BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini
bila tidak diobati atau bila pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya
hingga kematian. TB merupakan penyakit penyebab kematian akibat infeksi kedua tertinggi didunia,
setelah HIV.
Global Tuberculosis Report tahun 2015 dari World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa kasus TB di dunia diperkirakan meningkat dari 9,5 juta pada tahun 2009 menjadi 9,6 juta
kasus di 2015, dengan jumlah yang meninggal akibat TB juga meningkat dari 0,5 juta pada tahun
2009 menjadi 1,5 juta orang di tahun 2015, dan terdapat 480 ribu kasus TB-MDR. Hal tersebut
menunjukkan beban penyakit TB yang tinggi sehingga menjadi dasar bagi WHO memasukkan TB
Prevalensi TB di Indonesia tahun 2014 adalah 647 per 100.000 penduduk, dengan sekitar 1 juta
kasus TB baru (insidensi 399 per 100.000 penduduk), 6.800 kasus adalah pasien dengan TB-MDR
(12 per 100.000 penduduk) dan 2% dari angka tersebut (7631 kasus) adalah pasien TB dengan HIV
positif. Angka kematian akibat TB di Indonesia adalah 41 per 100.000 penduduk. Sasaran Nasional
Pengendalian TB tahun 2014 berupa prevalensi TB di Indonesia sebesar 224 per 100.000 penduduk,
dan insidensi TB sebesar 90 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan sasaran nasional tersebut,
pencapaian prevalensi dan insidensi TB saat ini masih belum mencapai target.
Menurut RIKESDAS tahun 2013, DKI Jakarta menduduki peringkat k-tiga di Indonesia dengan
kasus TB paru tertinggi. Jumlah kasus TB paru di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 berjumlah
24.500 kasus (256 per 100.000 penduduk), dan mortalitas TB paru di DKI Jakarta adalah 155 dari
100.000 penduduk. Diperkirakan hanya 44,4% dari seluruh pendrita TB yang terdiagnosis diobati
dengan obat program. Pada daerah Jakarta Utara sendiri ditemukan 3.140 kasus baru dan 154 kasus
lama TB dengan prevalensi 200 per 100.000 penduduk, dengan angka mortalitas berupa 16 kasus.
Di tingkat global, stop TB Partnership sebagai bentuk kemitraan global, mendukung Negara
untuk meningkatkan upaya pemberantasan TB, mempercepat penurunan angka kematian dan
kesakitan akibat TB serta penyebaran TB di seluruh dunia. Visi stop TB adalah dunia bebas TB
dengan target pada 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan dunia. Selain itu, indikator
keberhasilan pengendalian TB sesuai SDG di tahun 2030 adalah penurunan jumlah kematian akibat
Program pengendalian TB di Asia Tenggara telah menunjukan kemajuan nyata dalam upaya
penemuan kasus dan tingkat keberhasilan pengobatan yang telah mencapai target > 85%. Meskipun
demikian, terdapat tantangan baru seperti pelaksanaan DOTS belum diterapkan seluruhnya,
perluasan epidemic HIV, dan cakupan surveilan resistensi obat yang masih rendah. Maka, Negara-
negara di kawasan ini didorong untuk memfokuskan kegiatan pada perluasan pelayana DOTS yang
berkualitas, menetapkan intervensi untuk menghadapi tantangan TB/ HIV dan TB MDR,
Sementara itu, visi dari rencana strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019 sendiri adalah
terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong,
yang diwujudkan dengan salah satu misi yakni mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang
maju dan sejahtera, yang diagendakan dalam Nawacita Kabinet Kerja melalui peningkatan kualitas
Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh perlindungan financial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, pengendalian penyakit terutama pada program nasional
pengendalian TB memiliki target untuk mencapai prevalensi TB menjadi 245 per 100.000 penduduk
pada tahun 2019 dan keberhasilan pengobatan TB 90% di seluruh kabupaten/ kota Indonesia.
Di provinsi Lampung diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2007-2012 cenderung
berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak berfluktuatif naik turun.
Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai upaya. Upaya yang dilakukan harus terus diperbaiki dan
ditingkatkan karena angka kesembuhan TB Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jumlah TB
paru klinis dibandingkan antara kabupaten/kota, maka Kota Bandar Lampung dengan kasus terbesar dan
Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar adalah Kota Bandar Lampung dan
terkecil adalah Kota Metro, menunjukan bahwa Case Date Rate (CDR) penemuan penderita baru TBC
BTA positif Provinsi Lampung selama tiga tahun persentasenya meningkat tetapi pada tahun 2007 sedikit
menurun menjadi 40,5%, persentase ini masih jauh dari yang ditargetkan yaitu sebesar 70%.
Perkembangan pada tahun 2019 menuntut RS Asy-Syifa Medika harus menyesuaikan dan
mengikuti perkembangan teknologi kedokteran yang semakin cepat serta persaingan antar Rumah
Sakit yang semakin ketat, maka faktor pelayanan prima akan memiliki posisi yang sangat strategis
agar RS Asy-Syifa Medika mampu eksis dan tumbuh berkembang menjadi Rumah Sakit Pilihan
Utama Masyarakat sesuai Visi. Harapan kami kedepan, RS Asy-Syifa Medika dapat menjadi pilihan
terbaik bagi masyarakat. Karena kami percaya dengan mengedepankanmutu pelayanan dan
keselamatan pasien yang didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang berkompeten di
I.2 Tujuan
BAB II
RUANG LINGKUP
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di Rumah Sakit adalah komitmen yang kuat
antara pimpinan RS, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk administrasi dan
operasionalnya. Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
penunjang. untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di Rs Asy Syfa Medika melalui
penerapan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) . Secara optimal dengan
mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat
1. Pencegahan TB
Pencegahan TB meliputi : penemuan kasus TB baru melalui serangkaian kegiatan mulai dari
Sebagai upaya pencegahan, sesuai Program Pengendalian Infeksi (PPI) pada sarana
pelayanan, pembuangan sputum/dahak harus dibuang langsung ditempat sampah medis dan
2. Pengobatan TB
Pengobatan pada penderita TB di RS Asy Syfa Medika dengan cara memberikan obat-obatan
obat. Apabila terdapat multi drugs resistance (MDR) dirujuk ke rumah sakit rujukan dan
untuk pasien tuberkolosis yang tidak konsisten atau tidak datang lagi berobat ke rumah sakit
pasien-pasien yang diperiksa dan tersangka penderita TB yang datang ke rumah sakit baik di
IGD, Poliklinik, Kamar Bersalin dan Kamar Perawatan RS Asy Syfa Medika.
Petugas yang melakukan pelayanan TB DOTS yaitu : dokter, perawat, petugas farmasi, petugas
laboratorium, petugas medical record yang telah mempunyai sertifikat dan mengikuti pelatihan
TB DOTS.
Panduan ini diterapkan kepada semua pasien –pasien penderita TB yang datang ke RS Asy Syfa
a. Petugas
Petugas yang melakukan pelayanan non TB DOTS yaitu: dokter, perawat, petugas
farmasi, petugas labaoratorium dan petugas rekam medis yang telah mempunyai
sertifikat
b. Area pelaksanaan
1. Poli klinik,IGD
Bagi pasien –pasien IGD dan poli klinik yang diperkirakan tersangka penderita TB harus
dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk memastikan adanya:
Berat badan pasien turun drastis dalam waktu berapa bulan terakhir
2. Penunjang medis
dulu penyebab masalah yang menyebabakan pasien masuk kekamar bersalin atau
kamar operasi
1. Bagi pasien-pasien yang masuk melalui IGD, Poliklinik, Kamar Bersalin dan Kamar
2. Sebelum dilakukan skirining pasien diberikan penjelasan tentang rencana pemeriksaan yang
3. Apabila BTA positif pasien dan keluarganya dikirim ke unit DOTS untuk mendapat :
b. Pemberian informasi dan edukasi sesuai standar oleh petugas DOTS yang terlatih
d. Pemberian obat melibatkan petugas yang terlatih dan keluarganya Pengawas Menelan
Obat
4. Apabila hasil pemeriksaan BTA negatif ,pasien diminta untuk melakukan pengulangan
pemeriksaan sputum mikroskopik sebanyak 2 ( dua ) kali. Apabila hasil tetap menunjukkan
5. Jadwal pengobatan pasien TB paru dewasa setiap hari Senin,Rabu dan Jumat.
6. Untuk pelayanan edukasi terhadap pengobatan TB,poli DOTS melayani setiap hari
7. Rumah Sakit Rujukan Pasien akan dirujuk ke rumah sakit yang telah ditetapkan bila terjadi
TB DOTS yang datang ke rumah sakit baik di IGD, Poliklinik, Kamar Perawatan dan Kamar
Bersalin
2. Bagi pasien-pasien di IGD, poliklinik dan rawat inap yang diperkirakan tersangka penderita
TB harus dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk memastikan adanya :
b. Berat badan pasien turun drastis dalam waktu beberapa bulan terakhir
Parameter 0 1 2 3
Keluarga, BTA
jelas
10mm, atau ≥
5mm pada
Keadaan
imunosupresi)
60%
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi,panggul,lutut pembengkakan
, falang
Catatan :
g. Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem scoring TB anak
h. Didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat
i. Bila skor 5 dan anak < 5 th dengan dugaan yang kuat, rujuk ke RS yang lebih lengkap
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang
kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk
administrasi dan operasionalnya. Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana penunjang, antara lain :
1. Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam
penanganan pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas
farmasi, rekam medik dan PKRS ).
2. Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS.
3. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam MoU
antara rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.
4. Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.
5. Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi dalam hal pelatihan,
OAT, mikroskop dan bahan bahan laboratorium.
6. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS 01,02,03
UPK, 04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah sakit.
1. Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran kesiapan rumah
sakit dan dinas keehatan setempat.
2. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah akit dan tenaga medis serta
paramedis dan seluruh petugas terkait.
3. Penyusunan nota kesepahaman antara rumah sakit dan dinas kesehatan.
4. Memyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, farmasi dan PKRS
untuk dilatih DOTS.
5. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unitunit terkait dalam penerapan
strategi DOTS di rumah sakit.
6. Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah sakit sebagai tempat koordinasi dan
pelayanan terhadap pasien tuberkulosis secara komprehensif ( melibatkan semua unit di
rumah sakit yang menangani pasien tuberkulosis ).
7. Menyediakan tempat / rak penyimpanan OAT di ruang DOTS.
8. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai standar.
9. Menggunakan format pencatatan sesuai program tuberkulosis nasional untuk memantau
pelaksnaan pasien.
10. Menyediakan biaya operasional.
Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case
finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan
pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik pabila angka default rate <5%
pada tiap rumah sakit.
b. Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
Tujuan jejaring eksternal :
1. Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari
diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.
2. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi jumlah
pasien yang putus berobat.
Dinas kesehatan berfungsi :
a. Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain
b. Menyusun protap jejaring penanganan pasien TB
c. Koordinasi sistem surveilans
d. Menyusun perencanaan, memantau, melakukan supervisi dan mengevaluasi penerapan
strategi DOTS di rumah sakit.
e. Menyediakan petugas untuk mengumpulkan laporan.
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan
kartu pengobatan TB (TB01) di rumah sakit.
2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB09)
dengan menyertakan TB01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan).
3. Formulir TB09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK
yang dituju.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator HDL
tentang pasien yang dirujuk.
5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali
TB09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6. Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di
UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS).
7. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK yag dituju melacak sesuai
alamat pasien.
8. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal tentang pasien yang dirujuk.
Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa ulang/
mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari
pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera melakukan tindakan di
bawah ini :
Rumah sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien TB sesuai dengan
kemampuan masingmasing seperti terlihat di bawah ini :
Semua unit pelayanan yang menemukan suspek TB, memberikan informasi kepada yang
bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis dan
pengobatan), serta menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan :
Pilihan 2 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi, kemudian merujuk
ke puskesmas.
Pilihan 3 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien serta
memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas.
1. Sahih (valid)
2. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
6. Angka Konversi
7. Angka Kesembuhan
Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu proses penemuan, diagnosis pasien
serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Data ini bisa didapatkan dari form TB.06. Angka
ini berkisar 5 – 15%.Jika < 5% dapat disebabkan oleh penjaringan suspek terlalu longgar atau
ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).Bila angka > 15%bisa
disebabkan karena penjaringan terlalu ketat atau hasil pemeriksaan laboratorium positif palsu.
Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat/diobati
Adalah persentase pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru yang tercatat.
Data ini bisa didapatkan dari form TB.01 dan TB.03. Indikator ini menggambarkan prioritas
penemuan pasien TB yang menular diantara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini
sebaiknya ≥ 65%. Bila angka rendah, dapat disebabkan oleh mutu diagnosis rendah atau
kurang memberikan prioritas penemuan pasien yang menular (pasien BTA positif).
Adalah persentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi
BTA negatif setelah masa pengobatan intensif. Data konversi bisa diperoleh dari form TB.01
dan TB.03. Angka ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan
pengawasan langsung menelan obat dengan benar. Angka yang harus dicapai sebesar ≥ 80%.
Adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh
setelah selesai masa pengobatan di antara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
Data ini didapatkan pada form TB.01. Angka yang harus dicapai sebesar ≥ 85%. Angka ini
dipengaruhi oleh angka loss to follow up yang tidak boleh melebihi 10% karena akan
menghasilkan proporsi pengobatan ulang yang tinggi dimasa yang akan datang yang
disebabkan karena ketidak-efektifan dari penanggulangan TB.
Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien TB
Persentase pasien TB anak (< 15 tahun) di antara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini berkisar 15%.
Jika terlalu besar, kemungkinan terjadi overdiagnosis.
Angka keberhasilan pengobatan TB
Persentase pasien baru TB paru yang terkonfirmasi biologis yang menyelesaikan pengobatan
termasuk sembuh dan pengobatan lengkap di antara pasien baru TB paru terkonfirmasi
biologis yang tercatat.
Presentasi jumlah pasien baru TB paru BTA yang ditemukan dibandingkan jumlah pasien baru BTA
positif yang diperkirakan ada di wilayah tersebut. Target yang ingin dicapai adalah 90%.
Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB
paru terkonfirmasi bakteriologis yang menyelesaikan pengobatan ( baik yang sembuh
maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis yang
tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan
angka pengobatan lengkap
III.2 SUSUNAN KEANGGOTAN TIM TB DOTS RUMAH SAKIT ASY-SYIFA MEDIKA
A. TUGAS POKOK:
2. Melaksanakan koordinasi internal maupun eksternal secara terpadu dengan Unit kegiatan
B. FUNGSI :
Sebagai tempat penanganan Pasien Tuberkulosis secara terpadu di RS Asy-Syifa Medika dan
di Rumah Sakit
2 Ketua a. Melaksanakan
kegiatan penanggulangan TB
b. Bertanggung
c. Membagi tugas
Program
jalan dan IGD jalan dan IGD agar dapat ditatalaksana sesuai program
TB
program TB
rawat inap
laboratorium standar
pemeriksaan TB
maupun Reguler)
Pendahuluan
Kasus tuberkulosis (TB) di dunia terus meningkat. Laporan WHO pada tahun 2009
memperkirakan ada 9,4 juta pasien TB. Saat ini merupakan indonesia merupakan negara
merupakan kelompok resiko tinggi untuk terinfeksi TB. Pencegahan dan pengendalian
pencegahan infeksi adalah diagnosis dini cepat tatalaksana TB yang adekuat. Tujuan
petugas kesehatan , pengunjung dan pasien dari penularan TB. Di tingkat global, Stop TB
dan HIV merupakan komitmen global dan nasional saat ini dalam upaya mencapai target
I. Latar Belakang
Menurut Depkes, TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia.
Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB
terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah penderita TB di Indonesia adalah sekitar
5,8 % dari total jumlah penderita TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat
528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di
Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari
dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung
menelan obat, yang dilaksanakan di puskesmas juga melibatkan rumah sakit. DOTS adalah
MenurutUU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan Permenkes tentang strategi
nasional pengendalian TB bahwa pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan
mortalitas) akanrelatif berkurangsebesar 50% dibandingkan tahun 1990, dan 70% orang yang
terinfeksi TB dapat dideteksi dengan strategi DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan
sembuh.
TB DOTS merupakan salah satu indikator mutu penerapan pelayanan RS yang masuk
dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan merupakan salah satu sasaran dalam Millenium
Dengan dasar ini semua yang melatar belakangi dibentuknya Tim DOTS di RS Asy Syifa
Medika.
II. Tujuan
1. Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan
2. Tujuan Khusus
- Pembentukan Tim DOTS di RS Asy Syifa Medika adalah untuk membuat, melaporkan
Asy Syifa Medika , mengumpulkan segala bentuk informasi pasien tersangka TB dan TB
positif, memonitor dan memberi pelayanan pengobatan serta konseling pasien TB positif
diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif dengan akselerasi pelaksanaan DOT
/ HIV
pengembangan berbagai alat diagnostik. Obat dan vaksin baru serta meningkatkan
3. Terlaksananya fungsi rujukan TB DOTS pada sesuai dengan kebijakan yang berlaku di
Rincian Kegiatan :
masing-masing
3. Terlaksananya fungsi rujukan TB DOTS pada seusai dengan kebijakan yang berlaku di
a. Rujukan internal :
POLI DOTS
b. Rujukan eksternal :
POLI DOTS
V. SASARAN
Terlaksananya Program TB Dots di RS Asy Syifa Medika. Pasien dengan TB dapat terdeteksi
diagnosis dan penanganan maupun pengobatan yang baik sesuai SOP Rumah Sakit. Sehingga
N Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
o
1 Pembentukan tim DOTS V
Perencanaan anggaran kerja
DOTS V
Pembuatan MOU rujukan
TAHUN 2022
Flasdis=
100.00
Makan
30 orang
2. Evaluasi Pencatatan dan Pelaporan DOTS telah berlangsung 2x selama 1 semester yaitu
3. Pelaporan ke Dinkes telah berlangsung 2x selama 1 semester yaitu periode Januari-Juni 2022
4. Penyuluhan tentang TB telah berlangsung 1x selama 1 semester yaitu pada bulan Mei 2022
5. Pengajuan Logistik (Obat) DOTS ke Dinkes telah berlangsung 6x selama 1 semester yaitu
6. Sosialisasi DOTS kepada karyawan RS dan instansi terkait masih belum terlaksana dari
jadwal yang seharusnya bulan Maret 2022 dikarenakan padatnya jadwal pelayanan. Rencana
1. Laporan dari pelaksanaan kegiatan setiap bulannya kepada tim DOTS, Komite Medik dan
Mengetahui
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja program pengendalian TB di RS Asy Syifa Medika
periode Januari – Desember 2022 didapatkan bahwa program pengendalian TB secara umum
sudah terlaksana, namun belum optimal. Masalah yang ditemukan pada program
penanggulangan TB di RS Asy Syifa Medika antara lain:
IV.2 Saran
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas antara
lain:
− Meningkatkan frekuensi Promosi Kesehatan TB
− Kolaborasi dengan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
− Perekrutan dan pelatihan kader baru
− Memaksimalkan program Ketuk Pintu Layani dengan Hati
04/DO-AM/PROGNAS/I/2019 0 2/2
1. Loket pendaftaran
2. Rawat jalan
UNIT TERKAIT 3. Laboratorium
4. Radiologi
5. Apotik