NOMOR:46/UN4.24/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TIM TB DOTS
RUMAH SAKIT UNHAS
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh micobakterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru
dan organ lainnya.
2. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut penanggulang TB
adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan
preventif,tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkn angka
kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah
resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
Tuberkulosis.
3. Strategi DOTS merupakan pengobatan jangka pendek terstandar bagi
semua kasus TB, dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
4. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5. Tim DOTS rumah sakit adalah suatu tim multidisiplin yang dibentuk
sebagai wadah khusus dalam pengelolaan pasien TB di rumah sakit.
Pasal 2
1. Penanggulangan TB diselenggarakan secara terpadu, komprehensif dan
berkesinambungan.
2. Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan
semua pihak terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
BAB II
Pasal 3
Pedoman penyelenggaraan pelayanan TB di Rumah Sakit Unhas dimaksudkan
guna memberikan pedoman dalam meningkatkan kualitas hidup, kualitas
pelayanan, dan keselamatan Pasien TB di Rumah Sakit serta memberikan
acuan dalam penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan di Rumah Sakit
Unhas.
BAB III
Pasal 4
1. Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun
2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050.
2. Target program Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dievaluasi dan dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan program
Penanggulangan TB.
3. Dalam mencapai target program Penanggulangan TB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun strategi nasional setiap 5
(lima) tahun yang ditetapkan oleh Menteri.
4. Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan
target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
5. Strategi nasional Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terdiri atas:
a. penguatan kepemimpinan program TB;
b. peningkatan akses layanan TB yang bermutu;
c. pengendalian faktor risiko TB;
d. peningkatan kemitraan TB;
e. peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TB; dan
f. penguatan manajemen program TB.
Pasal 5
1. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung
jawab menyelenggarakan Penanggulangan TB. (2)
2. Penyelenggaraan Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan.
Pasal 6
1. Penanggulangan TB harus dilakukan secara terintegrasi dengan
penanggulangan program kesehatan yang berkaitan.
2. Program kesehatan yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi program HIV dan AIDS, diabetes melitus, serta program
kesehatan lain.
3. Penanggulangan TB secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan kolaborasi antara program yang
bersangkutan.
Bagian Kesatu
Kegiatan
Pasal 7
Penanggulangan TB diselenggarakan melalui kegiatan:
a. promosi kesehatan;
b. surveilans TB;
c. pengendalian faktor risiko;
d. penemuan dan penanganan kasus TB;
e. pemberian kekebalan; dan
f. pemberian obat pencegahan.
Pasal 8
Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB ditujukan untuk:
a. meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan;
b. meningkatkan keterpaduan pelaksanaan program; dan
c. memberdayakan masyarakat.
Pasal 9
1. Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk
mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.
2. Surveilans TB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan berbasis indikator dan berbasis kejadian.
3. Surveilans TB berbasis indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan untuk memperoleh gambaran yang akan digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program Penanggulangan TB.
4. Surveilans TB berbasis kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan tindakan respon
terhadap terjadinya peningkatan TB resistan obat.
Pasal 10
1. Dalam penyelenggaraan Surveilans TB dilakukan pengumpulan data
secara aktif dan pasif baik secara manual maupun elektronik.
2. Pengumpulan data secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh langsung dari masyarakat
atau sumber data lainnya.
3. Pengumpulan data secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 11
1. Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit TB.
2. Pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:
a. membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. membudayakan perilaku etika berbatuk;
c. melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
d. peningkatan daya tahan tubuh;
e. penanganan penyakit penyerta TB; dan
f. penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Bagian Kedua
Penemuan dan Penanganan Kasus TB
Pasal 12
1. Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif.
2. Penemuan kasus TB secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Investigasi dan pemeriksaan kasus kontak
b. Skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan
kelompok beresiko
c. Skrining pada kondisi situasi khusus
3. Penemuan kasus TB secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
4. Penemuan kasus TB ditentukan setelah dilakukan penegakan diagnosis,
penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB.
Pasal 13
1. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui
kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan
dan/atau pengobatan pasien.
2. Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
b. pengawasan kepatuhan menelan obat
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan;
dan/atau
d. pelacakan kasus mangkir
3. Tata laksana kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis
dan standar lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 14
Setiap pasien TB berkewajiban mematuhi semua tahapan dalam
penanganan kasus TB yang dilakukan tenaga kesehatan.
Pasal 15
(1) Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan
melalui imunisasi BCG terhadap bayi.
(2) Penanggulangan TB melalui imunisasi BCG terhadap bayi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam upaya
mengurangi risiko tingkat keparahan TB.
(3) Tata cara pemberian imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 16
(1) Pemberian obat pencegahan TB ditujukan pada:
a. anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan
pasien TB aktif;
b. orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TB;
atau populasi tertentu lainnya.
(2) Pemberian obat pencegahan TB pada anak dan orang dengan HIV
dan AIDS (ODHA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b dilakukan selama 6 (enam) bulan.
BAB IV
PERSYARATAN
Pasal 17
Pelayanan Terpadu TB DOTS dilakukan secara mandiri, terpisah dengan
pelayanan lainnya di Rumah Sakit.
Pasal 18
1. menetapkan Tim DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Penanggulangan
TB.Ketenagaan dalam pelayanan TB DOTS di Rumah Sakit terdiri atas
tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja bersama sama
sebagai Tim Terpadu TB DOTS
2. Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
ketua dan koordinator pelayanan yang merangkap sebagai anggota, dan
anggota.
3. Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Direktur Utama Rumah Sakit Unhas.
4. Ketua Tim Terpadu TB DOTS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
dokter spesialis penyakit dalam konsultan PARU atau spesialis paru
Pasal 19
Dalam melaksanakan pelayanan, Tim Terpadu TB DOTS mengacu pada uraian
tugas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Unhas.
BAB V
LOGISTIK
Pasal 20
Paket OAT dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
a. Dalam bentuk kombinasi dosis tetap terdiri dari paket kategori 1,
kategori 2, dan sisipan yang dikemas dalam blister berisi 28 tablet
b. Dalam bentuk kombipak terdiri dari paket kategori 1, kategori 2, dan
sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis. Kombipak ini
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Pasal 21
Mengacu pada sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu :
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien cedera jatuh
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Pasal 22
Agar tidak terjadi infeksi silang maka dilakukan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi melalui komponen kewaspadaan standar meliputi :
1. Cuci tangan
2. APD (sarung tangan, masker, pelindung mata dan wajah,
gaun/apron)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penanganan linen Penanganan limbah
6. Kesehatan karyawan
7. Penempatan pasien
8. Penyuntikan yang aman
9. Batuk efektif
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pasal 23
Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf
pelaksana di lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang
dilakukan setiap satu bulan. Mutu dinilai dari penemuan kasus , angka
keberhasilan, dan angka keberhasilan rujukan
BAB IX
PENUTUP
Pasal 24
Peraturan Direktur utama Rumah Sakit Unhas mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Makassar
Pada tanggal 30 Desember 2019
Direktur utama,
Rumah Sakit Unhas
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi
untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan
rujukan atau juga upaya pelayanan kesehatan penunjang.
Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya
ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan
oleh pemerintah pada Rumah Sakit karena telah memenuhi standar
yang ditentukan. Dengan adanya akreditasi diharapkan akan
mengurangi pelayanan yang sub standar di rumah sakit, akan memicu
meningkatkat kemampuan kompetitif yang professional dalam
pelayanan.
Salah satu jenis pelayanan yang wajib disediakan oleh rumah sakit
menurut permenkes No.129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit adalah Pelayanan TB. Untuk mengendalikan
masalah TB, strategi DOTS harus dieskpansi dan diakselerasi pada
seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait
termasuk RS, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak
dalam kemitraan yang bersinergi untuk pengendalian TB. Pelayanan
TB dengan strategi DOTS merupakan salah satu pelayanan yang
dimiliki oleh RS Unhas. Pelayanan ini dilengkapi dengan fasilitas
lengkap, pelayanan cepat, tenaga professional.
B. Tujuan Pedoman
Pedoman Pelayanan TB dengan strategi DOTS ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas pelayanan dengan sasaran :
1. Meningkatnya pelayanan TB yaitu untuk skrining penyakit,
diagnosis, prognosis, dan monitoring terapi pasien TB serta turut
serta dalam memutus rantai penularan TB.
2. Meningkatnya manajemen pelayanan TB DOTS dan kompetensi
Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Berkembangnya jenis pelayanan sesuai keperluan dan kemajuan
teknologi.
4. Meningkatnya fasilitas pendidikan, pelatihan, penelitian.
5. Meningkatnya kemitraan yang saling menguntungkan.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Untuk distribusi ketenagaan di setiap instalasi ada satu
perwakilan di tiap ruang perawatan dan bergabung dalam tim TB
DOTS. Untuk waktu kerja masing-masing anggota tim ini
disesuaikan dengan kondisi masing-masing instalasi dimana
petugas /tim TB DOTS bekerja.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Kamar periksa
bed
Meja Meja
dokter dokter
Pojok Sputum
B. Standar Fasilitas
Fasilitas yang dapat digunakan oleh Tim DOTS RS Unhas adalah:
1. Ruang DOTS (Poli DOTS) memiliki fasilitas ruang pelayanan
a. Pintu masuk pelayanan dari luar parker Pojok DOTs
b. Ruang penerimaan
c. Ruang Tunggu
d. Ruang pendaftaran
e. Ruang Pemeriksaan
f. Toilet
g. Wastafel
h. Ruang berdahak
2. Ruang Tunggu
a. Ruang tunggu berada di depan ruang pemeriksaan
b. Di ruang tunggu tersedia :
1) Materi KIE : poster, leaflet, brosur TB, Perilaku hidup sehat
2) Informasi konseling dan testing
3) Tempat sampah, tissue
4) Buku catatan Registrasi
5) Meja dan kursi
6) Kalender
c. Jam pelayanan Poli DOTS
Jam pelayanan Pojok DOTS dilayani setiap hari Senin-Jumat
dari jam 07.30 sampai dengan jam 16.00 wita
d. Ruang Pemeriksaan
Ruang pemeriksaan disediakan senyaman mungkin dan bersih
dan terjaga ventilasinya terpasang AC, 1 meja dan 3 kursi
(Tempat duduk bagi klien pemeriksa dan pengantar klien.
e. Ruang petugas
Berisi :
1) Meja dan kursi
2) Tempat pemeriksaan fisik
3) Stetoskop dan tensimeter
4) Blangko resep
5) Alat timbangan badan
6) Buku Register
7) Kartu Pasien
8) Lemari tempat menyimpan obat OAT
9) Lemari arsip / lemari dokumen yang dapat dikunci
f. Prasarana
1) Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk
membaca, menulis serta untuk eksaufan, kipas angin untuk
sirkulasi udara.
2) Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan
dan mencuci tanganserta membersihkan alat-alat
3) Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan lain
yang terkait
4) Pembuangan
Limbah Padat dan Limbah Cair Mengacu kepada pedoman
kewaspadaan transmisi di pelayanan kesehatan tentang
pengolahan limbah
BAB IV
A. Jenis Pelayanan
Didalam menerapkan pelayanan TB dengan strategi DOTS
dibutuhkan keterlibatan pimpinan rumah sakit dalam pengendalian
tuberkulosis dan harus dibentuk suatu jejaring kerja yang kuat agar
tujuan kebijakan pengendalian tuberkulosis di RS Unhas tercapai.
Penerapan strategi DOTS di Rumah Sakit perlu segera dikembangkan
secara selektif dan bertahap.
Pemberian pelayanan DOTS dapat dilakukan di Poli DOTS di
rumah sakit oleh personil medis yang berkompetensi di bidang
tersebut, terutama instalasi rawat jalan, maupun di instalasi
pendukung, penunjang medis, farmasi dan lain-lain.
B. Langkah – Langkah
1. Membuat komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah sakit
(pimpinan rumah sakit) dan tenaga medis (dokter umum dan
spesialis) serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
2. Menyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis,
petugas administrasi, farmasi untuk dilatih DOTS.
3. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit
terkait dalam penetapan strategi DOTS di rumah sakit.
4. Menyediakan tempat untuk unit DOTS di dalam rumah sakit,
sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien
tuberkulosis secara komprehensif (melibatkan semua unit di rumah
sakit yang menangani pasien tuberkulosis).
5. Menyediakan tempat penyimpanan paket-paket OAT di ruang
DOTS.
6. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak
sesuai standar disertai ruang berdahak.
7. Menggunakan format pencatatan sesuai dengan program
tuberkulosis nasional untuk memantau penatalaksanaan pasien.
8. Menyediakan biaya operasional dalam pengadaan sarana dan
prasarana penunjang penerapan DOTS di rumah sakit.
D. Pembentukan Jejaring
1. Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien
tuberkulosis (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam
menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case
holding) jika dibandingkan dengan Puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit, baik internal maupun
eksternal.
2. Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila
angka default (default rate) < 5% pada setiap rumah sakit.
Direktur
Wakil Direktur Pelayanan Medik
TIM DOTS
UNIT DOTS
Laboratorium
Poli Umum Radiologi
PPI
Poli Spesialis
Farmasi
UGD
Rekam Medis
Rawat Inap
PKRS
F. Jejaring Eksternal
1. Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun RS Unhas dengan
instansi layanan kesehatan lain baik pemerintah maupun swasta,
yang terkait dalam program pengendalian tuberkulosis, termasuk
penanganan pasien TB-MDR, TB-HIV dan difasilitasi oleh Dinas
Kesehatan Kota Makassar.
2. Tujuan jejaring eksternal :
a. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan Poli
DOTS yang berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up sampai
akhir pengobatan.
b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien
sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.
G. Tatalaksana
1. Pelayanan Poli DOTS adalah suatu tim rumah sakit yang terdiri dari
tim medis dan non medis yang berperan dalam menyediakan,
menyampaikan informasi medis serta mengedukasi tuberkulosis
pasien rumah sakit mengenai kondisi yang berhubungan dengan
penyakit pasien tuberkulosis.
2. Pelayanan Poli DOTS di rumah sakit meliputi pelayanan di instalasi
rawat jalan, IGD, dan penunjang medis. Pelayanan tim Poli DOTS
terdiri dari pelayanan dan informasi yang berhubungan dengan
pasien dari jejaring internal Pojok DOTS yang terintregasi. Unit-unit
tersebut adalah bidang pelayanan Medis (UPM) rumah sakit,
keperawatan (perawat dan bidan), farmasi, laboratorium, dan rekam
medis.
I. Rawat jalan
1. Apabila pasien rawat jalan yang datang berobat, maka di ruang
rawat jalan RS Unhas , perawat mengidentifikasi kebutuhan
informasi dan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien sebagai
edukasi kolaboratif yaitu pemberian pelayanan kepada pasien yang
membutuhkan informasi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan
informasi dan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik di
rawat inap maupun rawat jalan,sesuai dengan kondisi penyakitnya
dan diberikan secara holistik. Maka perawat memberikanpelayanan
sesuai SPO pemberian edukasi kolaboratif.
2. Apabila pasien datang pada saat jam kerja, maka pasien dapat
dijelaskan secara verbal dan non verbal sesuai dengan
penyakitnya.
3. Apabila pasien ini dijelaskan lebih dalam mengenai informasi terkait
penyakitnya oleh sub-unit tertentu, maka pasien diharuskan
membuat perjanjian pada hasil kerja berikutnya.
J. Rawat Inap
1. Apabila pasien berada di ruang rawat inap RS Unhas, perawat
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan Poli DOTS yang dibutuhkan
oleh pasien sebagai pelayanan kolaboratif yaitu pemberian
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan informasi lebih dari
satu sub-unit poli DOTS. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan
informasi dan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik di
rawat inap maupun rawat jalan, sesuai dengan kondisi penyakitnya
dan diberikan secara holistik.
2. Apabila pasien dan/keluarga yang sedang dirawat di ruang rawat
inap membutuhkan informasi yang lebih dalam mengenai
perjalanan penyakit, evaluasi, rencana terapi dan lain-lain, maka
perawat dapat meminta bantuan DPJP/dokter jaga.
L. PMO
Salah satu komponen Poli DOTS adalah pengobatan panduan
OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung untuk menjamin
keteraturan pengobatan bagi pasien TB.Untuk memantau, membina
dan menilai keteraturan serta kepatuhan pasien berobat, maka
dilakukan pengawasan langsung menelan obat (Directly Observed
Therapy - DOT) oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat
diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan.
1
2
3
4
5
Di Rumah Sakit
Di Puskesmas
LOGISTIK
Penjelasan:
1) Permintaan kebutuhan OAT dari RS Unhas menggunakan
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat).
2) Laporan triwulan penerimaan dan pemakaian OAT untuk
menggunakan formulir TB 13.
3) Dinas Kesehatan Provinsi akan merekapitulasi formulir TB
13 dari Kabupaten/Kota untuk selanjutnya di berikan
kepada Kementerian Kesehatan.
4) Khusus untuk logistik Non OAT menggunakan format
standar.
7. Penggunaan
Penggunaan logistik, terutama OAT harus dilaksanakan secara
rasional, mengacu pada prosedur standar yang terdokumentasi
agar mudah diaudit.
8. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen yang meliputi organisasi, pendanaan,
sistem informasi sumber daya manusia dan jaga mutu.
D. Sumber Daya Manusia
Tenaga/Petugas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan
Logistik Program TB adalah tenaga kefarmasian (kualifikasinya
apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian) dan pengelola program
TB yang berlatar belakang pendidikan kesehatan .
E. Sistem informasi
Sistem informasi antara lain meliputi kegiatan monitoring dan
evaluasi. Untuk pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang
berfungsi ganda, untuk menggambarkan dinamika logistik dan
merupakan alat pencatatan / pelaporan.
F. Pengawasan Mutu
Dilapangan, mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan
pengamatan fisik obat yang meliputi: keutuhan kemasan dan wadah,
penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan, leaflet dalam
bahasa Indonesia, nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik, nomor
registrasi pada kemasan.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan mutu, dapat berupa :
1. Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi,
maka akan dilakukan bacth re-call (ditarik dari peredaran).
2. Dilakukan tindakan sesuai kontrak
3. Dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
BAB VII
KESELAMATAN KERJA