untuk pasien TBC HIV, Kasus TBC Yang diobati di Rumah Sakit, Kasus TBC dengan
hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan Rifampisin indeterminate dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan loss to follow up). Rumah Sakit Umum
Fastabiq Sehat sudah menyediakan dan menggunakan OAT kategori 1 dosis harian pada pasien dengan kriteria tersebut.
e) OAT Kombipak: Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu
(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
f) Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan
g) Untuk fase Intensif (RHZE:150/75/400/275 mg), tablet diberikan selama 2 bulan. Tablet RHZE mengandung obat: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol.
i) Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan pasien TBC. Mulai tahun 2021 program TBC tidak menyediakan OAT Kategori 2.
Akan tetapi bila stok OAT kategori 2 masih tersedia di Instalasi Farmasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maka harus dimanfaatkan sampai habis.
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
6. Tatalaksana TB Anak
a. Diagnosis TB Anak
Diagnosis TBC pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama.
Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI
telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang
lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto
penunjang TB
Catatan :
2) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
3) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung di diagnosa tuberkulosis.
4) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan.
6) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, ada evaluasi lebih lanjut. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
b) Penurunan kesadaran.
9) Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura, Gibbus, koksitis.
Keterangan :
**) Kontak TB Paru Dewasa dan kontak TB Paru anak terkontaminasi bakteriologis.
***) evaluasi respon pengobatan, jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun
gambaran radiologi tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
a)
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b)
Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c)
Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d)
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.
e)
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan TCM positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem
skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
Pada prinsipnya pasien yang terdiagnosis Covid 19 dan TB dapat diberikan terapi secara bersamaan asalkan tidak ada kontra indikasi. Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan meliputi ureum, kreatinin, SGOT, SGPT dan GDS. Jika terdapat kontraindikasi pada hasil pemeriksaan laboratorium tersebut maka obat TB sebaiknya
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO.
a. Persyaratan PMO :
1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi Penting Yang Perlu Dipahami PMO Untuk Disampaikan Kepada Pasien Dan Keluarganya:
6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke FasYanKes.
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
PENGOBATAN 1 2 3 4 5 6 7 8
(--------
2(HRZE)/4(HR)3 X (X) X X
1
tidak gagal gagal*.
konversi*.
(--------
)
pengobatan X (X) X X
1Jika pasien tidak konversi atau pasien gagal, lakukan pemeriksaan dengan tes cepat tes cepat molekuler TB, apabila hasil nya Resisten Rifampisin rujuk ke RS rujukan MDR Pasien dan lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Apabila hasil nya negatif atau Sensitif
Rifampisin melanjutkan pengobatan.
gagal* dinyatakan
gagal*
X : pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan untuk memantau hasil pengobatan.
(X) :pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA (+).
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
• Diskusikan negatif atau pada awal Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis
contoh uji dan lebih hasilnya BTA positif Total dosis • Kategori 1 :
sementara bulan
● Diskusikan dengan pasien untuk tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:
Apabila hasilnya BTA negatif atau pada awal pengobatan
mencari faktor penyebab putus berobat 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien
adalah pasien
● Periksa dahak dengan 2 sediaan contoh diminta untuk periksa kembali atau
TB ekstra paru
uji dan atau TCM TB Hentikan 2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkan pengobatan dosis yang
hasilnya Kategori 1
Apabila salah satu atau Dosis pengobatan sebelumnya Berikan pengobatan Kat. 1 mulai
resistensi
> 1 bln dari awal
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis
** Jika tersedia sarana TCM, tunggu hasil pemeriksaan dengan TCM sebelum diberikan OAT Kategori 2. Jika sarana TCM tidak memungkinkan segera dilakukan,
sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien dapat diberikan pengobatan paduan OAT kategori 2.
*** Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya TB resisten obat.
1) Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau >2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, ulangi pengobatan dari awal.
2) Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
Anak yang pernah mendapatkan pengobatan TB, apabila datang kembali dengan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut menderita TB. Evaluasi dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapatkan pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk uji tuberkulin ulang.
d. Hasil Pengobatan :
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan TCM positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada
2) Pengobatan Lengkap
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti
3) Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja dalam masa
4) Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
5) Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
7) Tidak di Evaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer out/ke kabupaten atau kota lain dimana hasil
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan
OAT dengan pengawasan ketat.Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniazid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniazid atau Rifampisin
tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan.
Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas di unit DOTS RS harus segera melakukan tindakan di bawah
ini :
1)
Menghubungi pasien langsung/PMO.
2)
Menginformasikan identitas dan segera dilakukan pelacakan.
3)
Bila proses ini menemui hambatan, harus diberitahukan ke koordinator jejaring DOTS rumah sakit.
E. Investigasi Kontak
Investigasi kontak (IK) merupakan salah upaya model pelacakan yang agresif terhadap orang-orang yang kontak erat dengan pasien TBC.Kegiatan IK
dilaksanakan pada setiap puskesmas dengan melibatkan peran kader kesehatan dan organisasi kemasyarakatan yang ada di wilayah. Kegiatan IK mempunyai fungsi
Laten Tuberkulosis (ILTB), dan memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada kontak untuk memutus rantai penularan TBC.
1. Rumah sakit tidak mempunyai wilayah kerja, serta pasien yang berkunjung di Rumah sakit dari wilayah yang berbeda beda, sehingga jika ada pasien yang
diobati di rumah sakit adalah koordinasi dengan dinas terkait dan rumah sakit melakukan rujukan pasien IK ( Investigasi Kontak)
3. IK secara pasif juga dikenal dengan contact invitation. petugas kesehatan mewancarai kasus indek untuk mengidentifikasi kontak serumah dengan
menanyakan beberapa jumlah dan usia dari yang tinggal serumah dengan kasus indeks. kontak yang sudah teridentifikasi akan diminta untuk datang ke fasilitas
kesehatan bersama dengan kasus indeks saat jdwal follow up kasus indeks berikutnya. kontak yang datang ke fasilitas kesehatan akan diperiksa gejala TB oleh petugas
kesehatan
F. Pemberian Kekebalan
Salah satu upaya pencegahan mencegah kesakitan atau sakit yang berat adalah dengan memberikan kekebalan berupa vaksinasi.
Vaksin BCG (bacille Calmette-Guerin) adalah vaksin hidup yang berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan program pengembangan
imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG bayi >2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin.
Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk
mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda.
Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosa TB TCM positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta,cairan amnion maupun hematogen.
Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB TCM positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik.
Vaksinasi tidak boleh diberikan pada bayi yang terinfeksi HIV karena meningkatkan risiko BCG diseminata. Di daerah yang endemis TB/HIV, bayi yang terlahir dari
ibu dengan HIV positif namun tidak memiliki gejala HIV boleh diberikan vaksinasi BCG.
Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi BCG. Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder, adenitis
depuratum dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama beberapa bulan.
c. Limfadenitis BCG
Limfadenitis BCG merupakan komplikasi vaksinasi BCG yang paling sering. Definisi limfadenitis BCG adalah pembengkakan kelenjar getah bening satu sisi setelah
vaksinasi BCG. Limfadenitis BCG dapat timbul 2 minggu sampai 24 bulan setelah penyuntikan vaksin BCG sering timbul 2-4 bulan setelah penyuntikan).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening sisi yang sama dengan tempat penyuntikan vaksin BCG tanpa penyebab lain.
Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi pemberian TPT. Adapun kontraindikasi pemberian TPT antara lain hepatitis akut atau kronis, neuropati
perifer (jika menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Paduan TPT untuk kelompok risiko lain sama jenisnya dengan paduan TPT untuk kontak
dengan pasien TBC SO, kecuali jika kelompok risiko lain tersebut memiliki kontak dengan pasien TBC RO maka paduan TPT yang diberikan adalah paduan TPT
Terkait dengan perubahan pemberian TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC RO, perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
rekomendasi WHO tahun 2020 bahwa pada TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC RO dapat menggunakan Levofloxacin selama 6 bulan karena manfaat
penambahan Etambutol pada TPT anak belum jelas dan dikaitkan dengan adanya peningkatan efek samping pengobatan. Saat ini Kementerian Kesehatan menyediakan
sediaan Levofloxacin 100mg dan 250mg, pilihan pemberian dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan sasaran. 2.
b. Dosis pemberian Levofloxacin disesuaikan dengan berat badan, rekomendasi dosis per hari yaitu 15-20 mg/kg/hari.
1. Anak usia dibawah 5 tahun yang kontak erat dengan pasien TB aktif selama 6 bulan
Pemberian pengobatan pencegahan dengan isoniazid (PP INH) pada anak umur dibawah 5 tahun (balita) yang mempunyai kontak dengan pasien TB tetapi tidak
b. Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau @ jam
setelah makan)
c. Lama pemberian PP INH adalah 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan), dengan catatan bila keadaan klinis anak baik. Bila dalam follow up timbul gejala
Tb, lakukan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis TB. Jika anak terbukti sakit Tb, PP INH dihentikan dan berikan OAT.
d. Obat diberikan tetap 6 bulan, walaupun kasus indeks meninggal, pindah atau BTA kasus indeks sudah menjadi negatif.
f. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap bulan, dan dapat disesuaikan dengan jadwal kontrol dari kaus indeks.
g. Pada pasien dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin B6 10 mg untuk dosis INH >200 mg/hari.
h. Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau anggota keluarga pasien.
3. Saat ini telah terdapat pilihan pengobatan pencegahan dengan Rifapentin dan Isoniazid. Sebagai catatan, obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya
pada anak berusia < 2 tahun dan anak dengan HIV AIDS dalam pengobatan ARV.
Pengobatan pencegahan dengan INH (PP INH) bertujuan untuk mencegah TB aktif pada ODHA, sehingga dapat menurunkan beban TB pada ODHA. Jika pada ODHA
tidak terbukti TB dan tidak ada kontraindikasi, maka PP INH diberikan yaitu INH diberikan dengan dosis 300 mg/hari dan B6 dengan dosis 25 mg/hari sebanyak 180
pencegahan dengan kotrimoksasol relatife aman dan harus diberikan sesuai dengan Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau unit PDP
Untuk tatalaksana rujukan pada pasien TB dilakukan pada kasus seperti TB MDR dan permintaan dari keluarga atau pasien. Adapun Rumah Sakit yang dapat dijadikan
rujukan adalah Rumah sakit daerah atau provinsi yang mempunyai fasilitas pelayanan TB lebih lengkap seperti RSUD Soewondo. Petugas kesehatan di tempat pasien
dirawat dapat menyarankan Rumah sakit dengan pertimbangan-pertimbangan tentang pengobatan dan fasilitas terkait permasalahan pasien.
1. Harus diketahui dan disetujui oleh dokter penanggung jawab/ dokter jaga ruangan, Kepala ruangan
2. Rumah sakit yang dituju harus jelas, biaya dan tempatnya tersedia, dengan dihubungi terlebih dahulu oleh petugas
3. Menyiapkan formulir rujukan TB 09 dan formulir pengobatan pasien TB 01 yang diisi lengkap tentang :
a.
Identitas pasien.
b.
Diagnosis pasien.
c.
Keadaan klinis yang ditemukan saat itu.
d.
Terapi/ tindakan yang telah/ sedang diberikan.
e.
Dokter yang merawat/ merujuk.
f.
Tanggal dan jam dilaksanakannya rujukan.
4. Mencari rujukan Rumah Sakit yang dituju melalui aplikasi SISRUTE dan Memberitahu rumah sakit yang dituju jika ada kamar tersedia bahwa pasien akan
segera dipindahkan serta alat – alat/ persiapan – persiapan yang harus diadakan bila pasien tiba di rumah sakit tersebut/ yang dituju.
7. Memeriksa kembali infus, ETT, NGT, Kateter, gelang identitas pasien dan lain – lain agar terpasang dan berfungsi dengan baik.
a. Oksigen
c. Alat Resusitasi.
9. Perawat menghubungi Ambulance Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah untuk mengantar pasien ke rumah sakit yang dituju.
B. Prosedur rujuk pasien Suspek Tb atau Kasus Tb dari rawat jalan antara lain:
2. Petugas jaga harus memastikan fasilitas kesehatan yang dituju oleh pasien tersebut jelas dan tersedia fasilitas ataupun obat-obatan.
3. petugas jaga menyiapkan formulir rujukan TB 09 dan formulir pengobatan pasien TB 01 serta formulir rujuk balik yang diisi lengkap.
4. Petugas jaga menyiapkan sisa Obat Anti Tuberkulosis yang ada di Instalasi Farmasi untuk dibawa pasien ke faskes yang dituju (jika pasien sudah mulai
pengobatan).
5. Petugas jaga menghubungi faskes yang dituju dan memberitahu petugas TB jika ada pasien yang akan pindah pengobatan.
6. Petugas jaga melakukan koordinasi kepada PIC TB untuk melakukan rujuk pasien melalui SITB.
C. Untuk rujuk balik pasien Suspek TB atau kasus TB yaitu sistem rujukan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada Puskesmas, pasien tersebut karena
pengobatan di rumah sakit dikira cukup dan dapat melanjutkan pengobatan di Puskesmas. Rujukan balik dilakukan oleh dokter penanggung jawab dengan memberikan
surat rujukan balik yang disertai keterangan dapat melanjutkan pengobatan di rumah dengan tetap melakukan pengobatan di Puskesmas dengan prosedur pada point B.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan surveilans TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dilakukan oleh Tim TB DOTS, diperlukan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar, dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis, di interpretasi,
disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid, yaitu akurat, lengkap dan tepat waktu. Data program Tuberkulosis dapat
diperoleh dari pencatatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku oleh Tim DOTS
Pelaporan kegiatan dilakukan oleh Tim DOTS dan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Setempat dengan berkala yaitu tiap sebulan sekali dengan menggunakan
Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Notifikasi wajib pasien TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat menggunakan sistem informasi TB yang baku dengan melalui Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk mempermudah pengelolaan data penyelesaian
1. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan manual TBC Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah :
TB 05
TB 06 TB.01 TB 04
Tata laksana keselamatan kerja adalah proses teknis mengenai tata cara dan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan
TB 02
dampak negatif dan merugikan bagi kesehatan pekerja, baik fisik atau psikis. Sehingga diharapkan tidak terjadinya kecelakaan kerja yang merugikan petugas selama
memberikan pelayanan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS. Hal-hal yang dilakukan untuk menjamin keselamatan kerja di area yang berhubungan
TB.09
dengan pelayanan TB DOTS. adalah sebagai berikut :
TB.10
A. Upaya Promotif
Upaya yang dilakukan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS mempromosikan atau mengajarkan kepada petugas untuk keselamatan kerja di
Register TB.03
lingkungan area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS antara lain : Kab./Kota
1. Memberikan sosialisasi terkait keselamatan kerja kepada petugas di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
Register TB.03
4. Kepala Ruang melakukan supervisi atau monitoring terkait pelaksanaan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
C. Upaya Kuratif
Upaya pengobatan apabila ada petugas mengalami kecelakaan kerja di di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS seperti :
1. Pelatihan / penyuluhan keselamatan kerja di misal pelatihan APD, pelatihan prosedur penggunaan B3, pelatihan APAR.
2. Menyediakan poster larangan makan minum, menggunakan alat kosmetik di di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
5. Upaya - upaya di atas mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
D. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif untuk karyawan dengan kasus TB Positif diperlukan untuk memastikan karyawan tersebut siap bekerja kembali tanpa risiko, sehingga karyawan
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memberikan kesempatan kepada karyawan dengan kasus TB positif untuk melakukan pengobatan dengan
memberikan cuti pengobatan sampai dengan dinyatakan sembuh, dan siap bekerja kembali.
A. Pengendalian Mutu
Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf pelaksana di lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang dilakukan setiap satu
bulan. Mutu dinilai dari penemuan kasus, angka keberhasilan, dan angka keberhasilan rujukan. Pimpinan Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah harus
melaksanakan evaluasi pelayanan dan pengendalian mutu TB. Adapun kriteria pengendalian mutu TIM TB-DOTS, sebagai berikut :
1. Ada pertemuan berkala antara pimpinan rumah sakit dan komite medik atau Tim DOTS untuk membahas, merencanakan, dan mengevaluasi pelayanan
2. Ada laporan data atau statistika serta hasil analisis pelayanan medis TB rumah sakit.
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB, digunakan beberapa indikator selain indikator mutu diatas, sebagai berikut :
1 Proporsi pasien TB paru TCM positif diantara ● Daftar supek (TB06). 1 bulan
2 Proporsi pasien TB paru TCM positif di antara ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan
7 Angka Kesalahan Laboratorium. Laporan hasil uji silang ( Umpan balik dari Dinas 1 bulan
Kesehatan ).
Adalah prosentase pasien TCM positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses
Rumus :
Angka ini sekitar 5 – 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (< 5 %) kemungkinan disebabkan :
a. Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek , atau
c. Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat, atau
1. Proporsi pasien TB paru TCM positif Diantara semua pasien TB paru tercatat /diobati.
Adalah prosentase pasien tuberculosis paru TCM positif diantara semua pasien tuberculosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien
Rumus :
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65 %. Bila angka ini jauh lebih rendah , itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan
Angka prosentase pasien TB anak ( < 15 tahun ) diantara seluruh pasien TB yang tercatat :
Rumus:
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB anak. Angka ini berkisar 15 %. Bila angka ini terlalu besar dari 15 %,
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru TCM positif yang mengalami perubahan menjadi negatif setelah menjalani masa pengobatan dan untuk
Rumus :
Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif yang konversi 100%
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru TCM positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru
Rumus :
Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif yang sembuh 100%
Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan ( baik yang sembuh
maupun pengobatan lengkap ) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat :
Rumus :
Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif (sembuh-pengobatan lengkap) 100%
Error Rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan oleh
laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang ( cross check ) oleh Balkesmas atau laboratorium rujukan lain.
Nilai error rate yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati adalah Angka kesalahan baca sediaan ( error rate ) maksimal.
Dalam menunjang Sistem Pelaporan dan Pembelajaran keselamatan pasien Rumah Sakit (SP2KP-RS) yang baik, makna klinik TB DOTS memiliki peran dalam
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan Karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien,
Suatu kejadian atau insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
4. Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Suatu kejadian atau insiden(selain dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri)yang berpotensi menyebabkan kejadian sentinel.
Setiap kejadian yang terjadi dilaporkan pada Komite Mutu dan dilakukan Investigasi Sederhana oleh Pimpinan Unit (khusus untuk kejadian sentinel maka dilakukan
RCA oleh Komite Mutu beserta Tim yang dibentuk ) guna menunjang perbaikan sistem yang diterapkan.
1. Melaporkan apabila terdapat kejadian di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
3. Investigasi sederhana dilakukan oleh pimpinan unit bila terjadi kejadian, khusus untuk kejadian sentinel dilakukan RCA.
4. Membangun budaya pembelajaran terkait kejadian yang terjadi dan agar tidak terulang lagi.
Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,menilai dan menyusun prioritas risiko dengan tujuan untuk menghilangkan
1. Identifikasi Risiko
2. Asesmen Risiko
4. Mitigasi
6. Evaluasi
1. Menciptakan budaya keselamatan pasien dan petugas di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
2. Meningkatkan akuntabilitas.
E. Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku seseorang maupun kelompok yang
menentukan komitmen serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang
berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah
pencegahan.
Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS adalah:
1. perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya
2. perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal
3. perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender.
4. pelecehan seksual.
5. perilaku menyalahkan apabila ada salah satu teman yang keliru atau tidak sesuai standar dan menganggap dirinya benar sendiri.
6. Hal-hal penting menuju budaya keselamatan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS adalah :
1. Petugas mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta
aman.
2. Lingkungan kerja mendorong petugas tidak takut mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian
nyaris cedera.
3. Kepala Unit yang ada di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien.
4. Mendorong kolaborasi antara petugas dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian masalah keselamatan pasien.
PENUTUP
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi DOTS ini disusun sebagai acuan dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pelayanan TB DOTS di
Pedoman ini akan diperbaharui jika diperlukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ditetapkan di : _________________