Anda di halaman 1dari 16

BUKU PANDUAN

TENTANG
PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENGAYAM
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENGAYAM
NOMOR : 445/D/47/010/RSUD.SGY/XII/2023

TENTANG

PANDUAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENGAYAM

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENGAYAM

Menimbang : a. bahwa dalam pelayanan pasien dengan penyakit tuberkulosis di


Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam perlu disusun suatu
panduan pelaksanaan penanggulangan tuberculosis;
b. bahwa panduan pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis
sebagaimana dimaksud dalam butir perlu ditetapkan dengan
ketetapan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam;
c. bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular
yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan salah
satu penyebab kematian sehingga perlu dilaksanakan program
penanggulangan TB secara berkesinambungan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, perlu
ditetapkan panduan penanggulangan Tuberkulosis (TB) dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam.

Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan;


2. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2021 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang
Rekam Medis.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SENGAYAM TENTANG PANDUAN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS (TB-DOTS) DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH SENGAYAM
KEDUA : Panduan Pelaksanaan Penanggulangan TB-DOTS di Lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam sebagaimana terlampir dalam
Keputusan ini.
KETIGA : Panduan Pelaksanaan Penanggulangan TB-DOTS di lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam digunakan dalam pemindahan
pelayanan pasien dari satu unit kerja ke unit kerja lain di Rumah Sakit
Umum Daerah Sengayam.
KEEMPAT : Panduan Pelaksanaan klinik TB-DOTS di RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH SENGAYAM dilaksanakan setiap hari Senin-Jum’at pada
pukul 08.00-12.00 wita
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Sengayam
Pada tanggal : 28 Desember 2023

Direktur

dr. Lita Susanti


NIP. 19860208 201407 2001
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD Sengayam
Nomor : 445/D/47/010/RSUD.SGY/XII/2023

PANDUAN PELAYANAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1990, hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis dan
diperkirakan ada 9 juta pasien tuberkulosis baru dan 3 juta kematian akibat penyakit
tuberkulosis. Sekitar 95% kasus dan 98% kematian akibat tuberkulosis di dunia, terdapat
di negara-negara berkembang.
Penyebab utama meningkatnya masalah tuberkulosis antara lain adalah:
1. Komitmen politik khususnya pendanaan yang tidak memadai.
2. Organisasi pelayanan tuberkulosis yang belum memadai (kurangnya akses ke
pelayanan, obat tidak selalu terjamin ketersediaannya, keterbatasan jumlah
pengawas menelan obat, pencatatan dan pelaporan yang belum standar, dsb.)
3. Tatalaksana kasus yang belum memadai (penemuan kasus dan pengobatan yang
tidak standar)
4. Dampak pandemi HIV dan berkembangnya masalah MDR-TB
Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai
kedaruratan dunia (global emergency). WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan tuberkulosis yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang efektif
(cost-efective).
Global Plan untuk tahun 2006-2015 WHO merekomendasikan 6 elemen kunci Strategi
Stop Tuberkulosis, yang terdiri dari :
1. Meningkatkan dan memperluas ekspansi DOTS yang berkualitas
a. Komitmen Politik
b. Penemuan kasus menggunakan pemeriksaan bakteriologi
c. Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan pasien
Sistem distribusi OAT yang efektif yaitu melalui sistem monitoring dan evaluasi
komponen-komponen tambahan
2. Memperhatikan masalah TB/HIV dan MDR-TB
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan
5. Memberdayakan pasien tuberkulosis dan masyarakat
6. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian
Tahun 2005 International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) dikembangkan
oleh semua organisasi profesi international, dan standar tersebut juga didukung oleh
organisasi profesi di Indonesia untuk dilaksanakan. ISTC merupakan standar yang harus
dipenuhi dalam menangani pasien tuberkulosis, yang terdiri dari 6 standar untuk
penegakkan diagnosis, 9 standar untuk pengobatan dan 2 standar untuk fungsi tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam ISTC tersebut adalah:
• Standar tersebut dibuat dan akan digunakan oleh semua profesi yang terkait dalam
penanggulangan tuberkulosis di semua tempat
• Standar digunakan untuk menangani semua pasien tuberkulosis, baik tuberkulosis
anak, tuberkulosis paru BTA positif dan BTA negatif, extra paru, MDR TB dan juga
TB/HIV.
• Semua profesi yang menangani tuberkulosis harus memahami fungsi kesehatan
masyarakat dengan tingkat tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat dan
pasien.
• Konsisten dengan pedoman international yang sudah ada.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tuberkulosis tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia
2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan angka kesakitan (prevalensi dan insidensi) dan angka kematian
tuberkulosis
b. Memperkuat jejaring internal pasien TB
c. Meningkatkan pencegahan dan pelayanan tuberkulosis di Rumah Sakit Umum
Daerah Sengayam.
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN

A. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup pelayanan tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam
adalah:
a. Melakukan skrining awal pasien untuk menentukan diagnosa
b. Penjaringan pasien tuberculosis, menegakkan diagnosa
c. Pencatatan dan pelaporan pasien tuberculosis
d. Menginformasikan dan atau mengirim pasien ke unit TB-DOTS puskesmas atau
rumah sakit lain.
Adapun langkah-langkah skrining sebagai berikut :
1. Pasien datang dari IGD terlihat batuk-batuk lama/lebih dari 2 minggu, petugas triage
memberikan masker, dan keluarga pasien diarahkan ke TPP untuk mendaftar,
kemudian petugas triage melakukan skrining jika terdapat 3 point (ya) maka akan
diberi penandaan stiker orange, bertanda pasien tersebut tersuspek TB, lalu pasien
dipindahkan ke ruang isolasi IGD.
2. Apabila pasien datang dari TPP maka petugas TPP melakukan skrining dan apabila
ada 3 point (ya) maka pasien dianjurkan untuk ke poli TB-DOTS.
3. Di ruang isolasi IGD atau diruang poli TB DOTS akan dilakukan anamnase dan
pemeriksaan fisik untuk penanganan selanjutnya.
4. Selanjutnya DPJP menyarankan pemeriksaan sputum/TCM dengan memberikan
blanko untuk diberikan ke petugas laboratorium.
5. Petugas laboratorium memberikan pot sputum dahak kepasien.
6. Pengeluaran sputum dilakukan dirumah dengan instruksi, dan tata cara yang telah
diberikan oleh tim TB DOTS karena keterbatasan sarana dan prasana Rumah Sakit
Umum Daerah Sengayam.
7. Sampel diterima oleh petugas laboratorium untuk dibawa ke puskesmas untuk
dilaksanakan pemeriksaan.
8. Jika hasil menunjukkan BTA (+) atau terduga TB maka DPJP berhak memberikan
stempel paru dan apabila pasien masih dalam pengobatan DPJP juga berhak
memberikan stempel paru
9. Jika ada pasien dari poli spesialis (anak, kandungan, penyakit dalam) maka DPJP
tersebut yang memberikan advis dan tembusan ke DPJP TB DOTS
10. Pencatatan dan pelaporan pasien tuberkulosis atau pasien yang teridentifikasi TB
akan dimasukkan ke Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) atau dibuku Register
ditiap-tiap unit.
B. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional dalam pelayanan tuberkulosis adalah memberi asuhan
keperawatan kepada pasien tuberkulosis.
1. TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Cara penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3.000
percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
d. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
e. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
f. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Resiko penularan
a. Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
b. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang di antara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun.
c. Arti di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
4. Resiko menjadi sakit TB
a. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
b. Dengan ARTI 1%, diperkirakan di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% di antaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 di antaranya adalah pasien TB BTA positif.
c. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
 Untuk sementara pelaksanaan penanggulangan TB DOTS di Rumah Sakit Umum
Daerah Sengayam hanya sebatas pemberian masker untuk pasien tersuspek TB,
skrining, fotothorax, penandaan stiker dan stempel paru di status pasien, merujuk
pasien ke rumah sakit rujukan sesuai MOU Rumah Sakit.
 Di tahun depan kita akan merencanakan pembangunan ruang mutu TB DOTS
untuk meningkatkan mutu pelayanan pelaksaan penanggulangan TB DOTS di
Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam.

C. LANDASAN HUKUM
1. Undang–Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
2. Undang-undang Nomor Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang–Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementrian Kesehatan.
BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN

A. ALUR PELAYANAN PASIEN TUBERKULOSIS


1. Jejaring Internal
Jejaring internal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, Rumah
Sakit dan Puskesmas dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
a. Pasien datang dengan batuk-batuk lama.
b. Petugas admisi memberikan masker.
c. Petugas TPP menskrining pasien dan memberi penanda striker orange di status
pasien.
d. Pasien suspeck tuberculosis diarahkan ke klinik TB DOTS/IGD
e. Pasien suspeck tuberculosis dianamneses / skrining lebih detail kembali untuk
dilakukan pemeriksaan penunjang (radiologi, laboratorium).
f. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan, didiagnosis dan
diklasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing-masing atau unit DOTS.
g. Setelah diagnosis tuberculosis ditegakkan pasien dikirim ke unit DOTS untuk
registrasi, penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan
tuberculosis, pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-masing.
h. Bila ada pasien tuberculosis yang dirawat di bangsal, petugas bangsal menghubungi
unit DOTS untuk registrasi pasien.
i. Pasien tuberculosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari Rumah Sakit harus
melalui poliklinik terlebih dahulu untuk mendapatkan surat rujukan (pindah) dari / ke
UPK lain, berkoordinasi dengan poliklinik/unit DOTS.
2. Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, rumah
sakit, puskesmas, dan UPK lainnya dalam penanggulangan tuberkulosis dengan
strategi DOTS.
a. Tujuan Jejaring Eksternal:
1) Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOTS yang
berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up, sampai akhir pengobatan.
2) Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien, sehingga
mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.
b. Dinas Kesehatan berfungsi:
1) Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain
2) Menyusun protap jejaring penanganan pasien tuberkulosis
3) Koordinasi system surveilens
4) Menyediakan tenaga/petugas untuk mengumpulkan laporan
c. Tim TB-DOTS
Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas bila perlu dibentuk tim TB DOTS. Agar
jejaring dapat berjalan baik diperlukan
1) Ketua dan anggota tim TB DOTS
2) Mekanisme jejaring antar institusi yang jelas
3) Tersedianya alat bantu kelancaran proses rujukan lain berupa
 Formulir rujukan
 Daftar nama dan alamat lengkap pasien yang dirujuk.
 Daftar nama penanggung jawab Poli TB DOTS/ nomor telepon Rumah Sakit
lain.
4) Dukungan dan kerjasama antara UPK pengirim pasien TB dengan UPK penerima
rujukan.
d. Tugas koordinator jejaring DOTS Rumah Sakit:
1) Memastikan mekanisme jejaring seperti yang tersebut di atas berjalan dengan
baik.
2) Memfasilitasi rujukan antar UPK dan antar prop/kab/kota.
3) Memastikan minimal pasien yang dirujuk melanjutkan penangganan ke UPK yang
dituju dan penyelesaian pengobatan.
4) Monitoring dan evaluasi pasien TB/DOTS tiap 3 bulan.
e. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar yang dapat digunakan adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain
atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:
 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif:
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan paru.
Luluh paru (destroyed lung):
 Terdapatnya gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut dengan luluh paru. Gambaran radiologi
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru.
Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses
penyakit.
Luas proses yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan sebagai berikut ini:
 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostenal junction dari
iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra
torakalis V (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
f. Alur diagnosis TB Paru Dewasa
g. Alur Tata Laksana pasien TB Anak

Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap


mungkin (skor ≥6 sebagai entry) point>

Beri OAT 2 bulan terapi,


dievaluasi

Ada perbaikan klinis Tidak ada perbaikan klinis

Terapi TB diteruskan
sampai 6 bulan Terapi TB diteruskan Untuk RS fasilitas
sambil mencari terbatas, rujuk ke RS
penyebabnya dengan fasilitas lebih
lengkap

Diagnosis Tuberkulosis pada Anak


Penegakan diagnosis tuberkulosis pada anak sedikit lebih sulit selain
dikarenakan pengambilan spesimen yang sulit, juga gejala yang muncul / tampak
tidak sejelas gejala-gejala yang timbul pada pasien-pasien dewasa. Oleh sebab itu,
untuk menegakan diagnosis Tuberculosis (TB) pada anak harus menggunakan
sistem skoring TB yang telah disepakati, sbb :
Catatan penting :
 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh Dokter
 Jika dijumpai skrofuloderma, maka langsung didiagnosis Tuberculosis (TB)
 Berat badan (BB) dinilai saat datang / pemeriksaan
 Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
 Rontgen foto bukan alat diagnosis utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih
bersifat tentative / sementara, nilai definitive mungkin masih dapat berubah sesuai
perkembangan ilmu / penelitian di kemudian hari. Sampai saat ini tidak bisa kita
lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sengayam hanya menggunakan klinik dan
diagnose dokter.
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi miss diagnosis baik
overdiagnosis maupun under diagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor.( Lihat Tabel )
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan skor
lebih atau sama dengan 6 (≥6), harus dilakukan tatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Bila skor kurang dari 6 tapi secara klinis kecurigaan mengarah ke TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti
patologi anatomi, pungsi pleura dan lainnya.
Tabel : Sistem Pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan
penunjang Diagnosis TB ANAK.

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak Laporan BTA (+)


jelas keluarga,
BTA (-) atau
tidak tahu

Uji tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm,


atau ≥ 5 mm
pada keadaan
imunosupresi)

Berat badan / Bawah garis Klinis gizi buruk


keadaan gizi merah (KMS) (BB/U < 60%)
atau BB/U < 80%

Demam tanpa > 2 minggu


sebab jelas

Batuk* > 3 minggu

Pembesaran >1 cm,


kelenjar limfe jumlah >1,
koli, aksila, tidak nyeri
inguinal

Pembengkaka Ada
n tulang/ pembengkakan
sendi
panggul, lutut,
falang

Foto toraks Normal Kesan TB


/ tidak
jelas
B. PILIHAN PENANGANAN PASIEN BERDASARKAN KESEPAKATAN ANTARA
PASIEN DAN DOKTER
Rumah Sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien tuberkulosis
sesuai dengan kemampuan masing-masing seperti terlihat pada bagan di bawah :

Semua Poli pelayanan yang menemukan suspek tuberkulosis, memberikan


informasi kepada yang bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan (informed
decision) dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis dan pengobatan), serta
menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan :
a. Tingkat sosial ekonomi pasien
b. Biaya konsultasi Lokasi tempat tinggal (jarak dan keadaan geografis)
c. Biaya transportasi
d. Kemampuan Rumah Sakit
Pilihan 1 :
Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis, menentukan diagnosa dan klasifikasi
pasien serta melakukan pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/UPK lain untuk
melanjutkan pengobatan tetapi pasien kembali ke Rumah Sakit untuk konsultasi
keadaan klinis/ periksa ulang.
Pilihan 2 :
Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis dan menentukan diagnosis dan klasifikasi
pasien, kemudian merujuk ke puskesmas.
Pilihan 3 :
Rumah Sakit menjaring suspek tuberkulosis dan menentukan diagnosis dan klasifikasi
pasien serta memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas
Pilihan 4 :
Rumah Sakit melakukan seluruh kegiatan pelayanan DOTS
Hal yang penting diketahui :
Pilihan 3 : hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai angka
konversi telah mencapai Iebih dari 80%
Pilihan 4 : hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai angka
sukses rate telah mencapai Iebih dari 85%
BAB V
PENUTUP

Demikian Panduan Pelaksanaan Penanggulangan Tim TB-DOTS ini disusun agar


semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pelayanan TB-DOTS dapat melaksanakan
semua ketentuan dan prosedur yang diatur didalamnya, sesuai dengan kebutuhan
pelayanan medis kepada pasien. Apabila didapatkan kondisi yang memungkinkan, dapat
dilakukan pembicaraan dengan semua pihak terkait untuk dilakukan perubahan sesuai
dengan kondisi rumah sakit.

Ditetapkan di : Sengayam
Pada tanggal : 28 Desember 2023

Direktur

dr. Lita Susanti


NIP. 19860208 201407 2 001

Anda mungkin juga menyukai