Anda di halaman 1dari 46

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA (BP) PADA

ANAK USIA 0-5 TAHUN DI RSIA PKU MUHAMMADIYAH


CIPONDOH KOTA TANGERANG

Oleh:

Henni Suryaningsih

NIM. 23142010121

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

ISPA merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas tertinggi


pada balita <5 tahun. Asia Tenggara menyumbang kasus terbanyak untuk ISPA dengan
jumlah 80% dari total kasus secara global (Murarkar et al., 2021). Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang menyerang organ pernafasan dari
hidung sampai alveoli dan organ adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, dan peura)
yang disebabkan oleh lebih dari 300 jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus atau
jamur. Penyakit ISPA ditandai dengan kejadian singkat atau muncul secara tiba-tiba dan
sangat mudah menular terutama pada kelompok rentan yaitu bayi, balita dan lansia.
ISPA merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di fasilitas pelayanan kesehatan
mulai dari yang paling ringan seperti rhinitis hingga penyakit-penyakit yang diantaranya
dapat menyebabkan wabah atau pandemi, seperti influenza dan yang menyebabkan
kematian yaitu pneumonia (Direktorat P2PM 2024).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2021, sebesar 68% balita
yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA, khususnya pneumonia.
ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan
persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat
ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita (Chayani et al., 2023).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten 2023 ada 520.561
kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dialami warga Banten selama
periode Januari-Juli 2023.Jumlah tersebut dihimpun berdasarkan catatan kasus ISPA
yang ditemukan di fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat di Banten.Adapun
kasus ISPA di Banten paling banyak terjadi pada balita atau anak di bawah usia lima
tahun. Selama Januari-Juli 2023 sudah ada 191.033 kasus balita ISPA, terdiri dari kasus
pneumonia berat dan bukan pneumonia berat. kata Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji
Hastuti, Dinas Kesehatan Kota Tangerang mengklaim tidak ada lonjakan kasus Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) secara signifikan. Walaupun kualitas udara di wilayah
Kota Tangerang dan sekitarnya dinilai buruk akibat polusi. “Tidak ada kenaikan kasus
ISPA secara signifikan di Kota Tangerang. Meskipun saat ini sedang terjadi polusi
udara”. Karta Kepala Dinas Kota Tangerang , menjelaskan, kasus ISPA polanya akan
sama dari tahun ke tahun. Kasus tersebut akan mulai meningkat pada bulan September
lalu puncaknya berada di bualn Oktober sampai November, kemudian kasusnya akan
kembali turun setelah bulan Maret. “Secara pola saat ini di Kota Tangerang masih sama
seperti tahun-tahun sebelumnya. Memang ada kenaikan, tapi masih diambang normal,
dan tidak menjadi angka tertinggi dibanding survelens lima tahun terakhir”.
Kompas.com, Jumat (8/9/2023).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Amaliyah, 2023) dengan judul “Hubungan
Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Pada Balita”
didapatkan 122 orang balita terkena ISPA dan 126 orang balita yang terpapar asap
rokok. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Wahyudi et al., 2021)
dengan judul “Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Agung Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten
Lampung Tengah” didapatkan hasil sebanyak 30 responden (57,7%), menderita ISPA.
Sedangkan dari 49, balita yang tidak terpapar asap rokok, sebanyak 12 balita. Dan
penelitian yang dilakukan penelitian (Triola et al., 2021) melaporkan bahwa sebagian
besar kerabat balita pengidap ISPA adalah perokok. sejalan dengan (Phetruang, 2023)
The relationship between birth weight, and smoke exposure at home in early childhood
was found to be significantly related to respiratory problems.

Berdasarkan hasil laporan kasus ISPA, Broncopneumoni RSIA PKU


Muhammadiyah Cipondoh dari Januari sampai Desember 2023 di dapatkan 120 kasus
dengan orang tua perokok aktif yang dilakukan terhadap 10 anggota keluarga balita
penderita ISPA diperoleh informasi bahwa 8 diantaranya orang tuanya adalah perokok.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan paparan asap rokok dengan
kejadian ISPA pada balita “Adakah Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian
ISPA ( BP) pada anak usia 0 – 5 tahun di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh”.
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka identifikasi


masalah yang dijadikan bahan penelitian:

a. Ada banyak anak balita yang terkena ISPA akibat paparan asap rokok

b. Berdasarkan data ada banyak kasus ISPA yang di alami oleh balita di negara
berkembang.

c. Berdasarkan data dikota Tangerang kasus ISPA polanya akan sama dari tahun ke
tahun. Kasus tersebut akan mulai meningkat pada bulan September lalu puncaknya
berada di bulan Oktober sampai November, kemudian kasusnya akan kembali turun
setelah bulan Maret.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifiksi masalah maka peneliti membuat batasan masalah


mengenai paparan asap rokok dengan kejadian ISPA (BP) pada balita usia 0–5 tahun
dirawat di ruang perawatan anak lantai dua di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk


melakukan penelitian mengenai “apakah ada hubungan paparan asap rokok dengan
kejadian ISPA (BP) pada balita usia 0–5 tahun di RSIA PKU Muhammadiyah
Cipondoh?”
E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian ISPA
(BP) pada balita usia 0–5 tahun di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh”.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi paparan asap rokok yang menjadi penyebab ISPA (BP) pada
balita usia 0–5 tahun.

b. Mengetahui Kejadian ISPA pada balita di RSIA PKU Muhammadiyah


Cipondoh.

c. Menganalisa Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian ISPA (BP)


pada usia 0–5 tahun di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh”.

F. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan
serta pembanding yang dapat dikembangkan pada penelitian yang akan datang.
b. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi
sumber referensi serta menambah publikasi di Universitas Muhammadiyah
Tangerang.
c. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam
memberikan informasi kepada ibu yang memiliki balita untuk memperhatikan
faktor-faktor risiko terjadinya pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Keterpaparan Asap Rokok
Rokok menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa rokok menyebabkan maslaah kesehatan
yang fatal yang menjadi penyebab kematian kurang lebih 6 juta orang pertahun.
Merokok telah diketahui dapat mengganggu kesehatan. Gangguan kesehatan ini
dapat disebabkan oleh nikotin yang berasal dari asap arus utama dan arus samping
dari rokok yang dihisap oleh perokok. Dengan demikian penderita tidak hanya
perokok sendiri (perokok aktif) tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap
rokok atau disebut perokok pasif. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan dapat
berupa bronkhitis kronis, emfisema, kanker paru-paru, laring, faring, esophagus,
kandung kemih, penyempitan pembuluh nadi, dan lain-lain.
Keterpaparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat
menyebabkan berbagai macam dampak buruk terutama Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA). Keterpaparan asap rokok juga dapat meningkatkan risiko kanker paru-
paru pada orang yang terpapar asap rokok atau biasa disebut perokok pasif (Rifqi et
al., 2022). Asap rokok memiliki kandungan yang dapat merugikan bagi tubuh.
Rusaknya paru sebagai target utama dan langsung terkena asap rokok dapat
dijelaskan dengan adanya paparan agen kimia didalam rokok, namun efek yang
menyebabkan penyakit kronik pada sistem organ lain kemungkinan adalah hasil
pajanan secara tidak langsung. Merokok juga merupakan faktor resiko utama
terhadap penyakit kardiovaskuler, mekanisme potensial yang disebabkan
merokok akan meningkatkan resiko penyakit (Mustofa & Fahmi, 2021).

2. Pengertian Balita
Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun atau biasa digunakan
perhitungan bulan yaitu 12-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai
tahapan perkembangan 28 anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan
penyakit. Masa balita merupakan masa dimana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat sehingga sering disebut dengan golden age (Faiqah &
Suhartatik, 2022).

3. ISPA pada Balita


Balita dan anak-anak merupakan kelompok umur yang sangat rentan terhadap
penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena sistem pertahanan tubuh balita dan anak-
anak masih rendah. Gejala batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3
sampai 6 kali pertahun yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan
batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan
didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak higienis serta pencemaran udara
yang tinggi (Girotha et al., 2022).

4. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti
sinus, 8 rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada balita dan anak-anak mulai
dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat jika masuk kedalam jaringan paru-
paru akan menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Siregar, 2021).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas
atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan (Arsin et al,
2020). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut salah satu bagian
atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ
adneksanya yaitu sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

5. Epidemiologi ISPA
Penyakit ispa sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan tiga samapi enam tahun, artinya dalam setahun anak
mendapatlan serangan pilek tiga sampai enam kali setahun angka kesakitan di kota
cenderung lebih besar dibandingkan dengan di desa. Menurut (Aisyah et al., 2021)
menyebutkan bahwa jenis kelamin anak balita tertinggi adalah perempuan sebesar
65 orang (61,9%) dan jenis kelamin anak balita terendah adalah laki-laki sebesar 40
orang (38,1%). Sehingga jumlah penderita ISPA pada anak balita yaitu sebesar 36
orang (34,3%).
6. Klasifikasi ISPA
Menurut (Halimah, 2019) klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan
golongannya dan golongan umur yaitu :
a. ISPA berdasarkan golongannya :
1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli)
2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang
tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otomatis media).
b. ISPA dikelompokkan berdasaran golongan umur yaitu :
1) Untuk anak usia 2-59 bulan :
a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari 50 kali
permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk
usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
b) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan
sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2- 11 bulan dan
frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia
12-59 bulan), serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
c) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing)
dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere chest
indrawing).
2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan
Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali permenit
dan tidak ada tarikan dinding dada.
a) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60
kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa
nafas cepat secara anatomis yang termasuk infeksi saluran
pernapasan akut:
b) ISPA ringan (bukan pneumonia) ditandai dengan satu atau lebih
gejala berikut :
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
3. ISPA sedang (pneumonia) meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau
lebih gejala berikut :
c) Pernafasan cepat
d) Wheezing (nafas menciut-ciut)
e) Sakit atau keluar cairan dari telinga
f) Bercak kemerahan (campak)
g) ISPA berat (pneumonia berat) meliputi gejala sedang atau ringan
ditambah satu atau lebih gejala berikut :
1. Penarikan sela iga kedalam sewaktu Inspirasi
2. Kesadaran menurun
3. Bibir/kulit pucat kebiruan
4. Stidor (nafas ngorok) sewaktu istirahat
5. Adanya selaput membrane difteri (TAMPUBOLON, 2019)
B. Etiologi ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
jamur dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus
Pneumoniea, Pneumococcus, Strepococus Pyogenes Staphylococcus Aureus,
Haemophilus Influenza, dan lain-lain. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
Influenza, Adenovirus, Sitomegagalovirus. Jamur penyebab ISPA antara lain
Aspergilus Sp, Gandida Albicans Histoplasm, dan lain-lain. Penyakit ISPA selain
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur juga disebabkan oleh aspirasi seperti
makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, cairan amnion pada saat
lahir, benda asing (biji-bijian) mainan plastic kecil, dan lain-lain (Chayani et al.,
2023).
Terjadinya ISPA tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kondisi lingkungan
(polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan bakar memasak, kepadatan
anggoata keluarga, kondisi ventilasi rumah kelembaban, kebersihan, musim, suhu),
ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan serta langkah- langkah
pencegahan infeksi untuk pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan 10
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum)
dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya tular, faktor virulensi misalnya
gen, jumlah atau dosis mikroba) (Jeni et al., 2022). Kondisi lingkungan yang
berpotensi menjadi faktor risiko ISPA adalah lingkungan yang banyak tercemar
oleh asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, asap hasil pembakaran serta
benda asing seperti mainan plastik kecil.

C. Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat, yaitu dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam
macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernapas,
sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam (Rosana, 2016). Gejala ISPA
berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut (Rosana, 2016):

a. Gejala dari ISPA ringan

1) Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
2) Batuk.
a) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis).
b) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
c) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

b. Gejala dari ISPA sedang

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala


dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur
2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

c. Gejala dari ISPA berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala


ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.


2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
4) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.

D. Patofisiologi ISPA
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri juga dapat terlibat
sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua yang infeksi
mengakibatkan respon imun dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan
edema jaringan atau terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan
produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung
tersumbat, sputum berlebih, dan rabas hidung (pilek). Sakit kepala, demam ringan
juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi. Meskipun saluran nafas atas langsung
terpajan dengan lingkungan, infeksi relative jarang meluas menjadi infeksi saluran
nafas bawah yang mengenai bronchus atau alveolus. Terdapat banyak mekanisme
perlindungan disepanjang saluran nafas untuk mencegah infeksi range dari mikroba
pathogen yang menginfeksi bervariasi sangat luas seperti bakteri, mycobacterium,
myoplasma, chlamidia, jamur dan virus padahal karakteristik biologis, gambran
perilaku dan lingkungan dari organisme-organisme ini berbeda satu sama lainnnya
dalam menimbulkan penyakit pernafasan (Ns. Gita Adelia, M.Kep, Ns. M.
Zul’irfan, M.Kep, Ns. Yunisman Roni, M.Kep, Ns. Nia Khusniyati M., M.Kep, Ns.
Dendy Kharisna, M.Kep, Ns. Bayu Azhar, M.Kep, Dr. Agnes Batmomolin,
S.Kep.Ns.M.Kes, Ns. Angga Arfina, M.Kep, Ns. Wardah, M.Kep, Iqlila Romaidha,
S, 2023).
ISPA merupakan penyakit yang dapat menyebar melalui udara (air borne
disease). ISPA dapat menular bila agen penyakit ISPA, seperti virus, bakteri, jamur,
serta polutan yang ada di udara masuk dan mengendap di saluran pernafasan
sehingga 12 menyebabkan pembengkakan mukosa dinding saluran pernafasan dan
saluran pernafasan tersebut menjadi sempit. Agen mengiritasi, merusak,
menjadikan kaku atau melambatkan gerak rambut getar (cilia) sehingga cilia tidak
dapat menyapu lendir dan benda asing yang masuk di saluran pernafasan.
Pengendapan agen di mucociliary transport (saluran penghasil mukosa)
menimbulkan reaksi sekresi lendir yang berlebihan (hipersekresi). Bila hal itu
terjadi pada anak-anak, kelebihan produksi lendir tersebut akan meleleh keluar
hidung karena daya kerja mucociliary transport sudah melampaui batas. Batuk dan
lender yang keluar dari hidung itu menandakan bahwa seseorang telah terkena
ISPA. Seseorang yang terkena ISPA bisa menularkan agen penyebab ISPA melalui
transmisi kontak dan transmisi droplet. Transmisi kontak melibatkan kontak
langsung antar penderita dengan orang sehat, seperti tangan yang terkontaminasi
agen penyebab ISPA. Transmisi droplet ditimbulkan dari percikan ludah penderita
saat batuk dan bersin di depan atau dekat gan orang yang tidak menderita ISPA.
Droplet tersebut masuk melalui udara dan mengendap di mukosa mata, mulut,
hidung, dan tenggorokan orang yang tidak menderita ISPA. Agen yang mengendap
tersebut menjadikan orang tidak sakit ISPA menjadi sakit ISPA.

E. Komplikasi ISPA
Komplikasi yang dapat terjadi, pada penyakit ISPA (Saraswati et al., 2022),
antara lain;
a. Infeksi Pada Paru
Kuman penyebab ISPA akan masuk kedalam system pernafasan yaitu
bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus dan alveoli sehingga pasien
akan sulit bernafas karena ada sumbatan pada jalan nafas oleh penumpukan
secret hasil produksi kuman pada rongga paru.
b. Infeksi Selaput Otak
Kuman juga mampu menjangkau selaput otak sehingga menginfeksi
selaput otak dengan menumpukan cairan yang mampu mengakibatkan
meningitis.
c. Penurunan Kesadaran
Infeksi dan penumpukan cairan pada selaput otak menyebabkan
terhambatnya suplay oksigen dan darah menuju otak sehingga otak kekurangan
oksigen dan terjadilah hipoksia pada jaringan otak.
d. Kematian
Penanganan yang lambat dan tidak tepat pada pasien ISPA dapat
memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman sehingga pasien
akan mengalami henti nafas dan henti jantung.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ISPA


Menurut (Triola et al., 2021) Infeksi saluran pernafasan ini disebabkan oleh
beberapa penyebab antara lain:
a. Reaksi Alergi
Alergi adalah reaksi kekebalan tubuh seseorang yang berlebihan terhadap
zat - zat tertentu yang biasanya tidak menimbulkan masalah, beberapa zat
tersebut misalnya debu, serbuk sari, zat kimia tertentu, jenis makanan tertentu,
binatang peliharaan dan sejenisnya.
b. Virus
Virus adalah penyebab infeksi saluran pernafasan atas yang paling
sering. Dalam kasus Infeksi saluran pernafasan atas ini, sebagian besar
ditimbulkan akibat infeksi coronavirus / rhinovirus. Virus lainnya yang dapat
berperan pada infeksi saluran pernafasan atas adalah adenovirus,
coxsackieviruses, myxovirus dan paramyxovirus (parainfluenza, respiratory
syncytial virus).
c. Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme yang tidak kasap mata yang bisa
menginfeksi saluran pernafasan atas seseorang. Yang paling 20 sering
menyebabkan adalah infeksi oleh streptococcus dan staphylococcus. Menurut
(Girotha et al., 2022), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
ISPA antara lain:
a. Faktor intrinsik :
1) Usia
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya
Ispa. Faktor risiko tertinggi kejadian ISPA terjadi pada bayi dan balita.
Balita (bayi dibawah umur lima tahun) merupakan anak yang berusia 0 -
59 bulan. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan balita akan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi
dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan jelek,
hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan anak balita umumnya
merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara
optimal proses kekebalan tubuh secara alamiah dan dipengaruhi oleh
faktor usia anak.
2) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah
atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan
mengkonsumsi makanan gizi seimbang dan memperbanyak minum air
putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Keadaan gizi
buruk merupakan 21 faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA.
Balita dengan status gizi lebih atau gemuk mempunyai daya tahan tubuh
yang lebih baik dari balita dengan status gizi kurang maupun status gizi
buruk.
3) Status imunisasi
Status Imunisasi adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang
dilemahkan atau dihilangkan virulensinya. Vaksin imunisasi merangsang
kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menyebabkan
kerusakan. Status imunisasi balita menggambarkan riwayat pemberian
vaksin imunisasi pada balita sesuai dengan usia balita dan waktu
pemberian. Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Dalam penurunan angka kejadian ISPA
dengan memberikan imunisasi lengkap pada anak balita. Imunisasi
terbagi atas imunisasi dasar yang wajib dan imunisasi yang penting.
Sebelum berusia di atas dua tahun kelengkapan imunisasi dasar harus
dipenuhi. Anak balita dikatakan status imunisasinya lengkap apabila
telah mendapat imunisasi secara lengkap menurut umur dan waktu
pemberian. Status imunisasi ini juga merupakan faktor risiko ISPA.
Pemberian imunisasi menunjukkan konsistensi dalam memberi
pengaruh terhadap kejadian ISPA.
4) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-
lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang
laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka
sering terkena polusi udara.
5) Pemberian ASI
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, banyak penelitian
yang telah membuktikan keunggulan ASI dibandingkan dengan susu
formula. Keunggulan dari ASI diantaranya adalah ASI mengandung
hampir semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan konsentrasi
yang sesuai untuk bayi, ASI juga mengandung antibodi yang dapat
melindungi bayi dan berbagai macam penyakit.
6) Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan 23
perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Riwayat berat badan
lahir merupakan faktor yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Pada balita dengan riwayat BBLR yaitu berat badan kurang dari 2.500
gram pada saat lahir, mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan -
bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama
pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya. Bayi lahir dengan berat
badan rendah mempunyai resiko menderita ISPA lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.

b. Faktor ekstrinsik :

1) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko
terjadinya ISPA seperti diantaranya :
a) Ventilasi
Ventilasi merupakan tempat daur ulang udara yaitu tempatnya
udara masuk dan keluar. Ventilasi yang dibutuhkan untuk
penghawaan didalam rumah yakni ventilasi yang memiliki luas
minimal 10% dari luas lantai rumah. Ventilasi rumah mempunyai
banyak fungsi. Fungsi yang pertama adalah menjaga agar aliran
udara dalam 24 rumah tetap segar sehingga keseimbangan O 2 tetap
terjaga, karena kurangnya ventilasi menyebabkan kurangnya O2
yang berarti kadar CO2 menjadi racun. Fungsi yang kedua adalah
untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen dan menjaga agar rumah selalu tetap dalam
kelembaban yang optimum. Dengan adanya ventilasi yang baik
maka udara segar dapat dengan mudah masuk kedalam rumah
sehingga kejadian Ispa akan semakin berkurang.
b) Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga.
Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di
dalam ruangan seperti pembakaran bahan bakar yang digunakan
untuk memasak. Saat ini sebagian masyarakat pedesaan masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ditambah lagi dengan
kebiasaan ibu yang membawa bayi atau anak balitanya di dapur
yang penuh asap sambil memasak akan mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terkena ISPA.
c) Perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah.
Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat menimbulkan asap
yang tidak hanya dihisap oleh perokok, tetapi juga dihisap oleh
orang yang ada disekitarnya termasuk anak-anak. Satu batang
rokok yang dibakar anak mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen
cianida, ammonia, akrolein, acetilen, benzol dehide, urethane,
methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan
lainnya, sehingga paparan asap rokok dapat mengingkatkan risiko
kesakitan pernafasan khususnya pada anak berusia kurang dari 2
tahun. Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap
mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar
dinamakan asap slidestrea. Polusi udara yang diakibatkan oleh
asap slidestream dan asap mainstream yang sudah teekstrasi
dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan.
Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok
pasif atau perokok terpaksa. Sehingga balita dalam rumah tangga
tersebut memiliki risiko tinggi untuk terpapar dengan asap rokok.

G. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI (2012), pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

a. Menjaga kesehatan gizi

Menjaga kesehatan gizi yang baik dapat mencegah dan terhindar dari
penyakit salah satunya penyakit ISPA yaitu dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur,
serta istirahat yang cukup. Semuanya itu akan menjaga badan tetap sehat.
Dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin meningkat,
sehingga dapat mencegah virus atau bakteri penyakit yang akan masuk ke
tubuh.

b. Imunisasi

Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun


orang dewasa. Tujuan dilakukannya imunisasi yaitu untuk menjaga kekebalan
tubuh agar terhindar dari berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus
atau bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Dengan membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik


dapat mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada didalam rumah.
Hal tersebut dapat mencegah seseorang menghirup asap yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara
kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau


bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini
melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus atau bakteri diudara yang umumnya berbentuk aerosol
(suspensi yang melayang diudara). Adapun bentuk aerosol yakni droplet,
nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit
penyakit).

H. Penatalaksanaan ISPA
Beberapa hal yang harus dilakukan ibu untuk mengatasi ISPA pada balita dirumah
yaitu (Widianti, 2020):
1. Mengatasi Demam
Anak dikatakan demam apabila suhu tubuhnya melampaui 37,5◦C yang
diukur melalui ketiak. Mengatasi demam dapat dilakukan dengan cara
memberikan kompres hangat dengan kain bersih dengan cara handuk di
celupkan pada air hangat suam-suam kuku lalu perasan handuk diletakan pada
dahi atau ketiak anak. Selain itu supaya penurunan panas dapat dilakukan
dengan pemberian paracetamol. Paracetamol diberikan sehari empat kali setiap
enam jam untuk waktu dua hari dengan dosis yang dianjurkan yaitu (10mg/kg
BB).
2. Mengatasi Batuk
Anak Ketika batuk dianjurkan memberikan obat batuk yang aman
misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh yang
dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali
sehari.
3. Pemberian Makanan

1) Pemberian maknan selama sakit

Anak harus mendapatkan semua sumber zat gizi yaitu seperti nasi yang
mengandung karbohidrat, telur atau daging ayam serta susu yang
mengandung protein, sayur toge atau brokoli serta kentang yang
mengandung mineral, dan vitamin dalam jumlah yang cukup karena saat
anak sedang sakit maka kebutuhan gizi anak akan meningkat. Hal ini
penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan mencegah
malnutrisi. Pada bayi dengan usia kurang dari 4 bulan, berilah ASI lebih
sering ketika sakit.

2) Pemberian makanan setelah sembuh


Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit, karena
nafsu makan anak sedang menurun. Anak setelah sembuh usahakan
memberikan makanan ekstra setiap hari selama seminggu atau sampai
berat badan anak mencapai normal kembali, dan mencegah terjadinya
malnutrisi yang akan mempermudah dan memperlambat infeksi sekunder
lainnya.
4. Pemberian Cairan
1) Berilah anak minuman lebih banyak dari biasanya (air putih, air buah dan
sebagainya), hal ini dapat mengencerkan dahak pada anak.
2) Tingkatkan pemberian ASI.
5. Pertolongan lain yang dapat dilakukan
1) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, terlebih pada anak yang demam.
2) Membersihkan hidung pada saat anak pilek akan berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
3) Apabila, kondisi anak tambah buruk maka dianjurkan untuk membawa
anak ke petugas kesehatan.
6. Amati tanda dan bahaya
Bawa segera anak kepelayanan kesehatan jika mengalami tanda dan bahaya
seperti berikut:
1) Nafas menjadi sesak
2) Nafas menjadi cepat
3) Anak tidak mau minum.
4) Terjadi penurunan kesadaran.

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar


merupakan stategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotic dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA. Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan
memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotic untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Adapun pengobatan
yang dapat dilakukan kepada penderita ISPA yaitu sebagai berikut :

a) Pneumonia berat
Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya.
b) Pneumonia
Diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin, atau penisilin prokain.
c) Bukan pneumonia
Tanpa pemberian obat antibiotik hanya diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
ada zat yang merugikan seperti Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya
bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman Streptococcus dan harus
diberi antibiotik (Penisilin) selama 10 hari.
I. Konsep Perilaku Merokok
1. Definisi Perilaku
Perilaku menurut kamus besar bahasa Indonesia (2014) merupakan suatu
tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan. Menurut Robert Kwick
(dikutip di Donsu, 2019) perilaku adalah sebagian tindakan seseorang yang dapat
dipelajari dan diamati.
Menurut sudut pandang biologis perilaku adalah suatu aktivitas seseorang dan
perilaku terbentuk berdasarkan pengamatan, sedangkan berdasarkan sudut pandang
operasional perilaku merupakan tanggapan seseorang ketika diberikan rangsangan
dari luar. Berbeda dengan Ensiklopedia Amerika yang mengatakan perilaku adalah
suatau bentuk aksi-reaksi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Reaksi inilah yang
biasa disebut rangsangan (Donsu, 2019). Berdasarkan pendapat diatas dapat
diartikan perilaku sebagai proses interaksi manusia dengan lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi bentuk manifestasi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk bertahan hidup dan mempertahankan
dirinya

2. Bentuk-bentuk perilaku manusia

Menurut Notoatmodjo (2010) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus


perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Bentuk pasif /perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada seseorang
yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

3. Faktor–faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (Donsu,
2019):
a. Faktor genetik
b. Faktor eksternal
1) Lingkungan
Menyangkut segala sesuatu yang ada di dalam individu baik fisik,
biologis, maupun sosial.
2) Pendidikan
Mencakup semua proses kehidupan individu sejak anak-anak sampai
dewasa yang berupa interaksi individu dengan lingkungan baiksecara
formal maupun informal.
3) Agama
Sebagai keyakinan hidup, agama akan masuk kedalam kepribadian
seseorang.
4) Sosial ekonomi
Lingkungan social (budaya dan ekonomi) merupakan lingkungan yang
berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
5) Kebudayaan
Kebudayaan meliputi kesenian, adat istiadat atau peradatan manusia yang
akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

4. Pengertian perilaku merokok


1. Pengertian Rokok
Rokok adalah hasil dari olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau
sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan. Menurut PP RI No. 109 Tahun 2012 rokok merupakan salah satu
produk tembakau yang dihasilkan untuk dibakar dan dihisap atau dihirup dan
menghasilkan asap, termasuk rokok kretek, rokok putih, rokok cerutu atau
bentuk lainnya (Nasution, 2007). Merokok adalah suatu aktivitas menghisap
asap tembakau yang berasal dari membakar rokok masuk kedalam tubuh
lewat hisapan tersebut dan menghembuskan asap yang dihasilkan dari
aktivitas merokok tadi. Merokok adalah kegiatan mengeluarkan asap dengan
membakar tembakau secara langsung melalui dan dengan menggunakan pipa
atau filter. Menurut sebagian orang merokok sebagai wujud kemandirian dan
kebanggaan (Herwono, 2007).

2. Perilaku Merokok
Perilaku manusia merupakan reaksi individu yang diwujudkan dengan
tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini
rangsangan tersebut adalah rokok. Kebiasaan merokok bukanlah hal baru.
Merokok merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan mengingat bahwa merokok merupakan salah satu faktor
resiko utama dari beberapa penyakit kronis yang dapat menyebabkan
kematian. Merokok juga merupakan faktor resiko dari 4 penyakit tidak
menular, disamping pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik,
dan konsumsi alkohol. Hal ini menunjukkan rokok merupakan permasalahan
besar bagi kesehatan masyarakat apalagi jika orang tua yang memiliki balita
dirumah.
Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia seakan sudah
membudaya, meskipun banyak perokok yang sebenarnya menyadari dan
mengakui adanya bahaya bahwa kebiasaan merokok akan dapat memicu
timbulnya kanker dan penyakit-penyakit lainnya didalam tubuh mereka.
Tetapi mereka tetap tidak mau berhenti merokok dengan alasan bahwa sudah
terlambat bagi mereka untuk berhenti. Sebagian besar masyarakat Indonesia
masih menganggap merokok adalah perilaku yang wajar dalam kehidupan
sosial. Generasi muda memiliki tingkat penyebaran yang tinggi menjadi
perokok pemula. Terdapat masalah yang juga dikenal kelompok rentan, yaitu
kelompok dengan prevalensi tinggi sehingga memiliki kemungkinan yang
besar melakukan tindakan merokok.
Masyarakat rentan berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan dan perilaku, terutama pemahaman bahaya merokok. Selain itu
tingkat ekonomi keluarga juga khususnya keluarga miskin dan keluarga yang
lebih memprioritaskan belanja rokok dibanding kebutuhan yang lainnya.
Pengetahuan masyarakat yang masih rendah meskipun telah terbukti dengan
jelas tentang bahaya merokok, hanya sedikit dari diperkirakan lebih dari 50%
penduduk Indonesia dengan usia dewasa memiliki kebiasaan merokok.
Status merokok dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah orang yang sering mengkonsumsi rokok dalam
jumlah kecil walaupun hanya 1 batang sehari, atau orang yang merokok
walaupun bukan kegiatan sehari-hari atau sekedar coba-coba (P2PTM
Kementerian Kesehatan RI, 2019).
b. Perokok Pasif
Bukan seorang perokok tetapi orang yang menghirup asap rokok orang
lain atau seseorang yang berada dalam ruangan tertutup dengan perokok
tersebut (P2PTM Kemenkes RI, 2018).

Pengertian Merokok Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012


tentang perlindungan produk tembakau yang mengandung zat 31 aditif bagi kesehatan,
jelas terlihat bahwa rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dirancang untuk
dibakar dan atau dihirup melalui asap, antara lain rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau
bentuk lainnya. Rokok yang diproduksi adalah nicotiana tabcum, tembakau nicotiana
dan jenis atau komposit lain, dan asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau
tanpa tambahan. Kandungan Zat Adiktif dalam Rokok Didalam rokok terdapat banyak
sekali zat-zat kimia beracun yaitu diantaranya (Sri, 2020).

1. Acrolein adalah cairan tidak berwarna, seperti aldehida. Zat tersebut diperoleh
dengan mengekstraksi cairan dari gliserin atau mengeringkannya. Zat tersebut
mengandung alkohol lebih banyak atau lebih sedikit. Cairan ini sangat berbahaya
bagi kesehatan.
2. Karbon Monoksida adalah gas yang tidak berbau. Unsur ini dihasilkan oleh
pembakaran arang atau karbon yang tidak sempurna. Zat tersebut sangat beracun.
Jika hemoglobin penuh dengan karbon monoksida, oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin ke dalam tubuh akan berkurang. Karena itu, seseorang akan mengalami
hipoksia. Karena otot membutuhkan banyak ATP, karbon monoksida bisa membuat
orang mudah lelah.
3. Nikotin adalah cairan berminyak tidak berwarna yang dapat menghasilkan rasa
yang sangat asam. Nikotin mencegah rasa lapar menyusut. Inilah mengapa
seseorang tidak merasa lapar 32 karena merokok. Inilah sebabnya mengapa
seseorang yang berhenti merokok menjadi gemuk karena dia selalu lapar.
4. Ammonia adalah gas tak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini
sangat mengiritasi dan memiliki bau yang sangat menyengat. Amonia dengan
mudah masuk ke sel manusia.
1) Formic Acid adalah cairan tak berwarna yang bergerak bebas dan dapat
menghasilkan lepuh. Cairan ini sangat tajam dan berbau tidak sedap. Zat ini
membuat orang merasa seperti digigit semut.
2) Zat adalah zat paling ringan dan mudah terbakar. Ini mungkin sama
berbahayanya dengan bahaya bom hidrogen. Zat tersebut sangat efektif
mencegah pernapasan. Sianida merupakan zat yang mengandung racun yang
sangat berbahaya.
3) Nitrous Oxide adalah gas tidak berwarna yang menyebabkan hilangnya
kewarasan dan rasa sakit saat dihirup.
4) Nitrous oksida adalah kelas zat yang pada awalnya digunakan sebagai obat
bius (anestesi) selama pembedahan.
5) Formaldehida adalah gas tak berwarna dengan bau menyengat. Gas
diklasifikasikan sebagai pengawet dan pestisida. Salah satu jenis
formaldehyde adalah formalin. Ini karena formaldehida sangat beracun bagi
semua makhluk hidup.
6) Phenol adalah campuran kristal yang disuling dari beberapa zat organik
(seperti kayu dan batang), itu juga diperoleh dari arang. 33 Zat ini beracun
dan sangat berbahaya. Fenol mengikat protein dan mencegah aktivitas enzim.
7) Hydrogen Sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dengan bau yang
menyengat. Zat ini menghambat oksidasi enzim.
8) Pyridine adalah cairan tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Itu
diperoleh dari distilasi minyak tulang, arang, dan dari peluruhan jenis alkohol
tertentu (zat alkali dari tumbuhan). Piridin juga ada di tembakau. Zat tersebut
dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol, digunakan sebagai pelarut,
insektisida, dan juga telah digunakan sebagai obat asma.
9) Methyle Chloride adalah campuran zat dengan rongga atas nama hidrogen,
dan karbon adalah elemen utamanya. Zat tersebut merupakan senyawa
organik yang sangat beracun. Uap yang dihasilkan bisa bertindak sebagai obat
bius.
10) Methanol adalah cairan ringan, mudah menguap dan mudah terbakar. Cairan
tersebut diperoleh dengan memurnikan kayu atau mensintesis karbon
monoksida dan hidrogen. Meminum atau menghirup metanol dapat
menyebabkan kebutaan dan bahkan kematian.
11) Tar disebut Ter zatnya adalah cairan kental berwarna coklat tua atau hitam
yang bisa diperoleh dari kayu atau arang dengan distilasi. (Nainggolan, 2012).

Menurut jenis rokoknya ada 2 jenis yaitu:

a. Kretek adalah rokok khas Indonesia, cara pengolahannya adalah dengan


mencampurkan tembakau dan cengkeh, kemudian ditambahkan bahan
lain yang dibungkus dengan semacam kertas khusus.
b. Rokok putih adalah rokok dengan atau tanpa filter, menggunakan
tembakau tanpa cengkeh, ditambahkan bahan lain, kemudian dibungkus
dengan semacam kertas khusus.
c. Menurut jenis rokok yang menggunakan filter dibedakan menjadi dua
jenis,yaitu:
a) Rokok Filter (RF) adalah rokok dengan gabus di bagian bawahnya.
b) Rokok Non Filter (RNF) adalah rokok tanpa tutup gabus
(Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia,
2024).
5. Penelitian Terkait
Adapun penelitian-penelitian terkait dalam penelitian ini yaitu:

No Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Martayani1 et.al Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi
2020 Asap Rokok rancangan case-control merokok di dalam rumah, di sebelah balita atau
Dengan Risiko disebelah pintu/jendela kamar balita
Pneumonia Pada meningkatkan risiko pneumonia 9,327 kali lebih
besar dengan 95%CI= 2,808-30,985. Frekuensi
Balita Di
paparan asap rokok ditempat umum ≥ 4 kali dalam
Kabupaten Gianyar
sebulan atau lebih meningkatkan risiko pneumonia
9,291 lebih besar dengan 95%CI= 2,530-34,113,
begitu pula dengan kebiasaan ibu jarang mencuci
tangan meningkatkan risiko pneumonia 8,856
lebih besar dengan 95%CI= 2,638-29,736.

2 (Amaliyah, Hubungan Paparan Kategori riset yang digunakan Hasil penelitian yang dilakukan dari 132 sampel
2023) Asap Rokok dalam riset ini ialah riset didapatkan 122 orang balita terkena ISPA dan dari
Dengan Kejadian Survey Analitik dengan desan 132 sampel didapatkan 126 orang balita yang
Infeksi Saluran penelitian Cross Sectional., terpapar asap rokok. Hasil Uji Statistik dengan
Pernapasan Pada pengambilan sampel menggunakan Chi Square di dapatkan nilai p=
Balita menggunakan tehnik 0,000 (p≤α) maka dapat disimpulkan ada
Accidental Sampling. hubungan paparan asap rokok dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan akut pada balita di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Somba Opu
Kabupaten Gowa.

3 (Wahyudi et al., Hubungan Paparan Jenis penelitian kuantitatif, Ada hubungan paparan asap rokok dengan
2021) Asap Rokok menggunakan pendekatan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja
Dengan Kejadian cross sectional. Populasi pada Puskesmas Bandar Agung Kecamatan Terusan
Ispa Pada Balita Di penelitian ini adalah seluruh Nunyai Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2019
Wilayah Kerja ibu yang memiliki balita dan (p value 0,001. OR 4,2).
Puskesmas Bandar berkunjung ke Puskesmas
Agung Kecamatan Bandar Agung Kecamatan
Terusan Nunyai Terusan Nunyai Kabupaten
Kabupaten Lampung Tengah berjumlah
Lampung Tengah 135 orang. Sampel 101
responden. Tehnik
pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan
kuesioner. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi
Square.

4 Naja¹, et al 2021 Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya
Asap Rokok metode survey analitik dengan hubungan paparan asap rokok (ρ=0,002) dengan
Dengan Kejadian pendekatan cross sectional. kejadian ISPA di Puskesmas Pembantu Desa
Ispa Di Puskesmas digunakan dalam penelitian ini Takkalasi Sidenreng Rappang. Kesimpulan dalam
Pembantu Desa adalah purposive sampling penelitian ini adalah ada hubungan paparan asap
Takkalasi rokok dengan kejadian ISPA di Puskesmas
Sidenreng Rappang Pembantu Desa Takkalasi Sidenreng Rappang.

5 Asamal (2021) Hubungan Paparan Penelitian ini menggunakan Menunjukan bahwa sebagian besar balita di
Asap Rokok metode deskriptif analitik Dusun banyumeneng terpapar asap rokok dan 24
Dengan Kejadian dengan rancangan penelitian balita penderita ISPA memiliki resiko terpapar
Ispa Pada Balita Di croos sectional Teknik asap rokok secara langsung. Analisis Fhisher’s
Dusun pengambilan sampel Exact Test menunjukan bahwa terdapat hubungan
Banyumeneng menggunakan Stratified yang signifikan antara paparan asap rokok dengan
Gamping Sleman Random Sampling kejadian ISPA diketahui Sig. (2-tailed) = 0,000 <
Yogyakarta 0,05 yang artinya terdapat Hubungan antara
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
balita di Dusun Banyumeneng Gamping Sleman
Yogyakarta

6 Nur Hamdani Faktor-faktor yang Jenis penelitian menggunakan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
Nur, 2021 Mempengaruhi penelitian analitik penggunaan obat anti nyamuk bakar (p=0,021;
Kejadian Infeksi observasional desain Cross- OR 3,573), ventilasi dapur (p=0,000; OR
Saluran Pernapasan Sectional dengan nilai odds 0,112), kebiasaan merokok anggota keluarga
Akut (ISPA) pada ratio. berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian
Anak Berumur 12- ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas
59 Bulan di Panambungan Kota Makassar tahun 2020.
Puskesmas Sedangkan variabel ventilasi kamar tidur
Kelurahan Tebet (p=0,538; OR 0,570), dan jenis lantai
Barat, Kecamatan rumah (p=0,269; OR 1,889) tidak berpengaruh
Tebet, Jakarta secara signifikan terhadap kejadian ISPA pada
Selatan, Tahun balita di wilayah kerja Puskesmas Panambungan
2013 Kota Makassar tahun 2020

7 Apinya The Relationship The instruments included the revealed that smoke exposure at home in early
Phetruang,et,all Between Personal questionnaire about the childhood was moderate (52.2%). There 68.8%
(2023) Factors, Smoke personal data of early the Chi- had respiratory
squared test and binary
Exposure at Home, problems. The relationship between birth weight,
logistic regression.
and Respiratory and smoke exposure at home in early childhood
Problems in was found to be significantly related

Early Childhood in to respiratory problems (X2 =5.014 p< 0.05 and


Nakhon Si X2 = 85.711 p< 0.001, respectively). It was found
Thammarat that children with a birth weight
Province,
≤2500g had respiratory problems at 2.55 times of
Thailand the samples with birth weight >2500g (AOR =
2.55, 95% CI: 1.10–5.96), and

moderate-high smoke exposure had respiratory


problems at 8.86 times of the samples with low
smoke exposure (AOR = 8.86, 95% CI:

5.39–14.60). Nutritional status and breastfeeding


were not significantly related to respiratory
problems in early childhood p > 0.05.
6. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan kepustakaan, banyak factor yang berhubungan dengan kejadian ISPA
pada balita. ISPA pada balita sangat berbahaya.
Faktor Resiko ISPA

Status Gizi

Pemberian
ASI ekslusif

Berpengaruh pada
Status Tingkat imunitas
Imunisasi balita

Berat Badan
Lahir
Faktor
Resiko
ISPA Pencemaran
udara
Menyebabkan Dayatahan tubuh
pencemaran udara balita berkurang
Paparan asap
rokok Infeksi
microorganisme

ISPA pada Balita

2.1 Kerangka Teori (Amaliyah, 2023)


7. Kerangka Konsep

Paparan Asap Rokok ISPA pada Balita


(X) (Y)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


J. Definisi Operasional

No Variabel
Definisi Operasional Kategori Skala
Dependen
1. ISPA pada Anak balita yang berusia 1. Tidak pernah sakit
Balita 0-5 tahun yang ISPA (tidak batuk,
menderita ISPA dengan suara tidak serak, tidak
gejala batuk, suara demam, tidak ada
serak, pilek, demam, ada tarikan dinding dada
tarikan dinding dada dan tanpa nafas
kedalam dan nafas cepat cepat)
kurun waktu 1 tahun 2. Pernah sakit ISPA Nomina
terakhir. (batuk, suara serak, l
demam, ada tarikan
dinding dada kedalam
dan nafas cepat.).
Independen
2. Paparan asap Banyaknya anggota 1. 0 Orang, jika tidak
rokok keluarga yang merokok ada yang merokok
di rumah dalam jangka 2. Sedikit, jika orang
panjang, serta kondisi yang merokok di
sirkulasi dan ventilasi rumah hanya 1
Ordinal
udara. orang
3. Banyak, jika
orang yang
merokok di dalam
rumah >1 orang
K. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan yang akan diuji kebenarannya
melalui sebuah pengujian ( Hartono,2018). Hipotesis ada dua jenis yaitu hipotesis
alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho). Hipotesis alternatif (Ha) merupakan
pernyataan adanya perbedaan satu variabel dengan variabel lainnya atau bisa juga
menyatakan adanya pengaruh satu variabel atau treatment terhadap variabel lainnya.
Hipotessis nol (Ho) merupakan pernyataan yang menyatakan tidak adanya
hubungan diantara variabel penelitian atau menyatakan tidak adanya perbedaan atau
pengaruh satu variabel terhadap variable lainnya.
Hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi
problematika yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan
kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang
dikumpulkan melalui penelitian (Setyawan, 2021).
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA (BP) pada balita
usia 0-5 tahun
Ho : Tidak ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA (BP) pada
balita usia 0-5 tahun
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah Ha diterima adalah : “ Ada hubungan Paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA (BP) pada balita usia 0-5 tahun”.
BAB III

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini akan di uraikan mengenai desain penelitian,populasi dan


sampel ,populasi dan sampel tempat dan waktu penelitian, alatpengumpulan data, etika
penelitian serta prosedur pengumpulan data.

A. Metode penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan


menggunakan metode cross sectional yaitu mengambil data hanya satu kali pada saat
yang sama. Dan pengumpulan data ini menggunakan pendekatan, observasi dan
kuesioner. Lalu peneliti melakukan kajian beberapa faktor atau variabel yaitu, yaitu
variabel terikat dan variabel bebas. Penelitian dilakukan di RSIA PKU Muhammadiyah
Cipondoh.

A. Lokasi dan Waktu


Lokasi penelitian dilakukan di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh. Waktu
penelitian dilakukan Februari 2024.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang
secara potensial dapat sebagai bagian dari penelitian. Populasi disini adalah seluruh
subjek penelitian yaitu seluruh pasien balita yang dirawat diperawatan anak lantai
dua di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh. Jumlah populasi pasien balita yang
dirawat pertahun 2023 adalah 621 pasien, rata - rata per bulan 56 pasien.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan kumpulan individu atau objek yang dapat diukur untuk
mewakili populasi. Sampel yang diambil adalah seluruh pasien balita yang di rawat
di RSIA PKU Muhammadiyah yang terdiagnosa ISPA (BP) sepanjang tahun 2023
sebesar 150 pasien dengan rata-rata perbulannya 13 pasien.
a. Besaran sempel
Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
rumus Daniel dan Terrel dalam Nursalam (2015):

n = N.z2.p.q
d² (N-1) + z2.p.q

n= 115. (1,96)2. 0,5. 0,5

0,05² (115-1) + (1,96)2. 0,5. 0,5

n= 115. 3,8416. 0,25

0,0005 (115) + (3,8416). 0,25

n= 14406

0,0575 + 0,9664

n = 110,446

0,15414

n = 39 responden
Keterangan

n = perkiraan besar sampel

N = perkiraan besar populasi


z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

P = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

Q = 1 – p (100% - p)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05%)

b. Kriteria Sampel
Kriteria sampel merupakan pengukuran atau parameter yang
digunakan dalam penelitian untuk memilih subjek penelitian yang mewakili
populasi yang lebih besar. Kriteria sampel dapat mencakup variabel seperti
usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan faktor risiko tertentu (Afif &
Arifin, 2022). Kriteria terdiri dari dua yaitu :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota
populasi yang menjadi sampel dan memenuhi kriteria secara teori dan
sesuai dengan topik dan kondisi penelitian (Kholili et al., 2021).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu;
a) Orang tua yang memiliki balita usia 0-5 tahun yang dirawat di
RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh.
b) Orang tua yang balitanya dirawat dan mengalami ISPA.
c) Orang tua yang memiliki balita dengan penyakit lain yang disertai
dengan ISPA.
d) Orang tua yang bersedia menjadi responden dan menandatangani
Informed Consent.

2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk
mengeluarkan anggota sampel dari kriteria inklusi dengan ciri-ciri
anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Kholili et
al., 2021). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu;
a) Orang tua yang memiliki balita tapi tidak bisa membaca dan
menulis.
b) Orang tua yang anaknya dirawat dengan usia lebih dari 5 tahun.
c) Bukan seorang pasien di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh.

C. Tehnik Pengumpulan data


1. Metode Pengumpulan Data
merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data sebelum mengumpulkan,
perlu lihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode pengisian kuesioner yang
meliputi pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi, serta data
tambahan yang diambil bukan dari kuesioner.
2. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran,
pengamatan, survey dan sebagainya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
yaitu kuesioner dengan cara simple random sampling (Lubis et al., 2020).
3. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua atau pihak lain seperti
badan atau instansi, atau mencari data dari sumber lainnya seperti jurnal, artikel,
ataupun berita (Millena & Jesi, 2021). Data sekunder yang digunakan penulis adalah
data dari rekam medis atau data yang diperoleh dari dokumen RSIA PKU
Muhammadiyah Cipondoh seperti jumlah pasien yang dirawat diruang perawatan
lantai dua.
4. Data tersier
Data yang diperoleh dari orang atau badan atau instatnsi lain yang telah
dipublikasikan atau dikomplikasikan dari pihak lain dalam bentuk tabel, grafik,
laporan penelitian. Data tersier berasal dari berbagai macam dokumen yang bersifat
autentik dan dapat mendukung dari data primer dan sekunder (Saragih & Rahmat,
2020). Data di kumpulkan melalui prosedur yaitu:
1) Prosedur Administrasi
a) Membuat dan menyerahkan surat permohonan izin untuk melakukan
penelitian kepada Ketua Program Studi S1 Keperawatan yang dilanjutkan
ke ketua Universitas Muhammadiyah Tangerang.
b) Menyerahkan surat perijinan dari Ketua Universitas Muhammadiyah
Tangerang kepada Direktur RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh untuk
dilakukan penelitian.
c) Setelah surat ijin dikeluarkan oleh Direktur RSIA PKU Muhammadiyah
Cipondoh, setelah itu peneliti melakukan pengambilan data untuk
penelitian.
2) Prosedur Teknis
a. Peneliti melakukan pemilihan responden sesuai kriteria inklusi.
b. Peneliti meminta persetujuan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian setelah diberikan penjelasan.
c. Peneliti meminta responden yang bersedia untuk ikut serta dalam penelitian
untuk menandatangani lembar persetujuan.
d. Peneliti menjelaskan peraturan dan cara mengisi kuesioner.
e. Setelah kuesioner diisi oleh responden maka peneliti memeriksa
kelengkapan kuesioner pada saat pengumpulan kuesioner.
f. Peneliti dibantu oleh asisten peneliti dalam pengumpulan data penelitian.
g. Setelah data terkumpul peneliti mulai melakukan pengolahan data.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer, sekunder dan tersier. Data primer
diperoleh dengan cara responden diwawancarai oleh peneliti di bantu perawat yang
bertugas diruangan. Data sekunder diperoleh dari dokumen serta pencatatan dan
pelaporan yang ada di RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh. Dan data tersier yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya yang bersifat autentif sebagai bahan pendukung
data primer dan sekunder.

5. Alat Pengumpulan Data


1) Data demografi responden
Kuesioner ini berisi tentang identitas responden, yaitu identitas orang tua balita
yang meliputi inisial nama, jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.
2) Kuesioner
Kuesioner merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur suatu
peristiwa atau kejadian yang berisikan beberapa pertanyaan yang telah
ditentukan dan dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dari beberapa
orang sebagai bagian dari survei (Amalia et al., 2022). Kuesioner ini diperlukan
untuk mengetahui hubungan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
Balita. Pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner merupakan pertanyaan yang
bersifat tertutup.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan cara simple random sampling yang pertanyaan dan jawabannya sudah
disusun terlebih dahulu (preconstructed questioner). Lembar kuesioner dibagikan
kepada ibu balita yang dirawat diperawatan anak yang terdiagnosa ISPA (BP) yang
terpilih sebagai responden.
E. Tehnik Pengelolaan Data
Data yang telah didapatkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut :
1) Editing
Yaitu dilakukan pengecekan isian dari kuesioner apakah jawaban yang sudah diisi
lengkap dan jelas,relevan dan konsisten.
2) Coding
Yaitu dilakukan dengan cara mengubah jawaban dan kuesioner kedalam kode- kode
angka.
3) Processing
Proses memasukan data kekomputer agar dapat dianalisis.
4) Cleaning
Setelah data dimasukkan atau di entry maka dilakukan pengecekan kembali pada
data tersebut apakah terdapat kesalahan atau tidak.

F. Metode Analisa
Metode Analisis Data yang telah diolah akan diedit kembali untuk mencapai tujuan
penelitian dan mengkaji hipotesis, kemudian dituangkan dalam bentuk tabel beserta
dengan narasinya. Analisa yang digunakan adalah :
a. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dan
variabel bebas dan variabel terikat untuk mengetahui variasi dan masing masing
variabel.
b. Analisa Bivariat
Merupakan tabel silang antara dua variabel yaitu variabel terikat (frekuensi
kejadian infeksi saluran pernafasan akut) pada balita dan variabel bebas yang
meliputi jumlah perokok di dalam rumah, frekuensi merokok, lama keterpaparan
asap rokok, jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok yang dihisap dan ada tidaknya
ventilasi di rumah.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua
variabel tersebut menggunakan uji Chi square.
Chi square. Dimana 0 = Frekwensi yang diamati
Keterangan
0 = Frekwensi yang diamati
E = Frekwensi yang diharapkan
K = Kolom
B = Baris
Df = derajat kebebasan
Untuk mempermudah analisis chi square, nilai data kedua variabel disajikan
dalam bentuk tabel silang. Hasil uji statistik antara variabel terikat dengan variabel
bebas dikatakan ada hubungan bermakna (significant) apabila nilai hitung lebih
kecil dari alpha (P < 0.05) dan sebaliknya bila hasil hitung lebih besar dari alpha (P
> 0.05) tidak ada hubungan bermakna.

Kuesionernya mana?

Format wawancara?

Daftar Pustaka?

Anda mungkin juga menyukai