PERATURAN DIREKTUR
No :
TENTANG
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Direktur Rumah Sakit Hative Passo,
Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
b. Bahwa Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang menimbulkan kesakitan, kecacatan dan kematian yang tinggi
sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b maka perlu menetapkan Peraturan Direktur RS Hative Passo
tentang Penanggulangan Tuberkulosis di RS Hative Passo.
Mengingat : a. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
b. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal,
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis,
f. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis
h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di
rumah sakit
MEMUTUSKAN
PASAL 1
Ketentuan umum
1. Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yang
dapat menyerang paru dan organ lainnya.
2. Penanggulangan tuberculosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif
dan prevetif, tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitab, kecacatan atau kematian, memutuskan
penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negative yang ditimbulkan akibat
tuberculosis.
PASAL 2
Gambaran Umum
Struktur Organisasi
Struktur organisasi Tim TB-Dots terdiri dari Direktur, Penanggung Jawab Program, Sekertaris,
Perawat Pelayanan Pemeriksaan dan pengobatan, Petugas Laboratorium, Sekertaris, Apoteker.
PASAL 4
PASAL 5
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur dalam perjanjian tambahan
(Addendum) yang merupakan satu kesatuan dengan peraturan ini.
PASAL 6
Penutup
a. Semua institusi pendidikan yang telah bekerjasama dengan pihak RS Hative Passo
menyesuaikan dengan peraturan ini dan undang-undang yang berlaku.
b. Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan agar setiap orang dan semua
pihak yang terkait mengetahui, menjalankan dan mematuhinya.
Ditetapkan di Ambon
pada tanggal 2 Juni 2022
Rumah Sakit Hative Passo
BAB I
DEFENSI
RUANG LINGKUP
1. Internal
a. Pasien rawat jalan
Yaitu pasien dari unit gawat darurat dan rawat jalan RS Hative Passo yang
memerlukan pengobatan TB
b. Pasien rawat inap
Yaitu pasien dari rawat inap RS Hative Passo yang memerlukan pengobatan TB
c. Laboratorium
Yaitu pasien dari rawat jalan, IGD dan rawat inap yang memerlukan
pemeriksaan laboratorium.
d. Radiologi
Yaitu pasien dari rawat jalan, IGD dan rawat inap yang memerlukan
pemeriksaan Radiologi.
2. Eksternal
RS Hative Passo bekerjasama dengan Puskesmas untuk mengoptimalkan pelayanan,
pemeriksaan GeneXpert/BTA dan pengobatan TB.
BAB III
TATA LAKSANA
1. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan
program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara
bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat.
Strategi penemuan
• Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka
pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan
tersangka pasien TB.
• Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada
keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya.
• Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
2. DIAGNOSIS TB
Diagnosis TB paru
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
• Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
• Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Dilakukan di Faskes
(Puskesmas) yang bekerja
sama dengan IGD RS
Hative Passo
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:
1. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya
resistensi,
2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. mengurangi efek samping.