PASAL 1
Tuberkuloasis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang berkembang biak didalam bagian tubuh
dimana terdapat banyak aliran darah dan oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya
menyebar melewati pembuluh darah dan kelenjar getah bening, tetapi secara
utama menyerang paru-paru. Bakteri TB membunuh jaringan dari organ yang
terinfeksi dan membuatnya sebagai kondisi yang mengancam jiwa jika tidak
dilakukan terapi.
PASAL 2
Tim penanggulangan Tuberkulosis adalah tim yang dibentuk oleh Direktur
yang bertujuan untuk menjalankan program penanggulangan Tuberkolosis di
rumah sakit.
PASAL 3
Program penanggulangan Tuberkolosis dilaksanakan dirumah sakit beserta
monitoring dan evaluasinya melalui kegiatan :
a. Promosi Kesehatan
b. Surveilans tuberculosis
c. Pengendalian factor resiko
d. Penemuan dan penanganan kasus tuberkolosis
e. Perencanaan dan penyediaan OAT
f. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kasus TB dirumah sakit
Ditetapkan : Di Makassar
Pada tanggal : 22 Juni 2022
Direktur
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) masih terus menjadi masalah kesehatan didunia terutama
dinegara berkembang. Meskipun Obat Anti Tuberculosis (OAT) sudah ditemukan dan
vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa
diberantas habis. Insiden TB yang terus meningkat menjadi penyakit re-emerging
sehingga Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) pada tahun 1995 mendeklarasi TB
sebagai suatu Global Healt Emergency. Laporan WHO 2010 memperkirakan ada 8.8
juta pasien TB Paru dan 2.6 juta diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam
(BTA) Positif dengan 1.1 juta angka kematian pasien pertahun diseluruh dunia.
Kondisi ini diperberat oleh penyakit HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya
kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT lini pertama atau disebut Multidrug
Resisten TB (MDR) bahkan Extensively atau Extremely Drug Resistance (XDR),
yaitu resistensi terhadap OAT lini kedua. Keadaan ini akan memicu epidemi TB dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Maka perlu meminimalkan
resiko terjadinya infeksi TB di fasilitas pelayanan kesehatan melalui tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi efektif.
Petugas yang menangani pasien TB merupakan kelompok resiko tinggi untuk
terinfeksi TB. Penularan infeksi TB difasilitas pelayanan kesehatan dari pasien
kepetugas kesehatan sudah diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus
meningkat. Pada saat ini TB seringkali merupakan penyakit akibat kerja atau
Occupation diseaseuntuk petugas kesehatan. Keadaan ini memerlukan perhatian
khusus, karena akan mempengaruhi kesehatan , kinerja dan produktivitas petugas
kesehatan. Di indonesia belum ada data dan survelens terhadap petugas kesehatan
yang terinfeksi TB akibat pekerjaannya. Selain itu belum semua fasilitas pelayanan
kesehatan menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi TB (PPI TB) sebagai
upaya pencegahan terhadap petugas, pasien dan pengunjung. Hal ini merupakan
tantangan kedepan bagi kita semua.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian TB,memutuskan rantai penularan
serta mencegah terjadinya multi drug resistance (MDR) sehingga TB tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidetifikasi pasien TB Paru
b. Memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien TB Paru
c. Memonitoring pasien TB Paru
d. Memberikan Pelaporan khusus perkembangan pasien TB Paru
e. Meningkatkan kompetensi staf (Tim TB Paru)
C. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional dalam pelayanan Tuberkulosis adalah memberi asuhan
keperawatan kepada pasien tuberkulosis.
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
2. Undang-undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Undang-undang republik Indonesia nomur 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran
4. Keputusan menteri kesehatan nomor 364/menkes/SK/V/2009 tentang pedoman
nasional penanggulangan tuberculosis.
5. Keputusan menteri kesehatan nomor 1333/menkes/SK/XII/1999 tentang standart
pelayanan rumah sakit
6. Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021, tentang penanggulangan tuberkulosis
7. Undang- undang nomor 4 1984 tentang wabah penyakit menular.
8. Peraturan menteri kesehatan RI nomor 13 tahun 2013 tentang pedoman
manjemen terpadu pengendalian TB resisten obat
BAB II
STANDAR
KETENAGAAN
DIREKTUR
KETUA TIM
ANGGOTA
A. DENAH RUANG
Ruang TB Paru terletak di pojok bagian barat berdekatan dengan laboratorium (Denah
terlampir).
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan
fungsi pelayanan TB Paru yang optimal bagi pasien TB
1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan TB di RS meliputi kegiatan diagnostik,pengobatan pencatatan dan
pelaporan serta menjadi pusat jejaring internal / eksternal
2. Ruangan tersebut memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
rumah sakit, yaitu :
Memiliki ventilasi gabungan yaitu alamiah dan mekanik
Memiliki ruangan sputum booth
3. Memiliki ruangan khusus dan tersendiri untuk melayani pasien tuberkulosis yang di
sebut sebagai POLIKLINIK TB PARU
4. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB, meliputi :
a. Stetoskop 1 buah
b. Tensimeter 1 buah
c. Timbangan 1 buah
d. Masker bedah 1 dus
e. Masker N95
f. Meja
g. Kursi tunggu
h. Lemari arsip
i. Kelender jadwal pasien 1buah
j. Kipas angin berdiri 1 buah
k. Komputer 1 buah
l. Jam dinding 1 buah
m. Pesawat telfon
n. Obat Anti Tuberkulosis berpusat di instalasi farmasi
o. Formulir dan buku pencatatan TB
5. Tersedia ruangan / sarana bagi penyelenggara KIE terhadap pasien TB dan keluarga
6. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis
dahak
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN TB
A. PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
mereka sendiri.Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk
meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan
penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga terjadi
perubahan sikap dan perilaku sasaran program TB terkait dengan hal tersebut serta
menghilangkan stigma serta diskriminasi masyakarat serta petugas kesehatan terhadap
pasien TB.
1. Sasaran
a. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen dari
masyarakat.
b. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa. Diharapkan
dapatberperan dalam penanggulangan TB sebagai berikut:
1) Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan diskriminasi terkait
TB.
2) Membantu menyebar luaskan informasi tentang TB dan PHBS.
3) Mendorongpasien TB untuk menjalankan pengobatan secara tuntas.
4) Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri kelayanan TB
yang berkualitas.
c. Pembuat kebijaka publik yang menerbitkan peraturan perundang-undangan
dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta mereka yang dapat-
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Peran yang diharapkan adalah:
1) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan untuk men-
dukung penanggulangan TB.
2) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) untuk
meningkatkancapaian program TB.
2. Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB
Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diselenggarakan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat, advokasi dan kemitraan.
a. Pemberdayaan masyarakat
Proses pemberian informasi tentang TB secara terus menerus serta
berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran, kemauan dan kemampuan
pasien TB, keluarga dan kelompok masyarakat. Metode yang dilakukan ada-
lah melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek), konseling dan bimb-
ingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan atau pun saat kunjun-
gan rumahdengan memanfaatkan media komunikasi seperti lembar balik,
leaflet, poster atau media lainnya.
b. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk memperoleh komitmen
dan dukungan dari pemangku kebijakan yang dilakukan secara persuasif,
dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Advokasi Program
Penanggulangan TB adalah suatu perangkat kegiatan yang terencana,
terkoordinasi dengan tujuan:
1) Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam agenda politik
2) Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan yang ditandai
adanya peraturan atau produk hukum untuk program penanggulangan TB
3) Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan dan
sumber daya lainnya untuk TB
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan
melalui forum kerjasama.
c. Kemitraan
Kemitraan merupakan kerja sama antara program penanggulangan TB dengan
institusi pemerintah terkait, pemangku kepentingan, penyedia layanan, organ-
isasi kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan.
3. Pelaksanaan
Promosi kesehatan untuk Penanggulangan TB dilakukan di semua tingkatan ad-
ministrasi baik pusat, provinsi, kabupaten/ kota sampai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan. Promosi TB selain dapat dilakukan oleh petugas khusus juga dapat
dilakukan oleh kader organisasi kemasyarakatan yang menjadi mitra
penanggulangan TB. Dalam pelaksanaaannya promosi kesehatan
harus mempertimbangkan:
a. Metode komunikasi, dapat dilakukan berdasarkan:
1) Teknik komunikasi, terdiriatas:
a) Metode penyuluhan langsung yaitu kunjungan rumah, pertemuan
umum, pertemuan diskusi terarah (FGD), dan sebagainya; dan
b) Metode penyuluhan tidak langsung dilakukan melalui media
seperti- pemutaran iklan layanan masyarakat di televisi, radio,
youtube dan media sosiallainnya, tayangan film, pementasan
wayang, dll
2) Jumlah sasaran dilakukan melalui pendekatan perorangan, kelompok dan
massal.
3) Indera Penerima
a) Metode melihat/memperhatikan.
Pesanakan diterima individu atau masyarakat melalui indera
penglihatan seperti: pemasangan spanduk, umbul-umbul, poster,
billboard, dan lain-lain.
b) Metode mendengarkan.
Pesanakan diterima individu atau masyarakat melalui indera
pendengaran seperti dialog interaktif radio, radio spot.
c) Metode kombinasi.
Merupakan kombinasi kedua metode di atas, dalam hal ini termasuk
demonstrasi/peragaan. Individu atau masyarakat diberikan penjela-
san dan peragaan terlebih dahulu lalu diminta mempraktikkan, misal:
cara mengeluarkan dahak.
b. Media Komunikasi
Media komunikasi atau alat peragaan yang digunakan untuk promosi pe-
nanggulangan TB dapat berupa benda asli seperti obat TB, pot sediaan da-
hak, masker, bisa juga merupakan tiruan dengan ukuran dan bentuk hamper
menyerupai yang asli(dummy).Selain itu dapat juga dalam bentuk gam-
bar/media seperti poster, leaflet, lembar balik bergambar karikatur, lukisan,
c. Sumber Daya
Sumber daya terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia (SDM), yang
bertanggung jawab untuk promosi, petugas di puskesmas dan sumber daya
lain berupa sarana dan prasarana serta dana.
B. SURVEILANS TUBERKULOSIS
Surveilans TB merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh data epidemologi
yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan TB.
1. Sistem informasi program pengendalian TB adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan sumber
daya manusia (SDM) yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan nasional.
2. Informasi kesehatan adalah data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk
yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan penge tahuan
dalam mendukung pembangunan kesehatan. Informasi kesehatan untuk program
pengendalian TB adalah informasi dan pengetahuan yang memandu dalam melakukan
penentuan strategi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program TB.
Bagan 1. Sistem Informasi Program Pengendalian TB
Surveilans Non Rutin (Survei: Periodik dan sentinel) Penelitian ilmiah (dasar)
Pengelola
an
Penyajian data
Pemecahan
Estimasi dan proyeksimasalah, tindak lanjut, perencanaan
1. Surveilans Tuberkulosis
Terdapat 3jenissurveilans TB, yaitu: Surveilansberdasarkan data rutin, survei
periodik/ survei khusus, survei sentimel
a. Surveilansberdasarkan data rutin
Surveilans ini dilaksanankan dengan menggunakan data layanan rutin yang
dilakukan pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistem
terbaik untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun
kemungkinan terjadi bias cukup besar. Misalnya dalam layanan kolaborasi
TB-HIV, jika jumlah pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar
maka surveilans berdasar data rutin ini interpretasinya kurang akurat.
Surveilans berdasrakan data rutin ini tidak memerlukan biaya khusus tapi
mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalan baik. Hasil
surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari survei
periodik atau survei sentinel.
b. Surveilans periodik (survei khusus)
Survei ini merupakan survei yang cross-sectional pada kelompok pasien TB
yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah /daerah tertentu secara tepat
untuk menghindari bias.
Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit
untuk melaksanakannya. Hasil survei ini dapat digunakan untuk
mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
c. Surveilans sentinel
Merupakan surveilans pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel
ini dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu
yang terpilih karena dianggap dapat memberikan gambaran populasi yang
lebih besar. Penting diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan
setiap tahun dengan prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada
tempat, waktu dan metode yang sama. Survei sentinel ini memerlukan biaya
yang tidak terlalu mahal dan relatif mudah dilaksanakan. Hasil sentinel
surveilans ini dapat digunakan mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data
rutin. Disamping itu juga sangat berguna untuk melihat kecendrungan (trend)
penyakit, misalnya prevalensi HIV pada pasien TB sebagai kewaspadaan
terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa).
C. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama
dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB
menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,
penularan TB dimasyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan
TB yang paling efektif dimasyarakat.
1. Strategi Penemuan
a. penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB
b. pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang TCM Positif
dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya.
c. penemuan secara aktif dari rumah ke rumah dianggap tidak cost efektif
2. Gejala Klinis Pasien TB
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah terus sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam ringan lebih dari 1 bulan
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasy, bronkhitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB diindonesia masih tinggi maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung.
c. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini :
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar
atau menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama
1 bulan
4. Pasien TB pegobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps) ketegori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah putus berobat
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB RO
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respon secara klinis maupun
mikrobiologis terhadap pemberian OAT (bila menegakkan diagnosis
awal tidak menggunakan TCM)
10. Pasien TB RO yang gagal pengobatan
11. Pasien TB RO kasus kambuh (relaps)
12. Pasien TB RO yang kembali setelah putus berobat
3. Pemeriksaan Sputum TCM
Pemeriksaan sputum TCM berfungsi untuk menegakkan diagnosa dan untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menetukan potensi penularan, dilakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis
4. Uji kepekaan obat tuberkulosis
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M.Tuberkulosis terhadap OAT.
Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan yang tersertifikasi dan lulus
pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan
untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.
D. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
1. Diagnosis TB Paru
a. Semua suspek TB diperiksa spesimen dahak TCM
b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(TCM). Pada program TB nasional, penemuan TCM melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjng
sesuai dengan indikasinya
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena,misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
supervisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
3. Diagnosis TB pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Pada ODHA, diagnosis TB Paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:
a. TB paru TCM positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif
b. TB paru TCM negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis
dan radiologis mendukung TB atau TCM negatif dengan hasil kultur TB positif
c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klnis, bakteriologis,
atau hitopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
Alur Diagnosis TB Paru
Suspek TB Paru
Terapiantibi-
Foto thorax
Thorax Thorax
+
Gambaran tdk mendukung
Gambaran mendukung
TB klinis
BUKAN TB
TBparu
Catatan :
Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnostik ini dapat digunakan secara
E. Diagnosis TB anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi missdiagnosis baik overdiagnosis maupun
underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak
biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. IDAI telah
membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakansistem skor (scoring system), yaitu
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan
oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk TB anak.
Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
TB ataubiakan.
2. Tuberkulosis paruTCM negatif (pasien TB terdiagnosissecaraklinis)
Pasien TB terdiagnosissecaraklinisadalahpasien yang tidakmemenuhikriteri-
aterdiagnosissecarabakteriologis, tetapididiagnosissebagaipasien TB aktif oleh
dokter dan diputuskanuntukdiberikanpengobatan TB
c) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Kasus baru Adalah Pasien yang belumpernahmendapat OAT
sebelumnyaatauriwayat- mendapatkan OAT kurangdari 1 bulan (kurangdari 28
dosisbilamemakaiobat program)
1. Kasus denganriwayatpengobatan
Adalah pasien yang pernahmendapatkan OAT 1 bulanataulebih ≥ 28 dosis bila
memakai obat program. Kasus inidiklasifkasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagaiberikut :
a. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan
telah di nyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan
dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi),
b. Kasus setelah loss to follow up
Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak
meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss
to follow up sebagai hasil pengobatan
c. Kasus setelah gagal ( Failure)
Adalah pasien yangsebelumnyapernahmendapatkan OAT dan dinya- takan
gagal pada akhir pengobatan
d. Kasus dengan riwayat pengobatan tidakdiketahui
Adalah pasien yang tidakdiketahuiriwayatpengobatansebelumnyasehinggat-
idakdapatdimasukkandalam salah satukategoridiatas
d) Klasifikasiberdasarkan status HIV pasien
1. Kasus TB dengan HIV postif
Adalah kasus TB terkonfirmasibakterilogisatauterdignosisklinis pada pasien
yang memilikihasiltes HIV postifbaik yang dilakukan pada saatpenegakan diag-
nosis TB atauadabuktibahwapasientelahterdaftar deregister HIV (register
praARTatau register ART)
2. Kasus TB dengan HIV negative
Adalah kasus TB terkonfirmasibakteriologisatauterdiagnosisklinis pada pasien
yang memilkihasil negative untukhasil HIV yang dilakukan pada saatditegakkan
diagnosis TB. Bila pasieninidiketahui HIV postifdikemudianhariharuskemba-
lidisesuaikanklasifikasinya
3. Kasus TB dengan status HIV tidakdiketahui
Adalah kasus TB terkonfirmasibakteriologisatauterdiagnosisklinis yang tid-
akmemilikihasiltes HIV dan tidakmemilikibuktidokumentasitelahterdaftardalam
register HIV.Bilapasieninidiketahui HIV postifdikemudianhariharuskembalidis-
esuaikanklasifikasinya
B. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
1) Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,mencegah
kematian,mencegah kekambuhan,memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )
Jenis,sifat dan dosis OAT yang akan di jelaskan pada bab ini adalah yang tergolong
pada lini pertama.secara ringkas OAT lini pertama di jelaskan pada tabel di bawah:
Pengelompokan OAT
2) Prinsip Pengobatan
Skor 6
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radioligik
tidak menunjukkan perubahan yang berati, OAT tetap dihentikan.
1. Kategori anak (2RHZ/4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan tiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis OAT kombipak pada anak
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-19 Kg BB 20-32 Kg
Anak dengan BB <33 Kg dirujuk ke rumah sakit Obat harus diberikan secara utuh
tidak boleh dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sessat sebelum diminum
6) Pengobatan pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB dengan TCM positif, perlu dilakukan pemeriksaan pemeriksaan
menggunakan sistim skoring. Bila hasil evaluasi dengan sistim skoring didapat skor
<5, kepada anak tersebut diberikan isonaniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg
BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi
BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
7) Pengobatan Tuberculosis dengan Inveksi HIV/AIDS
Meningitis TB
TB milier
TB dengan pleuritis eksudativa
TB dengan perikarditis konstriktiva
D. PENGAWASAN MENELAN OBAT
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menja
min keteraturan pengobatan diberikan seorang PMO
1. Pesyaratan PMO
a. seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b. seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
c. bersedia membantu pasien dengan suka rela
d. bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan didesa, perawat,
pekarya, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat beraasal daari kader kesehatan, guru atau tokoh
masyarakat atau anggota keluarga.
3. Tugas seorang PMO
a. mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
b. memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
c. mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan
d. memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke unit
pelayann Kesehatan(UPK). Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
kewajiban pasien obat dari unit pelayanan kesehatan
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TB dapat disembukan dengan pengobatan teratur
c. cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
d. cara pemberian pengobatan pasien(tahan intensif dan lanjutan)
e. pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK
E. PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB
1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakn dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikiroskopik lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju endapan (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 3
kali (sewaktu-pagi-sewaktu). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil
pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
Tipe pasien Uraian Hasil TCM Tindak lanjut
lacak pasien
diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan :
Tindakan 1 Tindakan 2
lacak pasien Bila hasil TCM Lanjutkan pengobatan sampai seluruh
hasilnya kategori 2 :
rujuk, mungkin
kasus TB
resisten obat.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (default)
periksa TCM Bila hasil TCM Pengobatan dihentikan, pasien
Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan OAT dikatakan mangkir apabila pasien tersebut
tidak datang pada tanggal perjanjian kontrol. Apabila dijumpai pasien TB yang mangkir
selama pengobatan harus segera dilakukan pelacakan untuk menghindariterjadinnya drop
out pengobatan.
Penata laksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit” Jika
seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun
pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini
hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit hilang. Jika gejala efek
samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
BAB V
LOGISTIK
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien rumah sakit
2. Menigkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak di harapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat/ aktifitas
karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
B. TUJUAN
1. Terciptanyabudayakeselamatan kerjadi RSIA Kartini
2. Mencegah dan mengurangikecelakaan.
3. Memperolehkeserasianantaratenagakerja,alatkerja,lingkungan, caradan
proseskerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yangbahayakecelakaannya menjadibertambah tinggi.
Pada dasarnya pelayanan TB Paru baik dirawat jalan maupun dirawat inap merupakan
bagian pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini tidak saja membutuhkan
keterampilan teknis medis ataupun asuhan keperawatan saja, tetapi unsur pengelolaan/
manajemen pelayanan juga sangat mempengaruhi keberhasilan pelayanan ini. Dimana
masing-masing pihak terkait dapat memahami perannya yang selanjutnya akan melakukan
pelayanan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Telah disusun suatu Pedoman Pelayanan TB Paru di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini
sebagai acuan untuk melaksanakan dan mengelolah pelayanan kesehatan tuberkolisis
diruang lingkup Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini.