Anda di halaman 1dari 45

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

PKU MUHAMMADIYAH CIPONDOH


KOTA TANGERANG
Jl. Maulana Hasanudin No.63 Cipondoh Kota Tangerang. Tlp. (021) 55775013

LAMPIRAN I

PERATURAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

PKU MUHAMMADIYAH CIPONDOH

NOMOR : 001/PER-DIR/RS/IX/2023

TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS

PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mutlak dibutuhkan oleh segenap lapisan masyarakat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan baik

individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang

memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di

dunia, World Health Organization (WHO).

Pada tahun 2020 penyakit tuberkulosis paru di Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah India (WHO, 2021). Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) tahun 2016, Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan,

insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 10,4 juta

kasus baru (insidensi) tuberkulosis di seluruh dunia, diantaranya 6,2 juta laki - laki, 3,2 juta wanita dan 1 juta adalah anak-anak. Sementara jumlah total kasus

tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia pada tahun 2021 yaitu 385.295 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2021).

Strategi nasional pengendalian TB terobosan diarahkan kepada tujuan tercapainya akses universal layanan berkualitas untuk menjamin agar semua kasus TB

yang ditemukan dapat di diagnosa dan diobati dengan benar, patuh dan tuntas berobat serta terjamin kesembuhannya. Permasalahan yang dihadapi adalah belum

semua kasus yang ditemukan terutama di RS swasta dan dokter praktek swasta yang terpantau oleh pemerintah. Kendala lainnya adalah belum semua pasien TB

diobati sesuai standar internasional yang menjamin kesembuhan.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai

salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi

cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS dapat menghemat biaya program

penanggulangan TB sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek, yang kalau kita jabarkan pengertian DOTS dapat

dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus

dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus di depan

seorang pengawas. Selain itu tentunya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang

cukup. Kemudian, setiap penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya,

harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan.

Peraturan Direktur Utama tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 1
Upaya perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam mengendalikan TBC. Hasil monitoring dan evaluasi yang

dilakukan oleh program nasional TB pada tahun 2005 menyebutkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka

keberhasilan pengobatan masih rendah. Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita TB tetap menjadi hambatan untuk mencapai angka

kesembuhan yang tinggi. Tingginya angka putus obat mengakibatkan tingginya kasus resistensi kuman terhadap OAT (obat anti TBC) yang membutuhkan biaya

yang lebih besar dan bertambah lamanya pengobatan.

Agar pelayanan TB DOTS dapat diselenggarakan sesuai standar dan memenuhi kebutuhan pasien, maka perlu disusun pedoman Penanggulangan Tuberkulosis

dengan Strategi DOTS di RSU PKU Muhammadiyah.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pelayanan Penanggulangan TB DOTS meliputi :

1. Tata laksana pelayanan TB dengan strategi DOTS di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dengan cara Promosi Kesehatan, Surveilans TB,

Pengendalian faktor resiko, Penemuan pasien dan penanganan kasus TB, Pemberian kekebalan, Pemberian obat dan pencegahan.

2. Standar ruangan dan prasarana.

3. Tatalaksana pelayanan TB DOTS.

4. Tata laksana rujukan pasien TB.

5. Pencatatan dan pelaporan kegiatan TB.

6. Kesehatan dan keselamatan Kerja.

7. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

8. Penutup.

C. Definisi Operasional

1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan

organ lainnya.

2. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan

preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan,

kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif

maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan/atau masyarakat.

2. Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah

kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.

3. Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatan mereka sendiri.

4. Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 2


BAB II

STANDAR RUANGAN DAN PRASARANA

A. Standar Fasilitas Ruang Rawat Jalan TB DOTS

Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memiliki ruang khusus untuk Klinik DOTS. Suasana dalam ruangan DOTS dibuat sedemikian rupa sehingga

tenang dan kondusif dalam menyampaikan informasi dan promosi kesehatan bagi pasien.

1. Gambar Denah

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 3


2. Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB. ada

beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Umum Ruangan

1) Struktur fisik : Lantai porselen dan dinding dicat terang.

2) Kebersihan : Cat dan lantai berwarna terang dan sehingga kotoran terlihat dengan mudah. Ruangan bersih bebas dari debu dan

kotoran sampah atau limbah rumah sakit. Hal ini berlaku pula untuk mebel, perlengkapan, instrumen, pintu, jendela, steker listrik,

dan langit-langit.

3) Pencahayaan : listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh.

Pencahayaan terang dari cahaya alami atau listrik.

4) Ventilasi : Ruangan diberikan kipas angin dilengkapi dengan exhaust fan yang mengarah keluar.

5) Pencucian tangan : Wastafel dilengkapi dengan dispenser sabun, serta tisu untuk mengeringkan tangan.

6) Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB ( Klinik TB-DOTS ) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan TB di Rumah Sakit

meliputi kegiatan diagnostik, pengobatan, pencatatan dan pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal dan eksternal DOTS

7) Ruangan tersebut memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis ( PPI-TB ) di rumah sakit.

8) Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB.

9) Tersedia ruangan atau sarana bagi penyelenggaraan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) terhadap pasien TB dan keluarga.

b. Kriteria Ventilasi Ruangan

Rancangan ventilasi alamiah di rumah sakit, perlu memperhatikan bahwa aliran harus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke area dimana

terjadi dilusi udara yang cukup dan lebih diutamakan ke arah luar gedung.

3. Ruangan dimana dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol berisi patogen potensial menular, maka ventilasi alamiah harus paling sedikit mengikuti

rekomendasi nomor 2 diatas. Bila agen infeksi ditransmisikan melalui airborne hendaknya diikuti rekomendasi nomor 2 dan 3.

4. Dengan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan diletakkan pada tempat yang

tepat. Kipas angin yang dipasang pada langit-langit (ceiling fan) tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan

udara ke arah tertentu, hal ini dapat berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari petugas kesehatan ke arah pasien. Jika didalam ruangan

masih ada orang diharuskan kipas angin selalu menyala ( menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan).

Gambar 2. Aliran Udara Menggunakan Ventilasi Campuran

5. Standar Peralatan Di

Ruang Rawat Jalan TB DOTS

Alat keperawatan di

ruang pojok TB DOTS

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 4


No Nama Barang Jumlah

1. Meja 1

2. Kursi Di Dalam Ruangan 3

3. Tempat Tidur Periksa Pasien 1

4. Lemari Arsip 0

5. Box X-Ray 0

6 Stetoskop 1

7 Tensimeter 1

8 Timbangan Badan 1

9 Masker Bedah Dan N95 1 Box

10 Kursi Tunggu Pasien Di Luar Ruangan 3

11 Kipas Angin Berdiri 2

12 Alat Gds 0

13 Termometer 1

B. Standar Fasilitas Laboratorium TB DOTS

Ruang TB DOTS memiliki fasilitas ruang pelayanan, ruang berdahak dan laboratorium mini TB untuk pemeriksaan sampel dahak. Fasilitas yang cukup

harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB.

1. Ruang Pengambilan Sampel

2. Ruang pengambilan sampel untuk pasien TB dilakukan di pojok Dahak di Klinik TB DOTS untuk pasien rawat jalan, sedangkan untuk pasien rawat

inap dilakukan di ruang perawatan pasien (isolasi), tidak boleh dilakukan di kamar mandi pasien.

3. Penyiapan

4. Penyiapan preparat/alat untuk pemeriksaan disiapkan sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan dan petugas menggunakan APD untuk

menghindari kontaminasi yang mungkin terjadi saat pemeriksaan.

5. Pemeriksaan

6. Sputum di kirim ke RSUD Kota Tangerang

7. Sarana Dan Prasarana

a. Ruang kerja di tata dengan baik sehingga memaksimalkan kinerja dan Ventilasi laboratorium pemeriksaan TB harus mempunyai sistem

pengaturan aliran udara sehingga tercipta area bersih dan area kotor. Luas ventilasi = 1/3x Luas lantai.

1) Tersedianya tempat penyimpanan logistik yang sesuai standar. penyimpanan logistik harus sesuai prinsip First Expired Out

( FEFO )

2) Verifikasi

3) Verifikasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pemeriksaan laboratorium.

C. Standar Fasilitas Pojok Dahak ( Sputum Booth )

Ketentuan Ruang Pojok dahak ( Sputum Booth) adalah meliputi hal berikut :

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 5


1. Letak berada di tempat yang bebas lalu lintas orang, atau tempat dimana orang berkumpul.

2. Ventilasi dialirkan ke udara bebas.

3. Setelah dipakai pasien, ruangan harus dibiarkan kosong sampai diperkirakan udara sudah bersih sebelum pasien berikutnya diperbolehkan masuk.

4. Cahaya matahari masuk ke dalam ruangan pojok dahak.

5. Terdapat fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun di area pojok dahak.

6. Terdapat fasilitas pembuangan sampah infeksius di area pojok dahak.

Jika sarana dan sumber daya terbatas, pasien diminta mengumpulkan sputum diluar gedung. Ditempat terbuka, bebas lalu lintas manusia, jauh dari orang

yang menemani atau orang lain, jendela atau aliran udara masuk.

D. Standar Fasilitas Instalasi Instalasi Rawat Inap (Isolasi)

Instalasi rawat inap harus memiliki ruang khusus isolasi untuk pasien TB, kamar terpisah jarak >1m dengan fasilitas 1 ruangan terdiri dari maksimal 3 bed

dengan diberi pembatas/sekat semi permanen.

1. Kriteria Umum Ruangan :

a. Pencahayaan

Ruangan mengoptimalkan pencahayaan alami, Untuk pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 200 lux untuk penerangan, dan 50

lux untuk tidur.

b. Pengaturan Sirkulasi Udara

Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan, yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke

tekanan rendah.

Udara di Ruang Isolasi TB mesti negatif yang dicapai dengan cara menyedot udara dari dalam kamar perawatan pasien dan dibuang ke

area terbuka dimana tidak ada manusia di area tersebut.

c. Lingkungan harus tenang

d. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan pembersihannya.

e. Menyediakan Nurse Call yang terhubung ke pos perawat ( Nurstation).

f. Tersedianya wc dan kamar mandi.

g. Dilengkapi wastafel pada ruangan antara.

h. Kebersihan lingkungan harus dijaga.

i. Tempat sampah harus tertutup.

j. Bebas dari serangga.

k. Tempat alat linen kotor harus tertutup.

l. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai desinfektan

Ruang isolasi bagi pasien TB DOTS di design dengan Tekanan Negatif (Class N), Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih

rendah dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh

udara dari ruang isolasi. tujuan dari design ini adalah untuk menghilangkan penyebaran kontaminan menular dan patogen ke lingkungan sekitarnya melalui

jalur udara dengan cara:

1. Sistem ventilasi pada ruang isolasi menggunakan tekanan Negatif.

2. Penyaringan udara untuk ventilasi pada ruang isolasi menggunakan HEPA Filter.

3. Jarak pemasangan exhaust adalah setinggi 40 cm dari lantai.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 6


4. Resirkulasi exhaust mengacu pada Class N, harus diarahkan keluar, jauh dari udara intake udara masuk.

5. Pembuangan udara kotor tidak boleh membahayakan bagi orang-orang luar atau staf Rumah Sakit.

6. Saluran exhaust udara harus independen dari sistem umum pembuangan udara gedung untuk mengurangi resiko kontaminasi dari masuk kembali

keruangan.

7. Menjaga langit-langit eternit yang halus dan bebas dari celah kebocoran di dinding atas dan bawah langit-langit.

8. Menyediakan tempat mencuci tangan di ruang depan dan termasuk perlindungan pernapasan (masker) untuk orang-orang yang memasuki kamar isolasi.

9. Untuk Pasien Rawat Inap Jika terdiagnosa TB MDR ruang perawatan isolasi hanya diisi pasien tersebut, apabila ruangan tersebut terdapat pasien dengan

TB, dan tidak ada ruangan perawatan isolasi yang memenuhi standar maka dilakukan sistem rujukan sesuai standar yang ada di RSU Fastabiq Sehat PKU

Muhammadiyah.

E. Standar Fasilitas Instalasi Gawat Darurat (Isolasi)

Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memiliki standar fasilitas ruang isolasi yang sebagaimana mestinya untuk tempat

pasien datang dengan indikasi atau ter skrining TB, sehingga pasien tersebut harus di masukkan ke ruang isolasi IGD untuk sementara selama pasien masih

dalam penanganan dokter IGD atau masih dilakukan tindakan.

Ruang isolasi di IGD dibuat dengan design Class N atau dengan tekanan Negatif karena kemungkinan besar terjadi kontaminan udara. Udara exhaust dari

ruangan isolasi IGD secara langsung dibuang ke luar atau melalui udara filter dengan efisiensi yang tinggi.

F. Ketersediaan Logistik OAT dan Non OAT

1. Logistik OAT

b. Paket OAT

OAT Terdapat 2 Macam Jenis Dan Kemasan Yaitu :

1) Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1, dan Kategori 1 Dosis Harian.

2) Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori anak, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis. Kombipak ini

disediakan khusus untuk mengatasi efek samping KDT

c. Menghitung Sisa Stok Yang Masih Dapat Dipakai Dengan Ketentuan Sebagai Berikut :\

Kat 1 : 6 bulan dari ED

1) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan

sebagai stock.

Kat 1 Harian : 6 bulan dari ED

2) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan

sebagai stock.

Kat Anak : 6 bulan dari ED

3) OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 6 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut tidak dimasukkan

sebagai stok.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 7


BAB III

TATA LAKSANA PELAYANAN TB DENGAN STRATEGI DOTS

Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang

ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi dan mengurangi

dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.

Pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis mencakup:

A. Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan Dapat Dilakukan Secara Internal Maupun Secara Eksternal :

1. Secara Internal

a. Promosi kesehatan dilakukan di dalam RSIA PKU Muhammadiyah terutama di bagian klinik DOTS, alat peraga atau media komunikasi yang

digunakan untuk promosi kesehatan penanggulangan TB berupa benda asli seperti obat TB, pot sediaan dahak, masker, bisa juga merupakan tiruan

dengan ukuran dan bentuk hampir menyerupai yang asli, selain itu dengan menggunakan gambar/media seperti poster, leaflet, banner. Sasaran

ditujukan kepada Pasien yang sedang periksa maupun kontrol di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dan individu sehat atau keluarga

sebagai komponen dari masyarakat.

b. Mengadakan sosialisasi Internal (Untuk Petugas Kesehatan / Staf RS )

Sosialisasi bertujuan untuk memberikan wawasan kepada SDM/karyawan Rumah sakit agar dalam memberikan pelayanan lebih baik dan

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sasaran utama kegiatan ini adalah seluruh karyawan Rumah sakit yang berhubungan dengan pasien.

Adapun prosedur sosialisasi penanggulangan TB :

1) Membuat undangan sosialisasi penanggulangan TB ke semua unit yang terkait (Bagian Pendaftaran, Instalasi Farmasi, Instalasi

Laboratorium, Instalasi Rekam Medis, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap ).

2) Membuat surat permohonan pembicara materi yang akan disampaikan terutama kepada dokter Spesialis paru atau dokter spesialis dalam.

3) Menjadwalkan sosialisasi.

4) Daftar peserta yang ikut sosialisasi.

5) Menyiapkan bahan materi yang akan disampaikan.

6) Penyuluh / penyajian materi disampaikan oleh dokter/perawat dengan bahasa yang mudah dimengerti.

7) Pre test & Post test.

2. Secara Eksternal

Pemberian Informasi Dengan Cara Penyuluhan Kepada Masyarakat Sekitar. penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat sekitar dapat

bekerjasama dengan PKRS.

a. Adapun prosedur penyuluhan penanggulangan TB kepada masyarakat antara lain:

b. Memberikan penyuluhan penanggulangan tuberkulosis di Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah, ke desa / kelurahan, kader,

kadus, camat, camat yang di tembuskan ke faskes tingkat 1 atau di Fasyankes yang dijangkau oleh masyarakat.

c. Tim penyuluh menyiapkan bahan materi yang akan disampaikan.

d. Menyiapkan persiapan penyuluhan ( tempat, alat peraga/LCD, konsumsi, presensi, ATK.

e. Pembukaan, dengan menguraikan tujuan kegiatan penyuluhan;.

f. Penyuluh / penyajian materi disampaikan oleh dokter/perawat dengan bahasa yang mudah dimengerti.

g. Tanya jawab.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 8


h. Menyimpulkan hasil penyuluhan dan mengevaluasi kembali tentang materi yang sudah disampaikan.

B. Surveilans TB

Surveilans TB merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan TB.

Surveilans TB dibagi menjadi 2 jenis indikator antara lain :

1. Surveilans Berbasis Indikator

Data untuk program penanggulangan TB diperoleh dari sistem pencatatan dan pelaporan TB yang menggunakan formulir baku secara manual yang

didukung dengan sistem informasi secara elektronik atau web. Pencatatan dan Pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi masing- masing tingkatan

pelaksana sebagai berikut:

a. Formulir baku pencatatan manual antara lain :

1) Daftar register atau buku terduga TB ( TB.06).

2) Formulir Permohonan Pemeriksaan Bakteriologis TB ( TB.05).

3) Kartu pengobatan Pasien TB ( TB. 01).

4) Kartu pengobatan pencegahan TB (TB.01 P).

5) Kartu identitas Pasien TB ( TB. 02).

6) Register TB Fasilitas Kesehatan (TB.03 Faskes).

7) Formulir Rujukan / Pindah Pasien TB (TB.09).

8) Formulir Hasil Akhir Pengobatan Pasien TB pindahan (TB.10).

9) Register laboratorium TB untuk laboratorium faskes mikroskopis dan tes cepat (TB.04).

10) Register Laboratorium TB untuk Rujukan tes cepat, biakan dan uji kepekaan (TB. 04 Rujukan).

11) Formulir Triwulan Uji silang sediaan TB fasilitas Kesehatan Mikroskopis (TB.12 faskes).

12) Laporan pengembangan ketenagaan program penanggulangan Tb fasilitas kesehatan (TB. 14 faskes).

13) Pelacakan kontak anak (TB.15).

14) Register Kontak tuberkulosis (TB.16).

b. Notifikasi Wajib (Mandatory Notification)

Notifikasi wajib pelaporan dan pencatatan pasien TBC di Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh disampaikan kepada

dinas kesehatan kabupaten/kota setempat melalui aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk mempermudah pengelolaan data

penyelesaian laporan penemuan kasus.

Sistem pengiriman data dikembangkan dengan mengikuti perkembangan teknologi, dimana data kasus pasien TBC dimasukan melalui web

SITB dan seluruh data akan disimpan dalam bentuk database di server pusdatin dan data tetap dikelola oleh subdit TB Kemenkes, maka

diperlukan adanya kegiatan pertemuan atau workshop pengembangan sistem informasi TB (Sistem Informasi Tuberkulosis) bagi Rumah Sakit

Umum PKU Muhammadiyah terutama ditujukan kepada Tim TB DOTS. Dinas kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengawasi dan

membina pelaksanaan sistem notifikasi Wajib (SITB) di wilayahnya masing-masing.

C. Pengendalian Faktor Risiko

Pengendalian faktor risiko TBC Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh bertujuan untuk mencegah, mengurangi sampai dengan

mengeliminasi penularan dan kejadian penyakit TBC.

Upaya yang dilakukan adalah :

1. Pengendalian Faktor Risiko Individu

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 9


a. Membudayakan perilaku etika berbatuk dengan melakukan edukasi dan cara membuang dahak bagi pasien TB dengan cara penyuluhan.

b. Pencegahan bagi populasi rentan yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir.

c. pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis selama 6 bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah lima tahun yang kontak erat dengan pasien

tuberkulosis aktif, dan pada ODHA yang tidak terdapat TBC sesuai dengan dosis yang dibutuhkan diulang setiap 3 tahun.

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh harus menerapkan PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan

pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.

Upaya tersebut berupa penanggulangan infeksi dengan 4 pilar yaitu :

a. Pengendalian secara manajerial

1) Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.

2) Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB.

3) Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB, yaitu tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang

dibutuhkan.

4) Monitoring dan evaluasi.

5) Melakukan kajian di unit terkait penularan TB (Bagian Pendaftaran, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi

laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Radiologi).

b. Pengendalian Secara Administratif

Pengendalian secara administratif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pajanan kuman M.tuberculosis kepada

petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan sekitarnya dengan menyediakan, menyebarluaskan dan memantau pelaksanaan

prosedur baku serta alur pelayanan.

Upaya ini mencakup :

1) Strategi TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh)

Dengan cara :

a) Petugas Pendaftaran mulai mendaftarkan pasien ke Klinik yang dituju (pasien menyerahkan surat pengantar rujukan dari faskes 1

jika pasien memakai BPJS atau baru pertama periksa).

b) Pendaftaran menyerahkan Berkas pendaftaran ke Klinik yang dituju / oleh Perawat yang bertugas di Klinik rawat jalan.

c) Perawat KLinik Rawat Jalan mengidentifikasi pasien dengan mencocokan stiker yang ada direkam medis serta mengidentifikasi

klinik yang dituju.

d) Perawat Klinik Rawat Jalan melakukan pemanggilan pasien sesuai identitas.

e) Perawat melakukan anamnesa dan skrining tanda dan gejala suspek TB kepada pasien.

f) jika saat pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang mengarah ke diagnosa TB, dokter menjelaskan dan mengarahkan kepada

pasien untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya (konsul Spesialis Paru) jika bukan pasien Klinik Paru atau bisa langsung

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti Rontgen atau pemeriksaan dahak TCM.\

g) Bila dilakukan pemeriksaan Laboratorium (bakteriologis) atau Foto paru positif terdiagnosa TB, maka untuk kontrol selanjutnya

di formulir pemeriksaan diberi stempel TOSS warna merah di status Rekam Medis pasien dengan diagnosis TB.

h) Jika pasien kontrol ke klinik TB DOTS, Petugas klinik TB DOTS memeriksa pemberkasan pasien, pasien dengan stempel TOSS

mendapat prioritas pemeriksaan.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 10


1) Edukasi dan Penerapan Etika Batuk

Petugas harus mampu memberi pendidikan yang adekuat mengenai pentingnya menjalankan etika batuk kepada pasien untuk mengurangi

penularan. Pasien yang batuk diinstruksikan untuk memalingkan kepala dan menutup mulut/ hidup dengan tisu pada saat tidak memakai

masker. Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan pangkal lengan, tetapi jika pasien. Sesudah batuk, tangan

dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang khusus disediakan (kantong kuning/infeksius), jika pasien memakai masker,

maka masker harus diganti jika dirasa kotor.

2) Penyediaan tisu dan masker bedah terutama di klinik TB DOTS, tempat pembuangan tisu, masker bedah serta pembuangan dahak yang

benar (kantong kuning/infeksius).

3) Pemasangan poster, spanduk dan bahan KIE diletakkan di tempat yang terjangkau oleh pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung

rumah sakit.

4) Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dengan cara :

a) Bersifat rahasia, skrining dilakukan pada saat mulai bertugas dan diulangi setiap tahun.

b) Bila di antara periode 2 skrining ada keluhan dari petugas, maka harus segera dibawa ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan.

c) Buat perjanjian untuk melakukan skrining petugas setiap tahunnya dengan menggunakan formulir sama.

d) Buat pencatatan pelaporan skrining tentang siapa yang melakukan dan tidak.

e) Metode skrining berdasarkan gejala bila di temukan indikasi.

f) Buat pendahuluan dalam waktu 2 minggu dari dokter yang memeriksa.

g) Atasan membuat rencana tindak lanjut penatalaksanaan bagi staf berdasarkan kondisi dan hasil pemeriksaan, dan bekerjasama dengan

manajer sumber daya manusia.

h) Informasikan pada manajemen atau tim PPI TB setiap kuartal hasil skrining dan jumlah yang positif.

D. Penemuan Pasien dan Penanganan Kasus Tb

1. Penemuan Pasien TB

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat

menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang

paling efektif di masyarakat.

a. Strategi Penemuan :

1) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan terduga pasien dilakukan di unit pelayanan

kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan

cakupan penemuan terduga pasien TB.

2) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang TCM positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

2. Diagnosis TB

a. Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB Paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pendiagnosaan dan pengobatan TB dalam perubahan alur diagnosis yang

terbaru, alat diagnosis utama yang digunakan untuk penemuan kuman TB yaitu melalui pemeriksaan dahak Tes Cepat Molekuler (TCM).

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 11


Pemeriksaan lain seperti foto toraks, dan biakan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya. Untuk lebih jelasnya

lihat gambar alur penegakan diagnosis TBC.

1) Pemeriksaan laboratorium

2) Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

a) Pemeriksaan TCM

Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik riwayat pengobatan

TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan pada semua golongan umur termasuk pada

ODHA.

pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk terduga TBC ekstra paru

yaitu dari cairan serebrospinal, kelenjar limfe dan jaringan). Seluruh pasien terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM

pada fasilitas pelayanan kesehatan yang saat ini belum, mempunyai alat TCM

Untuk pengiriman sampel TCM ke RSUD Kota Tangerang yang mana dalam pengiriman menggunakan kurir ___________.

Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak yaitu Sewaktu-Sewaktu, Sewaktu-Pagi maupun Pagi-sewaktu, dengan jarak 1 jam dari pengambilan dahak

pertama ke pengambilan dahak kedua. Standar kualitas dahak yang digunakan adalah dahak dengan volume 3-5 ml dan mukopurulen. TCM merupakan sarana untuk

penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

a) Pemeriksaan Mikroskopis Dahak

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 1 (dua) dahak

yaitu Sewaktu-Pagi maupun Pagi-sewaktu. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau

keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan pada :

i.Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus

memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi).

ii.Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga

seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

Pelaksanaan Pengumpulan Contoh Uji Dahak Sewaktu-Pagi (S,P) / Pagi-Siang (P,S), Sewaktu-Sewaktu (S,S) :

(1) S (sewaktu)dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, terduga dibekali sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

(2) P (Pagi) dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas

Kesehatan.

(3) S (sewaktu)dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali atau pagi hari.

(4) S (sewaktu) dahak dikumpulkan selang 1 jam setelah pengumpulan dahak pertama, lalu diserahkan kepada petugas Fasilitas Kesehatan.

Untuk Menghindari risiko penularan, pengambilan dahak dilakukan di tempat terbuka, terkena sinar matahari langsung dan jauh dari orang lain, jika keadaan tidak

memungkinkan, gunakan ruang terpisah uang ,mempunyai ventilasi yang baik dan sinar matahari langsung. Dianjurkan setelah pengunjung/pengambilan dahak, terduga

dan petugas segera mencuci tangan dengan sabun dan air. Untuk mendapatkan kualitas dahak yang baik maka perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :

Petugas harus memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak untuk diagnosis maupun pemeriksaan dahak ulang. Petugas

memberi penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen. Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah kental berwarna

kuning kehijauan (mukopurulen) dengan volume 3-5 ml. Jika mutu dahak tidak memenuhi syarat (air liur), petugas harus meminta terduga untuk mengulang

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 12


mengeluarkan dahak. Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus dimusnahkan sesuai prosedur tetap keamanan dan keselamatan

kerja laboratorium TB.

iii.Apabila terduga/pasien sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

(1) Di rumah pada malam hari sebelum tidur menelan tablet gliseril guaiakolat 20mg.

(2) Di fasilitas kesehatan minum satu gelas teh manis sebelum melakukan olahraga ringan (lari-lari kecil), kemudian menarik nafas yang dalam beberapa kali,

kemudian menahan nafas beberapa saat, lalu batukkan dengan kuat untuk mengeluarkan dahak. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya Pneumothoraks

(3) Induksi sputum ( untuk anak-anak).

(4) Bilas lambung.

Tabel 1.1. Referensi Pembacaan Sputum BTA

Pengujian Hasil Penulisan

0 BTA/ 100 LP Negative Neg

1-9 BTA/ 100 LP Scanty Tulis jumlah BTA

10-99 BTA/ 100 LP 1+ 1+

1-10 BTA/1 LP (periksa min. 50 LP) 2+ 2+

> BTA/1 LP (periksa min. 50 LP) 3+ 3+

b) Pemeriksaan Tes Resistensi

Uji resistensi dilakukan pada kasus yang dicurigai mengalami resistensi terhadap obat anti tuberkulosis, TB resisten obat (TB RO). Sampel dahak dikirim ke fasilitas

yang mempunyai alat tes cepat molekuler (TCM) dan biakan, dan dapat dilakukan di Rumah sakit Soewondo atau Rumah Sakit KSH. Pemeriksaan tes cepat molekuler

dengan menggunakan metode Xpert MTB/RIF.

c) Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi

Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).

b. Gejala Klinis Pasien TB

1) Identifikasi Terduga TB dapat dilakukan skrining Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti

dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam

hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

2) Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke FasYanKes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang

tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan faktor

risiko, seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang

berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.

c. Diagnosis TB Ekstra Paru

1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar

limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 13


2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,

misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

d. Diagnosis TB Resisten Obat

Seperti juga pada diagnosis TB maka diagnosis TB-RO juga diawali dengan penemuan pasien terduga TB-RO. Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko

tinggi resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TB yang memiliki riwayat satu atau lebih (kriteria) di bawah ini:

1) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2.

2) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.

3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1

bulan.

4) Pasien TB gagal pengobatan kategori 1 ( bulan ke 5/6 posistf lagi).

5) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.

6) Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.

7) Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat /default).

8) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di Lapas/Rutan, hunian padat

seperti asrama, barak, buruh pabrik.

9) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak

menggunakan TCM TB).

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 14


Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru

Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain

dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)

Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.

3. Klasifikasi TB

a. Klasifikasi Berdasarkan Penyakit dan Tipe Pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.

2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak TCM).

Hasil pemeriksaan TCM terdiri dari MTB Pos Rif resisten, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate, MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).

3) Status HIV

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 15


Program kolaborasi TB HIV mewajibkan setiap kasus TB wajib diperiksa status infeksi HIV begitu pula sebaliknya setiap penderita HIV wajib di periksa dahak untuk

penegakan TB. Banyak pasien TB tidak menyadari kemungkinan komoditas dengan HIV, sehingga petugas kesehatan perlu memberikan informasi tentang keterkaitan

HIV dengan TB yang dilanjutkan dengan penawaran tes, dalam penawaran tes HIV, kepada pasien TB diberikan informasi HIV dan jika pasien setuju untuk dilakukan

tes HIV selanjutnya akan dilakukan pengambilan darah, bila hasil pemeriksaan positif, dilakukan rujukan pasien TB kelayanan HIV (klinik PDP) untuk mendapatkan

dukungan psikologis dari konselor, namun bilamana pasien TB menolak untuk dilakukan tes, maka pasien TB harus menandatangani surat penolakan tes HIV.

4) Status Diabetes Mellitus (DM)

Kondisi DM juga dihubungkan dengan peningkatan terjadinya resisten OAT. oleh karena itu, dilakukan skrining untuk pasien DM pada penderita TB :

i.Setiap penderita TB umur >18th lakukan skrining DM dengan ketentuan :

(1)
Glukosa darah >125 mg/dl = DM.

(2)
Glukosa darah sewaktu >20 mg/dl = DM.

(3)
Hemoglobin A1c >6.5% = DM.

ii.Glukosa darah abnormal harus diulang bila penderita tidak menunjukan gejala klasik DM.

iii.Glukosa darah diulang setelah 2-4 minggu pengobatan TB atau kalau gejala klinis DM manifes ( Rifampicin dan INH dapat menyebabkan kenaikan signifikan dari

glukosa darah).

iv.Tanyakan gejala-gejala klinis DM pada waktu kunjungan ke klinik TB DOTS (poliuria-polidipsia).

5) Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati.

b. Manfaat Dan Tujuan Menentukan Klasifikasi Dan Tipe Adalah :

1) Menentukan paduan pengobatan yang sesuai.

2) Registrasi kasus secara benar.

3) Menentukan prioritas pengobatan TB TCM positif.

4) Analisis kohort hasil pengobatan.

c. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena:

1) Tuberkulosis paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

d. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak TCM, Yaitu Pada TB Paru:

Beberapa ketentuan terkait hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pasien dengan hasil MTB pos, Rif Resisten berdasarkan riwayat pengobatan terdiri dari:

a) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru atau tidak ada kontak erat dengan TBC RO harus dilakukan pengulangan TCM sebanyak 1 kali, dan hasil

pengulangan yang memberikan hasil MTB pos yang menjadi acuan.

b) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru dengan riwayat kontak erat dengan pasien TBC RO atau terduga TBC dengan riwayat pengobatan

sebelumnya dinyatakan sebagai pasien TBC Rifampisin resisten dan selanjutnya dilakukan inisiasi pengobatan RO.

c) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC ekstra paru tanpa riwayat pengobatan TBC sebelumnya sebaiknya diulang TCM sebanyak 1 kali dengan spesimen

yang berbeda. Apabila tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengulangan terkait kesulitan mendapatkan spesimen pengulangan terkait kesulitan mendapatkan spesimen

baru, pertimbangan kondisi klinis pasien.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 16


2) Pasien yang terkonfirmasi sebagai pasien TBC Rifampisin resisten akan dilanjutkan dengan pemeriksaan molekuler (LPA lini dua atau TCM XDR) dan

pemeriksaan paket standar uji kepekaan fenotipik. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan paduan pengobatan TBC RO yang akan menentukan paduan pengobatan

TBC RO yang akan diberikan terhadap pasien.

3) Pasien dengan hasil MTB pos Rif sensitif berdasarkan riwayat pengobatan terdiri dari :

a) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru akan dilakukan inisiasi pengobatan dengan OAT kategori 1.

b) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambu, gagal, loss to follow up, tidak konversi) akan dilanjutkan dengan

pemeriksaan uji kepekaan terhadap INH. Inisiasi atau melanjutkan pengobatan dengan OAT kategori 1 dilakukan sambil menunggu hasl uji kepekaan terhadap INH.

Apabila hasil uji kepekaan menunjukkan INH resistensi akan diberikan panduan pengobatan TB monoresisten INH.

4) Pasien dengan hasil MTB indeterminate akan dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM sebanyak 1 kali untuk memastikan status resistensi terhadap

rifampisin. Gunakan dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml dan mukopurulen.

5) Pasien dengan hasil TCM gagal (invalid, error, no result) akan dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM untuk memastikan pasien positif atau

negatif TBC dan mengetahui status resistensi terhadap rifampisin. Gunakan sisa sampel jika masih tersedia. Pada kondisi volume sampel kurang dari 2 ml, gunakan

dahak kedua. Apabila dahak kedua tidak tersedia, kumpulkan dahak baru dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml dan mukopurulen.

6) Pasien dengan hasil MTB negatif dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks dan/ atau pemberian antibiotik spektrum luas. Pasien tersebut dapat didiagnosa

sebagai TBC klinis sesuai pertimbangan klinis. Penegakan diagnosis TBC secara klinis harus didahului dengan pemeriksaan bakteriologis sesuai dengan alur

pendiagnosaan.

e. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan terhadap OAT :

1) Mono Resistant (Tb Mr) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.

2) Poli Resistant (TB PR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

3) Multi Drug Resistant (TB MDR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa

diikuti resisten OAT lini pertama lainnya.

4) Extensive Drug Resistance (TB XDR) adalah TB MDR yang sekaligus juga Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Capreomycin dan Amikacin).

5) Resisten Rifampisin (TB RR) Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau metode fenotip (konvensional).

f. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya :

1) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

a) Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus Kambuh (Relapse)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali

dengan TCM positif (apusan atau kultur).

c) Kasus Setelah Putus Berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan TCM positif.

d) Kasus Setelah Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 17


e) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari FasYanKes yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f) Kasus Lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih TCM positif

setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru TCM negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan

secara patologik, bakteriologi (biakan)

4. Alur Penatalaksanaan Pasien Tuberkulosis Di Rumah Sakit

a. Untuk Pasien rawat jalan pertama kali di screening oleh petugas security untuk mengidentifikasi klinik yang dituju. kemudian diarahkan ke pendaftaran.

b. Untuk pasien yang pertama kali periksa, jika BPJS bila rujukan yang dibawa ditujukan ke klinik paru , maka pendaftaran mendaftarkan ke klinik paru, dan

langsung diarahkan ke klinik paru untuk dilakukan anamnesa, skrining dan pemeriksaan.

c. Jika keluarga pasien datang dengan membawa kartu identitas TB pasien atau klinik yang dituju itu adalah klinik TB DOTS maka pasien langsung

diarahkan masuk ke klinik TB DOTS, sedangkan keluarga diarahkan untuk langsung mendaftar.

d. Untuk pasien rawat jalan yang terdiagnosa TB jika dokter spesialis menghendaki rawat inap pasien dilanjutkan ke IGD, kemudian untuk ruang perawatan

disendirikan yaitu di ruang isolasi.

e. Jika pasien tersebut masuk dengan keluhan yang menunjukkan suspek TB pasien dipastikan memakai masker kemudian diarahkan ke ruang isolasi di IGD.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan Penunjang Foto Thorax dan pemeriksaan TCM untuk menegakkan diagnosis.

f. Jika hasil klinis Foto thorax positif TB, untuk ruang perawatan ditempatkan di Isolasi.

g. Petugas Rawat Inap menghubungi PIC TB DOTS untuk registrasi pasien, Pelaporan dan Pencatatan Paket OAT dapat diambil di Instalasi Farmasi.

h. Pasien tuberkulosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS perawat ruangan harus memberikan surat kontrol kepada pasien / keluarga yang ditujukan

ke klinik TB untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya Rujukan (pindah) dari/ke FasYanKes lain, berkoordinasi.

5. Pengobatan TB

a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT.

b. Jenis, Sifat Dan Dosis OAT

Tabel 13.1. Jenis, sifat dan dosis OAT

c. Prinsip Pengobatan

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 18


Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

1)
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2)
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan

mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan .

3)
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO).

4)
Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat

dan mencegah kekambuhan.

d. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan :

1) Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksud untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang

ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum mendapatkan pengobatan, pengobatan ini

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TCM positif dilakukan pemeriksaan BTA untuk follow up pengobatan menjadi negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan. pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4 bulan).

e. Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia

1) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia :

a) OAT Kategori 1 Kombinasi Dosis Tetap (KDT): kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet.

b) OAT Kategori 1 Kombinasi Dosis Tetap (KDT) Harian : Untuk fase Intensif (RHZE:150/75/400/275 mg), tablet diberikan selama 2 bulan. Tablet RHZE

mengandung obat: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Untuk fase Lanjutan (RH: 150/75 mg), tablet diberikan selama 4 bulan. Tablet RH mengandung

obat: rifampisin dan isoniazid.

c) OAT kategori 1 dosis harian, prioritas pemberian OAT ini adalah untuk pasien TBC HIV, Kasus TBC Yang diobati di Rumah Sakit, Kasus TBC dengan

hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan Rifampisin indeterminate dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan loss to follow up). Rumah Sakit Umum

Fastabiq Sehat sudah menyediakan dan menggunakan OAT kategori 1 dosis harian pada pasien dengan kriteria tersebut.

d) OAT Kategori 1 Anak.

e) OAT Kombipak: Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk

blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu

(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

f) Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan

mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.

g) Untuk fase Intensif (RHZE:150/75/400/275 mg), tablet diberikan selama 2 bulan. Tablet RHZE mengandung obat: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan

etambutol.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 19


h) Untuk fase Lanjutan (RH: 150/75 mg), tablet diberikan selama 4 bulan. Tablet RH mengandung obat: rifampisin dan isoniazid.

i) Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan pasien TBC. Mulai tahun 2021 program TBC tidak menyediakan OAT Kategori 2.

Akan tetapi bila stok OAT kategori 2 masih tersedia di Instalasi Farmasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maka harus dimanfaatkan sampai habis.

2) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

3) Paduan OAT Dan Peruntukannya :

a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

i.Pasien baru TB paru TCM positif.

ii.Pasien TB paru TCM negatif foto toraks positif.

iii.Pasien TB ekstra paru.

Tabel 3.1a. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 20


Tabel 3.2b. Dosis paduan OAT KDT Harian - untuk Kategori 1

Tabel 3.3b. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tabel 3.4b. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

6. Tatalaksana TB Anak

a. Diagnosis TB Anak

Diagnosis TBC pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama.

Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI

telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang

dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang

lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan

ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto

tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 21


Tabel 5.1. Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan

penunjang TB

Catatan :

1) Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

2) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

3) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung di diagnosa tuberkulosis.

4) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan.

5) Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.

6) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

7) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14).

8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, ada evaluasi lebih lanjut. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

a) Tanda bahaya :kejang, kaku kuduk.

b) Penurunan kesadaran.

c) kegawatan lain, misalnya sesak napas.

9) Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura, Gibbus, koksitis.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 22


Gambar 2. Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar

Keterangan :

*) dapat dilakukan dengan pemeriksaan sputum.

**) Kontak TB Paru Dewasa dan kontak TB Paru anak terkontaminasi bakteriologis.

***) evaluasi respon pengobatan, jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan

penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun

gambaran radiologi tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

b. Paduan OAT Anak Dan Peruntukannya :

1) Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun

tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 6.1a. Dosis OAT Kombipak pada anak

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 23


Keterangan:

a)
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

b)
Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

c)
Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

d)
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

e)
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

c. Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan TCM positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem

skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan.

Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

7. Penatalaksanaan Bersama Covid-19 dan TB

Pada prinsipnya pasien yang terdiagnosis Covid 19 dan TB dapat diberikan terapi secara bersamaan asalkan tidak ada kontra indikasi. Pemeriksaan laboratorium yang

perlu dilakukan meliputi ureum, kreatinin, SGOT, SGPT dan GDS. Jika terdapat kontraindikasi pada hasil pemeriksaan laboratorium tersebut maka obat TB sebaiknya

ditunda hingga ada evaluasi perbaikan kondisi klinis pasien.

8. Pengawasan Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang

PMO.

a. Persyaratan PMO :

1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

b. Siapa Yang Bisa Jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang

memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

c. Tugas Seorang PMO

1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 24


3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit

Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi Penting Yang Perlu Dipahami PMO Untuk Disampaikan Kepada Pasien Dan Keluarganya:

1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke FasYanKes.

9. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB

a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis

lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan

pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 25


Tabel 7.1 Pemeriksaan Dahak Ulang Untuk Pemantauan Hasil Pengobatan

KATEGORI BULAN PENGOBATAN

PENGOBATAN 1 2 3 4 5 6 7 8

(--------

Pasien baru (====) (====) (-------- ) (-------- ) (-------- )

2(HRZE)/4(HR)3 X (X) X X

apabila apabila Apabila

hasilnya hasilnya Hasilnya

BTA positif, BTA positif, BTA positif,

dinyatakan dinyatakan Dinyatakan

1
tidak gagal gagal*.

konversi*.

(--------

Pasien (====) (====) (====) (-------- ) (-------- ) (-------- (-------- )

)
pengobatan X (X) X X

ulang apabila hasilnya apabila apabila

2(HRZE)S BTA positif, hasilnya hasilnya

1Jika pasien tidak konversi atau pasien gagal, lakukan pemeriksaan dengan tes cepat tes cepat molekuler TB, apabila hasil nya Resisten Rifampisin rujuk ke RS rujukan MDR Pasien dan lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Apabila hasil nya negatif atau Sensitif
Rifampisin melanjutkan pengobatan.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 26


/(HRZE)/ dinyatakan tidak BTA positif, BTA

5(HR)3E3 konversi*. dinyatakan positif,

gagal* dinyatakan

gagal*

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 27


Keterangan :

(====) : pengobatan tahap awal.

(-------) : pengobatan tahap lanjutan.

X : pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan untuk memantau hasil pengobatan.

(X) :pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA (+).

Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 8.1 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 28


Tabel 91. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Tindakan Pada Pasien Yang Putus Berobat Antara 1 - 2 Bulan

Tindakan pertama Tindakan kedua

• Lacak pasien Apabila hasilnya BTA

• Diskusikan negatif atau pada awal Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis

dengan pasien pengobatan adalah pasien pengobatan terpenuhi*

untuk mencari TB ekstra paru

faktor penyebab Total dosis Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa

putus berobat pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi

• Periksa dahak sebelumnya ≤ 5

dengan 2 sediaan Apabila salah satu atau bulan

contoh uji dan lebih hasilnya BTA positif Total dosis • Kategori 1 :

melanjutkan pengobatan 1. Lakukan pemeriksaan tes cepat

pengobatan sebelumnya ≥ 5 2. Berikan Kategori 2 mulai dari awal **

sementara bulan

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 29


Tindakan Pada Pasien Yang Putus Berobat 2 Bulan Atau Lebih (Loss To Follow-Up)

● Lacak pasien Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter

● Diskusikan dengan pasien untuk tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:
Apabila hasilnya BTA negatif atau pada awal pengobatan
mencari faktor penyebab putus berobat 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien
adalah pasien
● Periksa dahak dengan 2 sediaan contoh diminta untuk periksa kembali atau
TB ekstra paru
uji dan atau TCM TB Hentikan 2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkan pengobatan dosis yang

pengobatan sementara menunggu tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *

hasilnya Kategori 1

Apabila salah satu atau Dosis pengobatan sebelumnya Berikan pengobatan Kat. 1 mulai

lebih hasilnya BTA <1 bln dari awal.

positif dan tidak ada bukti


Dosis pengobatan sebelumnya Berikan pengobatan Kat. 2 mulai

resistensi
> 1 bln dari awal

Apabila salah satu atau


Kategori 2
lebih hasilnya BTA positif
Dosis pengobatan sebelumnya Berikan pengobatan Kat. 2 mulai
dan ada bukti resistensi
< 1 bln dari awal

Dosis pengobatan sebelumnya Dirujuk ke layanan spesialistik

> 1 bln untuk pemeriksaan lebih lanjut

Kategori 1 maupun Kategori 2 Dirujuk ke RS rujukan TB MDR

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 30


Keterangan :

* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis

pengobatan pada bulan ke 5 dan AP.

** Jika tersedia sarana TCM, tunggu hasil pemeriksaan dengan TCM sebelum diberikan OAT Kategori 2. Jika sarana TCM tidak memungkinkan segera dilakukan,

sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien dapat diberikan pengobatan paduan OAT kategori 2.

*** Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.

b. Tata laksana pasien TB Paru anak yang berobat tidak teratur

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya TB resisten obat.

1) Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau >2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, ulangi pengobatan dari awal.

2) Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai

selesai.

c. Pengobatan ulang TB pada anak

Anak yang pernah mendapatkan pengobatan TB, apabila datang kembali dengan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut menderita TB. Evaluasi dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus

kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapatkan pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk uji tuberkulin ulang.

d. Hasil Pengobatan :

1) Hasil Pengobatan Pasien TB TCM Positif Sembuh

Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan TCM positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada

salah satu pemeriksaan sebelumnya.

2) Pengobatan Lengkap

Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti

hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

3) Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan, atau kapan saja dalam masa

pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resisten OAT.

4) Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

5) Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

6) Default (Putus Berobat)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

7) Tidak di Evaluasi

Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer out/ke kabupaten atau kota lain dimana hasil

akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten / kota yang ditinggalkan.

e. Efek Samping OAT Dan Penatalaksanaannya

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Tabel 10.1a Efek samping ringan OAT

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 31


Tabel 10.2b. Efek samping berat OAT

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan

OAT dengan pengawasan ketat.Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan

seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniazid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh

sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniazid atau Rifampisin

tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar

terjadi keracunan yang berat.

f. Pelacakan Kasus Mangkir Di Rumah Sakit

Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan.

Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas di unit DOTS RS harus segera melakukan tindakan di bawah

ini :

1)
Menghubungi pasien langsung/PMO.

2)
Menginformasikan identitas dan segera dilakukan pelacakan.

3)
Bila proses ini menemui hambatan, harus diberitahukan ke koordinator jejaring DOTS rumah sakit.

E. Investigasi Kontak

Investigasi kontak (IK) merupakan salah upaya model pelacakan yang agresif terhadap orang-orang yang kontak erat dengan pasien TBC.Kegiatan IK

dilaksanakan pada setiap puskesmas dengan melibatkan peran kader kesehatan dan organisasi kemasyarakatan yang ada di wilayah. Kegiatan IK mempunyai fungsi

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 32


yaitu meningkatkan penemuan kasus secara dini, mencegah penularan pada kontak yang sehat dengan cara memberikan edukasi, meningkatkan penemuan kasus Infeksi

Laten Tuberkulosis (ILTB), dan memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada kontak untuk memutus rantai penularan TBC.

Berikut IK yang dapat dilakukan di Rumah Sakit:

1. Rumah sakit tidak mempunyai wilayah kerja, serta pasien yang berkunjung di Rumah sakit dari wilayah yang berbeda beda, sehingga jika ada pasien yang

diobati di rumah sakit adalah koordinasi dengan dinas terkait dan rumah sakit melakukan rujukan pasien IK ( Investigasi Kontak)

2. Untuk perujukan IK petugas Rumah sakit menginput dalam SITB

3. IK secara pasif juga dikenal dengan contact invitation. petugas kesehatan mewancarai kasus indek untuk mengidentifikasi kontak serumah dengan

menanyakan beberapa jumlah dan usia dari yang tinggal serumah dengan kasus indeks. kontak yang sudah teridentifikasi akan diminta untuk datang ke fasilitas

kesehatan bersama dengan kasus indeks saat jdwal follow up kasus indeks berikutnya. kontak yang datang ke fasilitas kesehatan akan diperiksa gejala TB oleh petugas

kesehatan

F. Pemberian Kekebalan

Salah satu upaya pencegahan mencegah kesakitan atau sakit yang berat adalah dengan memberikan kekebalan berupa vaksinasi.

1. Pemberian Kekebalan (Imunisasi) BCG

Vaksin BCG (bacille Calmette-Guerin) adalah vaksin hidup yang berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan program pengembangan

imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG bayi >2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin.

Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk

mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda.

Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu :

a. Bayi terlahir dari ibu pasien TB TCM positif

Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosa TB TCM positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta,cairan amnion maupun hematogen.

Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB TCM positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik.

b. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV / AIDS

Vaksinasi tidak boleh diberikan pada bayi yang terinfeksi HIV karena meningkatkan risiko BCG diseminata. Di daerah yang endemis TB/HIV, bayi yang terlahir dari

ibu dengan HIV positif namun tidak memiliki gejala HIV boleh diberikan vaksinasi BCG.

Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi BCG. Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder, adenitis

depuratum dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama beberapa bulan.

c. Limfadenitis BCG

Limfadenitis BCG merupakan komplikasi vaksinasi BCG yang paling sering. Definisi limfadenitis BCG adalah pembengkakan kelenjar getah bening satu sisi setelah

vaksinasi BCG. Limfadenitis BCG dapat timbul 2 minggu sampai 24 bulan setelah penyuntikan vaksin BCG sering timbul 2-4 bulan setelah penyuntikan).

Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening sisi yang sama dengan tempat penyuntikan vaksin BCG tanpa penyebab lain.

2. Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)

Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi pemberian TPT. Adapun kontraindikasi pemberian TPT antara lain hepatitis akut atau kronis, neuropati

perifer (jika menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Paduan TPT untuk kelompok risiko lain sama jenisnya dengan paduan TPT untuk kontak

dengan pasien TBC SO, kecuali jika kelompok risiko lain tersebut memiliki kontak dengan pasien TBC RO maka paduan TPT yang diberikan adalah paduan TPT

untuk kontak TBC RO.

3. Paduan TPT untuk kontak TBC RO pada Anak

Terkait dengan perubahan pemberian TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC RO, perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 33


a. Pada kontak anak usia kurang dari 15 tahun, dapat diberikan obat TPT yaitu Levofloxacin saja tanpa tambahan Etambutol. Hal ini berdasarkan

rekomendasi WHO tahun 2020 bahwa pada TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC RO dapat menggunakan Levofloxacin selama 6 bulan karena manfaat

penambahan Etambutol pada TPT anak belum jelas dan dikaitkan dengan adanya peningkatan efek samping pengobatan. Saat ini Kementerian Kesehatan menyediakan

sediaan Levofloxacin 100mg dan 250mg, pilihan pemberian dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan sasaran. 2.

b. Dosis pemberian Levofloxacin disesuaikan dengan berat badan, rekomendasi dosis per hari yaitu 15-20 mg/kg/hari.

G. Pemberian Obat Dan Pencegahan

Pemberian Obat Dan Pencegahan Dengan INH Diberikan Pada :

1. Anak usia dibawah 5 tahun yang kontak erat dengan pasien TB aktif selama 6 bulan

Pemberian pengobatan pencegahan dengan isoniazid (PP INH) pada anak umur dibawah 5 tahun (balita) yang mempunyai kontak dengan pasien TB tetapi tidak

terbukti sakit TB.

Tabel 11.1 Tata laksana pada kontak anak

Umur Hiv Hasil pemeriksaan Tata laksana

Balita (+)/(-) ILTB PPINH

Balita (+)/(-) Terpajan PPINH

> 5 th (+) ILTB PPINH

> 5 th (+) Terpajan PPINH

> 5 th (-) ILTB Observasi

> 5 th (-) Terpajan Observasi

a. Dosis INH adalah 10 mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/hari).

b. Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau @ jam

setelah makan)

c. Lama pemberian PP INH adalah 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan), dengan catatan bila keadaan klinis anak baik. Bila dalam follow up timbul gejala

Tb, lakukan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis TB. Jika anak terbukti sakit Tb, PP INH dihentikan dan berikan OAT.

d. Obat diberikan tetap 6 bulan, walaupun kasus indeks meninggal, pindah atau BTA kasus indeks sudah menjadi negatif.

e. Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap bulan.

f. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap bulan, dan dapat disesuaikan dengan jadwal kontrol dari kaus indeks.

g. Pada pasien dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin B6 10 mg untuk dosis INH >200 mg/hari.

h. Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau anggota keluarga pasien.

2. Pengobatan pencegahan dengan Rifapentin dan Isoniazid.

3. Saat ini telah terdapat pilihan pengobatan pencegahan dengan Rifapentin dan Isoniazid. Sebagai catatan, obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya

pada anak berusia < 2 tahun dan anak dengan HIV AIDS dalam pengobatan ARV.

4. Pemberian pengobatan pencegahan dengan isoniazid (PP INH) pada ODHA)

Pengobatan pencegahan dengan INH (PP INH) bertujuan untuk mencegah TB aktif pada ODHA, sehingga dapat menurunkan beban TB pada ODHA. Jika pada ODHA

tidak terbukti TB dan tidak ada kontraindikasi, maka PP INH diberikan yaitu INH diberikan dengan dosis 300 mg/hari dan B6 dengan dosis 25 mg/hari sebanyak 180

dosis atau 6 bulan.

5. Pemberian pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol (PPK) pada ODHA

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 34


Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan

pencegahan dengan kotrimoksasol relatife aman dan harus diberikan sesuai dengan Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau unit PDP

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 35


BAB IV

TATALAKSANA RUJUKAN PASIEN TB

Untuk tatalaksana rujukan pada pasien TB dilakukan pada kasus seperti TB MDR dan permintaan dari keluarga atau pasien. Adapun Rumah Sakit yang dapat dijadikan

rujukan adalah Rumah sakit daerah atau provinsi yang mempunyai fasilitas pelayanan TB lebih lengkap seperti RSUD Soewondo. Petugas kesehatan di tempat pasien

dirawat dapat menyarankan Rumah sakit dengan pertimbangan-pertimbangan tentang pengobatan dan fasilitas terkait permasalahan pasien.

A. Untuk Prosedur Rujukan Pasien TB yang Rawat Inap Antara Lain;

1. Harus diketahui dan disetujui oleh dokter penanggung jawab/ dokter jaga ruangan, Kepala ruangan

2. Rumah sakit yang dituju harus jelas, biaya dan tempatnya tersedia, dengan dihubungi terlebih dahulu oleh petugas

3. Menyiapkan formulir rujukan TB 09 dan formulir pengobatan pasien TB 01 yang diisi lengkap tentang :

a.
Identitas pasien.

b.
Diagnosis pasien.

c.
Keadaan klinis yang ditemukan saat itu.

d.
Terapi/ tindakan yang telah/ sedang diberikan.

e.
Dokter yang merawat/ merujuk.

f.
Tanggal dan jam dilaksanakannya rujukan.

4. Mencari rujukan Rumah Sakit yang dituju melalui aplikasi SISRUTE dan Memberitahu rumah sakit yang dituju jika ada kamar tersedia bahwa pasien akan

segera dipindahkan serta alat – alat/ persiapan – persiapan yang harus diadakan bila pasien tiba di rumah sakit tersebut/ yang dituju.

5. Dokter menyiapkan Resume medik dengan lengkap

6. Menyiapkan obat – obatan dan barang – barang milik pasien.

7. Memeriksa kembali infus, ETT, NGT, Kateter, gelang identitas pasien dan lain – lain agar terpasang dan berfungsi dengan baik.

8. Memeriksa kembali tanda – tanda vital (catat jamnya).

a. Oksigen

b. Alat Penghisap Lendir.

c. Alat Resusitasi.

9. Perawat menghubungi Ambulance Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah untuk mengantar pasien ke rumah sakit yang dituju.

B. Prosedur rujuk pasien Suspek Tb atau Kasus Tb dari rawat jalan antara lain:

1. Harus diketahui dan disetujui oleh dokter penanggung jawab pasien.

2. Petugas jaga harus memastikan fasilitas kesehatan yang dituju oleh pasien tersebut jelas dan tersedia fasilitas ataupun obat-obatan.

3. petugas jaga menyiapkan formulir rujukan TB 09 dan formulir pengobatan pasien TB 01 serta formulir rujuk balik yang diisi lengkap.

4. Petugas jaga menyiapkan sisa Obat Anti Tuberkulosis yang ada di Instalasi Farmasi untuk dibawa pasien ke faskes yang dituju (jika pasien sudah mulai

pengobatan).

5. Petugas jaga menghubungi faskes yang dituju dan memberitahu petugas TB jika ada pasien yang akan pindah pengobatan.

6. Petugas jaga melakukan koordinasi kepada PIC TB untuk melakukan rujuk pasien melalui SITB.

C. Untuk rujuk balik pasien Suspek TB atau kasus TB yaitu sistem rujukan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada Puskesmas, pasien tersebut karena

pengobatan di rumah sakit dikira cukup dan dapat melanjutkan pengobatan di Puskesmas. Rujukan balik dilakukan oleh dokter penanggung jawab dengan memberikan

surat rujukan balik yang disertai keterangan dapat melanjutkan pengobatan di rumah dengan tetap melakukan pengobatan di Puskesmas dengan prosedur pada point B.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 36


Dengan adanya sistem Rujukan melalui SITB, Tim DOTS harus melakukan pencatatan dan pelaporan ke dinas kesehatan setempat agar pasien masih dapat

teridentifikasi dan terpantau kondisi dan proses pengobatannya.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 37


BAB V

PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN TB DOTS

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan surveilans TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dilakukan oleh Tim TB DOTS, diperlukan suatu

sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar, dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis, di interpretasi,

disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid, yaitu akurat, lengkap dan tepat waktu. Data program Tuberkulosis dapat

diperoleh dari pencatatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku oleh Tim DOTS

Pelaporan kegiatan dilakukan oleh Tim DOTS dan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Setempat dengan berkala yaitu tiap sebulan sekali dengan menggunakan

Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Notifikasi wajib pasien TB di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota

setempat menggunakan sistem informasi TB yang baku dengan melalui Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk mempermudah pengelolaan data penyelesaian

laporan setiap penemuan kasus..

1. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan manual TBC Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah :

a. Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).

b. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05).

c. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).

d. Kartu identitas pasien TB (TB.02).

e. Register TB fasyankes (TB.03 fasyankes)

f. Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).

g. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).

h. Register Laboratorium TB (TB.04).

Gambar 1.10 Alur Pelaporan Pasien TB

TB 05

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 38


BAB VI

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

TB 06 TB.01 TB 04
Tata laksana keselamatan kerja adalah proses teknis mengenai tata cara dan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan
TB 02
dampak negatif dan merugikan bagi kesehatan pekerja, baik fisik atau psikis. Sehingga diharapkan tidak terjadinya kecelakaan kerja yang merugikan petugas selama

memberikan pelayanan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS. Hal-hal yang dilakukan untuk menjamin keselamatan kerja di area yang berhubungan
TB.09
dengan pelayanan TB DOTS. adalah sebagai berikut :
TB.10
A. Upaya Promotif

Upaya yang dilakukan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS mempromosikan atau mengajarkan kepada petugas untuk keselamatan kerja di
Register TB.03
lingkungan area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS antara lain : Kab./Kota

1. Memberikan sosialisasi terkait keselamatan kerja kepada petugas di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.
Register TB.03

2. UPKdilakukan antara lain seperti alur pajanan.


Pemasangan poster terkait keselamatan kerja dan tindakan apa saja yang
UPK
B. Upaya Preventif

Upaya pencegahan agar terhindar dari kecelakaan kerja antara lain :

1. Fasilitas APD lengkap.

2. Penggunaan APD sesuai dengan standar.

3. Melaksanakan praktek menyuntik yang aman sesuai standar.

4. Kepala Ruang melakukan supervisi atau monitoring terkait pelaksanaan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.

5. Pemeriksaan kesehatan atau MCU pada petugas.

6. Pemberian Vaksinasi sesuai kebutuhan.

C. Upaya Kuratif

Upaya pengobatan apabila ada petugas mengalami kecelakaan kerja di di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS seperti :

1. Pelatihan / penyuluhan keselamatan kerja di misal pelatihan APD, pelatihan prosedur penggunaan B3, pelatihan APAR.

2. Menyediakan poster larangan makan minum, menggunakan alat kosmetik di di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.

3. Sosialisasi larangan penggunaan alkohol dan obat psikotropika.

4. Sosialisasi larangan merokok.

5. Upaya - upaya di atas mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

D. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif untuk karyawan dengan kasus TB Positif diperlukan untuk memastikan karyawan tersebut siap bekerja kembali tanpa risiko, sehingga karyawan

dengan kasus TB positif dapat melakukan pengobatan dengan maksimal.

Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah memberikan kesempatan kepada karyawan dengan kasus TB positif untuk melakukan pengobatan dengan

memberikan cuti pengobatan sampai dengan dinyatakan sembuh, dan siap bekerja kembali.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 39


BAB IV

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

A. Pengendalian Mutu

Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf pelaksana di lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang dilakukan setiap satu

bulan. Mutu dinilai dari penemuan kasus, angka keberhasilan, dan angka keberhasilan rujukan. Pimpinan Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah harus

melaksanakan evaluasi pelayanan dan pengendalian mutu TB. Adapun kriteria pengendalian mutu TIM TB-DOTS, sebagai berikut :

1. Ada pertemuan berkala antara pimpinan rumah sakit dan komite medik atau Tim DOTS untuk membahas, merencanakan, dan mengevaluasi pelayanan

medis serta peningkatan mutu pelayanan medis TB.

2. Ada laporan data atau statistika serta hasil analisis pelayanan medis TB rumah sakit.

3. Ada laporan data dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal.

4. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal

5. Ada rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi.

B. Menilai Kemajuan Atau Keberhasilan Tb

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB, digunakan beberapa indikator selain indikator mutu diatas, sebagai berikut :

Indikator Keberhasilan Pengendalian TB

NO Indikator Sumber Data Waktu

1 Proporsi pasien TB paru TCM positif diantara ● Daftar supek (TB06). 1 bulan

suspek yang diperiksa dahaknya. ● Register TB kab/kota ( TB03).

2 Proporsi pasien TB paru TCM positif di antara ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan

seluruh pasien TB paru. ● Register TB kab/kota ( TB03).

3 Proporsi pasien TB anak diantara seluruh ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan

pasien TB. ● Register TB kab/kota ( TB03).

4 Angka Konversi. ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan

● Register TB kab/kota ( TB03).

5 Angka Kesembuhan. ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan

● Register TB kab/kota ( TB03).

6 Angka Keberhasilan Pengobatan. ● Kartu pengobatan ( TB01). 1 bulan

● Register TB kab/kota ( TB03).

7 Angka Kesalahan Laboratorium. Laporan hasil uji silang ( Umpan balik dari Dinas 1 bulan

Kesehatan ).

1. Proporsi Pasien TB TCM Positif diantara Suspek

Adalah prosentase pasien TCM positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses

penemuan sampai diagnosis pasien ,serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

Rumus :

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 40


Jumlah Pasien TB TCM Positif yang ditemukan 100%

Jumlah Seluruh Suspek yang diperiksa

Angka ini sekitar 5 – 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (< 5 %) kemungkinan disebabkan :

a. Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek , atau

b. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( Negatif palsu ).

c. Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat, atau

d. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( Positif palsu ).

1. Proporsi pasien TB paru TCM positif Diantara semua pasien TB paru tercatat /diobati.

Adalah prosentase pasien tuberculosis paru TCM positif diantara semua pasien tuberculosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien

Tuberculosis paru yang diobati:

Rumus :

Jumlah Pasien TB TCM Positif (baru+kambuh) 100%

Jumlah Seluruh pasien TB (Semua Tipe)

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65 %. Bila angka ini jauh lebih rendah , itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan

pasien yang menular ( pasien TCM positif ).

2. Proporsi Pasien TB anak diantara seluruh pasien TB

Angka prosentase pasien TB anak ( < 15 tahun ) diantara seluruh pasien TB yang tercatat :

Rumus:

Jumlah Pasien TB anak (< 15 tahun) yang ditemukan 100%

Jumlah Seluruh Suspek yang diperiksa

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB anak. Angka ini berkisar 15 %. Bila angka ini terlalu besar dari 15 %,

kemungkinan terjadi overdiagnosis.

3. Angka Konversi ( Conversation Rate )

Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru TCM positif yang mengalami perubahan menjadi negatif setelah menjalani masa pengobatan dan untuk

mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

Rumus :

Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif yang konversi 100%

Jumlah pasien baru TB paru TCM yang diobati

Angka minimal yang harus dicapai adalah 80

4. Angka Kesembuhan ( Cure Rate )

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru TCM positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru

TB paru TCM positif yang tercatat :

Rumus :

Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif yang sembuh 100%

Jumlah pasien baru TB paru TCM positif yang diobati

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 41


Angka minimal yang harus dicapai 85 %

5. Angka Keberhasilan Pengobatan

Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan ( baik yang sembuh

maupun pengobatan lengkap ) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat :

Rumus :

Jumlah Pasien baru TBC paru TCM positif (sembuh-pengobatan lengkap) 100%

Jumlah pasien baru TB paru TCM positif yang diobati

6. Angka Kesalahan Laboratorium

Error Rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan oleh

laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang ( cross check ) oleh Balkesmas atau laboratorium rujukan lain.

Nilai error rate yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati adalah Angka kesalahan baca sediaan ( error rate ) maksimal.

C. Sistem Pelaporan dan Pembelajaran keselamatan pasien Rumah Sakit (SP2KP-RS)

Dalam menunjang Sistem Pelaporan dan Pembelajaran keselamatan pasien Rumah Sakit (SP2KP-RS) yang baik, makna klinik TB DOTS memiliki peran dalam

mencermati setiap Insiden Keselamatan Pasien yang meliputi:

1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse Event

Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (omission), dan bukan Karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss

Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien,

terapi cedera serius tidak terjadi karena faktor “ keberuntungan “.

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)/ No Harm Incident

Suatu kejadian atau insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4. Kejadian Sentinel

Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.

5. Kejadian Potensial Cedera Signifikan(KPCS)

Suatu kejadian atau insiden(selain dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri)yang berpotensi menyebabkan kejadian sentinel.

Setiap kejadian yang terjadi dilaporkan pada Komite Mutu dan dilakukan Investigasi Sederhana oleh Pimpinan Unit (khusus untuk kejadian sentinel maka dilakukan

RCA oleh Komite Mutu beserta Tim yang dibentuk ) guna menunjang perbaikan sistem yang diterapkan.

Kewajiban di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS

dalam SP2KP,RS adalah:

1. Melaporkan apabila terdapat kejadian di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.

2. dengan prinsip no naming no saming no blaming.

3. Investigasi sederhana dilakukan oleh pimpinan unit bila terjadi kejadian, khusus untuk kejadian sentinel dilakukan RCA.

4. Membangun budaya pembelajaran terkait kejadian yang terjadi dan agar tidak terulang lagi.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 42


D. Manajemen Risiko

Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,menilai dan menyusun prioritas risiko dengan tujuan untuk menghilangkan

atau meminimalkan dampaknya. Kegiatan Manajemen Risiko meliputi:

1. Identifikasi Risiko

2. Asesmen Risiko

3. Perlakuan Terhadap Risiko

4. Mitigasi

5. Monitoring Terhadap Upaya Mitigasi

6. Evaluasi

Kewajiban pelayanan TB DOTS dalam Manajemen Risiko adalah:

1. Menciptakan budaya keselamatan pasien dan petugas di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS.

2. Meningkatkan akuntabilitas.

3. Menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD).

4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

5. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang.

E. Budaya Keselamatan

Budaya keselamatan merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku seseorang maupun kelompok yang

menentukan komitmen serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang

berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah

pencegahan.

Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS adalah:

1. perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya

mengumpat dan memaki.

2. perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal

yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain.

3. perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender.

4. pelecehan seksual.

5. perilaku menyalahkan apabila ada salah satu teman yang keliru atau tidak sesuai standar dan menganggap dirinya benar sendiri.

6. Hal-hal penting menuju budaya keselamatan di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS adalah :

1. Petugas mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta

aman.

2. Lingkungan kerja mendorong petugas tidak takut mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian

nyaris cedera.

3. Kepala Unit yang ada di area yang berhubungan dengan pelayanan TB DOTS mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden

keselamatan pasien.

4. Mendorong kolaborasi antara petugas dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian masalah keselamatan pasien.

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 43


Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 44
BAB V

PENUTUP

Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi DOTS ini disusun sebagai acuan dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pelayanan TB DOTS di

Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah.

Pedoman ini akan diperbaharui jika diperlukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditetapkan di : _________________

Pada tanggal : 11 Rabi’ul Awwal 1445 H 26 September 2023

Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Cipondoh

dr._Andy Rahmat Saleh M.M

Peraturan Direktur tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS 45

Anda mungkin juga menyukai