Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

METODOLOGI KEPERAWATAN

Dosen Pengampu : Hotma Julia DS, S. Kep, Ns, M. Kep

DISUSUN OLEH :

SAPNA JULIASTUTI, A.Md.Kep


NIM. 182412032

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG


T. A 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaiakan tugas yang berjudul
“Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Peningkatan Kasus Pneumonia Pada Anak
Usia Toddler di Ruang Rawat Inap Flamboyan RSUD Kota Tanjungpinang”.
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari semua pihak sehingga proposal ini bisa diselesaikan
tepat waktu. Untuk itu penulis ini menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. dr. H. Yunisaf, MARS selaku direktur RSUD Kota Tanjungpinang yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan
proposal skripsi ini.
2. Amirrudin, S.Kep., Ners selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD Kota
Tanjungpinang yang telah memberikan izin dan pengarahan kepada penulis
dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
3. Asmeriyanty, S.Kep.,Ners selaku Kepala Seksi Pengembangan Mutu dan
Etika Keperawatan RSUD Kota Tanjungpinang yang telah memberikan izin
dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
4. Kairudin, S.Kep selaku Kepala Seksi Asuhan Keperawatan RSUD Kota
Tanjungpinang yang telah memberikan izin dan pengarahan kepada penulis
dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
5. Ani Wahyuni, S.Kep., Ners selaku Kepala Instalasi Rawat Inap RSUD Kota
Tanjungpinang yang telah memberikan izin dan pengarahan kepada penulis
dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
6. Ns. Maitri Sudjarwani, S.Kep selaku Kepala Ruangan Flamboyan RSUD
Kota Tanjungpinang yang telah memberikan izin dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
7. Ns. Hotma Julia, S.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Metodologi
Penelitian STIKES Hang Tuah Tanjungpinang yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam proposal skripsi ini.
8. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
atas dukungan dan izin dalam penyusunan proposal skripsi ini.

1
9. Kepada kedua orangtua yang telah memberikan dukungan serta dorongan
moral dan material hingga selesainya proposal skripsi ini.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan proposal skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini masih belum sempurna,
untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifaat konstruktif dan
membangun untuk kesempurnaan proposal skripsi ini.

Tanjungpinang, 24 Maret 2024


Penulis

Sapna Juliastuti

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar
kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan daun nipah atau kertas.
Merokok merupakan sebuah aktivitas menempatkan rokok di mulut,
membakar, kemudian menghisap asap yang dihasilkannya hingga menuju ke
paru. (Robert West,2017)
Definisi lain dari perokok adalah mereka yang merokok setiap hari untuk
jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya masih merokok.
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (KBBI,2012)
Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar
terhadap kesehatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
lingkungan asap rokok adalah penyebab berbagai penyakit, pada perokok
aktif maupun pasif. (Azizah KN, 2019)
Riset Kesehatan Dasar menyatakan sebesar 85% rumah tangga di
Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok
meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena
terpapar asap rokok orang lain. Dilansir dari survei yang dilakukan oleh
global adult tobacco survey (2011) menyebutkan bahwa berdasarkan
kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu sebesar 73.3%
pada kelompok usia 25-44 tahun dan kelompok usia 45-64 tahun sebesar
72.4%, sedangkan berdasarkan jenis kelamin 47,5% perokok aktif merupakan
pria dan sebesar 1,1% adalah perempuan
Salah satu dampak merokok timbulnya peyakit pneumonia pada anak
balitasebagai perokok pasif. Faktor risiko penyakit ini adalah kebiasaan
merokok dari orangtuanya karena asap rokok yang terhisap langsung oleh
perokok pasif dapat mengganggu system pertahanan organ pernafasan
(Almer, Dadi dkk, 2015)

3
Asap rokok menjadi penyumbang terbesar balita mudah terkena penyakit
pneumonia. Asap rokok yang terhirup anak secara tak sengaja akan merusak
keseimbangan daya tahan di pernapasan. Pertama-tama zat berbahaya dari
rokok ini merusak silia atau rambut halus yang berfungi menyakir benda
asing masuk ke tubuh. Apabila sering terpapar asap rokok, fungi silia tersebut
bias terganggu. Silia berbentuk seperti sapu, ketika sudah tidal berfungsi akan
menyebabkan benda asing masuk dan membuat daha berkumpulsehingga
anak menjadi batuk, balita yang sering terpapar asap rokok beresiko tinggi
terkena pneumonia (Farhat, 2017)
Pneumonia adalah suatu peradangan akut di parenkim paru yang
disebabkan oleh infeksi pathogen (Bakcteri, virus, jamur dan parasite), namun
tida termasuk Mycobacterium tubercolusis (PNPK,2023). Menurut WHO
2022, Pneumonia adalah suatu bentuk infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut
alveoli, yang terisi udara saat orang sehat bernafas. Ketika seseorang terkena
pneumonia, alveoli dipenuhi nanah dan cairan yang membuat pernafasan
terasa nyeri dan membatasi asupan oksigen.
Pneumonia pada anak merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang
bermakna di negara berkembang. Sekitar 7-13% pasien pneumonia anak
datang dengan pneumonia sangat berat dengan risiko kematian yang tinggi
(PDPI,2020). Pneumonia adalah penyebab kematian menular terbesar pada
anak-anak di seluruh dunia. Pneumonia menewaskan 740.180 anak dibawah
usia 5 tahun pada tahun 2019, menyumbang 14% dari seluruh kematian anak
dibawah 5 tahun tetapi 22% dari seluruh kematian anak berusia 1 hingga 5
tahun. (WHO,2022).
Di Indonesia kejadian pneumonia pada balita diperkirakan 10-20% per
tahun dan 10% dari penderita pneumonia balita akan meninggal bila tidak
diberi pengobatan, yang berarti bahwa tanpa pengobatan akan didapat
250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya. Perkiraan angka
kematian pneumonia pada balita secara nasional adalah 5 per 1000 balita atau
sebanyak 140.000 balita per tahun, atau rata-rata 1 anak balita Indonesia
meninggal akibat pneumonnia setiap 5 menit. Setiap anak diperkirakan

4
mengalami 3-6 episode ISPA per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali per tahun (PPI
Saluran pernafasan Akut,2011).
Pneumonia pada anak masih menjadi penyebab utama pada kematian
anak dibawah umur 5 tahun. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan
Indonesia tahun 2022 penyebab kematian terbanyak pada balita kelompok
usia 12-59 bulan adalah pneumonia (12,5%), penyebab lainnya yaitu diare,
kelainan kongenitial, demam berdarah, penyakit saraf, COVID -19, dll.
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2022 terdapat
2.944 kasus. Di Kota Tanjungpinang sendiri terdapat temuan kasus
pneumonia sebanyak 72 kasus. Sedangkan di Rsud Kota Tanjungpinang, pada
tahun 2022 terdapat 199 Kasus, dan terjadi peningkatan pada tahun 2023
sebanyak 270 kasus pada anak yang sedang dirawat di Ruangan Flamboyan.

Secara umum faktor risiko terjadinya Pneumonia yaitu faktor lingkungan


fisik, faktor host/ pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan sosial. Faktor
agent yaitu bakteri penyebab pneumonia yaitu streptococcus pneumonia,
hemophilus influenza, dan staphylococcus aureus. Faktor lingkungan fisik
meliputi , luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, serta jenis lantai dan
dinding rumah. Faktor host meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, defisit
vitamin A dan zink, dan status imunisasi, tidak ASI Eksklusif. Sedangkan
faktor lingkungan sosial meliputi pekerjaan orang tua, pendidikan ibu, derajat
kesehatan yang rendah serta perilaku merokok anggota keluarga.
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,2010)

Dengan melihat kebiasaan merokok dan dampak kesehatan yang


ditimbulkan oleh rokok berupa pneumonia serta tingginya angka penyakit
tersebut di Indonesia, saya memilih untuk melakukan penelitian berupa
Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Peningkatan Kasus Pneumonia Pada
Anak Usia Toddler Di Ruang Rawat Inap Flamboyan RSUD Kota
Tanjungpinang tahun 2024 untuk memahami adanya pengaruh terhadap
lingkungan balita terkhususnya paparan asap rokok dengan pneumonia. Dan
dapat dijadikan acuan pencegahan kematian pada kasus pneumonia anak

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut muncul masalah penelitian adalah
“Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Peningkatan Kasus Pneumonia Pada
Anak Usia Toddler Di Ruang Rawat Inap Flamboyan RSUD Kota
Tanjungpinang”

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pengaruh Kebiasaan Merokok
Pada orang Tua dengan peningkatan kejadian Pneumonia pada anak usia
Toddler di RSUD Kota Tanjungpinang.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus yang ingin dicapai antara lain :
a. Untuk mengetahui adaya pengaruh paparan asap rokok dan peningkatan
kasus pneumonia
b. Untuk mengetahui gambaran factor risiko riwayat pneumonia pada
balita di Ruang Flamboyan RSUD Kota Tanjungpinang

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
khususnya dalam lingkup keperawatan mengenai Pengaruh Paparan Asap
Rokok Pada Peningkatan Kasus Pneumonia Pada Balita.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dalam membuat penelitian dan mahasiswa lebih mengenal tentang
Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Pneumonia pada balita
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas
Kesehatan Setempat dalam melakukan pencegahan Pneumonia pada balita
c. Bagi Institusi Pendidikan

6
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam
pembelajaran mengenai keperawatan anak.
d. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi maupun data
untuk penelitian selanjutnya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu
keperawatan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Pneumonia

Pneumonia adalah suatu peradangan akut di parenkim paru yang


disebabkan oleh infeksi pathogen (bakteri, virus, jamur dan parasite), namun
tidak termasuk Mycobacterium tuberculosis. (PNPK, 2023). Pneumonia
adalah infeksi atau peradangan akut pada jaringan paru-paru yang
disebabkan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, aprasit, paparan
bahan kimia atau kerusakan fisik pada paru-paru. Pneumonia dapat
menginfeksi semua kelompok usia. Pneumonia dpat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu community-acqureid pneumonia (CAP) atau pneumonia yang
didapat masyarkat, pneumonia nosocomial dan pneumonia terkait ventilasi.
(Aulia Natassya, 2022).
Pneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bawah akut yang
mengenai parenkim paru meliputi alveolus dan jaringan interstisial.
Sebagaian besar pneumonia disebabkan oleh virus atau bakteri. Gambaran
klinis pneumonia berupa demam, batuk, distress pernafassan, ronchi,
wheezing dan suara pernafasan menurun. Pemeriksaan saturasi okeisgen
penting dilakukan untuk menilai beratnya pneumonia pada anak (Nurul
Suci, 2020).

2.1.2 Epidemologi Pneumonia


Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun di berbagai
negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens
pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak
balita di negara berkembang (Latif A,2009 dalam andi Samuel 2014)
WHO (2000), memperkirakan insidens pneumonia anak balita di negara
berkembang adalah 151,8 juta kasus per tahun dan 8,7% (13, 1 juta) di

8
antaranya merupakan pneumonia berat. Jumlah kasus pneumonia anak
balita di dunia ada 156 juta. Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru
dan insidens pneumonia anak balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3
juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia, lebih dari setengahnya
terkonsentrasi di enam negara antara lain India 43 juta, China 21 juta,
Pakistan, 10 juta, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria. Menurut Pofil
Kementrian tahun 2022, pneumonia menduduki urutan pertama sebagai
penyebab kematian bayi dan balita.

2.1.3 Klasitikasi Pneumonia

Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan


epidemilogi serta letak anatomi
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas adalah pneumonia infeksius pada seseorang
yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh
selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain
atau prosedur
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik Ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi
pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi
karena bahan teraspirasi mugnkin mengandung bakteri aerobic atau
penyebab lain dari pneumonia
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah

b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis epidemiologi


Menurut Hockennberry dan Wilson (2009) dalam Made Sutarga (2017)
Pneumonia dikelompokkan menjadi :
1. Pneumonia lobaris

9
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai
pneumonia bilaretal atau ganda
2. Pnemonia lobularis (bronchopneumonia)
Bronchopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konssolidasi dalam lobus yang berada di dekatnya
3. Pneumonia interstisial
Proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar (intestisium)
dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong, 2004 dalam

Klasifikasi Pneumonia pada Anak Berdasarkan Umur


Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis
2 bulan - < 5 tahun Batuk Bukan Pneumonia Tidak ada nafas
cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada
bagian
bawah
Pneumonia Adanya nafas cepat
dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah ke
dalam
Pneumonia Berat Adanya nafas cepat
danadanya tarikan
dinding
dada bagian bawah
kedalam
<2 bulan Bukan Pneumonia Tidak ada nafas
cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada
bagian bawah
kedalam yang
kuat
Pneumonia Berat Adanyan nafas cepat
dan tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam
yang kuat
(Depkes, 2012)

10
2.1.4 Etiologi
1.Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organism
gram positif : Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza,
Klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. (Padila, 2013)
2.Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus. (Padila, 2013)

3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. (Padila, 2013)

4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia. Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Padila, 2013)

2.1.5 Patogenesis

Mikroorganisme penyebab masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara


dari atmosfer atau dari pasien yang terinfeksi, juga dapat melalui aspirasi
dari nasofaring atau orofaring, tidak jarang secara perkontinuitatum dari
daerah di sekitar paru, ataupun melalui penyebaran secara hematogen
(Lutfiyuni eka,2021)

Terdapat gangguan keseimbangan antara sistem pertahanan tubuh


hospes bagian saluran pernapasan, baik lokal maupun sistemik atau adaptif
dan bawaan, dengan organisme patogen penyebab pneumonia sehingga
dapat menyebabkan reaksi inflamasi di paru. Menurut Jain V (2020)
Mekanisme yang mengalami gangguan ialah:

a) Gangguan pertahanan tubuh secara sistemik, humoral dan sistem


komplemen, yang dapat dijumpai pada pasien imunodefisiensi,

11
fungsional asplenia, dan x-linked agammaglobulinemia yang diwariskan
secara genetic. Kondisi penyakit yang menyebabkan gangguan imun
tubuh seperti virus dan organisme seperto pneumosistis, jamur, dan
sebagainya. Gangguan mekanisme pembersihan mukosiliari yang ada di
saluran pernapasan yang biasa terjadi pada perokok, sindrom
Kartergerner, pasca infeksi virus, dan kondisi lainnya.
b) Akumulasi sekresi berlebih seperti yang sering dijumpai pada penyakit
kistik fibrosis dan obstruksi bronkial. Reaksi inflamasi dipicu oleh
aktivasi makrofag akibat paparan patogen dan debris asing dan reaksi ini
bertanggung jawab dalam perubahan histopatologis dan klinis sehingga
dapat menjadi gejala pneumonia. Makrofag awalnya memfagosit patogen
dan memicu respon inflamasi dengan dimediasi oleh mediator inflamasi
dan sitokin-sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-8, dan IL-1 yang
merangsang reaksi kemotaksis neutrophil menuju lokasi infeksi.
c) Antigen yang berasal dari patogen juga dibawa ke sel T di kelenjar getah
bening, sehingga dapat mengaktivasi jalur komplemen dan membentuk
antibodi. Respon inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler di parenkim paru, dan eksudasi cairan tersebut

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut WHO (2009) gambaran klinis pneumonia meliputi:
a. Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat
napas cepat saja. Indikator napas cepat pada anak umur 2 bulan-11
bulan adalah >50 kali/menit dan pada anak umur 1-5 tahun adalah
>40kali/menit.

b. Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut: 1) kepala terangguk-angguk, 2) pernapasan cuping hidung, 3)
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. 4) foto dada yang
menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dan lain-
lain).Selain dari yang di atas, bisa didapatkan pula tanda seperti: Napas

12
cepat: anak umur <2 bulan: >60 kali/menit; anak umur 2-11 bulan:
>50 kali/menit; anak umur 1-5 tahun: >40 kali/menit; anak umur >5
tahun: >30 kali/menit. Suara merintih/grunting pada bayi. pada
auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial. Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai bayi
tidak dapat minum/makan atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, diare dan distress pernapasan berat.

2.1.7 Faktor Resiko

Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang


anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor resiko yang
meningkatkan kejaadian, beratnya penyakit dan kematian kerena pneumonia
yaitu:

A. Faktor Lingkungan

1. Kualitas udara dalam rumah

Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam


rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa
negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan
dengan polusi udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk (2008)
menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari
dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil
penelitian juga menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang
dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit
ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang
memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap
bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko.
Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering
sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok (16%
berbanding 11%). Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dan untuk pemanasan dengan konsentrasi
tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

13
memudahkan balita terkena infeksi bakteri pneumokokus ataupun
Haemophilus influenzae

2. Ventilasi Udara Dalam Rumah

Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar


masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah dengan tujuan
untuk menjaga kelembaban udara didalam ruangan. Rumah yang
tidak dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai udara
segar didalam rumah menjadi sangan minimal

3. Kepadatan Hunian Rumah

Balita yang tinggal di lokasi padat hunian tinggi mempunyai peluang


mengalami pneumonia sebanyak 2,20 kali dibandingkan dengan
balita yang tidak tinggal di kepadatan hunian tinggi

4. Kebiasaan merokok didalam rumah

Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, dan setidaknya


200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, racun utama
pada rokok adalah tar, nikotin dan karbonmonoksida. Tar adalah
substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru, Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan
peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu
kanker paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang
mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu
mengikat oksigen. Asap rokok yang mencemari di dalam rumah
secara terus-menerus akan dapat melemahkan daya tahan tubuh
terutama bayi dan balita sehingga mudah untuk terserang penyakit
infeksi, yaitu pneumonia
B. Faktor Individu
1. Berat Badan Lahir

Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), pembentukan


zat anti kekebalan kurang sempurna, berisiko terkena penyakit
infeksi terutama pneumonia sehingga risiko kematian menjadi lebih

14
besar dibanding dengan berat badan lahir normal.

2. Status Gizi

Pemberian Nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan dan


perkembangan anak dapat mencegah balita terhindar dari penyakit
infeksi sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi
optimal. Status gizi pada anak berkontribusi lebih dari separuh dari
semua kematian anak di negara berkembang, dan kekurangan gizi
pada anak usia 0-4 tahun 34 memberikan kontribusi lebih dari 1 juta
kematian pneumonia setiap tahunnya.

3. Pemberian ASI Eksklusif

Hal ini secara luas diakui bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI
eksklusif mengalami infeksi lebih sedikit dan memiliki penyakit
yang lebih ringan daripada mereka yang tidak mendapat ASI
eksklusif. ASI mengandung nutrisi, antioksidan, hormon dan
antibodi yang dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang,
dan membantu sistem kekebalan tubuh agar berfungsi dengan baik.
Kekebalan tubuh atau daya tahan tubuh yang tidak berfungsi dengan
baik akan menyebabkan anak mudah terkena infeksi.

Namun hanya sekitar sepertiga dari bayi di negara berkembang yang


diberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupannya.
Bayi di bawah enam bulan yang tidak diberi ASI ekslusif berisiko 5
kali lebih tinggi mengalami pneumonia, bahkan sampai terjadi
kematian. Selain itu, bayi 6 - 11 bulan yang tidak diberi ASI juga
meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia dibandingkan
dengan mereka yang diberi ASI.

15
2.1.8 Tatalaksana pada anak
1. Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%. Pada pneumonia
berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat. Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak
direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia. Antipiretik dan
analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk. Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Pasien yang
mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam
sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.
2. Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotic berupa Amoksisilin yang merupakan pilihan
pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan
sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,
ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin

2.2.1 Rokok
2.2.1.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rokok ialah gulungan
tembakau yang ukurannya + sebesar kelingking yang bisa dibungkus
dengan daun nipah atau kertas. Merokok merupakan sebuah aktivitas
menempatkan rokok di mulut, membakar, kemudian menghisap asap yang
dihasilkannya hingga menuju ke paru.1Perokok adalah seseorang yang
suka merokok, jenis perokok terbagi dua yaitu perokok aktif dan perokok
pasif. disebut perokok aktif bila orang tersebut melakukan aktivitas
merokok secara aktif, dan disebut perokok pasif bila orang tersebut hanya
menerima asap rokok dari orang lain, bukan melakukan aktivitas merokok
sendiri

16
Bahan utama rokok adalah tembakau, dimana tembakau mengandung
kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya
berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar,
nikotin dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung
bahan- bahan kimia lain yang sangat beracun.
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna cokelat tua atau hitam yang
merupakan subtansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel
pada paru. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan
psikoaktif sehingga perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan
berkurang toleransi dan keterikatan.
Karbon Monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh
pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Selain itu
juga terdapat zat-zat lain seperti Kadmium, Amoniak, Asam Sianida
(HCN), Nitrous Oxside, Formaldehid, Fenol, Asetol, Asam Sulfida
(H2S), Piridin, Metil Klorida, Metanol, Polycyclik Aromatic
Hydrocarbons (PAH) dan Volatik Nitrosamine.33 Dengan
berkembangnya zaman, sudah dijumpai adanya bentuk rokok elektrik
atau yang dikenal dengan vape atau tembakau tanpa asap dengan dampak
kesehatan yang ditimbulkan sama dengan rokok tradisional.
Derajat merokok menurut indeks brinkman adalah hasil perkalian
anatara lama merokok dengan rata-rata jumlah rokok yang dihisap
perhari jika hasilnya kurang dari 200 dikatakan perkok ringan, jika
hasilnya antara 200-599 dikatakan perokok sedang dan jika hasilnya
lebih dari 600 dikatakan perokok berat. Semakin lama seseorang
merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap perhari, maka derajat
merokok akan semakin berat

2.2.1.2 Dampak merokok


Dampak rokok terhadap kesehatan juga melalui jalur imunologis seperti
respon imun yang dimediasi oleh selular Asap rokok dapat menyebabkan
inflamasi dan merupakan karsinogenik. Asap rokok yang mengandung
hidrokarbon, aldehid, asam, ammonia dan komponen lain akan

17
menyebabnya iritasi lokal pada epitel saluran pernapasan sehingga lambat
laun menyebabkan kematian sel dan peningkatan neutrofil pada lokasi
inflamasi. Dampak lain dari asap rokok adalah terganggunya respon
pembersihan mukosiliar sehingga lebih sulit untuk mengeluarkan debris
maupun patogen dari saluran napas dan lebih tinggi terjadinya risiko
infeksi. Komponen asap rokok yang juga karsinogenik terjadi akibat
mutasi gen onkogen dan kerusakan kromosom dan sinyal pertumbuhan
menjadi meningkat. Sehingga, selain berisiko terkena infeksi saluran
pernapasan, asap rokok juga dapat menyebabkan penyakit PPOK dan
kanker paru.
Diketahui perokok memiliki hitung jenis leukosit yang lebih tinggi sekitar
30% bila dibandingkan dengan non-perokok yang diduga disebabkan dari
kandungan nikotin di dalam rokok. Sitokin proinflamasi juga dilepaskan
oleh makrofag alveolar seperti TNF-α, interleukin-1, interleukin-8, dan
sitokin lain diduga berhubungan dengan munculnya respon radang pada
paru perokok. Beberapa penelitian menyatakan bahwa nikotin merupakan
komponen imunosupresif bagi perokoknya. Dampak rokok terhadap
kesehatan berlaku baik untuk perokok aktif & perokok pasif.

2.3 Kerangka Teori

Faktor risiko pneumonia

Faktor lingkungan Faktor Perilaku


Luas ventilasi rumah, Faktor Individu balita
pencahayaan, tipe Status nutrisi, status Kebiasaan merokok anggota
lantai rumah, imunisasi, riwayat keluarga, kebiasaan
kepadatan hunian, pemberian ASI ekslusif, membuka jendela pagi dan
jenis dinding rumah, riwayat BBLR, usia balita
tingkat kelembapan siang
udara.
Faktor Sosial ekonomi Tingkat
pendidikan orang tua, pendapatan
orang tua, pekerjaan orang tua

Orang tua merokok di rumah

Menghasilkan zat-zat berbahaya (CO)


18
Balita terpapar asap rokok di rumah
Merusak system pertahann di paru balita

Bakteri mudah masuk ke dalam paru balita

Menginfeksi bagian parenkim paru balita

PNEUMONIA PADA BALITA

2.4 Kerangka Konsep

Faktor anak balita yang


mempengaruhi pneumonia:

- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat imunisasi
- Pemberian asi
- Kebiasaan Merokok
orangtua di dalam rumah

Variabel Independen Variabel Dependen:


Paparan asap rokok Kejadian Pneumonia
dirumah

YA TIDAK

= Diteliti

19
2.5 Definisi Operasional
Alat Skala
Variabel Definisi Cara Ukur Skala
Ukur Pengukuran

Variabel Infeksi akut saluran Rekam Pembacaan 1 = ya, jika Nomina


l
dependen: pernapasan bagian Medik rekam medik anak balita
Kejadian bawah. Yang pasien dinyatakan
Pneumonia ditetapkan oleh menderita
Balita dokter rumah sakit pneumonia
Bukan pneumonia: oleh dokter
tidak ada tanda- 2 = tidak, jika
tanda pneumonia tau anak balita
penyakit sangat berat dinyatakan
dan tidak ditetapkan tidak
oleh dokter sebagai menderita
penderita pneumonia pneumonia
oleh dokter

Variabel Kebiasaan orang tua Rekam Pembacaan 1 = merokok Nomina


l
independen: menghisap rokok Medik rekam medik
Paparan setiap hari pasien
asap rokok tidak memiliki 2 = tidak
di rumah kebiasaan atau merokok
prilaku merokok

20

Anda mungkin juga menyukai