Anda di halaman 1dari 24

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UNHAS

NOMOR:46/UN4.24/2019

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TIM TB DOTS
RUMAH SAKIT UNHAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UNHAS

Menimbang : a. bahwa Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kecacatan,
dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan
upaya penanggulangan;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis perlu disesuaikan
dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kebutuhan
hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam dalam huruf a dan b, perlu ditetapkan
Peraturan Direktur Utama tentang Pedoman Pelayanan
TB DOTS.

Mengingat : 1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 No.114, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Nomor
4431);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 Tentang Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal di Rumah Sakit;
6. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor
884/Menkes/VII/2007 tentang Ekspansi Tuberkulosis
Strategi DOTS di RS dan Balai Kesehatan/Pengobatan
Penyakit Paru;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik
Nomor YM.02.08/III/673/07 tentang Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);
9. Keputusan Rektor Unhas Nomor
2817/UN4.1/KEP/2018 tanggal 18 Juli 2018 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Direktur Utama
Rumah Sakit Unhas.

MEMUTUSKAN :

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh micobakterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru
dan organ lainnya.
2. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut penanggulang TB
adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan
preventif,tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkn angka
kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah
resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
Tuberkulosis.
3. Strategi DOTS merupakan pengobatan jangka pendek terstandar bagi
semua kasus TB, dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
4. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5. Tim DOTS rumah sakit adalah suatu tim multidisiplin yang dibentuk
sebagai wadah khusus dalam pengelolaan pasien TB di rumah sakit.

Pasal 2
1. Penanggulangan TB diselenggarakan secara terpadu, komprehensif dan
berkesinambungan.
2. Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan
semua pihak terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 3
Pedoman penyelenggaraan pelayanan TB di Rumah Sakit Unhas dimaksudkan
guna memberikan pedoman dalam meningkatkan kualitas hidup, kualitas
pelayanan, dan keselamatan Pasien TB di Rumah Sakit serta memberikan
acuan dalam penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan di Rumah Sakit
Unhas.
BAB III

TATA LAKSANA PELAYANAN

Pasal 4
1. Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun
2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050.
2. Target program Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dievaluasi dan dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan program
Penanggulangan TB.
3. Dalam mencapai target program Penanggulangan TB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun strategi nasional setiap 5
(lima) tahun yang ditetapkan oleh Menteri.
4. Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan
target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
5. Strategi nasional Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terdiri atas:
a. penguatan kepemimpinan program TB;
b. peningkatan akses layanan TB yang bermutu;
c. pengendalian faktor risiko TB;
d. peningkatan kemitraan TB;
e. peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TB; dan
f. penguatan manajemen program TB.

Pasal 5
1. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung
jawab menyelenggarakan Penanggulangan TB. (2)
2. Penyelenggaraan Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan.

Pasal 6
1. Penanggulangan TB harus dilakukan secara terintegrasi dengan
penanggulangan program kesehatan yang berkaitan.
2. Program kesehatan yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi program HIV dan AIDS, diabetes melitus, serta program
kesehatan lain.
3. Penanggulangan TB secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan kolaborasi antara program yang
bersangkutan.

Bagian Kesatu
Kegiatan

Pasal 7
Penanggulangan TB diselenggarakan melalui kegiatan:
a. promosi kesehatan;
b. surveilans TB;
c. pengendalian faktor risiko;
d. penemuan dan penanganan kasus TB;
e. pemberian kekebalan; dan
f. pemberian obat pencegahan.
Pasal 8
Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB ditujukan untuk:
a. meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan;
b. meningkatkan keterpaduan pelaksanaan program; dan
c. memberdayakan masyarakat.

Pasal 9
1. Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk
mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.
2. Surveilans TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan berbasis indikator dan berbasis kejadian.
3. Surveilans TB berbasis indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan untuk memperoleh gambaran yang akan digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program Penanggulangan TB.
4. Surveilans TB berbasis kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan tindakan respon
terhadap terjadinya peningkatan TB resistan obat.

Pasal 10
1. Dalam penyelenggaraan Surveilans TB dilakukan pengumpulan data
secara aktif dan pasif baik secara manual maupun elektronik.
2. Pengumpulan data secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh langsung dari masyarakat
atau sumber data lainnya.
3. Pengumpulan data secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

Pasal 11
1. Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit TB.
2. Pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:
a. membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. membudayakan perilaku etika berbatuk;
c. melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
d. peningkatan daya tahan tubuh;
e. penanganan penyakit penyerta TB; dan
f. penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Bagian Kedua
Penemuan dan Penanganan Kasus TB
Pasal 12
1. Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif.
2. Penemuan kasus TB secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Investigasi dan pemeriksaan kasus kontak
b. Skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan
kelompok beresiko
c. Skrining pada kondisi situasi khusus
3. Penemuan kasus TB secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
4. Penemuan kasus TB ditentukan setelah dilakukan penegakan diagnosis,
penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB.

Pasal 13
1. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui
kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan
dan/atau pengobatan pasien.
2. Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
b. pengawasan kepatuhan menelan obat
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan;
dan/atau
d. pelacakan kasus mangkir
3. Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis
dan standar lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Pasal 14
Setiap pasien TB berkewajiban mematuhi semua tahapan dalam
penanganan kasus TB yang dilakukan tenaga kesehatan.

Pasal 15
(1) Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan
melalui imunisasi BCG terhadap bayi.
(2) Penanggulangan TB melalui imunisasi BCG terhadap bayi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam upaya
mengurangi risiko tingkat keparahan TB.
(3) Tata cara pemberian imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.

Pasal 16
(1) Pemberian obat pencegahan TB ditujukan pada:
a. anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan
pasien TB aktif;
b. orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TB;
atau populasi tertentu lainnya.
(2) Pemberian obat pencegahan TB pada anak dan orang dengan HIV
dan AIDS (ODHA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b dilakukan selama 6 (enam) bulan.

BAB IV

PERSYARATAN

Pasal 17
Pelayanan Terpadu TB DOTS dilakukan secara mandiri, terpisah dengan
pelayanan lainnya di Rumah Sakit.
Pasal 18
1. menetapkan Tim DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Penanggulangan
TB.Ketenagaan dalam pelayanan TB DOTS di Rumah Sakit terdiri atas
tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja bersama sama
sebagai Tim Terpadu TB DOTS
2. Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
ketua dan koordinator pelayanan yang merangkap sebagai anggota, dan
anggota.
3. Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Direktur Utama Rumah Sakit Unhas.
4. Ketua Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
dokter spesialis penyakit dalam konsultan PARU atau spesialis paru

Pasal 19
Dalam melaksanakan pelayanan, Tim Terpadu TB DOTS mengacu pada uraian
tugas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Unhas.

BAB V

LOGISTIK

Pasal 20
Paket OAT dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
a. Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1,
kategori 2, dan sisipan yang dikemas dalam blister berisi 28 tablet
b. Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori 2, dan
sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis. Kombipak ini
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT

Logistik Non OAT


a. Alat laboratorium terdiri dari : mikroskop, slide box, pot sputum,
kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spirtus, ose, botol
plastik bercorong, pipet, kertas pembersih lensa mikroskop, kertas
saring.
b. Bahan diagnostik terdiri dari : reagen ziehl neelsen, eter alkohol,
minyak imersi, Lysol, tuberculin PPD RT 23

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Pasal 21
Mengacu pada sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu :
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien cedera jatuh
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pasal 22
Agar tidak terjadi infeksi silang maka dilakukan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi melalui komponen kewaspadaan standar meliputi :
1. Cuci tangan
2. APD (sarung tangan, masker, pelindung mata dan wajah,
gaun/apron)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penanganan linen Penanganan limbah
6. Kesehatan karyawan
7. Penempatan pasien
8. Penyuntikan yang aman
9. Batuk efektif

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pasal 23
Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf
pelaksana di lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang
dilakukan setiap satu bulan. Mutu dinilai dari penemuan kasus , angka
keberhasilan, dan angka keberhasilan rujukan

BAB IX

PENUTUP

Pasal 24
Peraturan Direktur utama Rumah Sakit Unhas mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Makassar
Pada tanggal 30 Desember 2019
Direktur utama,
Rumah Sakit Unhas

Syafri Kamsul Arif


LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT UNHAS
NOMOR : 46/UN4.24/2019
TANGGAL : 30 DESEMBER 2019
TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
TB DOTS DI RUMAH SAKIT UNHAS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi
untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan
rujukan atau juga upaya pelayanan kesehatan penunjang.
Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya
ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan
oleh pemerintah pada Rumah Sakit karena telah memenuhi standar
yang ditentukan. Dengan adanya akreditasi diharapkan akan
mengurangi pelayanan yang sub standar di rumah sakit, akan memicu
meningkatkat kemampuan kompetitif yang professional dalam
pelayanan.
Salah satu jenis pelayanan yang wajib disediakan oleh rumah sakit
menurut permenkes No.129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit adalah Pelayanan TB. Untuk mengendalikan
masalah TB, strategi DOTS harus dieskpansi dan diakselerasi pada
seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait
termasuk RS, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak
dalam kemitraan yang bersinergi untuk pengendalian TB. Pelayanan
TB dengan strategi DOTS merupakan salah satu pelayanan yang
dimiliki oleh RS Unhas. Pelayanan ini dilengkapi dengan fasilitas
lengkap, pelayanan cepat, tenaga professional.

B. Tujuan Pedoman
Pedoman Pelayanan TB dengan strategi DOTS ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas pelayanan dengan sasaran :
1. Meningkatnya pelayanan TB yaitu untuk skrining penyakit,
diagnosis, prognosis, dan monitoring terapi pasien TB serta turut
serta dalam memutus rantai penularan TB.
2. Meningkatnya manajemen pelayanan TB DOTS dan kompetensi
Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Berkembangnya jenis pelayanan sesuai keperluan dan kemajuan
teknologi.
4. Meningkatnya fasilitas pendidikan, pelatihan, penelitian.
5. Meningkatnya kemitraan yang saling menguntungkan.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan TB dengan strategi DOTS meliputi :
1. Poli paru yang mencakup poli DOTS, dengan pelayanan berlangsung
5 hari kerja (Senin sampai Jumat) mulai pukul 07.30 WITA sampai
pukul 16.00 WITA dengan pelayanan dan fasilitas lengkap yang
melayani pasien terduga TB dan pasien terdiagnosa TB.
2. Batasan Operasional
a. Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman MTB (mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain.
b. DOTS (Directly Observe Treatment Shortcourse) merupakan strategi
penanggulangan Tuberkulosis di rumah sakit melalui pengobatan
jangka pendek dengan pengawasan langsung.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di dalam pelayanan TB
DOTS cukup beragam, baik profesi maupun tingkat pendidikannya.
Pelayanan TB DOTS RS Unhas dilaksanakan oleh Tim TB DOTS
yang terdiri dari; penasehat, ketua tim, sekretaris dan anggota,
dengan kualifikasi dan uraian tugas sebagai berikut:
1. Ketua Tim
a. Pengertian
Seorang profesional yang diberi tugas dan wewenang untuk
dapat memimpin dalam menjalankan pelaksanaan program Tim
TB
b. Persyaratan dan kualifikasi
1) Pendidikan formal: Dokter spesialis pulmonologi/ dokter
spesialis penyakit dalam konsultan pulmonologi
2) Pendidikan non formal: Sertifikat pelatihan, workshop dan
seminar
3) Pengalaman kerja: pengalaman kerja sebagai dokter spesialis
pulmonologi/dokter spesialis penyakit dalam konsultan
pulmonologi
4) Berdedikasi tinggi dan dapat bersosialisasi dengan baik dan
profesional
c. Tanggung jawab
Bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi terkait pelaksanaan
program TB di RS Unhas.
d. Tugas pokok
Merencanakan, mengembangkan, mengkoordinasikan,
menyelenggarakan dan melakukan monitoring evaluasi program
TB di RS Unhas dengan seluruh instalasi/unit kerja lainnya serta
merumuska kebijakan terkait Tim TB.
e. Uraian tugas
1) Mengkoordinasikan Tim TB agar selalu dalam keadaan siap
untuk penyelenggaraan pelayanan dengan lancar dan bermutu
2) Menyusun, meriview dan menganalisa program kerja tahunan
timTB
3) Menyusun dan menganalisis SPO,RKAT, kebijakan direktur,
dan buku pedoman Tim TB
4) Merencanakan keperluan pengembangan program, baik berupa
kegiatan,saran, peralatan dan bahan-bahan guna
penyelenggaraan pelayanan Tim TB di RS Unhas
5) Dalam menjaga kesiapan untuk penyelenggaraan pelayanan
penyuluhan, ketua Tim TB berkoordinasi dengan SMF, Kepala
Instalasi, dan unit kerja lainnya
6) Memimpin pertemuan rutin setiap bulan dengan anggota tim
TB untuk membahas dan menginformasikan hal-hal penting
yang berkaitan dengan pelaksanaan program TB di RS Unhas
7) Melaporkan kegiatan tim TB kepada Direktur Utama
8) Melakukan evaluasi kegiatan tim TB
9) Meningkatkan pengetahuan anggota, membuat dan
memperbaiki cara kerja dan pedoman kerja yang aman dan
efektif.
2. Sekretaris Tim
a. Pengertian
Seseorang dalam bidang penyelenggaraan pelayanan TB yang
memiliki kecakapan dalam melakukan pendokumentasian dan
manajerial
b. Persyaratan dan Kualifikasi
1) Pendidikan formal: Dokter atau perawat
2) Pendidikan non formal: Sertifikat seminar
3) Pengalaman kerja: Pengalaman bekerja ebagai dokter/perawat
di rawat inap dan atau rawat jalan
4) Memiliki kemampuan mengolah data manual dan cakap
menggunakan program komputerisasi
5) Memiliki bakat dan minat serta dedikasi tinggi, berkepribadian
mantap dan emosional yang stabil
6) Berbadan sehat jasmani dan rohani
c. Tanggung jawab
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada
ketua Tim TB serta mewakili ketua Tim TB apabila berhalangan.
d. Tugas pokok
Mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan melakukan
monitoring evaluasi pelayanan Tim TB dengan seluruh
instalasi/unit kerja lainnya serta merumuskan kebijakan terkait
Tim TB.
e. Uraian tugas
1) Membuat surat yang berkaitan dengan urusan tim TB
2) Menyusun dan mengusulkan draft program kerja tahunan tim
TB
3) Menyusun dan mengusulkan draft RKAT tim TB, SPO, draft
kebijakan direktur, buku pedoman tim TB
4) Menyusun dan mengusulkan proposal kegiatan tim TB
5) Mengelola peralatan penyuluhan dan menginventarisasi
barang milik tim TB
6) Menyusun dan memesan kebutuhan ATK tim TB
7) Mendesign dan mencetak media-media promosi kesehatan
berupa leaftlet/brosur dan poster
8) Mengkaji kebutuhan media edukasi dan mempersiapkan
sarana perlengkapan dan media kegiatan promosi kesehatan,
baik secara individu maupun kelompok
9) Merekam dan mendokumentasikan kegiatan penyuluhan
10) Menyimpan hasil dokumentasi
11) Melaksanakan, mengkoordinasi dan melaporkan kegiatan
promosi kesehatan/Pendidikan individu seluruh
instalasi/unit ke ketua tim
12) Membantu ketua tim dalam menyusun rencana kegiatan
penyuluhan kelompok di dalam dan di luar rumah sakit
13) Melaporkan kegiatan penyuluhan kelompok yang telah
dilakukan kepada ketua tim
3. Anggota Tim
a. Pengertian
Seseorang yang diber tugas dalam mengidentifikasi kebutuhan
promosi kesehatan yang terkait dan memfollow up
pelaksanaan dan penerapan program kerja tim TB di masing-
masing instalasi/unit kerja
b. Persyaratan dan kualifikasi
1) Pendidikan formal: Dokter/Perawat/ Farmasi/ Laboran atau
profesi kesehatan lainnya yang terkait dalam bidangnya
masing-masing dan memiliki minat dan bakat dalam
promosi kesehatan
2) Pendidikan non formal: Memiliki sertifikat sesuai unit kerja
masing-masing
3) Pengalaman kerja: pengalaman kerja di rumah sakit dalam
unit masing-masing
4) Keterampilan: memiliki bakat dan minat serta dedikasi
tinggi, berkepribadian mantap dan emosional yang stabil
5) Berbadan sehat jasmani dan rohani.
c. Tanggung jawab
Secara administrative dan fungsional bertanggung jawab
kepada tim TB serta mewakili ketua tim apabila berhalangan
d. Tugas pokok
Menjamin terselenggaranya pelayanan TB dengan membentuk
unit DOTS di rumah sakit sesuai dengan strategi DOTS
termasuk system jejaring internal dan eksternal
e. Uraian tugas
1) Melaksanakan program kerja yang telah direncanakan
2) Memberikan asuhan keperawatan langsung, pemeriksaan
darah/rontgen terhadap pasien serta melakukan pencatatan
dan pelaporan
3) Melakukan edukasi dengan komunikasi yang baik terhadap
pasien dan keluarga.
4) Melakukan pencatatan pelayanan TB di rumah sakit
5) Melakukan edukasi dengan komunikasi yang baik terhadap
pasien dan keluarga.
6) Mengumpulkan laporan pelayanan TB kepada petugas tim
pencatatan dan pelaporan Tim DOTS rumah sakit.

B. Distribusi Ketenagaan
Untuk distribusi ketenagaan di setiap instalasi ada satu
perwakilan di tiap ruang perawatan dan bergabung dalam tim TB
DOTS. Untuk waktu kerja masing-masing anggota tim ini
disesuaikan dengan kondisi masing-masing instalasi dimana
petugas /tim TB DOTS bekerja.
BAB III

STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Kamar periksa
bed

Meja Meja
dokter dokter

Ruang Infeksi Ruang non infeksi


Meja
petuga
s

Pojok Sputum

Kursi tunggu pasien

B. Standar Fasilitas
Fasilitas yang dapat digunakan oleh Tim DOTS RS Unhas adalah:
1. Ruang DOTS (Poli DOTS) memiliki fasilitas ruang pelayanan
a. Pintu masuk pelayanan dari luar parker Pojok DOTs
b. Ruang penerimaan
c. Ruang Tunggu
d. Ruang pendaftaran
e. Ruang Pemeriksaan
f. Toilet
g. Wastafel
h. Ruang berdahak
2. Ruang Tunggu
a. Ruang tunggu berada di depan ruang pemeriksaan
b. Di ruang tunggu tersedia :
1) Materi KIE : poster, leaflet, brosur TB, Perilaku hidup sehat
2) Informasi konseling dan testing
3) Tempat sampah, tissue
4) Buku catatan Registrasi
5) Meja dan kursi
6) Kalender
c. Jam pelayanan Poli DOTS
Jam pelayanan Pojok DOTS dilayani setiap hari Senin-Jumat
dari jam 07.30 sampai dengan jam 16.00 wita
d. Ruang Pemeriksaan
Ruang pemeriksaan disediakan senyaman mungkin dan bersih
dan terjaga ventilasinya terpasang AC, 1 meja dan 3 kursi
(Tempat duduk bagi klien pemeriksa dan pengantar klien.
e. Ruang petugas
Berisi :
1) Meja dan kursi
2) Tempat pemeriksaan fisik
3) Stetoskop dan tensimeter
4) Blangko resep
5) Alat timbangan badan
6) Buku Register
7) Kartu Pasien
8) Lemari tempat menyimpan obat OAT
9) Lemari arsip / lemari dokumen yang dapat dikunci
f. Prasarana
1) Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk
membaca, menulis serta untuk eksaufan, kipas angin untuk
sirkulasi udara.
2) Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan
dan mencuci tanganserta membersihkan alat-alat
3) Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan lain
yang terkait
4) Pembuangan
Limbah Padat dan Limbah Cair Mengacu kepada pedoman
kewaspadaan transmisi di pelayanan kesehatan tentang
pengolahan limbah

BAB IV

TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TB

A. Jenis Pelayanan
Didalam menerapkan pelayanan TB dengan strategi DOTS
dibutuhkan keterlibatan pimpinan rumah sakit dalam pengendalian
tuberkulosis dan harus dibentuk suatu jejaring kerja yang kuat agar
tujuan kebijakan pengendalian tuberkulosis di RS Unhas tercapai.
Penerapan strategi DOTS di Rumah Sakit perlu segera dikembangkan
secara selektif dan bertahap.
Pemberian pelayanan DOTS dapat dilakukan di Poli DOTS di
rumah sakit oleh personil medis yang berkompetensi di bidang
tersebut, terutama instalasi rawat jalan, maupun di instalasi
pendukung, penunjang medis, farmasi dan lain-lain.

B. Langkah – Langkah
1. Membuat komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah sakit
(pimpinan rumah sakit) dan tenaga medis (dokter umum dan
spesialis) serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
2. Menyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis,
petugas administrasi, farmasi untuk dilatih DOTS.
3. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit
terkait dalam penetapan strategi DOTS di rumah sakit.
4. Menyediakan tempat untuk unit DOTS di dalam rumah sakit,
sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien
tuberkulosis secara komprehensif (melibatkan semua unit di rumah
sakit yang menangani pasien tuberkulosis).
5. Menyediakan tempat penyimpanan paket-paket OAT di ruang
DOTS.
6. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak
sesuai standar disertai ruang berdahak.
7. Menggunakan format pencatatan sesuai dengan program
tuberkulosis nasional untuk memantau penatalaksanaan pasien.
8. Menyediakan biaya operasional dalam pengadaan sarana dan
prasarana penunjang penerapan DOTS di rumah sakit.

C. Kebijakan Strategi DOTS di Rumah Sakit Unhas


1. Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Rumah Sakit Unhas
dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS.
2. Rumah Sakit Unhas membentuk Tim DOTS Rumah Sakit yang
menjalankan fungsinya dalam penanggulangan TB.
3. Rumah Sakit Unhas menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi standar yang menunjang kegiatan tim DOTS Rumah
Sakit dalam menjalankan penanggulangan TB.
4. Tata laksana pasien TB di Rumah Sakit Unhas sesuai dengan
pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang
konsisten dengan rekomendasi WHO serta International Standar for
Tuberculosis Care (ISTC) sebagai standar pelengkapnya.
5. Penemuan dan pengobatan kasus TB di Rumah Sakit Unahs
dilaksanakan di instalasi rawat jalan maupun instalasi gawat
darurat.
6. Penanggulangan TB di RS Unhas dilaksanakan dengan
penggalangan kerja sama di dalam RS Unhas melalui jejaring
internal rumah sakit
7. Selain jejaring internal, penggalangan kerja sama dalam
penanggulangan TB juga dilakukan diluar Rumah Sakit Unhas
melalui jejaring eksternal, yaitu dengan Dinas Kesehatan Kota
Makassar , dan instansi layanan kesehatan lain baik pemerintah
maupun swasta.
8. Melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis
tim DOTS Rumah Sakit Unhas sesuai standar.
9. Melaksanakan fungsi rujukan TB DOTS pada Rumah Sakit sesuai
dengan kebijakan yang berlaku.
10. Memberikan pelaporan ke direktur setiap tiga bulan dan ke Dinas
Kesehatan Kota setiap bulannya.

D. Pembentukan Jejaring
1. Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien
tuberkulosis (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam
menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case
holding) jika dibandingkan dengan Puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit, baik internal maupun
eksternal.
2. Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila
angka default (default rate) < 5% pada setiap rumah sakit.

E. Jejaring Internal Rumah Sakit


1. Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit
yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien tuberculosis
baik rawat jalan maupun IGD. Koordinasi kegiatan dilaksanakan
oleh Tim DOTS rumah sakit. Tim DOTS rumah sakit mempunyai
tugas perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi
kegiatan DOTS di rumah sakit.
2. Unit Poli DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh
pasien tuberkulosis di rumah sakit dan pusat informasi tentang
tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling, penentuan
klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT,
penentuan PMO, follow uphasil pengobatan dan pencatatan.
3. Berikut digambarkan jejaring internal RS :

JEJARING INTERNAL RUMAH SAKIT UNHAS

Direktur
Wakil Direktur Pelayanan Medik

TIM DOTS

UNIT DOTS
Laboratorium
Poli Umum Radiologi
PPI
Poli Spesialis
Farmasi
UGD
Rekam Medis
Rawat Inap
PKRS

4. Fungsi masing-masing unit dalam jejaring internal RS :


a. Unit/ Tim Poli DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan
seluruh pasien tuberkulosis di rumah sakit dan pusat informasi
tentang tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling,
penentuan klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian
OAT, penentuan PMO, follow up hasil pengobatan dan
pencatatan.
b. Poli umum, UGD, dan poli spesialis berfungsi menjaring pasien
tuberkulosis, menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke unit
Poli DOTS RS.
c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit Poli DOTS dalam
melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan
pengobatan.
d. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
f. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap
ketersediaan OAT.
g. Rekam medis/petugas administrasi berfungsi sebagai pendukung
unit Poli DOTS dalam pencatatan dan laporan
h. PMKRS berfungsi sebagai pendukung unit poli DOTS dalam
kegiatan penyuluhan.
i. PPI berkoordinasi dengan Tim Poli DOTS RS dalam pengendalian
infeksi TB.
j. Jejaring internal berkoordinasi dengan jejaring eksternal yang
berada di luar Rumah Sakit.

F. Jejaring Eksternal
1. Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun RS Unhas dengan
instansi layanan kesehatan lain baik pemerintah maupun swasta,
yang terkait dalam program pengendalian tuberkulosis, termasuk
penanganan pasien TB-MDR, TB-HIV dan difasilitasi oleh Dinas
Kesehatan Kota Makassar.
2. Tujuan jejaring eksternal :
a. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan Poli
DOTS yang berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up sampai
akhir pengobatan.
b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien
sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.

G. Tatalaksana
1. Pelayanan Poli DOTS adalah suatu tim rumah sakit yang terdiri dari
tim medis dan non medis yang berperan dalam menyediakan,
menyampaikan informasi medis serta mengedukasi tuberkulosis
pasien rumah sakit mengenai kondisi yang berhubungan dengan
penyakit pasien tuberkulosis.
2. Pelayanan Poli DOTS di rumah sakit meliputi pelayanan di instalasi
rawat jalan, IGD, dan penunjang medis. Pelayanan tim Poli DOTS
terdiri dari pelayanan dan informasi yang berhubungan dengan
pasien dari jejaring internal Pojok DOTS yang terintregasi. Unit-unit
tersebut adalah bidang pelayanan Medis (UPM) rumah sakit,
keperawatan (perawat dan bidan), farmasi, laboratorium, dan rekam
medis.

H. Alur Penatalaksanaan Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit


1. Suspek tuberkulosis atau pasien tuberkulosis datang ke poli
Umum/ IGD atau langsung ke poli spesialis (Anak dan Obgyn) dan
diinformasikan ke unit Poli DOTS RS.
2. Suspek tuberkulosis dikirim untuk dilakukan pemeriksaan
diagnostik mikroskopis sputum BTA (S-P-S) dan atau ditambah
pemeriksaan penunjang lain (laboratorium, PK, PA, radiologi, dll).
3. Hasil pemeriksaan tersebut diatas dikirim ke dokter yang
bersangkutan. Diagnosis serta penetapan klasifikasi dan tipe pasien
dilakukan oleh dokter poliklinik masing-masing atau Unit Poli
DOTS.
4. Setelah diagnosis tuberkulosis ditegakkan pasien dikirim ke Unit
Poli DOTS untuk registrasi, penentuan PMO, penyuluhan dan
pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan tuberkulosis (TB-
01). Bila pasien tidak menggunakan obat paket, pencatatan dan
pelaporan dilakukan di Poliklinik masing-masing dan kemudian
dilaporkan ke Unit Poli DOTS.
5. Bila ada pasien tuberkulosis di IGD, petugas bangsal menghubungi
unit Poli DOTS untuk registrasi pasien. Bila pasien meneruskan
pengobatan di rumah sakit, paket OAT dapat diambil di Unit Poli
DOTS.
6. Rujukan (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Unit Poli
DOTS (lihat alur rujukan).

I. Rawat jalan
1. Apabila pasien rawat jalan yang datang berobat, maka di ruang
rawat jalan RS Unhas , perawat mengidentifikasi kebutuhan
informasi dan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien sebagai
edukasi kolaboratif yaitu pemberian pelayanan kepada pasien yang
membutuhkan informasi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan
informasi dan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik di
rawat inap maupun rawat jalan,sesuai dengan kondisi penyakitnya
dan diberikan secara holistik. Maka perawat memberikanpelayanan
sesuai SPO pemberian edukasi kolaboratif.
2. Apabila pasien datang pada saat jam kerja, maka pasien dapat
dijelaskan secara verbal dan non verbal sesuai dengan
penyakitnya.
3. Apabila pasien ini dijelaskan lebih dalam mengenai informasi terkait
penyakitnya oleh sub-unit tertentu, maka pasien diharuskan
membuat perjanjian pada hasil kerja berikutnya.

J. Rawat Inap
1. Apabila pasien berada di ruang rawat inap RS Unhas, perawat
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan Poli DOTS yang dibutuhkan
oleh pasien sebagai pelayanan kolaboratif yaitu pemberian
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan informasi lebih dari
satu sub-unit poli DOTS. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan
informasi dan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik di
rawat inap maupun rawat jalan, sesuai dengan kondisi penyakitnya
dan diberikan secara holistik.
2. Apabila pasien dan/keluarga yang sedang dirawat di ruang rawat
inap membutuhkan informasi yang lebih dalam mengenai
perjalanan penyakit, evaluasi, rencana terapi dan lain-lain, maka
perawat dapat meminta bantuan DPJP/dokter jaga.

K. Pihak Terkait Pojok DOTS Rumah Sakit


Pihak yang banyak terlibat dalam pelayanan Poli DOTS rumah
sakit meliputi DPJP, dokter jaga, Customer Service,gizi, keperawatan
(perawat dan bidan), farmasi, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) dan rekam medis yang semuanya ini saling bekerjasama demi
tercapainya pelayanan Pol DOTS yang maksimal di rumah sakit.

L. PMO
Salah satu komponen Poli DOTS adalah pengobatan panduan
OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung untuk menjamin
keteraturan pengobatan bagi pasien TB.Untuk memantau, membina
dan menilai keteraturan serta kepatuhan pasien berobat, maka
dilakukan pengawasan langsung menelan obat (Directly Observed
Therapy - DOT) oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat
diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan.

M. Mekanisme Rujukan dan Pindah


Prinsip : memastikan pasien tuberkulosis yang dirujuk/pindah
akan menyelesaikan pengobatannya dengan benar di tempat lain atau
sebaliknya, memastikan pasien yang dirujuk/pindah ke RSIA Respati
akan menyelesaikan pengobatannya dengan benar di rumah sakit.
Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain (dalam satu
Kab/Kota)
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit
Unhas, maka harus dibuatkan Kartu Pengobatan TB (TB.01) di
rumah sakit.
2. Pasien yang dirujuk membawa surat pengantar atau formulir TB.09
dengan meyertakan TB.01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat
pengobatan).
3. Formulir TB.09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk
disertakan kepada UPK yang dituju.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke
Koordinator HDL (Hospital DOTS Lingkage) tentang pasien yang
dirujuk.
5. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada Rumah sakit
dan wasor tentang pasien yang dirujuk.
6. Rumah sakit mendapat umpan balik (formulir TB.09) dari UPK
rujukan.
Mekanisme rujukan dan pindah dari UPK lain
a. Rumah sakit mendapat informasi dari koordinator HDL - DKK
(Hospital DOTS Lingkage Dinas Kesehatan Kota Makassar)
tentang adanya pasien TB yang akan dirujuk ke RS.
b. Pasien TB menuju ke Unit Poli DOTS untuk menunjuukan kartu
TB.01 dan menyerahkan formulir rujukan TB.09, dan OAT.
c. Tim Pojok DOTS mencatat identitas pasien TB rujukan
d. Rumah Sakit mengisi form TB.09 (lembar bagian bawah) dan
mengirimkan kembali ke UPK asal.

N. Pelacakan Kasus Mangkir Di Rumah Sakit


Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak
datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada waktu yang telah
ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase
awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas tim Poli DOTS RS
harus segera melakukan tindakan di bawah ini :
1. Menghubungi pasien langsung/PMO
2. Menginformasikan identitas dan segera dilakukan pelacakan
3. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberitahukan ke
koordinator jejaring Poli DOTS rumah sakit Dinas.

O. Pilihan Penanganan Pasien Berdasarkan Kesepakatan Antara


Pasien Dan Dokter
Rumah sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan
pasien tuberkulosis seperti terlihat pada bagan dibawah :

MULAI KONSULTASI PENCATATAN


PILIHAN DIAGNOSIS KLASIFIKASI PENGOBATAN
PENGOBATAN KLINIS PELAPORAN

1
2
3
4
5

Di Rumah Sakit

Di Puskesmas

Semua unit pelayanan yang menemukan suspek tuberkulosis,


memberikan informasi kepada yang bersangkutan untuk membantu
menentukan pilihan (informed decision) dalam mendapatkan pelayanan
(diagnosis dan pengobatan), serta menawarkan pilihan yang sesuai
dengan beberapa pertimbangan :
1. Tingkat sosial ekonomi pasien
2. Biaya konsultasi
3. Lokasi tempat tinggal (jarak dan keadaan geografis)
4. Biaya transportasi
5. Kemampuan rumah sakit
Pilihan 1 : Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis, menentukan
diagnosa dan klasifikasi pasien serta melakukan
pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/UPK lain
untuk melanjutkan pengobatan tetapi pasien kembali ke
rumah sakit untuk konsultasi keadaan klinis/periksa
ulang

Pilihan 2 : Rumah Sakit, menjaring suspek tuberkulosis dan


menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien, kemudian
merujuk ke puskesmas

Pilihan 3 : Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis dan


menentukan diagnosa dan klasifikasi pasien serta
memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas

Pilihan 4 : Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis dan


menentukan diagnosa dan klasifikasi pasien serta
memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas,
saat berkonsultasi klinis, pasien kembali ke rumah sakit

Pilihan 5 : Rumah Sakit melakukan seluruh kegiatan pelayanan Poli


DOTS

Hal yang penting diketahui :

Pilihan 3 : hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai


angka konversi telah mencapai lebih dari 80%.
BAB V
Pilihan 4 : hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai
angka sukses

Di RS rate telah mencapai lebih dari 85%.


BAB V
Di RSIA Respati rencananya akan melaksanakan pilihan 1,2 dan 5.

LOGISTIK

A. Siklus Manajemen Logistik


Pengelolaan logistik meliputi fungsi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penggunaan. Siklus ini akan berjalan
dengan baik apabila didukung oleh suatu dukungan manajemen
yang meliputi organisasi, pendanaan, sistem informasi, sumber
daya manusia, dan jaga mutu.
Rangkaian antara siklus dan dukungan manajemen ini dipayungi
oleh Kebijakan dan Aspek Hukum yang berlaku.
Gambar 5.1 Siklus Manajemen Logistik

B. Jenis Logistik Program


Dalam manajemen Program Pengendalian TB, logistik
dikelompokan menjadi dua jenis yaitu logistik OAT dan logistik non
OAT.
1. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT ini pertama ada dua macam yaitu Kombinasi Dosis
Tetap (KDT) dan Kombipak.
a. OAT KDT terdiri dari kombinasi dua (HR) atau empat jenis
(HRZE) obat dalam satu tablet yang dosisnya akandisesuaikan
dengan berat badan pasien.
b. OAT Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
yang dikemas dalam bentuk blister.
c. Paduan OAT yang digunakan oleh Program
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan :
4) Obat sisipan (HRZE)
5) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
5. Sejak tahun 2005 Program TB Nasional menetapkan
penggunaan KDT sebagai obat utama. Paduan OAT kombipak
tetap disediakan program sebagai pilihan pengobatan pasien
dengan efek samping berat pada penggunaan OAT KDT.

2. Logistik Non OAT


a. Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot Dahak, Kaca sediaan, Oli
Emersi, Ether Alkohol, Tisu, lampu spiritus, ose, pipet,
kertas saring, dan lain- lain.
b. Bahan diagnostik, antara lain: Reagensia ZN, PPD RT
(tuberkulin)
c. Barang cetakan, antara lain buku pedoman, Formulir
Pencatatan dan Pelaporan, booklet, brosur, poster, lembar
balik, kertas, tinta printer, map, odner, stiker dan lain-lain.

C. Manajemen Logistik Program


1. Perencanaan
Perencanaan adalah langkah pertama dalam siklus pengelolaan
logistik. Kegiatan ini meliputi proses penilaian kebutuhan,
menentukan sasaran, menetapkan tujuan dan target,
menentukan strategi dan sumber daya yang akan digunakan.
2. Persiapan
a. Membentuk tim perencanaan terpadu atau menggunakan tim
perencanaan terpadu yang sudah ada.
b. Menyiapkan data yang dibutuhkan antara lain data pasien TB
yang diobati dan jumlah logistik yang digunakan tahun
sebelumnya, data unit- unit pelayanan kesehatan,stok logistik
yang masih bisa dipakai, sumber dana.
3. Pelaksanaan
a. Menentukan jenis logistik yang dibutuhkan sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan oleh Dinas.
b. Menghitung kebutuhan, khusus OAT menggunakan dua
pendekatan yaitu menggunakan metode konsumsi dan metode
morbiditas atau gabungan keduanya. Metode konsumsi adalah
penghitungan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya.
Metode morbiditas adalah penghitungan berdasarkan
perkiraan jumlah pasien yang akan diobati (insidensi).
Perencanaan kebutuhan setiap kategori OAT didasarkan pada
jumlah pasien yang telah diobati tahun lalu, jumlah stok yang
ada sekarang, lead time, target penemuan kasus tahun depan.
c. Permintaan OAT dari instalasi farmasi RS ke Dinas
berdasarkan permintaan dari Poli TB DOTS.
d. Untuk kebutuhan logistik lainnya seperti mikroskop
disesuaikan dengan jumlah melakukan pemeriksaan dahak.
4. Pengadaan
Pengadaan OAT menjadi tanggung jawab rumah sakit melalui
instalasi farmasi. OAT merupakan obat yang sangat-sangat
esensial (SSE) yang harus terjamin ketersediaannya. Pengadaan
OAT baik program maupun OAT non program (resep) menjadi
tanggung jawab instalasi farmasi. Pengadaan logistik lain menjadi
tanggung jawab instalasi laboratorium dan bagian logistik RS.
5. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan termasuk
memelihara yang mencakup aspek tempat penyimpanan
(Instalasi Farmasi atau gudang), barang dan administrasinya.
Dengan dilaksanakannya penyimpanan yang baik dan benar,
maka akan terpelihara mutu barang, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan
persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.
Penyimpanan harus memenuhi standar yang ditetapkan, seperti:
a. Tersedia ruangan yang cukup untuk penyimpanan, tersedia
cukup ventilasi, sirkulasi udara, pengaturan suhu,
penerangan,
b. Aman dari pencurian, kebakaran atau bencana alam,
c. Keadaan bersih, rak tidak berdebu, lantai disapu dan tembok
dalam keadaan bersih.
d. Setiap penerimaan dan pengeluaran barang harus tercatat.
e. Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO (First
Expired First Out), artinya, obat yang kadaluarsanya lebih
awal harus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan
lebih awal.
6. Distribusi
Distribusi adalah pengeluaran dan pengiriman logistik dari satu
tempat ke tempat lainnya dengan memenuhi persyaratan baik
administratif maupun teknis untuk memenuhi ketersediaan jenis
dan jumlah logistik agar sampai di tempat tujuan. Proses
distribusi ini harus memperhatikan aspek keamanan, mutu dan
manfaat.
a. Distribusi logistik khususnya obat mengacu pada prinsip
FEFO (yang lebih dahulu akan kadaluwarsa, yang lebih
dahulu dikirim)
b. Sistem distribusi dapat dilakukan secara tarik dan dorong
(push and pull distribution). Fasilitas layanan biasanya
melakukan permintaan ke gudang (pull). Pusat ke gudang
kab/kota/provinsi melakukan pengiriman sesuai dengan
perencanaan tahunan (push) dan khusus buffer stock
dilakukan dengan permintaan (pull).

Gambar 5.2 Alur Permintaan, Distribusi dan Pelaporan Logistik

Penjelasan:
1) Permintaan kebutuhan OAT dari RS Unhas menggunakan
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat).
2) Laporan triwulan penerimaan dan pemakaian OAT untuk
menggunakan formulir TB 13.
3) Dinas Kesehatan Provinsi akan merekapitulasi formulir TB
13 dari Kabupaten/Kota untuk selanjutnya di berikan
kepada Kementerian Kesehatan.
4) Khusus untuk logistik Non OAT menggunakan format
standar.
7. Penggunaan
Penggunaan logistik, terutama OAT harus dilaksanakan secara
rasional, mengacu pada prosedur standar yang terdokumentasi
agar mudah diaudit.
8. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen yang meliputi organisasi, pendanaan,
sistem informasi sumber daya manusia dan jaga mutu.
D. Sumber Daya Manusia
Tenaga/Petugas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan
Logistik Program TB adalah tenaga kefarmasian (kualifikasinya
apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian) dan pengelola program
TB yang berlatar belakang pendidikan kesehatan .

E. Sistem informasi
Sistem informasi antara lain meliputi kegiatan monitoring dan
evaluasi. Untuk pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang
berfungsi ganda, untuk menggambarkan dinamika logistik dan
merupakan alat pencatatan / pelaporan.

F. Pengawasan Mutu
Dilapangan, mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan
pengamatan fisik obat yang meliputi: keutuhan kemasan dan wadah,
penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan, leaflet dalam
bahasa Indonesia, nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik, nomor
registrasi pada kemasan.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan mutu, dapat berupa :
1. Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi,
maka akan dilakukan bacth re-call (ditarik dari peredaran).
2. Dilakukan tindakan sesuai kontrak
3. Dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku.

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Poli DOTS meliputi:


a. Identifikasi pasien
b. Tersedianya peralatan hand hygiene
c. Tersedianya APD (masker) bagi pasien
d. Ruang berdahak yang sesuai dengan persyaratan ruang
berdahak

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan K3 di Poli DOTS


a. Terpisahnya jalur masuk dan keluar petugas dan pasien poli
DOTS.
b. Penempatan fasilitas sarana dan prasarana di ruang pelayanan
yang aman, disesuaikan dengan sirkulasi udara di poli DOTS
sehinga meminimalisir resiko paparan infeksi bagi petugas.
c. Penggunaan APD (masker, handscoen) bagi petugas.
d. Tempat pemeriksaan sputum di laboratorium mini poli DOTS di
desain (safety box) sehingga bisa melindungi petugas dari
paparan infeksi.
e. Tersedianya peralatan hand hygene.
Scanned with CamScanner

Anda mungkin juga menyukai