OLEH :
RIZKA SEPTIANI
191211594
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayat nyalah sehingga kita dapat menyeleseikan pra proposal yang berjudul "
PNEUMONIA PADA BALITA DIKOTA PADANG" dan tak lupa pula penulis sampaikan
shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang
jauh dari kesempurnaan ilmu pengetahuan sampai kepada alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan yang terus berkembang hingga saat ini.
Dalam penyusunan pra proposal yang penulis buat mempunyai sedikit hambatan dan
kesulitan yang didapat. namun berkat bimbingan dan petunjuk yang penulis dapatkan
akhirnya karya tulis ini dapat diseleseikan sesuai waktu yang telah di tentukan.
Segala kemampuan dan usaha telah penulis usahakan semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi berkembangnya kualitas
ilmu dalam pada masa mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat penelitian
A. pneumonia
B. etiologi
C. manifestasi klinik
D. komplikasi
E. pemeriksaan penunjang
F. pencegahan
Hipotesis
Kerangka teori
A. Metode penelitian
E. Instrument penelitian
F. Etika penelitian
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam Pembangunan Menuju Indonesia Sehat
yang diadopsi dari Millennium Development Goalsialah membawa pembangunan kearah
yang lebih adil bagi semua pihak, bagi manusia dan lingkungan hidup, bagi laki-laki dan
perempuan, bagi orang tua dan anak-anak, serta bagi generasi sekarang dan generasi
mendatang. Salah satu sasarannya adalah penurunan Angka Kematian
Anak. Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
anak merupakan salah satu pemberantasan penyakit yang termasuk dalam Program
Pembangunan Nasional.
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
yang paling penting pada anak. Salah satu penyakit saluran pernapasan pada anak adalah
pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang
sekitar 1% dari seluruh penduduk di Amerika Serikat. Meskipun telah ada kemajuan dalam
bidang antibiotik, pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di
Amerika Serikat (Price & Wilson, 2006).
Munculnya organisme nosokomial yang didapat dari rumah sakit yang resisten
terhadap antibotik, ditemukannya organisme – organisme yang baru (sepertiLegionella),
bertambahnya jumlah penjamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti
AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab– penyebab
pneumonia, dan ini menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan
yang mencolok (Price & Wilson, 2006).
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
dinegara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
sistem respiratori, terutama peumonia (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).
Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terdapat polusi udara
Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka
masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir
terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Pasien peminum
alkohol, pasca bedah, dan penderita penyakit pernpasan kronik atau infeksi virus juga mudah
terserang penyakit ini. Hampir 60% dari pasien-pasien yang kritis di ICU dapat menderita
pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien tersebut akan meninggal (Price & Wilson, 2006).
Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
Pneumoniae, Haemophilus Influenzae, dan Staphylococcus Aureus. Di negara maju,
pneumonia pada ank terutama disebabkan oleh virus, dismaping bakteri, atau campuran
bakteri dan virus. Virkki dkk melakukan penelitian pneumonia pada anak dan menemukan
etiologi virus saja sebanyak 32% , campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%.
Virus yang paling banyak ditmukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus,
dan Virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
Pneumoniae, Haemophilus Influenzae tipe B, dan Mycoplasma Pneumoniae. Kelompok anak
berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak
berusia dibawah 2 tahun (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).
Table 1.1
REKAPITULASI LAPORAN PROGRAM P2 ISPA
DINAS KESEHATAN KOTA SUNGAI PENUH
TAHUN 2011
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Faktor-Faktor Apa saja Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita Di Puskesmas Kecamatan lubuk kilangan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di
Puskesmas Kecamatan lubuk kilangan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada balita
b. Diketahuinya distribusi frekuensi umur balita
c. Diketahuinya distribusi frekuensi status imunisasi
d. Diketahuinya distribusi frekuensi status gizi balita
e. Diketahuinya distribusi frekuensi pemberian ASI Ekslusif pada balita
f. Diketahuinya hubungan Umur anak dengan kejadian pneumonia pada balita
g. Diketahuinya hubungan Status Imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita
h. Diketahuinya hubungan Status Gizi dengan kejadian pneumonia pada balita
i. Diketahuinya hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan keperawatan
Sebagai bahan untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian ,
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam mengumpulkan,
memproses, dan menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Defenisi
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru.(Cecily L. Betz dkk,
2002). Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan hal yang umum selama masa kanak-
kanak tetapi lebih sering terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal (Donna L.
Wong, 2004 ). Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiolgi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Dr.Rusepno Hassan dkk, 2007).
Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
(stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus (respiratory syncytial virus)
(Kathleen Morgan Speer, 2008). Peradangan pada paru yang tidak saja mengenai jaringan
paru tapi dapat juga mengenai bronkhioli (dr. taufan nugroho, 2011).
2. Etioligi
Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi,
pneumonia hypostatic, dan sindrom Loeffler. Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi
primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti morbilli atau varicella (Nursalam,
dkk,2008).
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksiStreptococcus
Pneumoniae, Haemophilus Influenzae, dan Staphylococcus Aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).
Streptococcus Pneumoniae (pneumokokus) adalah penyebab yang paling sering dari
pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat (kira-kira 75% dari semua kasus)
maupun dari rumah sakit. Staphylococcus Aureus (kokus gram positif) dan asil aerobik gram
negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan E.
colli menyebabkan sebagian besar pneumonia nosokomial (Price & Wilson, 2006).
3. Klasifikasi
a. Pembagian anatomis:
1) Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh
infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan
pada bayi disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40C dan suhu ini biasanya tipe febris
kontinua. Nafas menjadi sesak, disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
mulut dan nyeri pada dada (Dr Rusepno Hasan dkk, 2007)
Anak lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian
menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah 1-2 hari. Pada
permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan.
(Ngastiyah, 2005)
2) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya napas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
daripada luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan
dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah, nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pada suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronki terdengar lagi. (Ngastiyah, 2005)
Bronchopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tubuh. Sebagian infeksi primer biasanya hanya dijumpai
pada anak-anak dan orang tua. Beberapa keadaan yang dapat berkomplikasi
bronchopneumonia ialah: pertussis, morbilli, penyakit infeksi lain yang disertai demam,
infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyakit jantung, gizi buruk, alkoholisme menahun,
keadaan pasca bedah dan keadaan terminak sesudah penyakit lama. (dr. Sutisna Himawan,
1990)
3) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Bronkiolitis akut ialah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi
atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis akut
sebagian besar disebabkan oleh respiratory syncyal virus (50%). (Ngastiyah, 2005)
b. Pembagian pneumonia bakteri:
1) Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong
pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan. Pada
umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1
tahun (Dr. Rusepno Hassan dkk, 2007)
2) Pneumonia streptokokus
Grup A Streptokokus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius
bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia
streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air
dan infeksi bakteri lain seperti pertusis, pneumonia pneumokokus. (Dr. Rusepno Hassan,
2007)
3) Pneumonia pneumokokus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.Pneumokokus dengan serotipe
1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14,1,6,9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4
tahun dan mengurang dengan berkurangnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Dr. Rusepno Hassan,
2007).
4. Patogenesis
Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema masuk ke dalam
alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan membersihkan
debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke segala atau lobus yang sama,
atau mungkin ke bagian lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui
saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro viscelaris. Karena jaringan
paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran
darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi
perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat
oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnie. Pada keadaan yang berat bisa
terjadi gagal nafas (DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari Pneumonia
pneumococcus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnyamencapai
alveoli lewat percikan mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek
gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka Pneumococcusmenimbulkan respon khas yang
terdiri dari empat tahap yang berurutan, yaitu:
a. Kongesti (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk krdalam alveoli melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor
b. Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel
eritrosit, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
c. Hepatisasi Kelabu (3-8 hari): paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi didalam alveoli yang terserang
d. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada struktur semula (Price and Wilson,2006: 806).
5. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi nonifeksi yang relatif lebih sering, dan factor pathogenesis. Di samping itu,
kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
b. Gejala ganguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis tanda klinis seperti pekak
perkusi,suara nafas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi
paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-
kadang keluhan gastrointestinal seperti mntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki,
dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivis, otitis media,
faringitis, dan laryngitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrate
alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila
terjadi epusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Gerakan
dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura
bertambah, sesak nafas semakin bertambah,tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan
berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah
yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen data menyebar ke kuadran kanan bawah
dan menyerupai apendisitis.abdomen mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang
disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh
diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
pneumonia (Nastiti N. Rahajoe dkk, 2008).
6. Pencegahan
a. Menghindarkan bayi/anak dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang
berpotensi penularan.
b. Menghindarkan bayi/anak dari kontak dengan penderita ISPA.
c. Membiasakan memberikan ASI.
d. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek terlebih jika disertai
suara serak, sesak nafas dan adanya retraksi.
e. Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke rumah
sakit jika kondisi anak memburuk.
f. Pemberian vaksinasi
g. Vaksin Pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumonia)
h. Vaksin Flu
i. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophillus influenzae type b)
(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertianpneumonia.html)
Imunisasi dasar adalah imunisasi wajib yang sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
yang terdiri dari BCG untuk mencegah penyakit tuberculosis, DPT untuk mencegah penyakit diphteri,
pertusis dan tetanus, imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak, imunisasi polio untuk
mencegah penyakit polio, dan Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B (Ranuh, 2005).
Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain imunisasi DPT, campak,
pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan campak adalah imunisasi wajib yang harus diberikan
pada anak, sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan imunisasi anjuran yang dapat
diberikan pada anak karena memberikan kekebalan terhadap kuman penyebab pneumonia.
a. DPT
Imunisasi ini diberikan untuk mnimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap
penyakit diftia, tetanus dan pertusis (batuk rejan) yang salah satu gejala dari penyakit pertusis adalah
infeksi saluran pernafasan. Imunisasi ini diberikan lima kali pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18
bulan, dan 5 tahun.
b. Vaksin Campak
Imunisasi ini bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadp penyakitcampak secara aktif dan
komplikasi dari penyakit campak dapat menyebabkan pneumonia. Imunisasi ini diberikan pada usia 9
bulan.
c. Hib
d. Pneumokokus
Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus Pneumonia dan diberikan
pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
3. Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolism dan
pengeluaran zat-zat sisa untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ serta menghasilkan energy (Supariasa dkk, 2002). Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier).
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.Tingkat
pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya
persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan
beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
Ada empat bentuk nutrisi :
a. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode
tertentu
b. Specific defisiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium,
Fe, dan lain-lain
c. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu
d. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya
LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low
Density Lipoprotein).
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut Reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-
NCHS (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2002).
Tabel 2.1
Klasifikasi status gizi Balita berdasarkan WHO-NCHS
Indeks Status Gizi Ambang Batas
Berat badan menurut Gizi baik ≥ -2 SD s/d +2 SD
umur ( BB/U) Gizi kurang < -2 SD s/d ≥ -3 SD
Gizi buruk < -3 SD
Gizi lebih > + 2 SD
Tinggi badan menurut Normal ≥ -2 SD
umur (TB/U) Pendek ≥ -3 SD s/d < -2 SD
Berat badan menurut Normal ≥ -2 SD s/d +2 SD
tinggi badan (BB/TB) Kurus ≥ -3 SD s/d < -2 SD
Kurus sekali < -3 SD
Gemuk > + 2 SD
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan
desain cross sectional study, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen (umur anak, status gizi, status imunisasi, dan pemberian ASI ekslusif) dengan
variabel dependen (kejadian pneumonia pada balita) pada waktu bersamaan (Notoatmodjo,
2005 ).
2. Sampel
a. Besar Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang yang didapat dengan
menggunakan rumus:
Keterangan:
= Jumlah sampel
= Besar populasi
2 = Tingkat Kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan ( 0,1 )
(Notoatmodjo, 2005: 92)
Jadi,
BAB III
KERANGKA KONSEP
Bagan 3.1
Kerangka Teori
Pneumonia
Faktor-Faktor Risiko Pneumonia
pada bayi :
berat badan lahir rendah (BBLR)
tidak mendapat ASI yang adekuat Sumber: ilmu kesehatan anak vol. 3 Universitas
malnutrisi Indonesia
defisiensi vitamin A, Sumber : Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010
tingginya prevalensi kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring,
tingginya pajanan terdapat polusi udara
G. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
Defenisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
H. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan Umur anak dengan kejadian pneumonia pada balita.
2. Ada hubungan Status Imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita.
3. Ada hubungan Status Gizi dengan kejadian pneumonia pada balita.
4. Ada hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita.
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita berusia nol
sampai lima tahun.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dipuskesmas lubuk kilangan
b. Kriteria eksklusi atau kriteria subjek yang tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
ini adalah :
1) Bukan merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) dan tidak memiliki rumah di
Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono.
2) Tidak mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun dalam setiap KK
3) Tidak bersedia menjadi responden.
Data primer
Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan
menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur, observasi dan pengukuran dilakukan
pada sanitasi fisik rumah meliputi Ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding
dan plafon.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan seperti dinas kesehatan kabupaten
atau kota, puskesmas serta kantor kepala desa yang meliputi data jumlah kasus, gambaran
umum lokasi penelitian dan data demografi.
Jalannya Penelitian
Peneliti mengadakan survei awal ke Puskesmas Desa Bandar Sribhawono untuk meminta ijin
mencari data Desa dengan jumlah kasus ISPA selama 3 tahun terakhir. Kemudian datang ke
kantor Kelurahan Bandar Sribhawono untuk mencari data monografi, dan datang ke
Posyandu pada setiap dusun untuk mencari data jumlah KK yang mempunyai balita.
Penelitian dilakukan dengan mengadakan observasi langsung pada lantai, dinding dan plafon
rumah, sedangkan pengukuran langsung pada ventilasi, pencahayaan alami dan kelembaban
rumah.
Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square
dengan rumus :
Keterangan :
x² : chi square
O : frekuensi observasi
E : frekuensi harapan
Menurut Budiarto (2001), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat
kepercayaan 95% :
a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.
b. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
Pengolahan Data
Menurut Budiarto (2001), kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi:
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,
konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data.
a. Variabel Ventilasi
Alat ukur: Rollmeter
Kode 0 = Tidak baik (<10% dari luas lantai)
1 = Baik (≥10% dari luas lantai)
c. Variabel Kelembaban
Alat ukur: Hygrometer
Kode 0 = Tidak baik (<40% atau >70%)
1 = Baik (40-70%)
d. Variabel Lantai
Alat ukur: Check list
Kode 0 = Tidak baik : bila tidak kedap air (terbuat dari tanah)
1 = Baik : bila kedap air (terbuat dari kramik, semen dan
ubin)
e. Variabel Dinding
Alat ukur: Checlist
Kode: 0 = Tidak baik : Bila semi permanen, bambu dan kayu atau papan
1 = Baik : Bila Permanen
f. Variabel Plafon
Alat ukur: Checklis
Kode: 0 = Tidak baik : bila tidak ada plafond dan ada plafon tapi
tidak bisa melindungi kotoran dari atap.
1 = Baik : bila ada plafon dan bisa melindungi dari
kotoran atap.
4.9 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuisioner.
2. Pedoman observasi.
3. Formulir isian pengukuran.
4. Rollmeter.
5. Luxmeter.
6. Hygrometer.
4.10 Bahan Penelitian
. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the
management of common illness. Geneva: WHO Press. 2013. p 75-86.