PELAYANAN TB DOTS
ii
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Kesatu : Panduan Pelayanan TB DOOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan
Kabupaten Malang
Kedua : Panduan Pelayanan TB DOOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan
Kabupaten Malang sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Ende
Pada Tanggal : 5 September 2019
Nip:
iii
DAFTAR ISI
BAB I. DEFINISI 1
BAB II. RUANG LINGKUP 3
BAB III. TATA LAKSANA 5
BAB IV. DOKUMENTASI 15
iv
BAB I
DEFINISI
A. Tujuan :
Malang
3. Mengetahui tata pelayanan pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan
Malang
Kanjuruhan Malang
5. Mengetahui keselamatan pasien dalam pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah
1
6. Mengetahui keselamatan kerja dalam pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah
DOTS merupakan suatu strategi penanganan kasus TB yanag terkait dengan pelayanan pada
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Laboratorium,
Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi dan Rekam Medis.
C. Batasan Operasional :
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. DOTS (Directtly Observed Treatment Shortcourse) adalah
pengobatan penderita TB yang dilakukan dalam jangka pendek dan dilakukan dengan
pengawasan langsung terhadap penderita TB. Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat
di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien TB. Jejaring eksternal
adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas dan UPK
D. Landasan Hukum
Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan / pengobatan Penyakit Paru
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor YM.02.08/III/67/07 tentang
Penatalaksanaan Tuberkulosis
2
BAB II
RUANG LINGKUP
3
B. Distribusi Ketenagaan
Panitia DOTS berjumlah 6 orang dan sesuai dengan struktur organisasi TIM TB-DOTS terbagi
Rekam Medik.
C. Pengaturan Jaga
D. Denah Ruangan
Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang memiliki ruang khusus untuk unit
E. Standar Fasilitas
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi
Kriteria
1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB (Unt TB-DOTS) yang berfungsi sebagai
pencatatan dan pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal atau eksternal DOTS
4. Tersedia ruangan atau sarana bagi penyelenggaraan KIE (Komunikasi, Informasi, dan
4
BAB III
TATA LAKSANA
Kriteria Suspek TB
a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk berdahak 2 minggu atau
lebih dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
b. Semua kontak dengan pasien TB PAru BTA posistif yang menunjukan gejala yang sama
c. Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukan gejala yang sama harus
b. Reaksi cepat BCG (timbul kemerahan di lokasi suntikan salam 3-7 hari setelah immunisasi
BCG)
c. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat badan turun tanpa
sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah
d. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (singkirkan dulu
Skrofuloderma
i. Konjungtivitis fliktenularis
5
Pemeriksaan/follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada keluarga TB harus
pengobatan pencegahan.
Semua suspek TB dilaporkan kepada unit DOTS melalui koordinator Instalasi Rawat Inap /
a. TB Paru Dewasa
atau BTA Sewaktu Pagi Sewaktu (BTA SPS). Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
foto dada, pemeriksaan darah, dan lain-lain dapat digunakan sebagai penunjang. Tidak
b. TB Paru Anak
Paru tetap menggunakan pemeriksaan dahak BTA SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) . Untuk
c. TB Ekstra Paru
organ yang terkena, misalnya : Patologi Anatomi, Radiologi dan lain-lain. Semua pasien
yang tegak diagnose TB Ekstra paru, harus diperiksa BTS SPS nya, untuk menyingkirkan
6
C. Tata Laksana Pengobatan TB
langsung dan alam jangka pendek. Prinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut
PMO merupakan orang yang ditunjuk untuk memastikan pasien TB menelan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) secara rutin dan dengan cara yang benar. PMO dapat berasal dari
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan
OAT tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
Indonesia adalah:
7
Tabel 3.3 Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama
Jumlah
Tahap Lama Tablet Tablet hari/kali
pengobatan pengobatan Kaplet Tablet menelan
isoniasid Etambutol
Rifampisin pirazinamid obat
@ 300 @ 250
@ 450 mqr @ 500 mqr
mqr mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
8
Tabel 3.6 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Tahap lanjutan
Tahap Intensip Tiap
3 kali seminggu
Berat badan hari selama 56 hari
selama 16 minggu
30 – 37 kg 3 tablet 4DKT
38 – 54 kg 4 tablet 4DKT
55 – 70 kg 5 tablet 4DKT
≥ 71 kg 6 tablet 4DKT
9
Tabel 3.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan
Tablet Jumlah
Tablet Kaplet Tablet Etambut hari/kali
Tahap Lamanya
Isoniacid Rifampisin Pirazinamid @ 250 menelan
pengobatan Pengobatan
@ 300mg @ 450 mgr @ 500 mgr mgr
obat
Tahap
Intensif
( dosis 1 Bulan 1 1 3 3 28
harian )
10 – 14 2 tablet 2 tablet
15 – 19 3 tablet 3 tablet
20 - 32 4 tablet 4 tablet
10
Lini pertama 2 NRTI + EFV Teruskan dengan 2 NRTI +
EFV
2 NRTI + NVP* Ganti dengan 2 NRTI + EFV
atau ganti dengan 2 NRTI +
LPV/ r
Lini kedua 2 NRTI + PI Ganti kea tau teruskan ( bila
sementara menggunakan )
paduan mengandung LPV/r
Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan coordinator Rawat JAlan atau coordinator
DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari Instalasi Rawat JAlan maupun Instalasi
Rawat Inap harus ACC coordinator Rawat Jalan atau coordinator DOTS
memeriksa specimen dahak sebanyak dua kali (Sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negative bila ke 2 spesimen tersebut negative. Bila salah satu specimen positif
atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
• PAda TB Paru BTA Positif follow up BTA S-P dilakukan pada akhir intensif akhis sisipan
• Pada TB Paru BTA Negatif follow up BTA S-P dilaksanakan pada akhir intensif saja
• Pada TB Ekstra Paru dan TB Ana (tanpa pemeriksaan BTA SPS), follow up dilakukan
Untuk menjaga agar pasien TB rutin berobat, disepakati waktu control pasien TB adalah 1-2
minggu sekali dalam fase intensif dan 1 bulan sekali dalam fase lanjutan. Apabila pasien tidak
datang control (mangkir) 2 hari dalm fase intensif dan 1 minggu dalam fase lanjutan, petugas
DOTS harus berkoordinasi dengan puskesmas wilayah dan atau dinas kesehatan untuk
pelacakan pasien. Hubungan dengan puskesmas maupun dinas kesehatan dapat dilakukan
11
E. Tata Laksana Screening Faktor Risiko HIV-AIDS Dan TB MDR
a. Screening HIV
Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan begitu pula
HIV, oleh karena itu, setiap pasien TB yang baru diobati harus dievaluasi faktor risiko HIV-
nya. Apabila seorang pasien TB dinilai berisiko terhadap kemungkinan HIV-AIDS, pasien
b. Screening TB MDR
TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh hasil Mycobacterium tuberculosis yang
telah resistan terhadap INH dan rifampicin secara bersamaan, dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT ini pertama lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB MDR diawali
dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB adalah semua orang yang mempunyai
gejala TB dan memenuhi salah satu kriteria TB MDR. Apabila ditemukan suspek TB MDR
(RS dr. Saiful Anwar Malang), untuk pemeriksaan lebih kanjut. Rujukan menggunakan
form khusus rujukan suspek TB MDR dan dicatat dibuku daftar suspek Tb MDR.
Merujuk pasien TB berarti memindahkan pengobatan TB ke UPK lain ada 2 jenis rujukan
pengobatan TB yaitu:
a. Rujukan awal : Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang hanya
menegakkan diagnose TB seluruh pengobatan dilakukan di UPK lain mulai dari awal
lain
Ruang Instalasi Rewat Inap atau poliklinik yang akan merujuk pasien TB harus berkoordinasi
dengan Unit DOTS melalui coordinator rawat jalan. Form yang akan dipakai untuk merujuk
pasien TB adalahTB09 dan data pasein yang dirujuk harus dicatat di buku rujukan TB
0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji
tuberkulin.
Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah
terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia
muda. Saat ini vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti
memberi perlindungan tambahan. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu
: 1. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis
TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan
amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif
selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi
tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan 2. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan diberikan
imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah
terinfeksi HIV atau tidak. Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah
vaksinasi BCG. Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder,
adenitis supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama
beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten dipertimbangkan
untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan imunodefisiensi mungkin
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA sputum
positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit
TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis
Keterangan
- Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15 mg/kg) setiap
- Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya
gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus
segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera
- Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan
- Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
14
BAB IV
DOKUMENTASI
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24