Anda di halaman 1dari 68

PEDOMAN PELAYANAN TUBERKULOSIS (TB) PARU

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KARTINI


Jl. R.A Kartini No. 1 A Makassar ¦ Phone : 0411 – 3613502 Fax : 0411 – 3620025
Email : rsiakartini@gmail.com
PERATURAN DIREKTUR
NOMOR :
004/SK/RSIA-K/VI/2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TUBERKULOSIS (TB)
PARU DI RSIA KARTINI
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian tuberkulosis yang berkualitas
secara berkesinambungan,perlu disusun dokumen perencanaan pro-
gram pengendalian tuberkulosis dalam bentuk strategi nasional pen-
gendalian tuberkulosis
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a perlu menetapkan Peraturan Direktur tentang Pedoman
Kerja Tim TB Paru agar penyelenggaraan pelayanan TB Paru di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini dapat terlaksana dengan baik,
perludibentuk Tim TB Paru

Mengingat : 1. Undang - Undang RI Nomor4 Tahun 1984 tentangWabah Penyakit


Menular
2. Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 40 Tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
203/Menkes/SK/III/1999 tentang Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis
5. Surat Keputusan PT. Kartini Mitra Sehat dengan No.
005/SK/KMS/2015 tentang pengangkatan Direktur RSIA Kartini
Makassar.
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN TUBERKOLOSIS (TB) PARU DI RSIA
KARTINI

PASAL 1
Tuberkuloasis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang berkembang biak didalam bagian tubuh
dimana terdapat banyak aliran darah dan oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya
menyebar melewati pembuluh darah dan kelenjar getah bening, tetapi secara
utama menyerang paru-paru. Bakteri TB membunuh jaringan dari organ yang
terinfeksi dan membuatnya sebagai kondisi yang mengancam jiwa jika tidak
dilakukan terapi.
PASAL 2
Tim penanggulangan Tuberkulosis adalah tim yang dibentuk oleh Direktur
yang bertujuan untuk menjalankan program penanggulangan Tuberkolosis di
rumah sakit.
PASAL 3
Program penanggulangan Tuberkolosis dilaksanakan dirumah sakit beserta
monitoring dan evaluasinya melalui kegiatan :
a. Promosi Kesehatan
b. Surveilans tuberculosis
c. Pengendalian factor resiko
d. Penemuan dan penanganan kasus tuberkolosis
e. Perencanaan dan penyediaan OAT
f. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kasus TB dirumah sakit

Ditetapkan : Di Makassar
Pada tanggal : 22 Juni 2022
Direktur

Dr. dr. Rina Previana Amiruddin, SP.OG (K)


LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR
NOMOR : 004/PER/DIR/RSIA-K/VI/2022
TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN
TUBERKULOSIS PARU DI RSIA KARTINI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) masih terus menjadi masalah kesehatan didunia terutama
dinegara berkembang. Meskipun Obat Anti Tuberculosis (OAT) sudah ditemukan dan
vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa
diberantas habis. Insiden TB yang terus meningkat menjadi penyakit re-emerging
sehingga Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) pada tahun 1995 mendeklarasi TB
sebagai suatu Global Healt Emergency. Laporan WHO 2010 memperkirakan ada 8.8
juta pasien TB Paru dan 2.6 juta diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam
(BTA) Positif dengan 1.1 juta angka kematian pasien pertahun diseluruh dunia.
Kondisi ini diperberat oleh penyakit HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya
kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT lini pertama atau disebut Multidrug
Resisten TB (MDR) bahkan Extensively atau Extremely Drug Resistance (XDR),
yaitu resistensi terhadap OAT lini kedua. Keadaan ini akan memicu epidemi TB dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Maka perlu meminimalkan
resiko terjadinya infeksi TB di fasilitas pelayanan kesehatan melalui tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi efektif.
Petugas yang menangani pasien TB merupakan kelompok resiko tinggi untuk
terinfeksi TB. Penularan infeksi TB difasilitas pelayanan kesehatan dari pasien
kepetugas kesehatan sudah diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus
meningkat. Pada saat ini TB seringkali merupakan penyakit akibat kerja atau
Occupation diseaseuntuk petugas kesehatan. Keadaan ini memerlukan perhatian
khusus, karena akan mempengaruhi kesehatan , kinerja dan produktivitas petugas
kesehatan. Di indonesia belum ada data dan survelens terhadap petugas kesehatan
yang terinfeksi TB akibat pekerjaannya. Selain itu belum semua fasilitas pelayanan
kesehatan menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi TB (PPI TB) sebagai
upaya pencegahan terhadap petugas, pasien dan pengunjung. Hal ini merupakan
tantangan kedepan bagi kita semua.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian TB,memutuskan rantai penularan
serta mencegah terjadinya multi drug resistance (MDR) sehingga TB tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidetifikasi pasien TB Paru
b. Memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien TB Paru
c. Memonitoring pasien TB Paru
d. Memberikan Pelaporan khusus perkembangan pasien TB Paru
e. Meningkatkan kompetensi staf (Tim TB Paru)

C. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional dalam pelayanan Tuberkulosis adalah memberi asuhan
keperawatan kepada pasien tuberkulosis.
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
2. Undang-undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Undang-undang republik Indonesia nomur 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran
4. Keputusan menteri kesehatan nomor 364/menkes/SK/V/2009 tentang pedoman
nasional penanggulangan tuberculosis.
5. Keputusan menteri kesehatan nomor 1333/menkes/SK/XII/1999 tentang standart
pelayanan rumah sakit
6. Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021, tentang penanggulangan tuberkulosis
7. Undang- undang nomor 4 1984 tentang wabah penyakit menular.
8. Peraturan menteri kesehatan RI nomor 13 tahun 2013 tentang pedoman
manjemen terpadu pengendalian TB resisten obat
BAB II
STANDAR
KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Struktur yang ada dalam pelayanan TB Paru Rumah Sakit Ibu dan Anak
Kartini :

DIREKTUR

Dr. dr. Rina Previana Amiruddin, Sp. OG (K)

KETUA TIM

dr. Waode Elistrika, Sp. A

ANGGOTA

Andi Rofika, S.Kep, Ns


Apt. Winnie Asriyati Oli’I, S.Farm
Salmawati Efendi, Amd. AK
Nur Anissa Aswan, Amd. Kes
I. KETUA TIM TB
PARU Uraian Tugas :
a. Melaksanakan kebijakan, memberikan arahan dan menetapkan
standar pelayanan TB Paru di Rumah Sakit.
b. Melakukan perencanaan, pergerakan dan pengendalian pelayanan TB Paru di
Rumah Sakit.
c. Memfasilitasi rujukan internal dan eksternal.
d. Mengelolah informasi (akurat dan akutabel)
e. Memfasilitasi kebutuhan logistik (termasuk obat, alat kesehatan dan
peralatan yang dibutuhkan ) pada pelayanan TB Paru di Rumah Sakit.
f. Melakukan Self Assement.
Tanggung Jawab :
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program dan evaluasi
pelayanan TB Paru
b. Bertanggung jawab terhadap Direktur Rumah Sakit
Wewenang :
a. Meminta informasi dan pengarahan kepada anggota
b. Memberi pengarahan dan bimbingan dala pemberian pelayanan TB Paru
c. Memberi pengarahan terhadap pelatihan

II. ANGGOTA TIM TB


PARU Uraian Tugas :
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktek bila diperlukan
Tanggung Jawab :
a. Secara struktural bertanggung jawab kepada ketuaTim TB Paru terhadap
pelaksanaan pelayanan TB Paru
Wewenang :
a. Melaksanakan pengkajian keperawatan terhadap status bio-
psikososio- kultural dan spritual
b. Melaksanankan tindakan keperawatan dalam hal pasien TB
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Untuk distribusi ketenagaan disetiap instalasi ada satu orang koordinator dan bergabung dalam tim
TB Paru. Untuk waktu kerja masing-masing koordinator inidisesusaikan dengan kondisi masing-masing
instalasi dimana petugas/timTB Paru bekerja.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
Ruang TB Paru terletak di pojok bagian barat berdekatan dengan laboratorium (Denah
terlampir).
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan
fungsi pelayanan TB Paru yang optimal bagi pasien TB
1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan TB di RS meliputi kegiatan diagnostik,pengobatan pencatatan dan
pelaporan serta menjadi pusat jejaring internal / eksternal
2. Ruangan tersebut memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
rumah sakit, yaitu :
 Memiliki ventilasi gabungan yaitu alamiah dan mekanik
 Memiliki ruangan sputum booth
3. Memiliki ruangan khusus dan tersendiri untuk melayani pasien tuberkulosis yang di
sebut sebagai POLIKLINIK TB PARU
4. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB, meliputi :
a. Stetoskop 1 buah
b. Tensimeter 1 buah
c. Timbangan 1 buah
d. Masker bedah 1 dus
e. Masker N95
f. Meja
g. Kursi tunggu
h. Lemari arsip
i. Kelender jadwal pasien 1buah
j. Kipas angin berdiri 1 buah
k. Komputer 1 buah
l. Jam dinding 1 buah
m. Pesawat telfon
n. Obat Anti Tuberkulosis berpusat di instalasi farmasi
o. Formulir dan buku pencatatan TB
5. Tersedia ruangan / sarana bagi penyelenggara KIE terhadap pasien TB dan keluarga
6. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis
dahak
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN TB

A. PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
mereka sendiri.Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk
meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan
penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga terjadi
perubahan sikap dan perilaku sasaran program TB terkait dengan hal tersebut serta
menghilangkan stigma serta diskriminasi masyakarat serta petugas kesehatan terhadap
pasien TB.

1. Sasaran
a. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen dari
masyarakat.
b. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa. Diharapkan
dapatberperan dalam penanggulangan TB sebagai berikut:
1) Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan diskriminasi terkait
TB.
2) Membantu menyebar luaskan informasi tentang TB dan PHBS.
3) Mendorongpasien TB untuk menjalankan pengobatan secara tuntas.
4) Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri kelayanan TB
yang berkualitas.
c. Pembuat kebijaka publik yang menerbitkan peraturan perundang-undangan
dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta mereka yang dapat-
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Peran yang diharapkan adalah:
1) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan untuk men-
dukung penanggulangan TB.
2) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) untuk
meningkatkancapaian program TB.
2. Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB
Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diselenggarakan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat, advokasi dan kemitraan.
a. Pemberdayaan masyarakat
Proses pemberian informasi tentang TB secara terus menerus serta
berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran, kemauan dan kemampuan
pasien TB, keluarga dan kelompok masyarakat. Metode yang dilakukan ada-
lah melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek), konseling dan bimb-
ingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan atau pun saat kunjun-
gan rumahdengan memanfaatkan media komunikasi seperti lembar balik,
leaflet, poster atau media lainnya.
b. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk memperoleh komitmen
dan dukungan dari pemangku kebijakan yang dilakukan secara persuasif,
dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Advokasi Program
Penanggulangan TB adalah suatu perangkat kegiatan yang terencana,
terkoordinasi dengan tujuan:
1) Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam agenda politik
2) Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan yang ditandai
adanya peraturan atau produk hukum untuk program penanggulangan TB
3) Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan dan
sumber daya lainnya untuk TB
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan
melalui forum kerjasama.
c. Kemitraan
Kemitraan merupakan kerja sama antara program penanggulangan TB dengan
institusi pemerintah terkait, pemangku kepentingan, penyedia layanan, organ-
isasi kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan.
3. Pelaksanaan
Promosi kesehatan untuk Penanggulangan TB dilakukan di semua tingkatan ad-
ministrasi baik pusat, provinsi, kabupaten/ kota sampai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan. Promosi TB selain dapat dilakukan oleh petugas khusus juga dapat
dilakukan oleh kader organisasi kemasyarakatan yang menjadi mitra
penanggulangan TB. Dalam pelaksanaaannya promosi kesehatan
harus mempertimbangkan:
a. Metode komunikasi, dapat dilakukan berdasarkan:
1) Teknik komunikasi, terdiriatas:
a) Metode penyuluhan langsung yaitu kunjungan rumah, pertemuan
umum, pertemuan diskusi terarah (FGD), dan sebagainya; dan
b) Metode penyuluhan tidak langsung dilakukan melalui media
seperti- pemutaran iklan layanan masyarakat di televisi, radio,
youtube dan media sosiallainnya, tayangan film, pementasan
wayang, dll
2) Jumlah sasaran dilakukan melalui pendekatan perorangan, kelompok dan
massal.
3) Indera Penerima
a) Metode melihat/memperhatikan.
Pesanakan diterima individu atau masyarakat melalui indera
penglihatan seperti: pemasangan spanduk, umbul-umbul, poster,
billboard, dan lain-lain.
b) Metode mendengarkan.
Pesanakan diterima individu atau masyarakat melalui indera
pendengaran seperti dialog interaktif radio, radio spot.
c) Metode kombinasi.
Merupakan kombinasi kedua metode di atas, dalam hal ini termasuk
demonstrasi/peragaan. Individu atau masyarakat diberikan penjela-
san dan peragaan terlebih dahulu lalu diminta mempraktikkan, misal:
cara mengeluarkan dahak.
b. Media Komunikasi
Media komunikasi atau alat peragaan yang digunakan untuk promosi pe-
nanggulangan TB dapat berupa benda asli seperti obat TB, pot sediaan da-
hak, masker, bisa juga merupakan tiruan dengan ukuran dan bentuk hamper
menyerupai yang asli(dummy).Selain itu dapat juga dalam bentuk gam-
bar/media seperti poster, leaflet, lembar balik bergambar karikatur, lukisan,

animasi dan foto, slide, film dan lain-lain.

c. Sumber Daya
Sumber daya terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia (SDM), yang
bertanggung jawab untuk promosi, petugas di puskesmas dan sumber daya
lain berupa sarana dan prasarana serta dana.
B. SURVEILANS TUBERKULOSIS
Surveilans TB merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh data epidemologi
yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan TB.
1. Sistem informasi program pengendalian TB adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan sumber
daya manusia (SDM) yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan nasional.
2. Informasi kesehatan adalah data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk
yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan penge tahuan
dalam mendukung pembangunan kesehatan. Informasi kesehatan untuk program
pengendalian TB adalah informasi dan pengetahuan yang memandu dalam melakukan
penentuan strategi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program TB.
Bagan 1. Sistem Informasi Program Pengendalian TB

Sistem Sistem Monitoring Penelitian TB


Surveilans & evaluasi TB

Surveilans Rutin Penelitian Oprasional


Monitori
ng
program

Surveilans Non Rutin (Survei: Periodik dan sentinel) Penelitian ilmiah (dasar)
Pengelola
an

Penyajian data

Pemecahan
Estimasi dan proyeksimasalah, tindak lanjut, perencanaan

1. Surveilans Tuberkulosis
Terdapat 3jenissurveilans TB, yaitu: Surveilansberdasarkan data rutin, survei
periodik/ survei khusus, survei sentimel
a. Surveilansberdasarkan data rutin
Surveilans ini dilaksanankan dengan menggunakan data layanan rutin yang
dilakukan pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistem
terbaik untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun
kemungkinan terjadi bias cukup besar. Misalnya dalam layanan kolaborasi
TB-HIV, jika jumlah pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar
maka surveilans berdasar data rutin ini interpretasinya kurang akurat.
Surveilans berdasrakan data rutin ini tidak memerlukan biaya khusus tapi
mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalan baik. Hasil
surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari survei
periodik atau survei sentinel.
b. Surveilans periodik (survei khusus)
Survei ini merupakan survei yang cross-sectional pada kelompok pasien TB
yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah /daerah tertentu secara tepat
untuk menghindari bias.

Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit
untuk melaksanakannya. Hasil survei ini dapat digunakan untuk
mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
c. Surveilans sentinel
Merupakan surveilans pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel
ini dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu
yang terpilih karena dianggap dapat memberikan gambaran populasi yang
lebih besar. Penting diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan
setiap tahun dengan prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada
tempat, waktu dan metode yang sama. Survei sentinel ini memerlukan biaya
yang tidak terlalu mahal dan relatif mudah dilaksanakan. Hasil sentinel
surveilans ini dapat digunakan mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data
rutin. Disamping itu juga sangat berguna untuk melihat kecendrungan (trend)
penyakit, misalnya prevalensi HIV pada pasien TB sebagai kewaspadaan
terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa).
C. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama
dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB
menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,
penularan TB dimasyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan
TB yang paling efektif dimasyarakat.
1. Strategi Penemuan
a. penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB
b. pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang TCM Positif
dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya.
c. penemuan secara aktif dari rumah ke rumah dianggap tidak cost efektif
2. Gejala Klinis Pasien TB
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah terus sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam ringan lebih dari 1 bulan
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasy, bronkhitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB diindonesia masih tinggi maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung.
c. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini :
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar
atau menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama
1 bulan
4. Pasien TB pegobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps) ketegori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah putus berobat
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB RO
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respon secara klinis maupun
mikrobiologis terhadap pemberian OAT (bila menegakkan diagnosis
awal tidak menggunakan TCM)
10. Pasien TB RO yang gagal pengobatan
11. Pasien TB RO kasus kambuh (relaps)
12. Pasien TB RO yang kembali setelah putus berobat
3. Pemeriksaan Sputum TCM
Pemeriksaan sputum TCM berfungsi untuk menegakkan diagnosa dan untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menetukan potensi penularan, dilakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis
4. Uji kepekaan obat tuberkulosis
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M.Tuberkulosis terhadap OAT.
Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan yang tersertifikasi dan lulus
pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan
untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.
D. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
1. Diagnosis TB Paru
a. Semua suspek TB diperiksa spesimen dahak TCM
b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(TCM). Pada program TB nasional, penemuan TCM melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjng
sesuai dengan indikasinya
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena,misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
supervisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
3. Diagnosis TB pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Pada ODHA, diagnosis TB Paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:
a. TB paru TCM positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif
b. TB paru TCM negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis
dan radiologis mendukung TB atau TCM negatif dengan hasil kultur TB positif
c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klnis, bakteriologis,
atau hitopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
Alur Diagnosis TB Paru

Suspek TB Paru

Pemeriksaan sputum TCM

Terapiantibi-
Foto thorax

Thorax Thorax
+
Gambaran tdk mendukung
Gambaran mendukung

Foto toraks dan pertimbangan dokter

Ada perbaikan Tidak ada- perbaikann

TB klinis

BUKAN TB
TBparu

Catatan :
Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnostik ini dapat digunakan secara
E. Diagnosis TB anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi missdiagnosis baik overdiagnosis maupun
underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak
biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. IDAI telah
membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakansistem skor (scoring system), yaitu
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan
oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk TB anak.
 Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah

Kontak TB Tidak Laporan keluarga, TCM positif


Jelas TCM
negatifatau
tidak tahu,
TCM
tidak
jelas

Uji tuberkulin Negatif Positif (10mm


Atau 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi Bawah garis Klinisgizi
merah (KMS) buruk(BB/U
atau BB/U <60%)
<80%

Demam tanpa 2 minggu


sebab jelas
Batuk 3 minggu
Pembesaran 1cm, jumlah >
kelenjar limfe koli, 1,tidak nyeri
aksila,inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi, pembengkakan
panggul,lutut,falang
Foto thorax Normal/tidak Kesan TB
jelas
NOTE : Diagnosis dengan system skoring ditegakkan oleh dokter
F. Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
M.tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua kali,salah satu
diantaranya harus dahak pagi hari. Uji kepekaan M.tuberculosis harus dilakukan
dilaboratorium yang telah tersertifikasi untuk uji kepekaan. Sambil menunggu hasil
uji kepekaan, maka suspek TB MDR akan tetap meneruskan pengobatan sesuai
dengan pedoman pengendalian TB Nasional.
G. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosisyang meliputi empat hal
yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit:paru atau ekstra paru
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara bakteriologis ) : TCM Positifatau
TCM negetif
3. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasienbaruatausudahpernahdiobati
4. Status HIV pasien
a) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkolosis paru. Tuberkolosis paru adalah tuberculosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus
2. Tuberkulosis extra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura, selaput otak. Selaput
jantung
(pericardium).kelenjarlimfe,tulang,persendian,kulit,usus,ginjal,saluran
kencing,alat kelamin dan lain lain.Pasien dengan TB paru dan TB ekstra paru di
klasifikasikan sebagai TB paru
b) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahakbakteriologis
1. Tuberkulosis paru TCM positif
Pasien TB yang terkonfirmasibakteriologisadalahpasien TB yang terbuk- tipositfbaketriologi
pada hasilpemeriksaan (contoh uji bakteriologiadalah spu- tum, cairantubuh dan jaringan)
melaluipemeriksaanmikroskopislangsung, TCM

TB ataubiakan.
2. Tuberkulosis paruTCM negatif (pasien TB terdiagnosissecaraklinis)
Pasien TB terdiagnosissecaraklinisadalahpasien yang tidakmemenuhikriteri-
aterdiagnosissecarabakteriologis, tetapididiagnosissebagaipasien TB aktif oleh
dokter dan diputuskanuntukdiberikanpengobatan TB
c) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Kasus baru Adalah Pasien yang belumpernahmendapat OAT
sebelumnyaatauriwayat- mendapatkan OAT kurangdari 1 bulan (kurangdari 28
dosisbilamemakaiobat program)
1. Kasus denganriwayatpengobatan
Adalah pasien yang pernahmendapatkan OAT 1 bulanataulebih ≥ 28 dosis bila
memakai obat program. Kasus inidiklasifkasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagaiberikut :
a. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan
telah di nyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan
dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi),
b. Kasus setelah loss to follow up
Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak
meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss
to follow up sebagai hasil pengobatan
c. Kasus setelah gagal ( Failure)
Adalah pasien yangsebelumnyapernahmendapatkan OAT dan dinya- takan
gagal pada akhir pengobatan
d. Kasus dengan riwayat pengobatan tidakdiketahui
Adalah pasien yang tidakdiketahuiriwayatpengobatansebelumnyasehinggat-
idakdapatdimasukkandalam salah satukategoridiatas
d) Klasifikasiberdasarkan status HIV pasien
1. Kasus TB dengan HIV postif
Adalah kasus TB terkonfirmasibakterilogisatauterdignosisklinis pada pasien
yang memilikihasiltes HIV postifbaik yang dilakukan pada saatpenegakan diag-
nosis TB atauadabuktibahwapasientelahterdaftar deregister HIV (register
praARTatau register ART)
2. Kasus TB dengan HIV negative
Adalah kasus TB terkonfirmasibakteriologisatauterdiagnosisklinis pada pasien
yang memilkihasil negative untukhasil HIV yang dilakukan pada saatditegakkan
diagnosis TB. Bila pasieninidiketahui HIV postifdikemudianhariharuskemba-
lidisesuaikanklasifikasinya
3. Kasus TB dengan status HIV tidakdiketahui
Adalah kasus TB terkonfirmasibakteriologisatauterdiagnosisklinis yang tid-
akmemilikihasiltes HIV dan tidakmemilikibuktidokumentasitelahterdaftardalam
register HIV.Bilapasieninidiketahui HIV postifdikemudianhariharuskembalidis-
esuaikanklasifikasinya
B. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
1) Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,mencegah
kematian,mencegah kekambuhan,memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )
Jenis,sifat dan dosis OAT yang akan di jelaskan pada bab ini adalah yang tergolong
pada lini pertama.secara ringkas OAT lini pertama di jelaskan pada tabel di bawah:
 Pengelompokan OAT

Golongan dan jenis Obat


Golongan-1 Obat Lini  Isoniazid( H )  Pyrazinamide ( Z )
Pertama  Ethambutol ( E )  Rifampicin ( R )
 Streptomycin ( S )
Golongan-2/obat  Kanamycin ( Km )  Amikacin ( Am )
suntik/suntikan Lini  Capreomycin ( Cm )
kedua
Golongan-3/golongan  Ofloxacin ( Ofx )  Moxifloxacin (Mfx )
floroquinolone  Levofloxacin ( Lfx )
Golongan-4/obat  Ethionamide ( Eto )  Para amino salisilat
bakteriostatik lini kedua  Prothionamide (Pto) (PAS)

 Cycloserine (Cs)  Terizidone (Trd)

Golongan-5/Obat yang  Clofazimine (Cfz)  Thioacetazone (Thz)


belum terbukti efikasinya  Linezolid (Lzd)  Clarithromycin (Clr)
dan tidak  Amoxilin-  Imipenem (Ipm)
direkomendasikan oleh Clavunate(Amx-Clv)
WHO
 Jenis sifat dan dosis OAT lini pertama (tabel)

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Jenis OAT Sifat Harian 3x Seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

2) Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:


a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT-kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT =Directly Observer treatment) oleh seorang pengawas menelan
obat (PMO)
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan
1. Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu 2
minggu.
c. Sebagian besar pasien TB TCM positif menjadiTCM negatif
(konfersi) dalam 2 bulan
2. Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu lebih lama
b. Tahap lanjutan lebih penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3) Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Paduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian tubeculosis
di Indonesia:
 kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3.
 kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 kategori anak : 2HRZ/4HR
 Obat yang digunakan dalam tata laksana pasien TB resisten obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini kedua yaitu kanamycin,kapriomycin,
levofloxacin,ethionamide, sikloserine, dan PAS serta OAT lini pertama
yaitu pirazinamide dan etambuthol
 Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT
ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 paket
untuk satu pasien.
 Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniasid,
rifampisin, pirasinamid dan etambuthol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
 Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberia obat dan menjamin kelangsungan pengobatan
sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien untuk satu (1) masa
pengobatan.
b. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas dan mengurasi efek samping
 Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan
rresiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep.
 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
4) Paduan OAT dan peruntukannya
a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 pasien baru TB paru TCM positif
 pasien TB paru TCM negatif foto thorax positif
 pasien TB ekstra paru
 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1
Tahap Intensif tiap hari Tahan lanjutan 3 kali seminggu
Berat Badan selama 56 hari RHZE selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1

TahapPengobata Lama Dosis perhari/kali Jumlah


N Pengobatan Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Isoniasi Rifampisi Pirazinami Etambuto Menelan obat
d @300 n @450 d @500 l @250
Mgr mgr mgr mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5HR3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobatisebelumnya:
1. pasien kambuh
2. pasien gagal
3. pasien dengan pengobatan setelah putus berobat(default)

 Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2

Tahap Intensif tiap hari Tahap lanjutan 3


Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S kali seminggu RH
(150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28 Selama 20 minggu
hari
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
Streptomisin inj Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
Streptomisin inj Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
Streptomisin inj Etambutol
≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
Streptomisin inj Etambutol
 Dosis paduan OAT kombipak untuk kategori 2

Tahap pe Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streotom Jumla


ngobat pe Isonias Rifamp Pirazina Tablet Tablet icin h
an ngob id isin mid @250 @400 injeksi hari/k
atan @300 @450m @500m mgr mgr ali
mgr gr gr menel
an
obat
Tahap 2 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
intensif bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis 1
harian) bulan
Tahap
lanjutan
(dosis 4 2 1 - 1 2 - 60
3xsemin bulan
ggu)

5) Pengobatan Tuberkulosis pada anak


 Alur tatalaksana pasien Tuberkulosis anak pada unit pelayanan kesehatan dasar

Skor 6

Beri OAT selama 2 bulan dan dievaluasi

Respons (+) Respons (-)

Teruskan terapi TB sambil mencari penyebabnya


Terapi deiteruskan TB

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radioligik
tidak menunjukkan perubahan yang berati, OAT tetap dihentikan.
1. Kategori anak (2RHZ/4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan tiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
 Dosis OAT kombipak pada anak
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-19 Kg BB 20-32 Kg

Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg


Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pyrazinamide 150 mg 300 mg 600 mg

 Dosis OAT KDT pada anak


Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan :
 Bayi dengan berat badan < 5 kg dirujuk ke rumah sakit
 Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet

 Anak dengan BB <33 Kg dirujuk ke rumah sakit Obat harus diberikan secara utuh
tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sessat sebelum diminum
6) Pengobatan pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB dengan TCM positif, perlu dilakukan pemeriksaan pemeriksaan
menggunakan sistim skoring. Bila hasil evaluasi dengan sistim skoring didapat skor
<5, kepada anak tersebut diberikan isonaniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg
BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi
BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
7) Pengobatan Tuberculosis dengan Inveksi HIV/AIDS

Tatalaksana pengobatan TB pada ODHA adalah sama seprti pasien TB lainnya.


Pada prinsipnya pengobatan TB diberikan segara sedangkan pengobatan ARV
dimulai berdasarkan stadium klinis HIV atau hasil CD 4. Penting diperhatikan dari
pengobatan TB pada ODHA adalah apakah psien tersebut sedang dalam
pengobatan ARV atau tidak. Bila pasien tidak dalam ARV, segera

mulai pengobatan TB.

8) Pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat

Secara umum, prinsip pengobatan TB resisten obat, kususnya TB dengan MDR


adalah sebagai berikut:

 Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif


 Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan resisten silang
(cross-resistance)
 Membatasi penggunaan obat yang tidak aman
 Paduan pengobatan diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama
minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
 Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan.
Dikatakan konversi bila hasil pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan
jarak pemeriksaan 30 hari
 Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT= directly/daily Observed Treatment, dengan PMO
diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan.

C. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS


1. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomycin. Streptomycin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permnanen ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatan sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar kemungkinan tertular TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Ibu
dan bayi tidak perlu di pindahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.
Pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat
badannya.
3. Pasien TB dengan pengguna kontrasepsi
Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB yang mendapat
pengobatan sebaiknya menggunakan kontrasepsi non hormonal atau kontrasepsi
yang mengandung ekstrogen tinggi
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tata laksana pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS adalah sama dengan pasien
TB lainnya. Prinsip pengobatan TB HIV adalah dengan mendahulukan
pengobatan TB.
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut atau klins ikterik di tunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana
pengobatan TB sangat diperlukan dan dapat diberikan streptomycin dan
etambuthol maksmal selama 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuhkan dan
dilanjutkan dengan rifampicin dan isoniazid selama 6 bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Apabila terdapat peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 3 (tiga) kali normal,
OAT tidak diberikan, dan bila telah dalam pengobatan harus dihentikan
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT kurang dari 3 kali pengobatan dapat
dilaksanakan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati pirazinamide
tidak boleh digunakan. Panduan OAT yang dapat digunakan adalah 2RHES/6RH
atau 2HES/10HE
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniazid, Rifampicin , dan Pirasinamid dapat dieksresi melalui empedu dan dapat
dicerna menjadi senyawa-senyawa non toksik. OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomycin
dan Etambuthol dieksresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari pengunaannya
pada pasien dengan gangguan ginjal. Panduan OAT yang paling aman untuk
pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR
8. Pasien TB dengan diabetes melitus
Diabetes harus di kontrol. Pengunaan rifampicin dapat mengurangi efektifitas obat
oral antidiabetes sehingga dosis obat oral antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapat digunakan untuk mengontrol gula darah. Hati-hati pemberian etambuthol
karna dapat memperberat kejadian retinopathy diabetika.
9. Pasien TB yang perlu mendapatkan tambahan kortikosteroid
Kortikosteroidhanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwapasien
seperti:

 Meningitis TB
 TB milier
 TB dengan pleuritis eksudativa
 TB dengan perikarditis konstriktiva
D. PENGAWASAN MENELAN OBAT
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menja
min keteraturan pengobatan diberikan seorang PMO
1. Pesyaratan PMO
a. seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b. seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
c. bersedia membantu pasien dengan suka rela
d. bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan didesa, perawat,
pekarya, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat beraasal daari kader kesehatan, guru atau tokoh
masyarakat atau anggota keluarga.
3. Tugas seorang PMO
a. mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
b. memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
c. mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan
d. memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke unit
pelayann Kesehatan(UPK). Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
kewajiban pasien obat dari unit pelayanan kesehatan
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TB dapat disembukan dengan pengobatan teratur
c. cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
d. cara pemberian pengobatan pasien(tahan intensif dan lanjutan)
e. pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK
E. PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB
1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakn dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikiroskopik lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju endapan (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 3
kali (sewaktu-pagi-sewaktu). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil
pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
 Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
Tipe pasien Uraian Hasil TCM Tindak lanjut

Negatif Tahap lanjutan dimulai


Akhir tahap
Pasien baru Intensif Dilanjutkan dengan OAT
TCMpositif Positif sisipan selama 1 bulan.
dengan Jika setelah sisipan masih
pengobatan tetap positif, tahap lanjutan
kategori 1 tetap
diberikan
Sebulan sebelum Negatif Sembuh
akhir pengobatan keduanya
atau akhir Positif Gagal, ganti dengan OAT
pengobatan (AP) kategori 2 mulai dari awal
Paien baru Akhir intensif Berikan pengobatan
TCM(-) & Ro Negatif tahap lanjutan sampai
(+) dengan selesai, kemudian pasien
pengobatan dinyatakan pengobatan
kategori 1 lengkap
Positif Ganti dengan kategori 2
mulai dari awal
Negatif Teruskan pengobatan
dengan tahap lanjutan
Beri sisipan 1 bulan. Jika
setelah sisipan masih tetap
Akhir intensif
positif, teruskan
Penderita baru
pengobatan tahap lanjutan.
Positif
TCM positif
Jika ada fasilitas, rujuk
dengan untuk uji
kepekaan obat
pengobatan
Sebulan sebelum Negatif Sembuh
ulang kategori
akhir pengobatan keduanya

2 atau akhir Positif Belum ada pengobatan,


pengobatan (AP) disebut Kasus Kronik, jika
mungkin, rujuk kepada unit
pelayanan spesialistik
 Tata laksana pasien yang berobat tidak teratur
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:

 lacak pasien
 diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
 lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan :
Tindakan 1 Tindakan 2
 lacak pasien Bila hasil TCM Lanjutkan pengobatan sampai seluruh

 diskusikan dan negatif atau Tb dosis selesai


cari masalah ekstra paru: Lama pengobatan Lanjutkan
 periksa hasil Bila satu atau lebih sebelumnya lebih pengobatan sampai
TCM dan hasil TCM positif dari 5 bulan seluruh dosis
lanjutkan selesai
pengobatan Lama pengobatan  kategori 1:
sementara sebelumnya lebih mulai kategori

menunggu dari 5 bulan 2

hasilnya  kategori 2 :
rujuk, mungkin
kasus TB
resisten obat.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (default)
 periksa TCM Bila hasil TCM Pengobatan dihentikan, pasien

 diskusikan dan negatif atau Tb diobservasi bila gejalanya semakin parah


cari masalah ekstra paru perlu dilakukan pemeriksaan kembali

 hentikan (SPS dan atau biakan)


pengobatan Bila satu atau lebih Kategori-1 Mulai kategori-2
sambil hasil TCM positif
menunggu Kategori-2 Rujuk, kasus TB
hasil resisten obat
pemeriksaan
dahak
Keterangan : tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh
dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

 Tata Laksana pasien mangkir

Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan OAT dikatakan mangkir apabila pasien tersebut
tidak datang pada tanggal perjanjian kontrol. Apabila dijumpai pasien TB yang mangkir
selama pengobatan harus segera dilakukan pelacakan untuk menghindariterjadinnya drop
out pengobatan.

Tata cara pelacakan pasien mangkir selama pengobatan TB :

1. Poliklinik berusaha menghubungi pasien atau PMO melalui telpon


2. Poliklinik melaporkan kepada unit TB Paru pasien TB mangkir sebelum melebihi
batasan waktu
3. Apabila pasien TB mangkir berdomisili diwilayah kota madya Makassar maka petugas
TB menghubungi petugas TB puskesmas sesuai dengan tempat tinggal pasien untuk
meminta bantuan pelacakan
4. Petugas TB mencatat pasien TB yang mangkir dibuku Bantu pasien mangkir

 Tata laksana penjaringan suspek TB MDR dan kolaborasi TB-HIV


a. Penjaringan suspek TB MDR
TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil M. Tubercolosis yang telah
resisten terhadap INH atau rifampicin secara bersamaan, dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lini pertama lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB
MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah
semua orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu kriteria
dibawah ini :
1. Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2 (dua)
2. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak positif setelah bulan ke 3 (tiga)
pengobatan kategori 2
3. Pasien TB yang pernah diobati lebih dari 1 bulan disaran non DOTS
termasuk dengan OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon dan kanamisi

b. Hasil pengobatan pasien TB TCM positif


1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya
2. Pengobatan lengkap
Pengobatan lengkap adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun
4. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain
dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Putus berobat
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai
6. Gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kemnbali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
7. Keberhasilan pengobatan (treatment succes)
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien
dengan BTA postif atau biakan posistif

F. EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA


Tabel berikut menjelaskan efek sampingringan maupun berat dengan pendekatan
gejala
 Efek samping ringan OAT
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, Rifampisin Semua OAT
mual, sakit perut diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin
Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6
dengan rasa terbakar (piridoxin) 100mg
di kaki perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberi
air seni (urine) apa- apa, tapi perlu
penjelasan kepada
pasien

 Efek samping berat OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan
kulit dibawah
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
etambutol
Gangguan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
keseimbangan etambutol
Ikterus tanpa Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
penyebab lain ikterus menghilang
Bingung dan muntah- Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan segera lakukan tes fungi hati
ikterus karena obat)
Gangguan Etambutol Hentikan etambutol
penglihatan
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin
(syok)

Penata laksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit” Jika
seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun
pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini
hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit hilang. Jika gejala efek
samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
BAB V
LOGISTIK

A. SIKLUS MANEJEMEN LOGISTIK


Pengelolaan logistik meliputi fungsi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi
dan penggunaan. Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu
dukungan manejemen yang meliputi : organisasi, pendanaan, sistem informasi, sumber
daya manusia dan jaga mutu.

B. JENIS LOGISTIK PROGRAM


Dalam manajemen Program Pengendalian TB, logistik dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu logistik OAT dan logistik non-OAT.
1) Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT lini pertama ada dua macam yaitu Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) dan kombipak.
a. OAT KDT terdiri dari kombinasi dua (HR) atau empat jenis (HRZE) obat
dalam satu tablet yang dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien
b. OAT kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampicin( R), Pirazinamid(Z) dan Etambuthol(E) yang dikemas dalam
bentuk blister.
c. Paduan OAT yang digunakan oleh program (lihat bab 4)
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
 Kategori anak : 2HRZ/4HR
2) Logistik Non-OAT
Logistik non-OAT yang diguanakan Program Penanggulangan Tuberkulosis
dibagi dalam dua kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak habis pakai
d. Logistik non-OAT habis pakai antara lain adalah :
Bahan-bahan laboratorium TB seperti : Reagen, pot dahak, kaca sediaan,
oli enersi, ester alkohol, tissu, sarung tangan, pipet, kertas saring
e. Logistik non-OAT tidak habis pakai antara lain:
Mikroskop, ose, lampu spritus, rak pengering kaca sediaan, kotak
penyimpanan kaca sediaan, safety kabinet, box penyimpanan OAT, Buku
pedoman, buku panduan,leaftlet, poster, formulir pecatatan dan pelaporan
TB MDR

C. MANAJEMEN LOGISTIK PROGRAM


1. Perencanaan
Perencanaan adalah langkah pertama dalam siklus pengelolaan logistik. Kegiatan
ini meliputi proses penilaian kebutuhan, menentukan sasaran, menetapkan tujuan
dan target, menentukan strategi dan sumber daya yang akan digunakan.
2. Pengadaan

Pengadaan OAT menjadi tanggungjawab pemerintah, baik pusat maupun daerah.


OAT merupakan obat yang sangat esensial yang harus terjamin ketersediaanya
secara nasional.
3. Penyimpanan
Adalah suatu kegiatan menyimpan termasuk memelihara yang mencakup aspek
tempat penyimpanan (Intalasi Farmasi/Gudang), barang dan administrasinya.
4. Distribusi
Distribusi adalah pengeluaran dan pengiriman logistik dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis untuk
memenuhi ketersediaan jenis dan jumlah logistik agar sampai ditempat tujuan
5. Penggunaan
Penggunaan logistik, terutama OAT harus dilaksanakan secara rasional, mengacu
pada prosedur standar yang terdokumentasi agar muda diaudit.
6. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen yang meliputi organisasi,pendanaan, sistem informasi
sumber daya manusia dan jaga mutu.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.

B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien rumah sakit
2. Menigkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak di harapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. STANDAR PASIEN SAFETY


Standar keselamatan pasien (patient safety) untuk pelayanan klinik TB Paru adalah:
1. Ketepatan identitas pasien
Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO yang meliputi nama lengkap
pasien, tanggal lahir pasien dan alamat pasien.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Mengembangkan komunikasi yang efektif antar para pemberi layanan.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
Melaksanakan double check untuk obat-obat yang masuk dalam daftar high alert
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan dengan menganjurkan pasien TB agar menggunakan masker
untuk mencegah terjadinya penularan dengan pasien lain.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment terhadap semua pasien
rawat inap,rawat jalan dengan kondisi, diagnosis lokasi terindikasi beresiko tinggi
jatuh sesuai kebijakan dan prosedur.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PENGERTIAN

Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat/ aktifitas
karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.

B. TUJUAN
1. Terciptanyabudayakeselamatan kerjadi RSIA Kartini
2. Mencegah dan mengurangikecelakaan.
3. Memperolehkeserasianantaratenagakerja,alatkerja,lingkungan, caradan
proseskerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yangbahayakecelakaannya menjadibertambah tinggi.

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KARYAWAN


1. Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan
infeksi, yaitu :
a. Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi
b. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki
tertutup, celemek, masker dan lain-lain) terutama bila terdapat kontak pasien
c. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani
pasien
2. Pemeriksaan kesehatan
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan baru
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk seluruh karyawan
c. Pemeriksaan foto thorax dan sputum untuk karyawan di ruang TB
3. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
4. Menggunakan baju kerja yang bersih.
BAB VIII
PENGENDALIAN
MUTU

Pengendalian mutu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam pemeriksaan, penegakan


diagnose pengobatan maupun pemeriksaan laboratorium agar hasil pemeriksaan tepat dan
benar.
Pemantauan mutu dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
a. Menetapkan prosedur di semua unit pelayanan yang terkait dalam penatalaksanaan
yang terkait pasien TB
b. Mengaktifkan peran farmasi dan terapi untuk mengevaluasi penggunaan obat TB
c. Meningkatkan kemampuan perawat untuk melakukan konselor
d. Memperkuat jejaring eksternal dengan dinas kesehatan, laboratorium, puskesmas dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnnya untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan
e. Melakukan pengendalian infeksi pada pasien TB bersama dengan tim pencegahan dan
pengendalian infeksi
f. Mensosialisasikan etika batuk kepada pasien dan tenaga kesehatan
g. MelakukanKIE untuk masyarakat tentang Paru di rumah sakit.
BAB IX
PENUTUP

Pada dasarnya pelayanan TB Paru baik dirawat jalan maupun dirawat inap merupakan
bagian pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini tidak saja membutuhkan
keterampilan teknis medis ataupun asuhan keperawatan saja, tetapi unsur pengelolaan/
manajemen pelayanan juga sangat mempengaruhi keberhasilan pelayanan ini. Dimana
masing-masing pihak terkait dapat memahami perannya yang selanjutnya akan melakukan
pelayanan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Telah disusun suatu Pedoman Pelayanan TB Paru di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini
sebagai acuan untuk melaksanakan dan mengelolah pelayanan kesehatan tuberkolisis
diruang lingkup Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini.

Anda mungkin juga menyukai