A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pemberi jasa pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat yang semakin dituntut untuk bekerja secara
profesional sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan.
Mengacu pada visi dan misi dari Millenium development goal’s, maka
perlu disusun suatu rencana kerja, sehingga kegiatan dari bagian ini menjadi
lebih sistematis dan terorganisir. Pedoman kerja akan menjadi acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan tb dengan strategi dots yang komprehensif.
Intervensi dengan strategi dots di institusi rumah sakit baru dilakukan
sejak tahun 2000. Hasil survey prevalensi tb tahun 2004 menunjukan pola
pencarian pengobatan tb cukup tinggi yaitu sekitar 60%.
Pelaksanan dots di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam
penemuan kasus (case detection rate), angka keberhasilan pengobatan (cure
rate), dan angka keberhasilan rujukan (success referral rate).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pedoman pelayanan TB di RS Mitra Idaman disusun dengan tujuan agar
dapat meningkatkan mutu pelayanan penanganan TB
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman manajerial dan operasional dalam penanggulangan TB
di RS Mitra Idaman
b. Sebagai indikator mutu penerapan standar pelayanan rumah sakit dalam
program penanggulangan tb melalui indikator standar pelayanan minimal
2
1. Tata laksana dan pencegahan TB
2. Manajemen program TB DOTS
3. Pengendalian TB yang komprehensif
D. BATASAN OPERASIONAL
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman tb (mycobacterium tuberculosis). Sebagaian besar kuman tb menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5063);
3
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
4
A. Kualifikasi Sumber daya manusia
1. Dokter umum dan dokter spesialis yang telah mendapatkan pelatihan TB
DOTS
2. Perawat yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS
3. Analis yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS
4. Apoteker yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS
B. Distribusi ketenagaan
1. Instalasi rawat inap
2. Instalasi rawat jalan
3. Instalasi Laboratorium
4. Instalasi Farmasi
C. Pengaturan Jadwal
Poliklinik DOTS buka setiap hari kerja
BAB III
STANDAR FASILITAS
5
A. Denah Ruangan
Ruang poli dots terletak di area poliklinik RS Mitra Idaman berdampingan
dengan poli lainnya.
B. Standar Fasilitas
1. Ruangan
a. Lantai porselen dilapisi keramik agar mudah dicuci
b. Cat dan lantai berwarna terang dan sehingga kotoran terlihat dengan
mudah. Ruangan bersih bebas dari debu dan kotoran sampah atau
limbah rumah sakit.Hal ini berlaku pula untuk mebel, perlengkapan,
instrumen, pintu, jendela, steker listrik, dan langit-langit
c. Listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan
semua lampu berfungsi baik dan kokoh. Pencahayaan terang dari
cahaya alami atau listrik
d. Terdapat jendela yang selalu terbuka di kedua arah
e. Terdapat cahaya matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan
f. Aliran udara menggunakan ventilasi mekanik
a. Tempat cuci tangan
g. Wastafel dilengkapi dengan dispenser sabun, serta tissu untuk
mengeringkan tangan
h. Ditempel etiket batuk di depan poliklinik
2. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Dokter dan perawat harus selalu memakai masker N-95 atau surgical
b. Setiap pasien yang batuk harus dipakaikan masker dan mendapat
prioritas antrian
BAB IV
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TB
6
A. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat.
1. Strategi penemuan
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan;
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA
positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
2. Gejala klinis pasien TB
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
3. Pemeriksaan dahak mikroskopis
7
a. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih
peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan,
biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat
dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
d. Pasien putus berobat atau gagal pengobatan kategori 2
5. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar
internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality
Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil
pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga
kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.
B. DIAGNOSIS TB
8
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
9
Alur Diagnosis TB Paru pada pasien dewasa
10
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
3. Indikasi pemeriksaan foto toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis ‘TB paru BTA positif. (lihat bagan alur)
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.(lihat bagan alur)
c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).
4. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
a. Lokasi anatomi penyakit
1) Tuberkulosis paru: TB yang terjadi pada jaringan paru. TB milier
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB di rongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan
sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus TB ekstra paru dinyatakan sebagai pasien TB paru
i. TB paru BTA (+): pasien TB paru yang pada pemeriksaan
dahak mikroskopis SPS positif
11
ii. TB paru BTA (-) RO (+): Pasien TB paru yang pada
pemeriksaan dahak mikroskopis SPS semuanya negatif, dengan
hasil foto thorax mendukung TB
2) Tuberkulosis ekstra paru: ditetapkan berdasarkan pemeriksaan
bakterioilogis, patologi klinis atau klinis.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien TB baru: Pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan OAT sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT < 1
bulan (28 hari)
2) Pasien kambuh: pasien yang pernah sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis
3) Pasien gagal terapi: Pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
gagal pada akhir pengobatan
4) Pasien putus berobat (drop out/lost to follow up): pasien yang
pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
5) Lain-lain: pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahiui
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
1) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama saja
2) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
3) Multi drug resisten (TB MDR): resisten terhadap R dan H secara
bersamaan
4) Extensive drug resisten (TB XDR): TB MDR yang juga resisten
terhadap salah satu OAT golongan florokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin,
kapreomisin dan amikasin)
5) Resisten rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain
12
d. Status HIV
1) Pasien TB HIV positif (koinfeksi TB-HIV): pasien TB yang tes
HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART dan pasien
dengan tes HIV positif saat didiagnosis TB
2) Pasien dengan HIV negatif: pasien TB dengan hasil tes HIV
negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis
TB
C. PENGOBATAN TB
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
13
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari selama
56 hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
diminum 3x seminggu selama 16 minggu
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a. Paduan OAT yang digunakan
Kategori 1 : 2 (RHZE)/4(RH)3
Kategori 2 : 2 (RHZE)S/ (RHZE)/5(RH)3 E3
Kategori anak : 2 (RHZ)/4(RH)
14
b. Peruntukan paduan OAT
Kategori 1: Pasien TB paru dan ekstraparu kasus baru
Kategori 2: Pasien TB paru dan ekstraparu kasus kambuh, gagal
pengobatan kategori 1, pasien putus berobat (DO/ loss to follow
up)
Kategori anak: pasien usia < 15 tahun
c. Dosis paduan OAT
Dosis paduan OAT KDT kategori 1 (2(RHZE)/ 4(RH)3
Berat Tahap Awal tiap hari selama 56 Tahap lanjutan 3x seminggu
badan (Kg) hari RHZE (150/75/400/275) selama 16 minggu RH (150/150)
30 – 37 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38 – 54 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55 – 70 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
≥ 71 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT
15
Dosis kombinasi OAT pada anak
Berat badan Tahaw Awal tiap hari selama Tahap lanjutan tiap hari selama
(Kg) 56 hari RHZ (75/50/150) 16 minggu RH (75/50)
5–7 1 tablet 1 tablet
8 – 12 2 tablet 2 tablet
13 – 17 3 tablet 3 tablet
18 – 23 4 tablet 4 tablet
24 – 30 5 tablet 5 tablet
*BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa. Obat
harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah. OAT KDT dapat
diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum
diminum.
D. TATALAKSANA TB ANAK
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan
merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka
diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor . Unit
Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
NasionalTuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional
penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor.
Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis).
Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka
perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
16
17
Sistem skoring TB pada anak
Catatan :
• Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
• Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
• Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
• Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.
• Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
• Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
• Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
• Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut.
17
Algoritma Tatalaksana TB Anak
18
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, OAT tetap dihentikan.
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada
tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat
badan anak.
19
20
E. PENGAWAS MINUM OBAT (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat,
Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,
guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota
keluarga.
3. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
20
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke UPK.
BAB V
21
PEMANTAUAN HASIL PENGOBATAN TB
22
2(RHZE)S/ BTA BTA positif **,
(RHZE) / positif *, positif **, dinyataka
5(RH)3E3 lanjutkan dinyataka n gagal
(kategori 2) pengobatan n gagal
, periksa
kembali
bulan ke 5
Keterangan:
(===): Pengobatan tahap awal
(---): Pengobatan tahap lanjutan
X: Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan untuk
pemantauan hasil pengobatan
(X): Pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini hanya dilakukan apabila hasil
pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA (+)
*: Lakukan pemeriksaan dan uji kepekaan. Jika hasilnya menunjukkan ada
resistensi pasien dinyatakan gagal, rujuk ke fasyankes rujukan TB resisten
obat
**: Pasien dinyatakan gagal. Lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
Jika hasilnya menunjukkan ada resistensi, rujuk ke fasyankes rujukan TB
resisten obat
23
Tatalaksana Pasien Putus Berobat 1 – 2 Bulan
Tindakan pertama Tindakan kedua
a. Dilakukan Apabila Lanjutkan pengobatan dosis yang
pelacakan hasilnya BTA tersisa sampai seluruh dosis
pasien negatif atau pengobatan terpenuhi*
b. Diskusikan pada awal
dengan pengobatan
pasien untuk adalah pasien
mencari TB ekstra paru
faktor Apabila salah Total dosis Lanjutkan
penyebab satu atau lebih pengobatan pengobatan dosis
putus berobat hasilnya BTA sebelumnya ≤ yang tersisa
c. Periksa dahak positif 5 bulan sampai seluruh
SPS dan dosis pengobatan
melanjutkan terpenuhi*
pengobatan
sementara Total dosis Kategori 1
menunggu pengobatan 1. Lakukan
hasilnya sebelumnya ≥ pemeriksaan
5 bulan tes cepat
2. Berikan
kategori 2
mulai dari
awal **
Kategori 2
Lakukan
pemeriksaan
tes cepat atau
dirujuk ke RS
pusat rujukan
TB MDR***
24
3. Tindakan pada pasien yang berobat putus 2 bulan atau lebih
Tatalaksana Pasien Putus Berobat > 2 Bulan
Tindakan pertama Tindakan kedua
a. Dilakukan Apabila Keputusan pengobatan selanjutnya
pelacakan hasilnya BTA ditetapkan oleh dokter spesialis
pasien negatif atau tergantung pada kondisi klinis
b. Diskusikan pada awal pasien, apabila:
dengan pengobatan 1. Sudah ada perbaikan nyata,
pasien untuk adalah pasien hentikan pengobatan dan
mencari TB ekstra paru pasien tetap diobservasi.
faktor Apabila terjadi perburukan,
penyebab pasien diminta periksa kembali
putus berobat 2. Belum ada perbaikan nyata,
c. Periksa lanjutkan pengobatan dosis
dahak SPS yang tersisa sampai seluruh
dan atau tes dosis pengobatan terpenuhi*
cepat Apabila salah Kategori 1
d. Hentikan satu atau lebih Dosis Berikan Kat. 1
pengobatan hasilnya BTA pengobatan mulai dari awal
sementara positif dan sebelumnya <
menunggu tidak ada bukti 1 bulan
hasilnya resistensi Dosis Berikan
pengobatan pengobatan Kat.
sebelumnya > 2 mulai dari awal
1 bulan
Kategori 2
Dosis Berikan
pengobatan pengobatan Kat.
sebelumnya < 2 mulai dari awal
1 bulan
25
Dosis Dirujuk ke
pengobatan pelayanan
sebelumnya > spesialistik
1 bulan
Apabila salah Total dosis Kategori 1
satu atau lebih pengobatan 3. Lakukan
hasilnya BTA sebelumnya ≥ pemeriksaan
positif dan ada 5 bulan tes cepat
bukti resistensi 4. Berikan
kategori 2
mulai dari
awal **
Kategori 2
Lakukan
pemeriksaan
tes cepat atau
dirujuk ke RS
pusat rujukan
TB MDR***
Keterangan
* lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis
pengobatan terpenuhi dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali
setelah menyelesaikan pengobatan pada bulan ke-5 dan AP
** sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien dapat
diberikan pengobatan paduan OAT kategori 2
*** sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak
diberikan pengobatan paduan OAT
26
1. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
2. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
3. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain
dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
4. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
5. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
27
BAB VI
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
Efek samping OAT dibagi menjadi efek samping ringan dan efek samping
berat
Efek samping ringan
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, Rifampisin, INH, Semua OAT diminum malam
mual, sakit perut Pyrazinamid sebelum tidur (2 jam setelah
makan terakhir). Apabila
keluhan tetap ada, OAT
ditelan dengan sedikit
makanan
Nyeri sendi pirazinamid Beri analgetik NSAID
Kesemutan s.d rasa INH Beri vitamin B6 (piridoxin)
terbakar di kaki 100
mg/hari
28
Efek samping berat
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan Semua Apabila gatal tanpa rash
dan tidak ada penyebab
lain, diberikan antihistamin,
pengobatan TB dilanjutkan
dengan pengawasan ketat.
Apabila terjadi rash semua
OAT dihentikan
Tuli streptomisin Streptomisin dihentikan
29
BAB VII
LOGISTIK
A. Logistik OAT
Paket OAT dewasa terdapat 3 macam jenis dan kemasan yaitu :
1. Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1,
kategori 2 dan kategori anak. Jumlah OAT yang diberikan sesuai dengan
berat badan pasien
Paket OAT KDT
Paket OAT ISI Paket
Kategori 1 tahap awal 6 blister @28 tablet
Kategori 1 tahap lanjutan 6 blister @28 tablet
Kategori 2 tahap awal 9 blister @28 tablet, Streptomisin 1 gr 56 vial, Aqua
pro injeksi 5cc 60 ampul, spuit 5 cc 56 buah
Kategori 2 tahap lanjutan 7 blister RH @28 tablet, 7 blister E @28 tablet
Kategori anak tahap awal 6 blister RHZ @28 tablet
Kategori anak tahap lanjutan 12 lister RH @28 tablet
2. Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori 2 dan kategori
anak, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis. Kombipak ini disediakan
khusus untuk pasien dengan efek samping OAT KDT
3. Pengajuan OAT dilakukan setiap bulan atau setiap triwulan tergantung
kebutuhan menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang diisi oleh farmasi berdasarkan data dari poli
DOTS dengan rumus
a. Pengajuan setiap triwulan: Jumlah OAT diajukan = kebutuhan 1
triwulan + cadangan 1 bulan – stok yang ada
b. Pengajuan setiap bulan Jumlah OAT diajukan = kebutuhan 1 bulan +
cadangan 30% - stok yang ada
30
B. Logistik Non OAT
1. Bahan habis pakai
a. Bahan-bahan laboratorium: reagensia, pot dahak, kaca sediaan, oli
emersi, ether alcohol, tisu, sarung tangan, masker, lidi, dll.
b. Formulir pencatatan dan pelaporan
2. Bahan non habis pakai
a. Alat-alat laboratorium TB: mikroskop, ose, lampu spiritus, rak
pengering slide, cabinet, rak OAT, dll.
b. Barang cetakan lainnya seperti buku pedoman, panduan, leaflet,
brosur, dll.
31
3. Perhitungan BHP non OAT
a. Kebutuhan pot dahak untuk 1 pasien BTA positif adalah 42 buah
b. Pot dahak = pasien BTA positif yang akan ditemukan x 42 buah
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑙𝑖𝑑𝑒 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛
c. Paket reagensia1 pasien BTA (+) = 𝑥 1 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡
33
32
BAB VIII
JEJARING P2TB
Jejaring P2TB adalah hubungan kerja timbale balik yang dibangun baik di
dalam maupun luar Faskes dalam program pengendalian TB. Tujuan jejaring
adalah agar setiap pasien TB mendapatkan kemudahan akses pelayanan dnegan
strategi DOTS yang berkualitas. Jejaring P2TB terdiri dari jejaring internal dan
eksternal
DOTS
Rekam
Medis
PKMRS
33
a. Untuk pasien rawat jalan pasien dikirim ke poli DOTS untuk
diregistrasi, penunjukkan PMO, KIE.
b. Untuk pasien rawat inap, petugas rawat inap menghubungi poli DOTS
untuk registrasi. Ketika pulang pasien kontrol ke poli DOTS apabila
memutuskan melanjutkan pengobatannya di rumah sakit tersebut.
Apabila pasien memutuskan pindah pengobatan maka pasien diberikan
surat rujukan di poli DOTS ketika control sehabis rawat.
3. Poli DOTS merupakan pusta dari kegiatan pengobatan TB dengan strategi
DOTS , pusat informasi pencatatan dan pelaporan
4. IGD, poliklinik dan rawat inap berperan dalam menemukan terduga dan
menegakkan diagnosis, tetapi IGD tidak melaksanakan tatalaksana TB
karena dirujuk ke rawat jalan atau rawat inap.
5. Instalasi penunjang menerima rujukan dari dokter IGD, rawat jalan atau
rawat inap dan mengirimkan hasil kembali ke dokter pengirim
Wasor
Informasi Informasi
BAB X
35
KESELAMATAN KERJA
Agar tidak terjadi infeksi silang maka dilakukan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi melalui komponen kewaspadaan standar meliputi :
1. Cuci tangan
2. APD (sarung tangan, masker, pelindung mata dan wajah, gaun/apron)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penanganan linen
6. Penanganan limbah
7. Kesehatan karyawan
8. Penempatan pasien
9. Penyuntikan yang aman
10. Etiket batuk
BAB XI
36
PENGENDALIAN MUTU
Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf pelaksana di
lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang dilakukan setiap satu
bulan. Mutu dinilai dari penemuan kasus , angka keberhasilan, dan angka
keberhasilan rujukan
BAB XII
37
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Jakarta,2014.
39