Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN

PELAYANAN TB DOTS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ENDE


KABUPATEN ENDE

PEMERINTAH KABUPATEN ENDE


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
i
PEMERINTAH KABUPATEN ENDE
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENDE
Prof. Dr.W.Yohanes Ende,Propinsi Nusa Tenggara Timur
Telepon (0381) 21031-22026, Fax :(0381)22026

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENDE


KABUPATEN ENDE
NOMOR : 188.4/257/KEP/35.07.208/2018
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN TB DOTS
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENDE
KABUPATEN ENDE

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENDE


KABUPATEN ENDE
Menimbang a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Ende, diperlukan suatu proses pelayanan yang professional, cepat
dan tepat serta sesuai ketentuan dan standar yang berlaku
b. Bahwa untuk kepentingan tersebut diatas, perlu diterbitkan Keputusan Direktur
Tentang Panduan PPRA Di Rumah Sakit Umum Daerah Ende Kabupaten Ende.

Mengingat 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik


kedokteran
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 tetang
Akreditasi Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/MENKES/XI/1992
tentang pedoman organisasi Rumah Sakit Umum Daerah
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1438 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK
02.02/MENKES/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tubekulosis
9. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 811/MENKES/SK/X/ 2006
Tanggal 03 Oktober 2006 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Malang Milik Pemerintah Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
(Diktum ke 2 perihal peningkatan kelas Rumah Sakit dari kelas C menjadi kelas B
Non Pendidikan).
10. Peraturan Bupati Malang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan.
11. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang
Nomor: 56 tahun 2017 tentang Pembentukan Instalasi di Rumah Sakit Umum
Daerah ”Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang.

ii
MEMUTUSKAN :

Menetapkan:
Kesatu : Panduan Pelayanan TB DOOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan
Kabupaten Malang
Kedua : Panduan Pelayanan TB DOOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan
Kabupaten Malang sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Panduan Pelayanan TB DOOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan


Kabupaten Malang ini harus dibahas sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) tahun
sekali dan apabila diperlukan dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten
Malang.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Ende
Pada Tanggal : 5 September 2019

Direktur RSUD ENDE

Dr. ARIES DWI LESTARI

Nip:

iii
DAFTAR ISI

BAB I. DEFINISI 1
BAB II. RUANG LINGKUP 3
BAB III. TATA LAKSANA 5
BAB IV. DOKUMENTASI 15

iv
BAB I

DEFINISI

Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab terbesar penyakit dan kematian di dunia


khususnya di Asia dan Afrika, dan sejak tahun 2005 terdapat peningkatan kasus yang disebabkan
oleh pertumbuhan populasi di India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria. Di Indonesia,
TB juga masih menjadi masalahn utama kesehatan masyarakat. Kementrian kesehatan Republik
Indonesia mencata sebanyak 64.000 orang di wilayah Indonesia meninggal dunia akibat TB
selama tahun 2011.
Menyikapi hal tersebut, dunia telah menempati TB sebagai salah satu indicator
keberhasilan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) dan Indonesia merupakan salah
satu dari 189 negara yang menandatangani kesepakatan pembangunan melenium tersebut.
Untuk mencapai sasaran MDGs, khususnya mengenai pengendalian TB, strategi yang
direkomendasikan adalah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), DOTS sangat
penting untuk penanggulangan TB dan tetap menjadi komponen utama salam strategi
penanggulangan TB termasuk pengelolaan kasus kekebalan obat anti tuberculosis serta TB
terkait HIV.
Sejak akhir 2009, Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang telah mulai menajlankan
DOTS hingga sekarang. Memamng masih banyak kekurangan, namun diharapkan kualitas
pelaksanaan DOTS di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang dapat semakin
ditingkatkan.

A. Tujuan :

1. Mengetahui standar ketenagaan di Pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah


Kanjuruhan

Malang

2. Mengetahui standar fasilitas di pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah

Kanjuruhan Kepanjen Malang

3. Mengetahui tata pelayanan pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan

Malang

4. Mengetahui penyadiaan logistic di pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah

Kanjuruhan Malang

5. Mengetahui keselamatan pasien dalam pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah

Kanjuruhan Kabupaten Malang

1
6. Mengetahui keselamatan kerja dalam pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit Umum Daerah

Kanjuruhan Kabupaten Malang

7. Mengetahui pengedalian mutu pelayanan TB-DOTS Rumah Sakit

Umum Daerah KanjuruhanKabuapten Malang

B. Ruang Lingkup Pelayanan :

DOTS merupakan suatu strategi penanganan kasus TB yanag terkait dengan pelayanan pada
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Laboratorium,
Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi dan Rekam Medis.

C. Batasan Operasional :

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. DOTS (Directtly Observed Treatment Shortcourse) adalah

pengobatan penderita TB yang dilakukan dalam jangka pendek dan dilakukan dengan

pengawasan langsung terhadap penderita TB. Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat

di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien TB. Jejaring eksternal

adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas dan UPK

lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.

D. Landasan Hukum

1. Undang – Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

2. Undang – Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Pedoman Penerapan DOTS di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2007

4. Pedoman Nasional Pengelolaan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2011

5. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007 tentang Ekspansi TB

Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan / pengobatan Penyakit Paru

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor YM.02.08/III/67/07 tentang

Penatalaksanaan Tuberkulosis

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Kualifikasi Sumber Daya


Dalam melaksanakan pelayanan DOTS di Rumah Sakit Umum Daerah
KanjuruhanKabupaten Malang dipimpin oleh Koordinator DOTS. Distribusi ketenagaan TIM
TB-DOTS disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Unutk distribusi
ketenagaan TIM TB-DOTS disebutkan dalam table 2.1 sesuai dengan tugas masing-masing
panitia.
Tabel
Pola Ketenagaan
Jumlah
Jabatan Formal Non Formal Kondisi Keterangan
Kebutuhan
Koordinator Dokter Pelatihan 1 orang 1 orang cukup
DOTS spesialis atau Pelayanan
dokter umum tubercolusis
dengan strategi
DOTS di rumah
sakit (PPTS
DOTS)
Koordinator DIII Pelatihan 1 orang 1 orang Cukup
Instalasi Keperawatan Pelayanan
Rawat atau S1 tubercolusis
Inap Keperawatan dengan strategi
DOTS di rumah
sakit (PPTS
DOTS)
Koordinator DIII Pelatihan 1 orang 1 orang Cukup
Instalasi Keperawatan Pelayanan
Rawat atau S1 tubercolusis
Inap Keperawatan dengan strategi
DOTS di rumah
sakit (PPTS
DOTS)
Koordinator S1 Farmasi 1 orang 1 orang cukup
Farmasi atau D3 cukup
Farmasi
Koordinator D3 Analis Pelatihan 1 orang 1 orang cukup
Laboratorium Kesehatan Pelayanan
atau tubercolusis
SMAK dengan strategi
DOTS di rumah
sakit (PPTS
DOTS)
Koordinator Akadmi 1 orang 1 orang cukup
Rekam Medis Rekam
Medis
Jumlah 6 orang 6 orang

3
B. Distribusi Ketenagaan

Panitia DOTS berjumlah 6 orang dan sesuai dengan struktur organisasi TIM TB-DOTS terbagi

menjadi Koordinator TB-DOTS, Koordinator Instalasi Rawat Inap, Koordinator

Instalasi Rawat Jalan, Koordinator Farmasi, coordinator Laboratorium dan Koordinator

Rekam Medik.

C. Pengaturan Jaga

Pengeturan dinas Tim TB-DOTS yang belum full time

D. Denah Ruangan

Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang memiliki ruang khusus untuk unit

DOTS. Unit DOTS terletak di ruang poli

E. Standar Fasilitas

Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi

pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB

Kriteria

1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB (Unt TB-DOTS) yang berfungsi sebagai

pusat pelayanan TB di RUmah Sakit meliputi kegiatan diagnostic, pengobatan ,

pencatatan dan pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal atau eksternal DOTS

2. Ruangan tersebut memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengedalian Infeksi


Tuberkulosis (PPI-TB)

3. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB

4. Tersedia ruangan atau sarana bagi penyelenggaraan KIE (Komunikasi, Informasi, dan

Edukasi) terhadap pasien TB dan keluarga

5. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak

4
BAB III

TATA LAKSANA

A. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB

Kriteria Suspek TB

a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk berdahak 2 minggu atau

lebih dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopi (BT A SPS)

b. Semua kontak dengan pasien TB PAru BTA posistif yang menunjukan gejala yang sama

harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak

c. Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukan gejala yang sama harus

dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak

Untuk pasien anak-anak, kriteria suspek TB adalah sebagai berikut:

a. Kontak erat dengan penderita TB BTA positif

b. Reaksi cepat BCG (timbul kemerahan di lokasi suntikan salam 3-7 hari setelah immunisasi

BCG)

c. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat badan turun tanpa

sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah

dengan penanganan gizi

d. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (singkirkan dulu

kemungkinan ISK, Malaria, demam typoid dan lain-lain)

e. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

f. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilia, inguinal) g.

Skrofuloderma

h. Tes Tuberculin positif (>10mm)

i. Konjungtivitis fliktenularis

5
Pemeriksaan/follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada keluarga TB harus

dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau

pengobatan pencegahan.

Semua suspek TB dilaporkan kepada unit DOTS melalui koordinator Instalasi Rawat Inap /

Instalasi Rawat Jalan dengan menggunakan form yang telah disediakan

B. Tatalaksana Penegakan Diagnosa TB

a. TB Paru Dewasa

Penegakkan diagnose TB Paru dilakukan dengan pemeriksaan dahak mikroskopis

atau BTA Sewaktu Pagi Sewaktu (BTA SPS). Pemeriksaan penunjang lainnya seperti

foto dada, pemeriksaan darah, dan lain-lain dapat digunakan sebagai penunjang. Tidak

dibenarkan menegakkan diagnose TB Paru hanya berdasarkan foto thorak saja

b. TB Paru Anak

Untuk pasien anak yang dapat mengeluarkan dahak, penegakkan diagnose TB

Paru tetap menggunakan pemeriksaan dahak BTA SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) . Untuk

anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak, diagnose TB ditegakkan dengan

menggunakan system skoring. Diagnosa TB ditegakkan jika nilai skoring >= 6

c. TB Ekstra Paru

Metode yang dipakai untuk menegakkan TB Ekstra Paru bervariasi tergantung

organ yang terkena, misalnya : Patologi Anatomi, Radiologi dan lain-lain. Semua pasien

yang tegak diagnose TB Ekstra paru, harus diperiksa BTS SPS nya, untuk menyingkirkan

kemungkinan didapatkan pada TB paru.

Pemeriksaan mikroskopis dahak (BTA Sewaktu Pagi Sewaktu) dilakukan untuk

mencari kuman Mycobacterium tuberculosis sebanyak 3 kali pemeriksaan dahak dengan

minimal 1 kali dahak bangun tidur pagi.

6
C. Tata Laksana Pengobatan TB

Sesuai dengan strategi DOTS, maka pengobatan TB dilakukan dengan pengawasan

langsung dan alam jangka pendek. Prinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut

a. Adanya PMO (Pengawas Menelan Obat)

PMO merupakan orang yang ditunjuk untuk memastikan pasien TB menelan OAT (Obat

Anti Tuberkulosis) secara rutin dan dengan cara yang benar. PMO dapat berasal dari

petugas kesehatan, kader kesehatan dan keluarga pasien

b. Kombinasi OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan

OAT tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia adalah:

1. Kategori 1 : 2HRZE / 4 H3R3


2. Kategori 2 : 2HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3
3. OAT sisipan : HRZE
4. OAT Anak : 2HRZ / 4 HR
Catatan : H : Izoniasside
R : Rifampicine
Z : Pirazinamide
E : Etambutol
S : Strptomycine

7
Tabel 3.3 Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama

Dosis yang direkomendasikan


Jenis Obat Sifat
Harian 1 x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)


Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Stretomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-10) 30 (20-35)

Tabel 3.4 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1

Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali


Berat Badan selama 56 hari RHZE ( seminggu selama 16 minggu
150/75/400/275) RH ( 150/150 )

30-37 kg 2 Tablet 4KDT 2 Tablet 2KDT


38-54 kg 3 Tablet 4KDT 3 Tablet 2KDT

55-70 kg 4 Tablet 4KDT 4 Tablet 2KDT


≥ 71 kg 5 Tablet 4KDT 5 Tablet 2KDT

Tabel 3.5 Dosis paduan OAT –Kombipak untuk kategori 1

Dosis per hari / kali

Jumlah
Tahap Lama Tablet Tablet hari/kali
pengobatan pengobatan Kaplet Tablet menelan
isoniasid Etambutol
Rifampisin pirazinamid obat
@ 300 @ 250
@ 450 mqr @ 500 mqr
mqr mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

8
Tabel 3.6 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tahap lanjutan
Tahap Intensip Tiap
3 kali seminggu
Berat badan hari selama 56 hari
selama 16 minggu

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu


2 tab 4KDT 2 tab 4KDT
30 – 37 kg + 500 mg Streptomisin inj 2 tab 4KDT + 2 tab Etambutol

3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT


38 – 54 kg + 750 mg Streptomisin inj + 3 tab Etambutol

4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT


55 – 70 kg
+ 500 mg Streptomisin inj + 4 tab Etambutol

2 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT


>70 kg
+ 1000 mg Streptomisin inj + 5 tab Etambutol

Tabel 3.7 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tablet Kablet Tablet Etambutol Strepto Jumlah


Lama Isoniasid Rifampi Pirazina Tablet Tablet misin hari/ kali
Tahap
pengobata @ 300 sin @ mid @ @ 250 @ 400 injeksi menelan
pengobatan
n mgr 450 500 mgr mgr mgr obat
mgr
Tahap intensif ( 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 - 28

Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60


( dosis 3x
semggu)

Tabel 3.8 Dosis KDT untuk sisipan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE


Berat Badan ( 150 / 75 / 400 / 275 )

30 – 37 kg 3 tablet 4DKT
38 – 54 kg 4 tablet 4DKT
55 – 70 kg 5 tablet 4DKT
≥ 71 kg 6 tablet 4DKT

9
Tabel 3.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan
Tablet Jumlah
Tablet Kaplet Tablet Etambut hari/kali
Tahap Lamanya
Isoniacid Rifampisin Pirazinamid @ 250 menelan
pengobatan Pengobatan
@ 300mg @ 450 mgr @ 500 mgr mgr
obat

Tahap
Intensif
( dosis 1 Bulan 1 1 3 3 28
harian )

Tabel 3.9 Dosis OAT Kombipak pada anak


Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 – 19 kg BB 20 – 32 kg

Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 3.10 Dosis OAT KDT pada anak


2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari
Berat badan ( kg ) ( 75/50/150) RH ( 75/50 )

5-9 1 tablet 1 tablet

10 – 14 2 tablet 2 tablet

15 – 19 3 tablet 3 tablet

20 - 32 4 tablet 4 tablet

Tabel 3.11 Pilihan paduan pengobatan ARV pada ODHA dengan TB

Obat ARV lini pertama / Paduan pengobatan ARV


pada waktu TB didiagnosis Pilihan obat ARV
lini kedua

10
Lini pertama 2 NRTI + EFV Teruskan dengan 2 NRTI +
EFV
2 NRTI + NVP* Ganti dengan 2 NRTI + EFV
atau ganti dengan 2 NRTI +
LPV/ r
Lini kedua 2 NRTI + PI Ganti kea tau teruskan ( bila
sementara menggunakan )
paduan mengandung LPV/r

Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan coordinator Rawat JAlan atau coordinator

DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari Instalasi Rawat JAlan maupun Instalasi

Rawat Inap harus ACC coordinator Rawat Jalan atau coordinator DOTS

D. Tata Laksana Follow Up Pasien TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB Paru dewasa dilaksanakan dengan

pemeriksaan ulang dahak mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan

memeriksa specimen dahak sebanyak dua kali (Sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan

dinyatakan negative bila ke 2 spesimen tersebut negative. Bila salah satu specimen positif

atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

• PAda TB Paru BTA Positif follow up BTA S-P dilakukan pada akhir intensif akhis sisipan

(jika ada), 1 bulan sebelum akhir pengobatan, dan akhir pengeobatan

• Pada TB Paru BTA Negatif follow up BTA S-P dilaksanakan pada akhir intensif saja

• Pada TB Ekstra Paru dan TB Ana (tanpa pemeriksaan BTA SPS), follow up dilakukan

dengan pengamatan keluhan dan kondisi klinis

Untuk menjaga agar pasien TB rutin berobat, disepakati waktu control pasien TB adalah 1-2

minggu sekali dalam fase intensif dan 1 bulan sekali dalam fase lanjutan. Apabila pasien tidak

datang control (mangkir) 2 hari dalm fase intensif dan 1 minggu dalam fase lanjutan, petugas

DOTS harus berkoordinasi dengan puskesmas wilayah dan atau dinas kesehatan untuk

pelacakan pasien. Hubungan dengan puskesmas maupun dinas kesehatan dapat dilakukan

melalui telepon (HP / telepon Rumah Sakit Panti Nirmala)

11
E. Tata Laksana Screening Faktor Risiko HIV-AIDS Dan TB MDR

a. Screening HIV

Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan begitu pula

sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa keberhasilan pengendalian

HIV, oleh karena itu, setiap pasien TB yang baru diobati harus dievaluasi faktor risiko HIV-

nya. Apabila seorang pasien TB dinilai berisiko terhadap kemungkinan HIV-AIDS, pasien

tersebut harus dirujuk ke layanan VCT.

b. Screening TB MDR

TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh hasil Mycobacterium tuberculosis yang

telah resistan terhadap INH dan rifampicin secara bersamaan, dengan atau tanpa

resistensi terhadap OAT ini pertama lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB MDR diawali

dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB adalah semua orang yang mempunyai

gejala TB dan memenuhi salah satu kriteria TB MDR. Apabila ditemukan suspek TB MDR

(RS dr. Saiful Anwar Malang), untuk pemeriksaan lebih kanjut. Rujukan menggunakan

form khusus rujukan suspek TB MDR dan dicatat dibuku daftar suspek Tb MDR.

F. Tata Laksana Rujukan Pasien TB

Merujuk pasien TB berarti memindahkan pengobatan TB ke UPK lain ada 2 jenis rujukan

pengobatan TB yaitu:

a. Rujukan awal : Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang hanya

menegakkan diagnose TB seluruh pengobatan dilakukan di UPK lain mulai dari awal

b. Rujukan Tengah Pengobatan : Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten

Malang memulai pengobatan dan di tengah pengobatan memindah pasien TB ke UPK

lain

Ruang Instalasi Rewat Inap atau poliklinik yang akan merujuk pasien TB harus berkoordinasi

dengan Unit DOTS melalui coordinator rawat jalan. Form yang akan dipakai untuk merujuk

pasien TB adalahTB09 dan data pasein yang dirujuk harus dicatat di buku rujukan TB

G. Kekebalan dan Pencegahan

1) Vaksinasi BCG pada Anak


12
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari Mycobacterium
bovis.

Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan Imunisasi diberikan


pada bayi

0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji
tuberkulin.

Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian

Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah

terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia

muda. Saat ini vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti

memberi perlindungan tambahan. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu

: 1. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis

TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan

amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif

selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi

tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan 2. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan diberikan

imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah

terinfeksi HIV atau tidak. Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah

vaksinasi BCG. Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder,

adenitis supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama

beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten dipertimbangkan

untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan imunodefisiensi mungkin

memerlukan rujukan. 2) Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid

Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA sputum

positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit

TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis

atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah

terjadinya sakit TB.

Cara pemberian Isoniazid untuk Pencegahan sesuai dengan tabel berikut:


13
Umur HIV Hasil Pemeriksaan Tata laksana

Balita (+)/(-) Infeksi laten TB INH profilaksis

Balita (+)/(-) Kontak (+), Uji tuberkulin (-) I INH profilaksis

> 5 th (+) Infeksi laten TB INH profilaksis

> 5 th (+) Sehat INH profilaksis

> 5 th (-) Infeksi laten TB Observasi

> 5 th (-) Sehat Observasi

Keterangan

- Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15 mg/kg) setiap

hari selama 6 bulan.

- Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya

gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus

segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera

ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal.

- Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan

pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.

- Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah

pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

14
BAB IV

DOKUMENTASI

1. TB 05, Blanko pemeriksaan Sputum


2. TB 06, Buku daftar suspek TB yang dilakukan pemeriksaan sputum
3. TB 04, Form Laboratorium hasil pemeriksaan laboratorium
4. TB 03, Buku daftar penderita TB yang diobati sejak awal sampai dengan sembuh
5. TB 09, Form Rujukan penderita TB
6. TB 01, Form Pengobatan penderita TB sejak awal sampai denga sembuh
7. TB 02, Form kontrol Pasien TB

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Anda mungkin juga menyukai