Anda di halaman 1dari 19

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM CAHAYA MEDIKA


NOMOR :
T E N TAN G
PANDUAN PELAYANAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
DENGAN STRATEGI DOTS
DI RUMAH SAKIT UMUM CAHAYA MEDIKA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM CAHAYA MEDIKA

Menimbang : a. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang


masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan salah satu
penyebab kematian sehingga perlu di laksanakan program
pelayanan penanggulangan tuberkulosis secara
berkesinambungan;
b. bahwa agar pelaksanaan program pelayanan tuberkulosis dapat
berjalan dengan baik maka diperlukan panduan yang mengatur
pelaksanaan pelayanan penanggulangan tuberkulosis dengan
strategi DOTS di RSU Cahaya Medika;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksudkan
pada butir a dan b diatas, maka perlu menetapkan Surat
Keputusan Direktur RSU Cahaya Medika tentang Panduan
Pelayanan Penanggulangan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS
di RSU Cahaya Medika;

Mengingat : 1. Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit Umum;
3. Peraturan Pemerintah kesehatan Republik Indonesia nomor 67
tahun 2016 tentang penanggulangan tuberculosis;
4. Peraturan Pemerintah kesehatan Republik Indonesia nomor 43
tahun 2016 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan
pasal 2 ayat 2;
5. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 129/menkes/SK/II/2008
tentang standar pelayanan minimal di Rumah Sakit;
6. Surat Edaran MENKES 884/menkes/VII/2007/ perihal : ekspansi
TB dengan strategi DOTS di rumah sakit umum dan balai
kesehatan atau pengobatan penyakit paru;
7. Surat Edaran Bina Yanmed YM.02.08/III/673/07 perihal
pelaksanaan TB di Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSU CAHAYA MEDIKA


TENTANG PANDUAN PELAYANAN
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN
STRATEGI DOTS DI RSU CAHAYA MEDIKA
Kesatu : Panduan Pelayanan Penanggulangan Tuberkulosis dengan
Strategi DOTS di RSU Cahaya Medika sebagaimana yang
terlampir;
Kedua : Direktur RSU Cahaya Medika bertanggung jawab untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
panduan penanggulangan TB dengan strategi DOTS di
RSU Cahaya Medika melalui Kepala Bidang Pelayanan
Medis dan Kepala Bidang Keperawatan;
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan.

Ditetapkan di : Makassar
Pada tanggal : Maret 2019
Direktur,

(dr. Hj. Misnawaty A Muin)

Tembusan kepada Yth :


1. Direktur RSU Cahaya Medika
2. Arsip
Lampiran : Surat Keputusan Direktur RSU Cahaya Medika tentang Panduang
Pelayanan Penanggulangan Tuberkulosis (TB) dengan strategi DOTS
di RSU Cahaya Medika
Nomor :
Tanggal :

PANDUAN PELAYANAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS (TB)


DENGAN STRATEGI DOTS DI RSU CAHAYA MEDIKA

BAB 1
DEFENISI
A. Defenisi Kasus
1. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis
2. Directly Observed Treatment Short Course  (DOTS) adalah
strategi penanganan TB yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia dengan cara pengobatan jangka pendek yang
temonitoring lewat pengawas minum obat
3. Sputum adalah cairan kental yang berasal dari saluran pernaasan
atau paru yang dikeluarkan saat pasien batuk.
4. OAT adalah obat-obat TB yang ditetapkan oleh standar
internasional.
5. P M O adalah petugas atau keluarga yang ditugaskan
u n t u k m e n g a w a s i k e p a t u h a n p a s i e n dalam meminum obat
6. MDR atau Multi drugs resistance adalah suatu keadaan pada pasien
dimana terjadi kekebalan terhadap obat – obat TB yang standar
7. Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.
8. Gejala umum TB adalah batuk produktif lebuh dari 2 minggu yang di
sertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan atau
gejala tambahan seperti tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan,
keringat malam dan mudah lelah.
Dalam menentukan suspek TB harus di pertimbangkan faktor seperti usia
pasien, status hiv atau prevalens HIV dalam populasi.
Kasus TB adalah :
1. Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
Tuberkulosis Complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan,
cairan tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur. Pada negara dengan
keterbatasan laboratorium dalam mengidentifikasi Mycobacterium
Tuberculosis Complex maka kasus TB paru dapat di tegakkan apabila di
temukan satu atau lebih dahak BTA positif.
2. Seorang pasien yang telah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB
sehingga di diognosis TB oleh Dokter maupun petugas kesehatan dan
diobati dengan panduan serta lama pengobatan yang lengkap.

B. Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, memerlukan suatu defenisi
kasus yang meliputi 4 determinan, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskois) : BTA positif
atau BTA negative
3. Tingkat keparahan penyakit : Ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya; baru atau sudah pernah diobati.
Klasifikasi penyakit di tentukan oleh organ yang terkena, hasil pemeriksaan
dahak dan tingkat keparahan penyakit. Tipe pasien ditentukan oleh riwayat
pengobatan TB sebelumnya.
Adapun manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
menentukan panduan pengobatan yang sesuai, untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi.
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber daya lebih efektif (cost-effective).
3. Registrasi kasus secara benar.
4. Analisis kohort hasil pengobatan.
a. Berdasarkan letak anatomi penyakit
1) Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
TB milier diklasifikasikan sebagai tb paru karena letak lesi nya ada
di dalam paru.
2) TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain
paru seperti pleura, kelenjar getah bening ( termasuk mediastinum
dan hilus ), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang
dan selaput otak.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak dan bakteriologi
1) Tuberkulosis paru BTA positif apabila :
a) Minimal satu dari sekurang kurang nya dua kali pemeriksaan
dahak menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang
memenuhi syarat quality external assurance (EQA). Sebaiknya
satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi
hari.
b) Pada daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat
EQA, maka TB paru BTA positif adalah :
 Dua atau lebih pemeriksaan dahak BTA positif
 Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung
hasil pemeriksaan foto dada sesuai dengan gambaran TB
yang ditetapkan oleh klinisi ata
 Hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil
kultur mycobacterium tuberculosis complex positif.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila:
a) Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif.
 Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada
laboratorium yang memenuhi syarat EQA.
 Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan
dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama
pada daerah dengan pevalen HIV<1% atau pasien TB
dengan kehamilan > 5%.
b) Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah
yang belum memiliki fasilitas kultur micobacterium tubeulosis.
c) Memenuhi kriteria sebagai berikut:
Hasil foto dada sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai
hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium HIV
atau jika HIV negative tidak menunjukkan perbaikan setelah
antibiotic spectrum luas.
d) Kasus bekas TB :
Hasil pemeriksaan BTA negative (biakan juga negative bila
ada) dengan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB.
c. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1) TB paru BTA (-) foto dada menunjukkan gambaran proses spesifik,
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu:
a) Berat, bila gambaran foto dada menunjukka gambaran
kerusakan paru yang luas (far advanced) atau keadaan umum
pasien yang jelek.
b) Ringan
2) TB ekstra paru
Di bagi berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu :
a) TB ekstra paru ringan, misalnya; limfadenitis TB, pleuritis
eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra paru berat; misalnya meningitis TB, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis aksudativa bilateral, TB tulang
belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Bila seseorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru
maka untuk kepentingan pencatatan pasien tersebut harus di catat
sebagai pasien TB paru.
5. Riwayat pengobatan sebelumnya
Tipe pasien di tentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada
beberapa tipe pasien yaitu ;
a. Kasus baru
Yaitu pasien yang belum pernah di obati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kambuh (relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB,
dan telah di nyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA (+) (sediaan apus dahak atau biakan)
c. Kasus lalai berobat
Adalah kasus yang telah berobat lebih dari sebulan dan putus berobat 2
bulan atau lebih, datang lagi dengan BTA (+).
d. Gagal kasus
1) Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada
akhir pengobatan (AP)
2) Pasien BTA (-) dan foto dada menunjukkan gambaran proses
spesifik setelah diobati pada akhir tahap awal menjdi BTA (-)
e. Kasus pindahan
Pasien yang pindah berobat dari Rumah Sakit/UPK atau
kabupaten/kota yang memiliki register TB lain untuk menunjukkan
pengobatannya.
6. Status HIV
Adalah semua kasus TB yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk: TB kronis, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan. Diagnosis TB pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Pada ODHA sulit menemukan kasus
TB dengan cara seperti diuraikan diatas, misalnya bila hanya
mengandalkan pemeriksaan dahak mikroskopis. Spesimen dahak dari
ODHA yang menderita TB, biasanya BTA (-). Pemeriksaan biakan dapat
memberikan hasil positif, tetapi pemeriksaan biakan tersebut memerlukan
waktu cukup lama. Angka kematian ODHA dengan TB jauh lebih tinggi
dari pada pasien TB dengan HIV (-). Oleh karena itu, penegakan
diagnosis TB pada ODHA tidak boleh terlambat supaya pengobatan TB
dapat segera di mulai, dengan demikian resiko kematian dapat
diminimalkan, yaitu dengan cara melakukan rujukan ke RS yang lebih
tinggi dan biasa melakukan perawatan HIV AIDS.
BAB II
RUANG LINGKUP

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan TB dengan strategi DOTS di


rumah sakit umum daerah Kab. Nunukan secara optimal dengan
mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien, maka ruang lingkup
pelayanan TB dengan strategi DOTS, meliputi:
1. Internal, terdiri dari :
a. Pasien rawat jalan
Yaitu pasien dari unit gawat darurat dan rawat jalan (poliklinik) yang
memerlukan pengobatan TB.
b. Pasien rawat inap
Yaitu pasien dari rawat inap yang memerlukan pengobatan TB
c. Laboratorium
Yaitu pasien dari instalasi gawat darurat, rawat jalan (poliklinik) dan
rawat inap yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.
2. Eksternal, yaitu :
Rumah Sakit Umum Cahaya Medika sudah bekerjasama dengan jejaring
puskesmas yang ada di wilayah Kota Makassar untuk mengoptimalkan
pelayanan dan pengobatan TB
BAB III
TATA LAKSANA
1. Identifikasi susp TB pada pasien dewasa
Pasien dating pada RSU Cahaya Medika dengan keluhan dan gejala yang
mungkin akan menunjukka bahwa yang bersangku termasuk susp TB paru
a. Gejala utama : batuk berdahak selama 2 – 3 minggu atau lebih
b. Gejala tambahan yang dijumpai:
1) Gejala respiratorik: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas
dan rasa nyeri dada.
2) Gejala sistemik: badan lemah, nafsu makan menurun, keringat malam
walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
c. Gejala tersebut dapat dijumapai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dll.
d. Di Negara endemik TB seperti Indonesia, setiap orang yang datang ke RS
dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang suspek TB
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
e. Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terkena, misalnya
limfadenitis TB akan ditemukan pembesaran pada kelenjar getah bening.
f. Pada ODHA yang menderita TB gejala klinis adalah perlu dicari
kemungkinan juga menderita TB.
2. Penemuan dan diagnosis TB
a. Penemuan kasus TB di RS
1) Prinsip penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan
penyuluhan yang aktif, artinya penjaringan pasien dengan susp. TB
hanya dilakukan pada mereka yang datang berkunjung ke RS. Namun
penyuluhan kesehatan yang aktif dilakukan di masyarakat tetap di
lakukan.
2) Setiap orang yang berkunjung ke RSU dengan gejala batuk berdahak
2-3 minggu atau lebih, tanpa penyebab yang jelas harus di berlakukan
sebagai suspek TB.
3) Semua kontak dengan pasien TB paru BTA positif yang mempunyai
gejala TB harus diperiksa dahaknya.
b. Diagnosis TB paru dewasa
Semua susp. TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu minimal 2 hari
berturut turut yaitu sewaktu–pagi–sewaktu (SPS). Jika mungkin paling
tidak satu specimen harus berasal dari dahak pagi hari.
1) Sewaktu: dahak di kumpulkan pada saat susp. TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang klien membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari ke dua.
2) Pagi: dahak dikumpulkan pada pagi hari ke dua, segera setelah bangun
tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
laboratorium.
3) Sewaktu: dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi,
Pengambilan 3 spesimen dahak masih di utamakan di banding
dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi
sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
Diagnostik TB paru pada orang dewasa di tegakkan dengan
penemuan kuman TB (BTA). Pada program nasional penanggulangan
TB, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
cara diagnosis yang utama. Pemeriksaan lain seperti foto dada dan biakan
dapat di gunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pada
pemeriksaan foto dada saja. Foto dada tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik pada TB paru.
c. Diagnosis TB ekstra paru dewasa
1) Di curigai TB ekstra paru apabila di temukan gejala-gejala antara lain:
nyeri dada (TB pleura/pleuritis), pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenitis TB), gibbus (spondilitis TB) dan lain lain.
2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan, sedangkan diagnosis kerja
dapat di tegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit yang lain. Ketepatan
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat alat diagnostik, misal nya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto dada dan lain lain.
3) Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita TB
paru, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil
pemeriksaan dahak negatif, dapat dilakukan pemeriksaan foto dada
dan histopatologi
Alur diagnosis TB paru dewasa

Susp TB paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis sewaktu–pagi-sewaktu


1.

2.
Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA
+++ +- -
-- - 3.
4.

Tidak ada Ada perbaikan


perbaikan 5.
Antibiotik non OAT

6.
7. jhh
Foto dada dan Pemeriksaan dahak
pertimbangan dokter 8.
mikroskopis Hasil BTA
Hasil BTA +++
9.
---
10.
Kasus

Foto dada dan pertimbangan


dokter

TB BUKAN TB
3. Indikasi pemeriksaan foto dada
Penjaringan pertama suspek TB dilakukan melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis. Pada sebagian besar TB paru, diagnosis ditegakkan hanya
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto
dada. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto dada perlu dilakukan
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA Positif.
b. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS pertama hasilnya negatif, setelah
pemberian antibiotika non OAT 2 minggu tidak ada perbaikan dan hasil
pemeriksaan dahak ulangnya tetap negatif.
c. Pasien yang mengalami komplikasi antara lain: sesak napas berat
(pneumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis, atau efusi pleura)
dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
4. Induksi pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
Pemeriksaan biakan bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam mendiagnosis
TB karena belum menjadi kebijakan program penanggulangan TB nasional.
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan d indikasikan pada kasus :
a. Gagal terapi
b. TB kronik
c. TB HIV
d. TB BTA ( - )
5. Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai
berikut :
a. TB paru BTA positif yaitu hasil pemeriksaan dahak (+)
b. TB paru BTA negatif yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif, gambaran
klinis dan radiologis mendukung TB atau BTA (-) dengan hasil kulltur
TB (+).
c. TB ekstra paru, pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis, dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh
yang terkena.
ALUR DIAGNOSIS TB PARU PADA ODHA YANG RAWAT JALAN

Pasien rawat jalan dengan batuk 2-3 minggu dan tanpa tanda tanda bahaya

Kunjungan 1 Periksa dahak mikroskopik

Kunjungan 2 HIV + atau status HIV nya tidak di ketahui

BTA (+) BTA (-)

Pengobatan TB Foto dada, sputum


Pemberian CPT Mendukung TB
BTA dan kultur

Kunjungan 3 Tidak Mendukung TB

Pengobatan CPC
Penentuan status HIV
Pengobatan infeksi bacterial
penentuan stadium HIV
Kunjungan 4

Perbaikan Tidak ada perbaikan atau Perbaikan


perbaikan sebagian

Pemeriksaan ulang TB

KETERANGAN :
1) Tanda tanda bahaya yaitu bila di jumpai salah satu dari tanda tanda berikut;
frekuensi pernapasan > 30 x/menit, demam > 39 C. denyut nadi > 120
x/menit, tidak dapat berjalan tanpa bantuan.
2) Untuk negara atau daerah dengan angka pravelensi HIV pada orang dewasa
> 1 %, atau prevalensi HIV diantara pasien TB > 5%.
3) Bila tidak tersedia tes HIV atau status HIV tidak di ketahui (misal pasien
menolak untuk di periksa). Penentuan stadium klinis HIV tergantung
kebijakan nasional.
4) BTA (+) sekurang kurangnya 1 sediaan hasilnya (+).
5) CPT: Cotrimoxazole Preventif Therapy
6) Termasuk penentuan stadium klinis (clinical staging) perhitungan CD 4
(bila tersedia fasilitas) dan rujukan untuk layanan HIV
7) Pemeriksaan pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara
bersamaan (bila memungkinkan) supaya jumlah kunjungan dapat dikurangi
sehingga mempercepat penegakan diagnosis.
8) Pemberian antibiotik (jangan golongan fluoroquinolones) untuk mengatasi
infeksi bakteri tipikal atau atipikal
9) PCP : pneumocystic carinii pneumonia
6. Penatalaksanaan
Kategori Alternatif Regimen Terapi TB
Therapy Fase inisial (setiap hari Fase lanjutan
TB Penderita TB atau 3 x seminggu) (setiap hari atau 3
x /minggu)
I - Kasus baru - BTA positif 2 RHZE ( RHZS ) 4 RH
- Kasus baru - BTA negatif 6 HE
- Konkomintan HIV berat atau
- TB ekstrapulmoner berat
II Sputum hapusan (+) ; 2 RHZES +1 RHZE 5R3H3E3
- Kambuh
- Gagal terapi
- Putus berobat
III - Kasus baru – BTA (-) selain 2 RHZE 4 RH
kategori 1 6 HE
- TB ekstrapulmoner tidak berat
IV Kasus kronis Merujuk panduan WHO
menggunakan obat lini
kedua

Etambutol dapat di hilangkan pada fase inisial pada penderita non kavitas, TB paru
BTA negatif dengan HIV negatif,

Obat esensial Rekomendasi dosis (dose range mg/kgBB)


Setiap Hari
Isonazid ( H) 5 (4-6)
Rifampisin (R) 10 (8-12 )
pirazinamid (Z ) 25 ( 20 – 30 )
Streptomisin (S ) 15 ( 12 – 18 )
Etambutol ( E ) 15 (12 – 18 )
Tiosetazon ( T ) 25

BAB IV
DOKUMENTASI
Dalam melaksanakan tugasnya Tim TB DOTS di RSU Cahaya Medika melakukan
sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar,
dengan maksud mendapatkan data yang sah dan valid untuk diolah, dianalisis,
diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan sebagai dasar
perbaikan program. Sedangkan dalam pelayanan pasien TB di RSU Cahaya Medika
untuk proses pendokumentasiannya, dimana pasien yang dirujuk dari puskesmas ke
RSU Cahaya Medika, memerlukan formulir rujukan yang dijadikan satu dalam berkas
yang berisikan status riwayat rekam medic pasien dan beberapa hasil pemeriksaan
seperti laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan penunjang yang lain dan di sertakan
juga laporan perawatan pasien HIV/AIDS dan berkas berkas konseling.
Sedangkan untuk pasien yang dirujuk balik ke puskesmas dibawakan surat
rujuk balik dengan penulisan diagnose dan therapy atau penanganan sebelumnya di
RSU Cahaya Medika.

Anda mungkin juga menyukai