Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN

PELAYANAN TB DOTS
RUMAH SAKIT ADELLA SLAWI
Nomor SK :
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

1. Sekilas Tentang Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis (TB)
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber penularan
adalah dahak yang mengandung kuman TB. Gejala umum TB pada orang dewasa
adalah batuk yang terus menerus dan berdahak, selama 2-3 minggu atau lebih.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif, yaitu pasien yang pada
dahaknya ditemukan kuman TB. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman TB yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; di antaranya karena gizi
buruk, HIV/AIDS atau penyakit lain, misalnya diabetes melitus.

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari pasien TB akan meninggal,
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25% sebagai kasus
kronis yang tetap menular (WHO, 1996), saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 2
di dunia setelah India.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata
waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :

a. Kemiskinan.
b. TB terlantar (karena tidak memadainya penemuan kasus, diagnosis dan
penyembuhan)
c. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat;
d. Dampak pandemi HIV.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

Sementara itu, upaya penanggulangan TB, meskipun kuman TB telah


ditemukan pada tahun 1882 dan obat anti tuberkulosis telah ditemukan sejak tahun
1944, secara umum dikatakan mengalami kegagalan. Sebab utama kegagalan
tersebut, antara lain:

a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan


b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak terstandar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan
yang tidak terstandar, dsb.)
c. Tidak memadainya tatalaksana pasien (diagnosis dan paduan obat
yang tidak terstandar, gagal menyembuhkan pasien yang telah diobati)
d. Terlalu percaya dan tergantung (over-reliance) kepada kemampuan
hasil vaksinasi BCG. Beberapa studi menunjukkan vaksinasi BCG tidak dapat
mencegah terjadinya TB postprimer. Vaksinasi BCG tidak memberikan dampak
terhadap transmisi TB. Dengan demikian vaksinasi BCG tidak dapat
menurunkan insidensi TB BTA positif. Namun vaksinasi BCG dapat menurunkan
kejadian (insidensi) TB tipe berat pada anak (misalnya meningitis tuberkulosa).

Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebagian besar negara di dunia yang


dikategorikan sebagai high burden countries, jumlah pasien TB semakin tidak
terkendali dengan banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan. Menyikapi
hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia
(global emergency)

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia akan menambah permasalahan TB.


Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan secara signifikan risiko berkembangnya
TB. Negara-negara dengan prevalensi HIV yang tinggi, terutama pada negara
negara sub-sahara Afrika telah menyaksikan peningkatan jumlah TB yang tajam
dengan peningkatan insidensi dua sampai tiga kali lipat pada tahun 1990 an.

Pada saat yang sama, resistensi ganda kuman TB terhadap obat anti TB (MDR
= Multi Drug Resistance), semakin menjadi masalah yang serius pada banyak
negara di dunia. Resistensi kuman ini terutama disebabkan tatalaksana pengobatan
yang buruk, karena banyak diciptakan oleh petugas kesehatan, a man made
problem.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Tahun


1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit
TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskular
dan penyakit saluran napas pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari
golongan penyakit infeksi. Tahun 2006, di Indonesia ditemukan dan diobati sekitar
534.000 pasien baru untuk semua pasien TB dengan kematian sekitar 88.000
(Laporan WHO tahun 2008). Dari Survei Prevalensi Tuberkulosis pada tahun 2004
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 110 pasien baru TB paru
BTA positif.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

Program Nasional Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS di Indonesia


dimulai pada tahun 1995. Sampai akhir 2007, program Penanggulangan TB dengan
Strategi DOTS telah menjangkau 98% dari jumlah Puskesmas yang ada, namun
untuk rumah sakit baru sekitar 38%, sedangkan BP4/BKPM/BBKPM sekitar 97%.

2. Strategi Dots

Strategi penanggulangan yang direkomendasikan oleh WHO adalah Strategi


DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Strategi DOTS
telah dibuktikan dengan berbagai uji coba lapangan dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan Strategi DOTS merupakan
strategi kesehatan yang paling cost effective. Satu studi cost benefit yang dilakukan
oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap satu dolar yang digunakan
untuk membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar 55 dolar
selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari lima komponen, yaitu:

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana;


b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung;
c. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO);
d. Kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka
pendek untuk pasien;
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program TB.

Untuk menjamin keberhasilan penanggulangan TB, kelima komponen tersebut


di atas harus dilaksanakan secara bersamaan. Pada tahun 1994 Indonesia menguji-
cobakan implementasi Strategi DOTS dengan demonstration area di Provinsi Jambi
(Kabupaten Bungo Tebo) dan Jawa Timur (Kabupaten Sidoarjo). Hasil uji coba
lapangan ini memberi angka kesembuhan yang tinggi lebih dari 85%. Angka
kesembuhan yang tinggi ini penting untuk memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya kekebalan obat ganda atau Multi Drug Resistance (MDR) yang
merupakan ancaman besar bagi masyarakat. Sejak tahun 1995, program
penanggulangan TB nasional mengadopsi Strategi DOTS dan menerapkannya pada
Puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000 hampir seluruh Puskesmas telah
berkomitmen dan mengadopsi Strategi DOTS yang diintegrasikan dalam pelayanan
primernya.

Pada kenyataannya, pasien TB bukan hanya datang ke Puskesmas, melainkan


juga ke BP4/BKPM/BBKPM, Rumah Sakit, klinik, DPS dan dokter perusahaan. Dari
hasil Survei Prevalensi Tuberkulosis pada tahun 2004 :

a. Untuk kawasan Sumatera: pasien TB datang ke RS dan BP4/BKPM/BBKPM:


44%, Puskesmas 43% dan DPS 12%,
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

b. Untuk kawasan Indonesia Timur: pasien TB datang ke RS dan


BP4/BKPM/BBKPM 31%, Puskesmas 53% dan DPS 16%,
c. Untuk kawasan Jawa-Bali: pasien TB datang ke RS dan BP4/BKPM/BBKPM:
49%, Puskesmas 21% dan DPS 29%. Karena itu perlu ekspansi Strategi
DOTS ke UPK terutama RS dan BP4/BKPM/BBKPM di regional Sumatera
dan Jawa-Bali.

3. Peranan Rumah Sakit Dalam Strategi Dots

a. Pengembangan Strategi DOTS rumah sakit dilakukan bersamaan dengan


peningkatan kualitas program penanggulangan TB di kabupaten/kota dengan
mempertahankan :
1) Angka Konversi > 80% dan
2) Angka Kesembuhan Penderita > 85%.
b. Berikut ini adalah langkah-langkah keterlibatan rumah sakit dalam program
penanggulangan TB dengan Strategi DOTS :

1) Melakukan asesmen dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran


kesiapan rumah sakit dandinas kesehatan setempat.
2) Komitmen yang kuat dari pihak pemilik, manajemen rumah sakit (direktur
rumah sakit) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis) serta
nonmedis, yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman
(Memorandum of Understanding) antara rumah sakit dan dinas
desehatan provinsi/kabupaten/kota.
3) Menyiapkan tenaga medis, nonmedis (perawat, analis kesehatan, rekam
medik, tenaga kefarmasian dan lain-lain) yang terlatih DOTS
4) Membentuk tim DOTS di rumah sakit yang meliputi Gugus
tugas-Gugus tugas terkait dalam pelaksanaan jejaring DOTS di
rumah sakit (Hospital DOTS Linkage = HDL).
5) Menyediakan ruangan untuk Gugus tugas DOTS di dalam rumah
sakit, sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap
penderita TB secara komprehensif (melibatkan semua Gugus
tugas di rumah sakit yang menangani pasien TB)
6) Menyediakan tempat / rak penyimpanan paket-paket OAT.
7) Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis
dahak sesuai standar dan ruang/tempat untuk mengeluarkan
dahak.
8) Menggunakan format pencatatan sesuai dengan Program
Nasional Penanggulangan TB untuk memantau penatalaksanaan
pasien.
9) Dana operasional.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

2. Tujuan Pedoman

Mengatur agar pelayanan dan tatalaksana pasien tuberkulosis dengan menggunakan


strategi DOTS di Rumah Sakit dapat berjalan dengan baik, termasuk didalamnya :
a. Memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap pasien dengan tuberkulosis.
b. Pemantauan pengobatan pasien dengan tuberkulosis.
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas tuberkulosis.
d. Mendukung pelaksanaan program pemberantasan tuberkulosis pemerintah.

3. Ruang Lingkup Pelayanan

Pada dasarnya tugas Tim DOTS Rumah Sakit dalam penanggulangan TB adalah
melayani pasien yang datang mencari pengobatan dengan:
1. Melakukan penemuan (diagnosis) kasus TB
a. Mengidentifikasi suspek dan mengisi buku daftar suspek TB (TB.06)
b. Mengisi formulir untuk Pemeriksaan Dahak (TB.05)
c. Mendiagnosis TB pada orang dewasa dan anak sesuai dengan Program
Nasional Penanggulangan TB
d. Menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien
e. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB.01) dan
kartu identitas pasien (TB.02) secara lengkap dan benar.
2. Melakukan pengobatan pasien TB
a. Membantu pasien dalam penentuan pilihan tempat pengobatan selanjutnya
b. Menetapkan paduan OAT yang benar untuk setiap klasifikasi dan tipe pasien
serta bertanggung jawab dalam menetapkan PMO bersama pasien
c. Memberikan penyuluhan pada pasien, keluarganya dan PMO
d. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB.01) dan
kartu identitas pasien (TB.02) secara lengkap dan benar
e. Bertanggung jawab dalam pemantauan keteraturan pengobatan
f. Menentukan jadwal pemeriksaan dahak ulang
g. Menangani pasien mangkir;
h. Mendeteksi dan menangani komplikasi, efek samping dan merujuk ke RS
spesialistik lain bila diperlukan;
i. Menangani pasien TB pada beberapa keadaan khusus;
j. Menetapkan hasil pengobatan dan mencatat pada kartu pengobatan pasien;
k. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pencatatan lain yang diperlukan
(formulir TB.09 dan TB.10).
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pengobatan
a. Melakukan analisis hasil pengobatan pasien sesuai dengan indicator :
1) Merencanakan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah.
4. Pencatatan dan Pelaporan
a. Melakukan pencatatan suspek dan pasien yang diobati
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

1) Melakukan Pelaporan baik kepada Direktur RS Adella dan ke Dinas Kesehatan


Kabupaten.

4. Batasan Operasional
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis).
2. Metode DOTS
Metode Directly Observed Treatment Short-coursed (DOTS) adalah suatu stategi
yang ditetapkan pemerintah untuk penanggulangan
tenaga kesehatan / keluarga terdekat pasien untuk meningkatkan angka
sesembuhan dan menurunkan angka putus obat dan mortalitas penderita
tuberkulosis.
3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Obat Anti tuberkulosis adalah suatu kombinasi dari empat atau lebih jenis obat yang
ditujukan untuk penyembuhan penderita tuberkulosis.
4. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pihak yang bertanggung-jawab untuk memastikan pasien tidak lupa dan dapat
minum obat secara rutin.
5. Klinik DOTS
Tim di RS Adella Slawi yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program DOTS
untuk TB di RS.

5. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan LembaranNegara Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Nomor
4431);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan LembaranNegara
Nomor 4437);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang pedoman
Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal ;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/ Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar Pelayanan Minimal Di Rumah Sakit;
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
11. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007 tentang Ekspansi TB
Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan/pengobatan Penyakit Paru;
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. :

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Jumlah
Jenis Ketenagaan Pendidikan
Tenaga
Penanggung jawab Direktur 1
Dokter Umum yang bersertifikat pelatihan
Ketua Tim DOTS 1
TB DOTS
Sekretaris Perawat 1
Perawat D3/S1 yang bersertifikat pelatihan
Koordinator 1
TB DOTS
Perawat D3 / S1, yang bersertifikat
Koordinator Rawat Inap 1
pelatihan TB DOTS
Koordinator Laboratorium D3 Analis Laborat 1

Koordinator Logistik TB Apoteker / Asisten Apoteker 1

B. Distribusi Ketenagaan
Disesuaikan dengan jadwal jaga masing-masing petugas

C. Pengaturan Dinas
Pengaturan jadwal petugas medis maupun non-medis Tim DOTS RS Mitra
Siaga disesuaikan dengan jam kerja dan jadwal dinas di bagian masing-masing.

D. Uraian Tugas
1. Ketua Tim Dots
Jabatan Ketua Tim Dots
1. Pendidikan : Dokter Umum
2. Ketrampilan : -
Kualifikasi/ Kriteria
3. Pelatihan : Sertifikasi DOTS - TB
4. Masa kerja : -
1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program
implementasi DOTS di rumah sakit
2. Mengkoordinir pelaksanaan ISTC (internasional
Tanggung Jawab
standard tuberculosis care ).
3. Mengkoordinir pelaksanaan program implementasi
DOTS di RS.
1. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan prosedur
pelayanan.
2. Melaksanakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan
Wewenang
kegiatan.
3. Melaksanakan pelaporan kegiatan pelayanan
pasien tb sesuai dengan strategi DOTS kepada atasan.
Tugas Pokok Uraian Tugas

1.1 Membuat & mengusulkan Pedoman Pelayanan


1.2 Membuat dan mengusulkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang berkaitan dengan
aktivitas di Tim DOTS
1. Menyusun standard 1.3 Membuat dan mengusulkan Sasaran Mutu
dan program kerja Tim DOTS.
Tim DOTS 1.4 Membuat dan mengusulkan program kerja dan
rencana anggaran tahunan Tim DOTS.
1.5 Membuat rencana/jadwal kegiatan Tim DOTS.
1.6 Menyusun standar kebutuhan sarana, alat dan
bahan kerja bagian SDM.

Panduan Pelayanan TB DOTS


No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
12 | R S M S
2. Menyusun
2.1 Menentukan struktur organisasi, membagi
organisasi dan
tugas dan menentukan uraian jabatan di Tim
mengkoordinasi
DOTS.
tugas di Tim DOTS
3.1 Membuat laporan dan evaluasi hasil
kegiatan
Tim DOTS secara periodik baik bulanan,
3. Mengendalikan dan
triwulanan, semesteran maupun tahunan.
mengawasi
3.2 Mengecek, memverifikasi, mengoreksi
pelaksanaan tugas
hasil
dan memecahkan
kerja bawahan sebelum diteruskan kepada
masalah - masalah
bagian lain untuk menjamin hasil kerja sesuai
yang muncul di Tim
dengan standar.
DOTS agar berjalan
3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan
sesuai tujuan
dengan
SDM dengan berkoordinasi dengan bagian
terkait.
4. Mengkoordinasi 4.1 Mengkoordinasi penyusunan laporan
penyusunan laporan kegiatan
dan melakukan DOTS tiap 3 bulan.
pelaporan rutin ke 4.2 Melaporkan hasil kegiatan DOTS ke
Direktur RS dan Direktur
Dinas Kesehatan. RS Mitra Siaga & Dinas Kesehatan Kab Tegal
5.1 Melakukan tugas fungsional dalam
5. Melakukan tugas
melayani
fungsional sebagai
pemeriksaan, penegakkan diagnosis dan
tenaga kesehatan
pemberian obat-obatan untuk pasien program
untuk DOTS
DOTS.
2. Sekretaris Tim Dots
Jabatan Sekretaris Tim Dots
1 . Pendidikan : Perawat
Kualifikasi/ Kriteria 2 . Ketrapilan : Komputer .
3 . Pelatihan :
1. Bertanggung jawab atas ketepatan
pencatatan
pendistribusian dan kerapian serta keamanan
Tanggung Jawab data laporan DOTS.
2. Bertanggung jawab atas ketepatan
pencatatan
dan akurasi laporan-laporan DOTS.

Panduan Pelayanan TB DOTS


No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
13 | R S M S
1. Berwewenang menggunakan fasilitas yang
dibutuhkan.
Wewenang
2. Berwenang mengajukan permintaan sarana
kerja, misal : ATK.

Tugas Pokok Uraian Tugas


1.1 Melakukan proses pembuatan surat-surat
1. Mempersiapkan
(surat
surat
permintaan obat, surat rujukan, surat
surat yang
undangan
berhubungan dengan
rapat, dll) sesuai dengan kebutuhan dalam
pelaksanaan DOTS
penatalaksanaan DOTS.
2.1. Melakukan pencatatan harian DOTS
2. Melakukan 2.2. Melakukan rekapitulasi bulanan dari
pencatatan dan kegiatan DOTS
pelaporan harian 2.3. Melaporkan hasil rekapitulasi kepada
DOTS Ketua
tim DOTS
3. Koordinator
Jabatan Perawat
1. Pendidikan : Perawat
Kualifikasi/ Kriteria 2. Pelatihan : Pelatihan / sosialisasi DOTS
3. Masa kerja : -
1. Bertanggung jawab dalam melaksanakan
Pencatatan dan Pelaporan di ruangan masing
masing
2. Bertanggung melakukan pengawasan
pemberian
Tanggung Jawab
OAT pada pasien TB yang dirawat di ruang
masing-masing.
3. Bertanggung jawab melaporkan hasil
kegiatan
DOTS dari ruangan masing-masing
1. Berwewenang menggunakan fasilitas yang
Wewenang
dibutuhkan.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
14 | R S M S
Tugas Pokok Uraian Tugas
1. Melaksanakan
1.1.Melaksanakan pengawasan pemberian
pengawasan pemberian
OAT
OAT pada pasien TB
pada pasien TB yang dirawat di ruang masing
yang dirawat di ruang
masing
masing-masing
4. Koordinator Logistik
Jabatan Pelaksana Instalasi Farmasi
1. Pendidikan : Asisten Apoteker / Apoteker
2. Pelatihan : Pelatihan / sosialisasi
Kualifikasi/ Kriteria eksternal /
internal DOTS
3. Masa kerja : -
1. Bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas
tugas logistik yang berkaitan dengan
ketersediaan OAT dan Non OAT.
Tanggung Jawab 2. Bertanggung jawab dalam
perencanaan,pengadaan dan penyimpanan
logistik TB.
3. Bertanggung jawab dalam pendistribusian
logistik
1. Berwewenang menggunakan fasilitas yang
dibutuhkan.
Wewenang
2. Berwenang mengajukan kebutuhan obat
DOTS.

Tugas Pokok Uraian Tugas


1. Melakukan perhitungan kebutuhan obat
1. Mengajukan
TB.
permintaan
2. Mengajukan kebutuhan obat TB ke Ketua
stok obat-obat program
Tim
TB
DOTS
5. Koordinator Laboratorium
Jabatan Pelaksana Instalasi Laboratorium
1. Pendidikan : D III Analis Kesehatan
Kualifikasi/ Kriteria 2. Pelatihan :
3. Masa kerja : -

Panduan Pelayanan TB DOTS


No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
15 | R S M S
Tanggung Jawab 1. Bertanggung jawab melakukan
pemeriksaan
laboratorium terkait DOTS, misal BTA, dll.
2. Bertanggung jawab dalam pencatatan dan
pelaporan hasil pemeriksaan sputum pasien
suspek TB.
1. Berwewenang menggunakan fasilitas yang
Wewenang
dibutuhkan.

Tugas Pokok Uraian Tugas


1. Mencatat / mendokumentasikan pasien-
1. Melaksanakan
pasien
pencatatan dan
yang diperiksakan sputum.
pelaporan pasien yang
2. Merekapitulasi dan melaporkan hasil
diperiksa sputum
pencatatan ke sekretaris DOTS
2. Melakukan
1. Melakukan pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan
terkait
laboratorium terkait
DOTS, terutama pemeriksaan sputum BTA
DOTS, misal BTA, dll.

Panduan Pelayanan TB DOTS


No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
16 | R S M S
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan Dots
Keterangan :
1. Kursi Tunggu
2. Meja
3. Kursi
4. Lemari Arsip
5. Rak Obat
6. Kipas Angin
1
DENAH RUANG DOTS

B. Standar Fasilitas
Fasilitas yang dapat digunakan oleh Tim DOTS RS Mitra Siaga adalah :
1. Ruangan khusus dan tersendiri untuk melayani pasien tuberkulosis yang
disebut sebagai “Ruang DOTS”.
2. Bilik Khusus untuk berdahak ( Ruang Berdahak )
3. Meja Konsultasi 2 buah
4. Kursi 6 buah
5. Kursi tunggu pasien
6. Kalender Jadwal Pasien 1 buah
7. Rak Obat 1 buah
8. Lemari Arsip 1 buah
9. Stetoskop 1 buah
10. Tensimeter 1 buah
11. Timbangan BB 1 buah
12. Kipas Angin 1 buah
13. Masker Bedah 1 dus
14. Masker N95
15. ATK
16. Komputer / Laptop 1 unit
17. Jam dinding
18. Pesawat telpon
19. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Kategori 1 ( FDC / Kombipak )
b. Kategori 2
c. Kategori Anak
20. Formulir dan buku pencatatan TB
a. TB.01 : Kartu Pengobatan Pasien TB
b. TB.02 : Kartu Identitas Pasien TB
c. TB.03 : Register Pasien TB di UPK
d. TB.04 : Register Laboratorium TB
e. TB.05 : Formulir Permohonan Laboratorium TB untuk Pemeriksaan
dahak
f. TB.06 : Buku Daftar Tersangka Pasien (Suspek) TB
g. TB.09 : Formulir Rujukan/ Pindah Pasien TB
h. TB.10 : Formulir Hasil Akhir Pengobatan Pasien Pindah
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
18 | R S M S
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Penemuan Pasien Tb
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
1. Strategi penemuan
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan;
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA
positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
2. Gejala klinis pasien TB
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
19 | R S M S
3. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan
identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan
dalam beberapa situasi:
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
5. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang
mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai
standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality
Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil
pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga
kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
20 | R S M S
B. Diagnosis Tb
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
21 | R S M S
Gambar 4.1. Alur Diagnosis TB Paru

3. Indikasi pemeriksaan foto toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
22 | R S M S
a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis ‘TB paru BTA positif. (lihat bagan alur)
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
(lihat bagan alur)
c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).
C. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien
1. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA
positif atau BTA negatif;
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
2. Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :
a. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
b. Registrasi kasus secara benar
c. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
d. Analisis kohort hasil pengobatan
3. Beberapa istilah dalam definisi kasus:
a. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
b. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan,
sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
23 | R S M S
4. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik
sangat diperlukan untuk:
a. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi,
b. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (costeffective)
c. mengurangi efek samping.
D. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
E. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
24 | R S M S
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
F. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
1) Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka
untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai
pasien TB paru.
2) Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling
berat.
G. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
25 | R S M S
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,
harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik.
H. PENGOBATAN TB
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis OAT
Tabel 4.1. Jenis, sifat dan dosis OAT
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
3. Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
4. Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
b. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
27 | R S M S
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
c. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
6. Paduan OAT dan peruntukannya
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1) Pasien baru TB paru BTA positif.
2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
28 | R S M S
Tabel 4.2a. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tabel 4.2b. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal
3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 4.3a. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori

Tabel 4.3a. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2


Tabel 4.3b. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
29 | R S M S
Catatan:
1) Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal
untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat
badan.
2) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
3) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi
4ml. (1ml = 250mg).
7. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 4.4a. Dosis KDT untuk Sisipan
Tabel 4.4b. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida
(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut
jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
I. Tatalaksana Tb Anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
30 | R S M S
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor . Unit Kerja Koordinasi
Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman NasionalTuberkulosis Anak
dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan
oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Lihat tabel 3.5. tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan
pemeriksaan penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan
jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6
tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi
anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CTScan,
dan lain lainnya.
Tabel Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
31 | R S M S
Catatan :
a) Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
b) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
c) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
d) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan
tabel badan badan.
e) Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
f) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
g) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
h) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.
1. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
a. Tanda bahaya :
1) kejang, kaku kuduk
2) penurunan kesadaran
3) kegawatan lain, misalnya sesak napas
b. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
c. Gibbus, koksitis
Gambar 4.6. Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan
kesehatan dasar
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
32 | R S M S
maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan
parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
2. Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada
tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan
berat badan anak.
Tabel 4.7a. Dosis OAT Kombipak pada anak
Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
3. Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan
menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem
didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
33 | R S M S
dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.
J. Pengawasan Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada
petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga.
3. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO
bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
34 | R S M S
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke UPK.
K. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan Tb
1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak
secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan
radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah
(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan
dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi).
Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemriksaan
ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
35 | R S M S
Tabel 4.8. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak
Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur
Tabel 4.9. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Panduan Pelayanan TB DOTS
No. : 115.5/SK-RSMS/I/2018
36 | R S M S
Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu
sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus
diperiksa dahak.
2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada
satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
3. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
4. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
5. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
6. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
7. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
L. Efek Samping Oat Dan Penatalaksanaannya
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala.

Anda mungkin juga menyukai