Oleh:
Henni Suryaningsih
NIM. 23142010121
2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2021, sebesar 68% balita
yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA, khususnya pneumonia.
ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan
persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat
ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita (Chayani et al., 2023).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten 2023 ada 520.561
kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dialami warga Banten selama
periode Januari-Juli 2023.Jumlah tersebut dihimpun berdasarkan catatan kasus ISPA
yang ditemukan di fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat di Banten.Adapun
kasus ISPA di Banten paling banyak terjadi pada balita atau anak di bawah usia lima
tahun. Selama Januari-Juli 2023 sudah ada 191.033 kasus balita ISPA, terdiri dari kasus
pneumonia berat dan bukan pneumonia berat. kata Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji
Hastuti, Dinas Kesehatan Kota Tangerang mengklaim tidak ada lonjakan kasus Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) secara signifikan. Walaupun kualitas udara di wilayah
Kota Tangerang dan sekitarnya dinilai buruk akibat polusi. “Tidak ada kenaikan kasus
ISPA secara signifikan di Kota Tangerang. Meskipun saat ini sedang terjadi polusi
udara”. Karta Kepala Dinas Kota Tangerang , menjelaskan, kasus ISPA polanya akan
sama dari tahun ke tahun. Kasus tersebut akan mulai meningkat pada bulan September
lalu puncaknya berada di bualn Oktober sampai November, kemudian kasusnya akan
kembali turun setelah bulan Maret. “Secara pola saat ini di Kota Tangerang masih sama
seperti tahun-tahun sebelumnya. Memang ada kenaikan, tapi masih diambang normal,
dan tidak menjadi angka tertinggi dibanding survelens lima tahun terakhir”.
Kompas.com, Jumat (8/9/2023).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Amaliyah, 2023) dengan judul “Hubungan
Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Pada Balita”
didapatkan 122 orang balita terkena ISPA dan 126 orang balita yang terpapar asap
rokok. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Wahyudi et al., 2021)
dengan judul “Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten
Lampung Tengah” didapatkan hasil sebanyak 30 responden (57,7%), menderita ISPA.
Sedangkan dari 49, balita yang tidak terpapar asap rokok, sebanyak 12 balita. Dan
penelitian yang dilakukan penelitian (Triola et al., 2021) melaporkan bahwa sebagian
besar kerabat balita pengidap ISPA adalah perokok. sejalan dengan (Phetruang, 2023)
The relationship between birth weight, and smoke exposure at home in early childhood
was found to be significantly related to respiratory problems.
a. Ada banyak anak balita yang terkena ISPA akibat paparan asap rokok
b. Berdasarkan data ada banyak kasus ISPA yang di alami oleh balita di negara
berkembang.
c. Berdasarkan data dikota Tangerang kasus ISPA polanya akan sama dari tahun ke
tahun. Kasus tersebut akan mulai meningkat pada bulan September lalu puncaknya
berada di bulan Oktober sampai November, kemudian kasusnya akan kembali turun
setelah bulan Maret.
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian ISPA
(BP) pada balita usia 0–5 tahun di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh”.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi paparan asap rokok yang menjadi penyebab ISPA (BP) pada
balita usia 0–5 tahun.
F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan
serta pembanding yang dapat dikembangkan pada penelitian yang akan datang.
b. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi
sumber referensi serta menambah publikasi di Universitas Muhammadiyah
Tangerang.
c. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam
memberikan informasi kepada ibu yang memiliki balita untuk memperhatikan
faktor-faktor risiko terjadinya pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Keterpaparan Asap Rokok
Rokok menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa rokok menyebabkan maslaah kesehatan
yang fatal yang menjadi penyebab kematian kurang lebih 6 juta orang pertahun.
Merokok telah diketahui dapat mengganggu kesehatan. Gangguan kesehatan ini
dapat disebabkan oleh nikotin yang berasal dari asap arus utama dan arus samping
dari rokok yang dihisap oleh perokok. Dengan demikian penderita tidak hanya
perokok sendiri (perokok aktif) tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap
rokok atau disebut perokok pasif. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan dapat
berupa bronkhitis kronis, emfisema, kanker paru-paru, laring, faring, esophagus,
kandung kemih, penyempitan pembuluh nadi, dan lain-lain.
Keterpaparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat
menyebabkan berbagai macam dampak buruk terutama Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA). Keterpaparan asap rokok juga dapat meningkatkan risiko kanker paru-
paru pada orang yang terpapar asap rokok atau biasa disebut perokok pasif (Rifqi et
al., 2022). Asap rokok memiliki kandungan yang dapat merugikan bagi tubuh.
Rusaknya paru sebagai target utama dan langsung terkena asap rokok dapat
dijelaskan dengan adanya paparan agen kimia didalam rokok, namun efek yang
menyebabkan penyakit kronik pada sistem organ lain kemungkinan adalah hasil
pajanan secara tidak langsung. Merokok juga merupakan faktor resiko utama
terhadap penyakit kardiovaskuler, mekanisme potensial yang disebabkan
merokok akan meningkatkan resiko penyakit (Mustofa & Fahmi, 2021).
2. Pengertian Balita
Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun atau biasa digunakan
perhitungan bulan yaitu 12-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai
tahapan perkembangan 28 anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan
penyakit. Masa balita merupakan masa dimana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat sehingga sering disebut dengan golden age (Faiqah &
Suhartatik, 2022).
4. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti
sinus, 8 rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada balita dan anak-anak mulai
dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat jika masuk kedalam jaringan paru-
paru akan menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Siregar, 2021).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas
atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan (Arsin et al,
2020). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut salah satu bagian
atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ
adneksanya yaitu sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
5. Epidemiologi ISPA
Penyakit ispa sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan tiga samapi enam tahun, artinya dalam setahun anak
mendapatlan serangan pilek tiga sampai enam kali setahun angka kesakitan di kota
cenderung lebih besar dibandingkan dengan di desa. Menurut (Aisyah et al., 2021)
menyebutkan bahwa jenis kelamin anak balita tertinggi adalah perempuan sebesar
65 orang (61,9%) dan jenis kelamin anak balita terendah adalah laki-laki sebesar 40
orang (38,1%). Sehingga jumlah penderita ISPA pada anak balita yaitu sebesar 36
orang (34,3%).
6. Klasifikasi ISPA
Menurut (Halimah, 2019) klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan
golongannya dan golongan umur yaitu :
a. ISPA berdasarkan golongannya :
1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli)
2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang
tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otomatis media).
b. ISPA dikelompokkan berdasaran golongan umur yaitu :
1) Untuk anak usia 2-59 bulan :
a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari 50 kali
permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk
usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
b) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan
sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2- 11 bulan dan
frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia
12-59 bulan), serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
c) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing)
dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere chest
indrawing).
2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan
Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali permenit
dan tidak ada tarikan dinding dada.
a) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60
kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa
nafas cepat secara anatomis yang termasuk infeksi saluran
pernapasan akut:
b) ISPA ringan (bukan pneumonia) ditandai dengan satu atau lebih
gejala berikut :
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
3. ISPA sedang (pneumonia) meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau
lebih gejala berikut :
c) Pernafasan cepat
d) Wheezing (nafas menciut-ciut)
e) Sakit atau keluar cairan dari telinga
f) Bercak kemerahan (campak)
g) ISPA berat (pneumonia berat) meliputi gejala sedang atau ringan
ditambah satu atau lebih gejala berikut :
1. Penarikan sela iga kedalam sewaktu Inspirasi
2. Kesadaran menurun
3. Bibir/kulit pucat kebiruan
4. Stidor (nafas ngorok) sewaktu istirahat
5. Adanya selaput membrane difteri (TAMPUBOLON, 2019)
B. Etiologi ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
jamur dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus
Pneumoniea, Pneumococcus, Strepococus Pyogenes Staphylococcus Aureus,
Haemophilus Influenza, dan lain-lain. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
Influenza, Adenovirus, Sitomegagalovirus. Jamur penyebab ISPA antara lain
Aspergilus Sp, Gandida Albicans Histoplasm, dan lain-lain. Penyakit ISPA selain
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur juga disebabkan oleh aspirasi seperti
makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, cairan amnion pada saat
lahir, benda asing (biji-bijian) mainan plastic kecil, dan lain-lain (Chayani et al.,
2023).
Terjadinya ISPA tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kondisi lingkungan
(polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan bakar memasak, kepadatan
anggoata keluarga, kondisi ventilasi rumah kelembaban, kebersihan, musim, suhu),
ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan serta langkah- langkah
pencegahan infeksi untuk pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan 10
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum)
dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya tular, faktor virulensi misalnya
gen, jumlah atau dosis mikroba) (Jeni et al., 2022). Kondisi lingkungan yang
berpotensi menjadi faktor risiko ISPA adalah lingkungan yang banyak tercemar
oleh asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, asap hasil pembakaran serta
benda asing seperti mainan plastik kecil.
Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat, yaitu dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam
macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernapas,
sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam (Rosana, 2016). Gejala ISPA
berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut (Rosana, 2016):
1) Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
2) Batuk.
a) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis).
b) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
c) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.
1) Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur
2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
D. Patofisiologi ISPA
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri juga dapat terlibat
sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua yang infeksi
mengakibatkan respon imun dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan
edema jaringan atau terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan
produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung
tersumbat, sputum berlebih, dan rabas hidung (pilek). Sakit kepala, demam ringan
juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi. Meskipun saluran nafas atas langsung
terpajan dengan lingkungan, infeksi relative jarang meluas menjadi infeksi saluran
nafas bawah yang mengenai bronchus atau alveolus. Terdapat banyak mekanisme
perlindungan disepanjang saluran nafas untuk mencegah infeksi range dari mikroba
pathogen yang menginfeksi bervariasi sangat luas seperti bakteri, mycobacterium,
myoplasma, chlamidia, jamur dan virus padahal karakteristik biologis, gambran
perilaku dan lingkungan dari organisme-organisme ini berbeda satu sama lainnnya
dalam menimbulkan penyakit pernafasan (Ns. Gita Adelia, M.Kep, Ns. M.
Zul’irfan, M.Kep, Ns. Yunisman Roni, M.Kep, Ns. Nia Khusniyati M., M.Kep, Ns.
Dendy Kharisna, M.Kep, Ns. Bayu Azhar, M.Kep, Dr. Agnes Batmomolin,
S.Kep.Ns.M.Kes, Ns. Angga Arfina, M.Kep, Ns. Wardah, M.Kep, Iqlila Romaidha,
S, 2023).
ISPA merupakan penyakit yang dapat menyebar melalui udara (air borne
disease). ISPA dapat menular bila agen penyakit ISPA, seperti virus, bakteri, jamur,
serta polutan yang ada di udara masuk dan mengendap di saluran pernafasan
sehingga 12 menyebabkan pembengkakan mukosa dinding saluran pernafasan dan
saluran pernafasan tersebut menjadi sempit. Agen mengiritasi, merusak,
menjadikan kaku atau melambatkan gerak rambut getar (cilia) sehingga cilia tidak
dapat menyapu lendir dan benda asing yang masuk di saluran pernafasan.
Pengendapan agen di mucociliary transport (saluran penghasil mukosa)
menimbulkan reaksi sekresi lendir yang berlebihan (hipersekresi). Bila hal itu
terjadi pada anak-anak, kelebihan produksi lendir tersebut akan meleleh keluar
hidung karena daya kerja mucociliary transport sudah melampaui batas. Batuk dan
lender yang keluar dari hidung itu menandakan bahwa seseorang telah terkena
ISPA. Seseorang yang terkena ISPA bisa menularkan agen penyebab ISPA melalui
transmisi kontak dan transmisi droplet. Transmisi kontak melibatkan kontak
langsung antar penderita dengan orang sehat, seperti tangan yang terkontaminasi
agen penyebab ISPA. Transmisi droplet ditimbulkan dari percikan ludah penderita
saat batuk dan bersin di depan atau dekat gan orang yang tidak menderita ISPA.
Droplet tersebut masuk melalui udara dan mengendap di mukosa mata, mulut,
hidung, dan tenggorokan orang yang tidak menderita ISPA. Agen yang mengendap
tersebut menjadikan orang tidak sakit ISPA menjadi sakit ISPA.
E. Komplikasi ISPA
Komplikasi yang dapat terjadi, pada penyakit ISPA (Saraswati et al., 2022),
antara lain;
a. Infeksi Pada Paru
Kuman penyebab ISPA akan masuk kedalam system pernafasan yaitu
bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus dan alveoli sehingga pasien
akan sulit bernafas karena ada sumbatan pada jalan nafas oleh penumpukan
secret hasil produksi kuman pada rongga paru.
b. Infeksi Selaput Otak
Kuman juga mampu menjangkau selaput otak sehingga menginfeksi
selaput otak dengan menumpukan cairan yang mampu mengakibatkan
meningitis.
c. Penurunan Kesadaran
Infeksi dan penumpukan cairan pada selaput otak menyebabkan
terhambatnya suplay oksigen dan darah menuju otak sehingga otak kekurangan
oksigen dan terjadilah hipoksia pada jaringan otak.
d. Kematian
Penanganan yang lambat dan tidak tepat pada pasien ISPA dapat
memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman sehingga pasien
akan mengalami henti nafas dan henti jantung.
b. Faktor ekstrinsik :
1) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko
terjadinya ISPA seperti diantaranya :
a) Ventilasi
Ventilasi merupakan tempat daur ulang udara yaitu tempatnya
udara masuk dan keluar. Ventilasi yang dibutuhkan untuk
penghawaan didalam rumah yakni ventilasi yang memiliki luas
minimal 10% dari luas lantai rumah. Ventilasi rumah mempunyai
banyak fungsi. Fungsi yang pertama adalah menjaga agar aliran
udara dalam 24 rumah tetap segar sehingga keseimbangan O 2 tetap
terjaga, karena kurangnya ventilasi menyebabkan kurangnya O2
yang berarti kadar CO2 menjadi racun. Fungsi yang kedua adalah
untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen dan menjaga agar rumah selalu tetap dalam
kelembaban yang optimum. Dengan adanya ventilasi yang baik
maka udara segar dapat dengan mudah masuk kedalam rumah
sehingga kejadian Ispa akan semakin berkurang.
b) Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga.
Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di
dalam ruangan seperti pembakaran bahan bakar yang digunakan
untuk memasak. Saat ini sebagian masyarakat pedesaan masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ditambah lagi dengan
kebiasaan ibu yang membawa bayi atau anak balitanya di dapur
yang penuh asap sambil memasak akan mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terkena ISPA.
c) Perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah.
Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat menimbulkan asap
yang tidak hanya dihisap oleh perokok, tetapi juga dihisap oleh
orang yang ada disekitarnya termasuk anak-anak. Satu batang
rokok yang dibakar anak mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen
cianida, ammonia, akrolein, acetilen, benzol dehide, urethane,
methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan
lainnya, sehingga paparan asap rokok dapat mengingkatkan risiko
kesakitan pernafasan khususnya pada anak berusia kurang dari 2
tahun. Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap
mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar
dinamakan asap slidestrea. Polusi udara yang diakibatkan oleh
asap slidestream dan asap mainstream yang sudah teekstrasi
dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan.
Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok
pasif atau perokok terpaksa. Sehingga balita dalam rumah tangga
tersebut memiliki risiko tinggi untuk terpapar dengan asap rokok.
G. Pencegahan ISPA
Menjaga kesehatan gizi yang baik dapat mencegah dan terhindar dari
penyakit salah satunya penyakit ISPA yaitu dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur,
serta istirahat yang cukup. Semuanya itu akan menjaga badan tetap sehat.
Dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin meningkat,
sehingga dapat mencegah virus atau bakteri penyakit yang akan masuk ke
tubuh.
b. Imunisasi
H. Penatalaksanaan ISPA
Beberapa hal yang harus dilakukan ibu untuk mengatasi ISPA pada balita dirumah
yaitu (Widianti, 2020):
1. Mengatasi Demam
Anak dikatakan demam apabila suhu tubuhnya melampaui 37,5◦C yang
diukur melalui ketiak. Mengatasi demam dapat dilakukan dengan cara
memberikan kompres hangat dengan kain bersih dengan cara handuk di
celupkan pada air hangat suam-suam kuku lalu perasan handuk diletakan pada
dahi atau ketiak anak. Selain itu supaya penurunan panas dapat dilakukan
dengan pemberian paracetamol. Paracetamol diberikan sehari empat kali setiap
enam jam untuk waktu dua hari dengan dosis yang dianjurkan yaitu (10mg/kg
BB).
2. Mengatasi Batuk
Anak Ketika batuk dianjurkan memberikan obat batuk yang aman
misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh yang
dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali
sehari.
3. Pemberian Makanan
Anak harus mendapatkan semua sumber zat gizi yaitu seperti nasi yang
mengandung karbohidrat, telur atau daging ayam serta susu yang
mengandung protein, sayur toge atau brokoli serta kentang yang
mengandung mineral, dan vitamin dalam jumlah yang cukup karena saat
anak sedang sakit maka kebutuhan gizi anak akan meningkat. Hal ini
penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan mencegah
malnutrisi. Pada bayi dengan usia kurang dari 4 bulan, berilah ASI lebih
sering ketika sakit.
a) Pneumonia berat
Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya.
b) Pneumonia
Diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin, atau penisilin prokain.
c) Bukan pneumonia
Tanpa pemberian obat antibiotik hanya diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
ada zat yang merugikan seperti Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya
bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman Streptococcus dan harus
diberi antibiotik (Penisilin) selama 10 hari.
I. Konsep Perilaku Merokok
1. Definisi Perilaku
Perilaku menurut kamus besar bahasa Indonesia (2014) merupakan suatu
tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan. Menurut Robert Kwick
(dikutip di Donsu, 2019) perilaku adalah sebagian tindakan seseorang yang dapat
dipelajari dan diamati.
Menurut sudut pandang biologis perilaku adalah suatu aktivitas seseorang dan
perilaku terbentuk berdasarkan pengamatan, sedangkan berdasarkan sudut pandang
operasional perilaku merupakan tanggapan seseorang ketika diberikan rangsangan
dari luar. Berbeda dengan Ensiklopedia Amerika yang mengatakan perilaku adalah
suatau bentuk aksi-reaksi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Reaksi inilah yang
biasa disebut rangsangan (Donsu, 2019). Berdasarkan pendapat diatas dapat
diartikan perilaku sebagai proses interaksi manusia dengan lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi bentuk manifestasi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk bertahan hidup dan mempertahankan
dirinya
2. Perilaku Merokok
Perilaku manusia merupakan reaksi individu yang diwujudkan dengan
tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini
rangsangan tersebut adalah rokok. Kebiasaan merokok bukanlah hal baru.
Merokok merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan mengingat bahwa merokok merupakan salah satu faktor
resiko utama dari beberapa penyakit kronis yang dapat menyebabkan
kematian. Merokok juga merupakan faktor resiko dari 4 penyakit tidak
menular, disamping pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik,
dan konsumsi alkohol. Hal ini menunjukkan rokok merupakan permasalahan
besar bagi kesehatan masyarakat apalagi jika orang tua yang memiliki balita
dirumah.
Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia seakan sudah
membudaya, meskipun banyak perokok yang sebenarnya menyadari dan
mengakui adanya bahaya bahwa kebiasaan merokok akan dapat memicu
timbulnya kanker dan penyakit-penyakit lainnya didalam tubuh mereka.
Tetapi mereka tetap tidak mau berhenti merokok dengan alasan bahwa sudah
terlambat bagi mereka untuk berhenti. Sebagian besar masyarakat Indonesia
masih menganggap merokok adalah perilaku yang wajar dalam kehidupan
sosial. Generasi muda memiliki tingkat penyebaran yang tinggi menjadi
perokok pemula. Terdapat masalah yang juga dikenal kelompok rentan, yaitu
kelompok dengan prevalensi tinggi sehingga memiliki kemungkinan yang
besar melakukan tindakan merokok.
Masyarakat rentan berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan dan perilaku, terutama pemahaman bahaya merokok. Selain itu
tingkat ekonomi keluarga juga khususnya keluarga miskin dan keluarga yang
lebih memprioritaskan belanja rokok dibanding kebutuhan yang lainnya.
Pengetahuan masyarakat yang masih rendah meskipun telah terbukti dengan
jelas tentang bahaya merokok, hanya sedikit dari diperkirakan lebih dari 50%
penduduk Indonesia dengan usia dewasa memiliki kebiasaan merokok.
Status merokok dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah orang yang sering mengkonsumsi rokok dalam
jumlah kecil walaupun hanya 1 batang sehari, atau orang yang merokok
walaupun bukan kegiatan sehari-hari atau sekedar coba-coba (P2PTM
Kementerian Kesehatan RI, 2019).
b. Perokok Pasif
Bukan seorang perokok tetapi orang yang menghirup asap rokok orang
lain atau seseorang yang berada dalam ruangan tertutup dengan perokok
tersebut (P2PTM Kemenkes RI, 2018).
1. Acrolein adalah cairan tidak berwarna, seperti aldehida. Zat tersebut diperoleh
dengan mengekstraksi cairan dari gliserin atau mengeringkannya. Zat tersebut
mengandung alkohol lebih banyak atau lebih sedikit. Cairan ini sangat berbahaya
bagi kesehatan.
2. Karbon Monoksida adalah gas yang tidak berbau. Unsur ini dihasilkan oleh
pembakaran arang atau karbon yang tidak sempurna. Zat tersebut sangat beracun.
Jika hemoglobin penuh dengan karbon monoksida, oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin ke dalam tubuh akan berkurang. Karena itu, seseorang akan mengalami
hipoksia. Karena otot membutuhkan banyak ATP, karbon monoksida bisa membuat
orang mudah lelah.
3. Nikotin adalah cairan berminyak tidak berwarna yang dapat menghasilkan rasa
yang sangat asam. Nikotin mencegah rasa lapar menyusut. Inilah mengapa
seseorang tidak merasa lapar 32 karena merokok. Inilah sebabnya mengapa
seseorang yang berhenti merokok menjadi gemuk karena dia selalu lapar.
4. Ammonia adalah gas tak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini
sangat mengiritasi dan memiliki bau yang sangat menyengat. Amonia dengan
mudah masuk ke sel manusia.
1) Formic Acid adalah cairan tak berwarna yang bergerak bebas dan dapat
menghasilkan lepuh. Cairan ini sangat tajam dan berbau tidak sedap. Zat ini
membuat orang merasa seperti digigit semut.
2) Zat adalah zat paling ringan dan mudah terbakar. Ini mungkin sama
berbahayanya dengan bahaya bom hidrogen. Zat tersebut sangat efektif
mencegah pernapasan. Sianida merupakan zat yang mengandung racun yang
sangat berbahaya.
3) Nitrous Oxide adalah gas tidak berwarna yang menyebabkan hilangnya
kewarasan dan rasa sakit saat dihirup.
4) Nitrous oksida adalah kelas zat yang pada awalnya digunakan sebagai obat
bius (anestesi) selama pembedahan.
5) Formaldehida adalah gas tak berwarna dengan bau menyengat. Gas
diklasifikasikan sebagai pengawet dan pestisida. Salah satu jenis
formaldehyde adalah formalin. Ini karena formaldehida sangat beracun bagi
semua makhluk hidup.
6) Phenol adalah campuran kristal yang disuling dari beberapa zat organik
(seperti kayu dan batang), itu juga diperoleh dari arang. 33 Zat ini beracun
dan sangat berbahaya. Fenol mengikat protein dan mencegah aktivitas enzim.
7) Hydrogen Sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dengan bau yang
menyengat. Zat ini menghambat oksidasi enzim.
8) Pyridine adalah cairan tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Itu
diperoleh dari distilasi minyak tulang, arang, dan dari peluruhan jenis alkohol
tertentu (zat alkali dari tumbuhan). Piridin juga ada di tembakau. Zat tersebut
dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol, digunakan sebagai pelarut,
insektisida, dan juga telah digunakan sebagai obat asma.
9) Methyle Chloride adalah campuran zat dengan rongga atas nama hidrogen,
dan karbon adalah elemen utamanya. Zat tersebut merupakan senyawa
organik yang sangat beracun. Uap yang dihasilkan bisa bertindak sebagai obat
bius.
10) Methanol adalah cairan ringan, mudah menguap dan mudah terbakar. Cairan
tersebut diperoleh dengan memurnikan kayu atau mensintesis karbon
monoksida dan hidrogen. Meminum atau menghirup metanol dapat
menyebabkan kebutaan dan bahkan kematian.
11) Tar disebut Ter zatnya adalah cairan kental berwarna coklat tua atau hitam
yang bisa diperoleh dari kayu atau arang dengan distilasi. (Nainggolan, 2012).
1 Martayani1 et.al Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi
2020 Asap Rokok rancangan case-control merokok di dalam rumah, di sebelah balita atau
Dengan Risiko disebelah pintu/jendela kamar balita
Pneumonia Pada meningkatkan risiko pneumonia 9,327 kali lebih
besar dengan 95%CI= 2,808-30,985. Frekuensi
Balita Di
paparan asap rokok ditempat umum ≥ 4 kali dalam
Kabupaten Gianyar
sebulan atau lebih meningkatkan risiko pneumonia
9,291 lebih besar dengan 95%CI= 2,530-34,113,
begitu pula dengan kebiasaan ibu jarang mencuci
tangan meningkatkan risiko pneumonia 8,856
lebih besar dengan 95%CI= 2,638-29,736.
2 (Amaliyah, Hubungan Paparan Kategori riset yang digunakan Hasil penelitian yang dilakukan dari 132 sampel
2023) Asap Rokok dalam riset ini ialah riset didapatkan 122 orang balita terkena ISPA dan dari
Dengan Kejadian Survey Analitik dengan desan 132 sampel didapatkan 126 orang balita yang
Infeksi Saluran penelitian Cross Sectional., terpapar asap rokok. Hasil Uji Statistik dengan
Pernapasan Pada pengambilan sampel menggunakan Chi Square di dapatkan nilai p=
Balita menggunakan tehnik 0,000 (p≤α) maka dapat disimpulkan ada
Accidental Sampling. hubungan paparan asap rokok dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan akut pada balita di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Somba Opu
Kabupaten Gowa.
3 (Wahyudi et al., Hubungan Paparan Jenis penelitian kuantitatif, Ada hubungan paparan asap rokok dengan
2021) Asap Rokok menggunakan pendekatan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja
Dengan Kejadian cross sectional. Populasi pada Puskesmas Bandar Agung Kecamatan Terusan
Ispa Pada Balita Di penelitian ini adalah seluruh Nunyai Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2019
Wilayah Kerja ibu yang memiliki balita dan (p value 0,001. OR 4,2).
Puskesmas Bandar berkunjung ke Puskesmas
Agung Kecamatan Bandar Agung Kecamatan
Terusan Nunyai Terusan Nunyai Kabupaten
Kabupaten Lampung Tengah berjumlah
Lampung Tengah 135 orang. Sampel 101
responden. Tehnik
pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan
kuesioner. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi
Square.
4 Naja¹, et al 2021 Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya
Asap Rokok metode survey analitik dengan hubungan paparan asap rokok (ρ=0,002) dengan
Dengan Kejadian pendekatan cross sectional. kejadian ISPA di Puskesmas Pembantu Desa
Ispa Di Puskesmas digunakan dalam penelitian ini Takkalasi Sidenreng Rappang. Kesimpulan dalam
Pembantu Desa adalah purposive sampling penelitian ini adalah ada hubungan paparan asap
Takkalasi rokok dengan kejadian ISPA di Puskesmas
Sidenreng Rappang Pembantu Desa Takkalasi Sidenreng Rappang.
5 Asamal (2021) Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Menunjukan bahwa sebagian besar balita di
Asap Rokok metode deskriptif analitik Dusun banyumeneng terpapar asap rokok dan 24
Dengan Kejadian dengan rancangan penelitian balita penderita ISPA memiliki resiko terpapar
Ispa Pada Balita Di croos sectional Teknik asap rokok secara langsung. Analisis Fhisher’s
Dusun pengambilan sampel Exact Test menunjukan bahwa terdapat hubungan
Banyumeneng menggunakan Stratified yang signifikan antara paparan asap rokok dengan
Gamping Sleman Random Sampling kejadian ISPA diketahui Sig. (2-tailed) = 0,000 <
Yogyakarta 0,05 yang artinya terdapat Hubungan antara
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
balita di Dusun Banyumeneng Gamping Sleman
Yogyakarta
6 Nur Hamdani Faktor-faktor yang Jenis penelitian menggunakan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
Nur, 2021 Mempengaruhi penelitian analitik penggunaan obat anti nyamuk bakar (p=0,021;
Kejadian Infeksi observasional desain Cross- OR 3,573), ventilasi dapur (p=0,000; OR
Saluran Pernapasan Sectional dengan nilai odds 0,112), kebiasaan merokok anggota keluarga
Akut (ISPA) pada ratio. berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian
Anak Berumur 12- ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas
59 Bulan di Panambungan Kota Makassar tahun 2020.
Puskesmas Sedangkan variabel ventilasi kamar tidur
Kelurahan Tebet (p=0,538; OR 0,570), dan jenis lantai
Barat, Kecamatan rumah (p=0,269; OR 1,889) tidak berpengaruh
Tebet, Jakarta secara signifikan terhadap kejadian ISPA pada
Selatan, Tahun balita di wilayah kerja Puskesmas Panambungan
2013 Kota Makassar tahun 2020
7 Apinya The Relationship The instruments included the revealed that smoke exposure at home in early
Phetruang,et,all Between Personal questionnaire about the childhood was moderate (52.2%). There 68.8%
(2023) Factors, Smoke personal data of early the Chi- had respiratory
squared test and binary
Exposure at Home, problems. The relationship between birth weight,
logistic regression.
and Respiratory and smoke exposure at home in early childhood
Problems in was found to be significantly related
Status Gizi
Pemberian
ASI ekslusif
Berpengaruh pada
Status Tingkat imunitas
Imunisasi balita
Berat Badan
Lahir
Faktor
Resiko
ISPA Pencemaran
udara
Menyebabkan Dayatahan tubuh
pencemaran udara balita berkurang
Paparan asap
rokok Infeksi
microorganisme
No Variabel
Definisi Operasional Kategori Skala
Dependen
1. ISPA pada Anak balita yang berusia 1. Tidak pernah sakit
Balita 0-5 tahun yang ISPA (tidak batuk,
menderita ISPA dengan suara tidak serak, tidak
gejala batuk, suara demam, tidak ada
serak, pilek, demam, ada tarikan dinding dada
tarikan dinding dada dan tanpa nafas
kedalam dan nafas cepat cepat)
kurun waktu 1 tahun 2. Pernah sakit ISPA Nomina
terakhir. (batuk, suara serak, l
demam, ada tarikan
dinding dada kedalam
dan nafas cepat.).
Independen
2. Paparan asap Banyaknya anggota 1. 0 Orang, jika tidak
rokok keluarga yang merokok ada yang merokok
di rumah dalam jangka 2. Sedikit, jika orang
panjang, serta kondisi yang merokok di
sirkulasi dan ventilasi rumah hanya 1
Ordinal
udara. orang
3. Banyak, jika
orang yang
merokok di dalam
rumah >1 orang
K. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan yang akan diuji kebenarannya
melalui sebuah pengujian ( Hartono,2018). Hipotesis ada dua jenis yaitu hipotesis
alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho). Hipotesis alternatif (Ha) merupakan
pernyataan adanya perbedaan satu variabel dengan variabel lainnya atau bisa juga
menyatakan adanya pengaruh satu variabel atau treatment terhadap variabel lainnya.
Hipotessis nol (Ho) merupakan pernyataan yang menyatakan tidak adanya
hubungan diantara variabel penelitian atau menyatakan tidak adanya perbedaan atau
pengaruh satu variabel terhadap variable lainnya.
Hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi
problematika yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan
kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang
dikumpulkan melalui penelitian (Setyawan, 2021).
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA (BP) pada balita
usia 0-5 tahun
Ho : Tidak ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA (BP) pada
balita usia 0-5 tahun
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah Ha diterima adalah : “ Ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA (BP) pada balita usia 0-5 tahun”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode penelitian
n = N.z2.p.q
d² (N-1) + z2.p.q
n= 14406
0,0575 + 0,9664
n = 110,446
0,15414
n = 39 responden
Keterangan
Q = 1 – p (100% - p)
b. Kriteria Sampel
Kriteria sampel merupakan pengukuran atau parameter yang
digunakan dalam penelitian untuk memilih subjek penelitian yang mewakili
populasi yang lebih besar. Kriteria sampel dapat mencakup variabel seperti
usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan faktor risiko tertentu (Afif &
Arifin, 2022). Kriteria terdiri dari dua yaitu :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota
populasi yang menjadi sampel dan memenuhi kriteria secara teori dan
sesuai dengan topik dan kondisi penelitian (Kholili et al., 2021).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu;
a) Orang tua yang memiliki balita usia 0-5 tahun yang dirawat di
RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh.
b) Orang tua yang balitanya dirawat dan mengalami ISPA.
c) Orang tua yang memiliki balita dengan penyakit lain yang disertai
dengan ISPA.
d) Orang tua yang bersedia menjadi responden dan menandatangani
Informed Consent.
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk
mengeluarkan anggota sampel dari kriteria inklusi dengan ciri-ciri
anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Kholili et
al., 2021). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu;
a) Orang tua yang memiliki balita tapi tidak bisa membaca dan
menulis.
b) Orang tua yang anaknya dirawat dengan usia lebih dari 5 tahun.
c) Bukan seorang pasien di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan cara simple random sampling yang pertanyaan dan jawabannya sudah
disusun terlebih dahulu (preconstructed questioner). Lembar kuesioner dibagikan
kepada ibu balita yang dirawat diperawatan anak yang terdiagnosa ISPA (BP) yang
terpilih sebagai responden.
E. Tehnik Pengelolaan Data
Data yang telah didapatkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut :
1) Editing
Yaitu dilakukan pengecekan isian dari kuesioner apakah jawaban yang sudah diisi
lengkap dan jelas,relevan dan konsisten.
2) Coding
Yaitu dilakukan dengan cara mengubah jawaban dan kuesioner kedalam kode- kode
angka.
3) Processing
Proses memasukan data kekomputer agar dapat dianalisis.
4) Cleaning
Setelah data dimasukkan atau di entry maka dilakukan pengecekan kembali pada
data tersebut apakah terdapat kesalahan atau tidak.
F. Metode Analisa
Metode Analisis Data yang telah diolah akan diedit kembali untuk mencapai tujuan
penelitian dan mengkaji hipotesis, kemudian dituangkan dalam bentuk tabel beserta
dengan narasinya. Analisa yang digunakan adalah :
a. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dan
variabel bebas dan variabel terikat untuk mengetahui variasi dan masing masing
variabel.
b. Analisa Bivariat
Merupakan tabel silang antara dua variabel yaitu variabel terikat (frekuensi
kejadian infeksi saluran pernafasan akut) pada balita dan variabel bebas yang
meliputi jumlah perokok di dalam rumah, frekuensi merokok, lama keterpaparan
asap rokok, jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok yang dihisap dan ada tidaknya
ventilasi di rumah.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua
variabel tersebut menggunakan uji Chi square.
Chi square. Dimana 0 = Frekwensi yang diamati
Keterangan
0 = Frekwensi yang diamati
E = Frekwensi yang diharapkan
K = Kolom
B = Baris
Df = derajat kebebasan
Untuk mempermudah analisis chi square, nilai data kedua variabel disajikan
dalam bentuk tabel silang. Hasil uji statistik antara variabel terikat dengan variabel
bebas dikatakan ada hubungan bermakna (significant) apabila nilai hitung lebih
kecil dari alpha (P < 0.05) dan sebaliknya bila hasil hitung lebih besar dari alpha (P
> 0.05) tidak ada hubungan bermakna.
Kuesionernya mana?
Format wawancara?
Daftar Pustaka?