Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN PELAYANAN TB DOTS

RUMAH SAKIT CAHAYA MEDIKA

DISUSUN OLEH :

TIM MDG’S
RUMAH SAKIT CAHAYA MEDIKA
2019

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................i


Kata Pengantar ..............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii

BAB I DEFINISI ............................................................................................ii

BAB II RUANG LINGKUP ..........................................................................iii

BAB III TATA LAKSANA ...........................................................................iii

BAB IV DOKUMENTASI ............................................................................iii

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa., karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, Pedoman Pelayanan TB DOTS dapat diselesaikan dengan
baik.
Pedoman Pelayanan TB DOTS dapat menjadi pegangan serta pedoman bagi
pelayanan medik dan keperawatan sehingga pelayanan yang dihasilkan mempunyai
mutu, efektifitas, serta efisiensi sesuai dengan yang diharapkan.
Keberadaan Pedoman Pelayananan TB DOTS ini sangat penting dan dapat
dipisahkan dengan program menjaga mutu dan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan dinamis. Oleh karena itu, kami mengharapkan akan mengalami
perbaikan dan penyempurnaan/revisi kembali dimasa yang akan datang.
Akhirnya kami harapkan semoga Pedoman Pelayanan TB DOTS ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan.

Praya, Januari 2019

1
BAB I
DEFINISI

1. PENGERTIAN
Penyakit TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman
Mycobacterium Tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.

2. RESIKO PENULARAN
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis
Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi bervariasi antara 1-2
%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara
1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB (TB klinis). Dari
keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa di daerah dengan
ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)
penderita tuberkulosis setiap tahun, dan 50 % penderita adalah BTA
positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena
keadaan yang gizi buruk, diabetes melitus atau menderita infeksi virus
HIV/AIDS. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV
meningkat, maka angka jumlah penderita dan penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula. TB ditularkan melalui percikan dahak penderita
ketika batuk, bersin, berbicara atau meludah. Seorang penderita TB dengan
status BTA positif dapat menularkan kepada 10-15 orang setiap tahunnya.
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai angka
penemuan kasus dan kesembuhan.

3. EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia ( global emergency ). Di perkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh mikrobakterium tuberkulosis. Seluruh dunia, pada
tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta penderita TB baru dan 3 juta kematian

1
akibat TB. Di negara negara berkembang, kematian akibat TB merupakan
25 % dari seluruh kematian , yang sbenarnya dapat dicegah. Diperkirakan
95 % kasus TB dan 98 % kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara
negara berkembang. Demikian juga kematian wanita karena TB lebih
banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas.
Sekitar 75 % penderita TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis ( 15 – 50 tahun ). Seorang TB dewasa, akan
kehilangan rata rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-
30%. Jika ia meninggal akibat TB , maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.
Diperkirakan oleh WHO ( 2003 ), setiapa tahun di Indonesia
terjadi 581.847 kasus TB baru, dengan jumlah BTA ( + ) 261.249 kasus.
Insidens diperkirakan 271 kasus per 100.000 penduduk , dengan insiden
kasus baru ( + ) sebesar 122 per 100.000 penduduk dan prevalensi kasus
BTA ( + ) sebesar 715 per 100.000 penduduk.
Beberapa aspek yang terkait dengan beban masalah TB antara lain :
a. Kondisi sosial ekonomi yang lemah
b. Tingkat pendidikan yang rendah
c. Pengobatan yang tidak adekuat
d. Dampak pandemi HIV

4. TANTANGAN TB DI INDONESIA
a. Total pasien baru (kasus TB BTA positif maupun negatif) di Indonesia
lebih dari 600.000 orang per tahun. Terdapat perbedaan besar angka
penyakit TB di wilayah Sumatera, Jawa-Bali, dan kawasan Timur
Indonesia
b. Insidens kasus BTA positif (menular) tahun 2005 diperkirakan 107
kasus baru/100.000 penduduk (246.000 kasus baru setiap tahun)
c. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan peringkat ketiga dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi di
Indonesia yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap
tahunnya atau dalam sehari terjadi 300 kematian karena TB
d. Sebagian besar penderita TB usia produktif (15-55 tahun)
e. Kolaborasi intervensi TB-HIV : HIV meningkatkan kejadian TB dan
angka kematian di wilayah dengan prevalensi HIV tinggi (11-50 %
pasien HIV/AIDS meninggal karena TB).

1
f. Indonesia mempunyai epidemi HIV yang terkonsentrasi. Prevalensi
pada orang dewasa (15-49 tahun) diperkirakan <0,2% dengan kejadian
terbesar di Prov. Bali, Jawa Timur, Papua, Riau, Jakarta dan Jawa
Barat. Wilayah dengan risiko tinggi HIV perlu mendapat prioritas
pelaksanaan program TB.
g. Surveilans kekebalan obat TB belum dilaksanakan di Indonesia.
Survei-survei terbatas yang dilakukan di Jakarta menemukan ada
kasus kekebalan obat TB pada lebih dari 4% kasus-kasus yang tidak
diobati sebelumnya. Suatu survei yang representative diperlukan
untuk mengetahui situasi di Indonesia (perkiraan Nasional dari WHO
adalah 1,6%).
h. Terdapat kelompok populasi khusus yang rentan terhadap TB yaitu
perempuan, anak, manula dan orang-orang dengan risiko penularan
tinggi seperti para narapidana dan kaum pengungsi.

5. PEMBERANTASAN TB DENGAN STRATEGI DOTS


Pemberantasan TB sebenarnya telah dimulai sejak lama tetapi
hasilnya belum menggembirakan. Sebelum ada strategi DOTS (Directly
Observe Treatment Shortcourse) cakupan program sebesar 56% dengan
angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan
yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu,
kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB atau multi drug resistance
(MDR) terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara meluas.
TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Penderita TB
dapat sembuh bila melakukan pengobatan dengan OAT secara lengkap dan
teratur selama 6-8 bulan. Di Indonesia, Program Pengendalian TB
disesuaikan dengan Strategi Stop TB Global, diarahkan dalam upaya
mencapai Target Global TB 2005 dan Tujuan Pembangunan Milenium
2019. Strategi Pengendalian TB mencakup  penerapan Strategi DOTS,
pengelolaan  kasus TB yang kebal terhadap obat anti TB (MDR/multi drug
resistance), koinfeksi TB - HIV, memperkuat sistem pelayanan kesehatan,
keterlibatan semua penyedia layanan kesehatan serta meningkatkan
kegiatan penelitian.

 PRINSIP-PRINSIP STRATEGI DOTS


Pada awal tahun 1990-an IUATD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS ( Directly
Observed Treatment Short-course ) dan telah terbukti sebagai strategi
penanggulangan yang cost effective .

1
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan penderita,
terutama TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan menurunkan insidens TB di masyarakat. Strategi DOTS
direkomendasikan sebagai strategi dunia dalam penanggulangan TB
sejak tahun 1995.
Selama lebih dari satu dekade Strategi DOTS merupakan elemen
yang sangat penting untuk pengendalian TB. Strategi ini terdiri dari 5
komponen :
1. Peningkatan Komitmen Politis dengan ada Rencana Jangka Panjang
Penanggulangan TB yang didukung oleh penganggaran yang tetap dan
memadai sesuai dengan target World Health Assembly 2005 dan
Millenium Development Goals 2019.
2. Penegakkan diagnosis dengan mikroskopis dahak dan serta penguatan
jejaring laboratorium mikroskopis TB
3. Pengobatan TB standar dengan PMO (Pengawas Menelan Obat) dalam
upaya mengurangi risiko terjadinya MDR dan peningkatan kesembuhan
penderita.
4. Jaminan ketersediaan dan sistim pengelolaan OAT yang efektif.
5. Sistim Pencatatan dan Pelaporan baku untuk TB
Komitmen politis untuk menjamin keberlangsungan program
penanggulangan TB adalah sangat penting bagi keempat komponen lainnya
agar dapat dilaksanakan secara terus menerus. Komitmen pertama harus
diterjemahkan menjadi formulasi kebijaksanaan, kemudian diformulasikan
kedalam sumber daya manusia serta sokongan administratif.
Menurut Bank Dunia strategi DOTS merupakan strategi kesehatan
yang paling cost effective. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan
hal tersebut. Di Bangladesh dengan strategi DOTS, angka kesembuhan
pasien TB mampu mencapai sekitar 80%, di Maldives sekitar 85 % , di
Nepal mencapai 85 % sedangkan di RRC mencapai 90 %.
Di Indonesia, strategi DOTS pertama kali dilakukan uji coba pada
tahun 1995 dan kemudian diimplementasikan secara luas dalam sistim
pelayanan kesehatan dasar. Fokus saat ini adalah meningkatkan cakupan
DOTS ke seluruh penyedia pelayanan kesehatan di Indonesia disertai
peningkatan mutu pelayanan.  Langkah awal dengan memperkuat jejaring
puskesmas,  lalu strategi inovasi lainnya seperti perencanan spesifik daerah
dalam upaya menjangkau populasi yang sulit mendapatkan akses
pelayanan (akibat sosial ekonomi maupun geografis), keterlibatan RS
(Hospital DOTS Lingkage),  TB pada anak, TB di rumah tahanan/lembaga

1
pemasyarakatan, penanganan kasus resisten serta penanganan koinfeksi
TB-HIV.
Penemuan kasus TB di Indonesia (CDR=Case Detection Rate) pada
tahun 2005 adalah 68%, telah mendekati target global untuk penemuan
kasus pada tahun 2005 sebesar 70% dan target 2007 menjadi 74%.
Sedangkan angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR) mencapai
89,7% melebihi target WHO sebesar 85%. Hasil tersebut merupakan kerja
keras dari berbagai pihak di Indonesia dengan dukungan donor
internasional yang meningkat seperti GF ATM, USAID (TBCTA), CIDA,
DFID dan lain-lain serta bantuan teknis dari para mitra Stop TB khususnya
WHO dan KNCV.
Pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah di lapangan.
Program DOTS yang dulu dititik-beratkan di puskesmas harus diperluas ke
rumah sakit dan dokter praktik swasta. Hal ini disebabkan karena pasien
TB bukan hanya datang ke puskesmas, melainkan banyak juga ke rumah
sakit, dokter praktik swasta serta klinik swasta. Secara umum memang
perlu dilakukan akselerasi DOTS di Indonesia agar program lebih cepat
mencapai target.

6. DOTS DI RUMAH SAKIT ( HOSPITAL DOTS)


Berdasarkan hasil penelitian oleh Departemen Kesehatan, 49 %
pasien TB di Jawa, 44% pasien TB di Sumatra dan 31% pasien TB di
Kawasan Timur Indonesia datang berobat pertama kali ke rumah sakit. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peluang rumah sakit sangat penting dalam
pemberantasan TB, antara lain dalam meningkatkan CDR (Case Detection
Rate) dan CR (Cure Rate). Rumah sakit mempunyai beberapa kelebihan
antara lain mempunyai cukup tenaga ahli, peralatan diagnostik dan
terapeutik yang cukup lengkap, jumlah pasien banyak, dan lain-lain, tetapi
juga mempunyai kelemahan antara lain rumah sakit tidak mempunyai
tenaga cukup, sehingga bila ada pasien yang tidak kontrol pada waktunya
tidak dapat dilakukan kunjungan rumah.
Penyakit TB dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia
sehingga pasien TB di rumah sakit dapat datang ke berbagai spesialis di
rumah sakit, oleh karena itu untuk mengkoordinasikan pelayanan TB di
rumah sakit perlu dibentuk Tim DOTS Rumah Sakit. Tim tersebut bertugas
untuk mengkoordinasikan kegiatan di rumah sakit melalui jejaring internal
(internal linkage) rumah sakit maupun koordinasi kegiatan di luar rumah
sakit melalui jejaring eksternal (external loinkage). Jejaring eksternal perlu

1
dilakukan untuk koordinasi kegiatan dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Dokter Praktek Swasta, dan lain-lain.
Langkah-langkah untuk mulai mengimplementasikan DOTS di
rumah sakit antara lain yaitu :
a. Melakukan penilaian dan analisis situasi, apakah rumah sakit telah
bersedia untuk melaksanakan program DOTS
b. Mendapatkan komitmen yang kuat terutama dari manajemen dan
dokter spesialis yang akan melaksanakan DOTS
c. Penyusunan nota kesepahaman ( Memorandum of Understanding )
antara Dinas Kesehatan setempat dengan manajemen rumah sakit
d. Menyiapkan tenaga pelaksana DOTS antara lain dokter, perawat,
petugas laboratoium, petugas farmasi, petugas pencatatan dan
pelaporan, dan lain-lain
e. Membentuk tim DOTS di rumah sakit. Tim tersebut akan melakukan
koordinasi kegiatan internal linkage atau external linkage
f. Menyediakan tempat untuk unit DOTS di dalam rumah sakit. Tempat
ini menjadi pusat kegiatan pelayanan pasien TB di rumah sakit
g. Menyediakan tempat / rak penyimpanan paket-paket OAT di ruang
DOTS.
h. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak
sesuai standar.
i. Menggunakan format pencatatan sesuai dengan program tuberkulosis
nasional
Contoh kegiatan jejaring eksternal antara rumah sakit dengan puskemas :
a. Pasien tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada tanggal
yang telah ditentukan.
b. Bila keadaan ini masih berlanjut hingga lewat 2 hari dari tanggal yang
ditentukan, maka petugas di unit DOTS RS harus segera melakukan
tindakan di bawah ini :
1) Menghubungi pasien langsung/PMO agar segera kembali
berobat
2) Petugas di Tim DOTS RS menginformasikan ke Wasor
Kabupaten/Kota atau langsung ke puskesmas tentang ada
pasien yang tidak kontrol, dengan memberitahukan identitas
dan alamat lengkap untuk segera dilakukan pelacakan.
Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas
puskesmas segera iinformasikan kepada rumah sakit . Bila proses ini
menemui hambatan, harus diberitahukan ke Ketua Tim DOTS rumah sakit.

1
7. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PROGRAM PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
a. Kebijakan
1) Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan dengan
desentralisasi sesuai kebijaksanaan Kementerian Kesehatan
2) Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Cahaya
MedikaPemerintah dan Swasta, BP4 serta Praktek Dokter Swasta
(PDS).
3) Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan penanggulangan TB,
prioritas ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan,
penggunaan obat yang rasional dan panduan obat yang sesuai
dengan strategi DOTS .
4) Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan
tahap insentif minimal 80 %, angka kesembuhan minimal 85 %
dari kasus baru BTA ( + ) , dengan pemeriksaan sediaan dahak
yang benar ( angka kesalahan maksimal 5% )
5) Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )untuk penanggulangan TB
Nasional diberikan kepada penderita secara Cuma Cuma dan
dijamin ketersediaannya.
6) Untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program, diperlukan
sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program
7) Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait,
sektor pemerintah dan swasta.
b. Strategi program
1) Paradigma sehat
2) Strategi DOTS dengan ke- 5 komponennya
3) Peningkatan mutu pelayanan, melalui kegiatan antara lain
pelatihan seluruh tenaga pelaksana
 Ketepatan diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopik :
a) Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji
silang ( cross check ) secara rutin oleh Balai
Laboratorium Kesehatan ( BLK ) dan labortorium
rujukan yang di tunjuk
b) Ketersediaan OAT bagi semua penderita TB yang
ditemukan
c) Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala
dan terus menerus

1
d) Keteraturan menelan obat sehari hari diawasi oleh
Pengawas Menelan Obat ( PMO ). Keteraturan
pengobatan tetap merupakan tanggungjawab petugas
kesehatan
e) Pencatatn dan pelaporan dilaksnakan dengan teratur,
lengkap dan benar

8. TUJUAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


a. Tujuan jangka panjang
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit TB
dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia
b. Tujuan jangka pendek
1. Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua
penderita baru BTA ( + ) yang ditemukan
2. Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap
sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan
semua penderita baru BTA (+)

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Pelayanan pasien TB merupakan hal yang sama dengan pelayanan pasien pada
umumnya, baik dari segi tatalaksana pengobatan maupun asuhan yang diberikan. Hal
ini merupakan tanggung jawab semua staf RS baik klinisi atau admisi.

1
BAB III
TATA LAKSANA

1. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS


Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan klinik, pemeriksaan laboratorium, radiologi dan pemeriksan
penunjang lainnya. Dalam strategi DOTS, pemeriksaan bakteriologik
melalui pemeriksaan BTA dengan hapusan dahak mikroskopik merupakan
metode diagnosis utama

2. GEJALA-GEJAL A TUBERKULOSIS
a. Gejala utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 ( tiga ) minggu atau lebih
b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai yaitu :
1) Dahak bercampur darah
2) Batuk berdarah
3) Sesak nafas dan rasa nyeri di dada
4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa
kurang enak badan ( malaise ) , berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan

Gejala gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain


Tuberkulosis. Oleh sebab itu, setiap orang yang datang ke instalasi
pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap
sebagai seorang suspek / tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung.

3. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ORANG DEWASA


Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik.

Alur diagnosis TB paru pada orang dewasa, sesuai dengan bagan pada
Gambar 1.

1
Gambar 1. Bagan Alur Diagnosis TB paru pada orang dewasa

Tersangka penderita
TB ( suspek TB )

Periksa mikroskopik dahak S-P-S

2 slide positif Hanya 1 slide positif Semua slide positif

X-ray dan kesimpulan dokter Beri antibiotik Non OAT

Tidak ada membaik


perbaikan

Ulangi periksa mikroskopik dahak S-P-S

1 slide positif Semua slide negatif

X-ray dan kesimpulan dokter

YA / TB BUKAN TB

1
4. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe dalam menentukan
paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan
proiritas terhadap pengobatan TB BTA ( + ) , analisa kohort pengobatan.
a. Klasifikasi penyakit
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
a) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan ( parenkhim ) paru tidak termasuk pleura ( selaput
paru ) dan kelenjar pada hilus
b) Tuberkulosis ekstra paru
Yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
( pericardium ), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain lain
2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik :
a) Tuberkulosis Paru BTA Positif :
 Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak S P S
hasilnya BTA ( + )
 Satu spesimen dahak S P S hasilnya BTA ( + ) dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Satu spesimen dahak S P S hasilnya BTA ( + ) dan kultur
kuman TB positif
 Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak S P S pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA ( - ) dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT
b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif :
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA Positif
, kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
 Paling tidak 3 spesimen dahak S P S hasilnya BTA negatif
 Foto rontgen dada abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non
OAT
 Ditentukan (dipertimbangkan ) oleh dokter untuk diberi
pengobatan

1
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a) TB paru BTA Negatif rontgen positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan
Bentuk berat bila gambaran foto rontgrn dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas ( misalnya proses “ far
advanced “ atau millier ), dan atau keadaan umum penderita
buruk
b) TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya yaitu :
 TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe,
pleuritis, eksudative unilateral, tulang ( kecuali tulang
belakang ), sendi, dan kelenjar adrenal
 TB ekstra paru berat, misalnya : meningitis, millier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudative duplex, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin

b. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
2) Kambuh ( relaps )
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
( mikroskopik atau kultur )
3) Pengobatan setelah default / DO / lalai / terputus
Adalah pengobatan yang datang kembali berobat, umumnya dengan
BTA positif, setelah berobat putus 2 bulan atau lebih
4) Pengobatan setelah gagal
Adalah penderita yang mulai pengobatan setelah pengobatan
sebelumnya dinyatakan gagal
5) Pindahan ( transfer in )
Adalah penderita yang pindah keregister TB ( TB 03 ) lain untuk
melanjutkan pengobatan di tempat lain

1
6) Lain lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronis, yaitu penderita dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

5. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ANAK

ALUR DETEKSI DAN RUJUKAN TBC ANAK

Hal hal yang mencurigakan TB


1. Mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita TB dengan BTA ( + )
2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat ( dalam 3-7 hari ) setelah imunisasi BCG
3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik ( failure to thrive )
4. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas
5. Batuk batuk lebih dari 3 minggu
6. Pembesaran kelenjar limfe suferfisialis yang spesifik
7. Skrofuloderma
8. Konjungtivitis fliktenuralis

BILA ≥ 3

Dianggap TBC

Beri OAT

MEMBAIK MEMBURUK / TETAP

TB BUKAN TB TBC Kebal Obat

OAT Diteruskan RUJUK KE RUMAH SAKIT

Pemeriksaan lanjutan di RS :
PERHATIAN : Gejala klinis
Bila terdapat tanda tanda Uji tuberkulin
bahaya seperti : Foto rontgen paru
Kejang Pemeriksaan mikrobiologi dan
Kesadaran menurun serologi

1
BAB IV

DOKUMENTASI

Semua rangkaian pelayanan pada pasien TB dilakukan secara terkoordinasi


dan terintegrasi dalam suatu rekam medik agar asuhan yang diterima oleh pasien
terencana dengan baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan dapat secaa
optimal dan sesuai dengan kebutuhan asuhan pasien.

Anda mungkin juga menyukai