Anda di halaman 1dari 49

MENINGKATKAN PERANAN TENAGA KESEHATAN, KADER DAN

MASYARAKAT DALAM CAKUPAN PENEMUAN KASUS PNEUMONIA


SERTA DETEKSI DINI PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS I CILONGOK

Laporan Mini Project

Oleh :
Dokter Internsip Puskesmas I Cilongok – RSUD Ajibarang
Angkatan IV Tahun 2017

PUSKESMAS I CILONGOK
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS
JAWA TENGAH
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran
pernapasan pada anak adalah pneumonia. Pneumonia adalah suatu proses
inflamasi pada alveoli paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
S.pneumonia, S.aureus, dan H.influenza. Penyakit pneumonia bersifat endemik
dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian
besar negara berkembang termasuk Indonesia dan menjadi masalah yang sangat
penting (Widagdo, 2012).

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 terdapat 8,8 juta kematian anak
di dunia, dari jumlah kematian anak tersebut 1,6 juta kematian anak disebabkan
oleh pneumonia (WHO, 2009). Daerah Eropa dan Amerika Utara kejadian
pneumonia 34-40 kasus per 1000 anak, kebanyakan kasus pneumonia pada anak
usia prasekolah yaitu, empat bulan sampai lima tahun. Di dunia setiap 20 detik
seorang anak meninggal akibat pneumonia dan setiap tahun diperkirakan lebih
dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/15 detik) dari 9 juta total
kematian balita. Kasus pneumonia di Indonesia mencapai 6 juta jiwa sehingga
Indonesia berada di peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia. Persentase
pneumonia di Indonesia pada tahun 2008 meningkat hingga mencapai 49,45%.
Tahun 2009 sebanyak 49,23% dan tahun 2010 menurun hingga mencapai 39,38%
dari jumlah balita di Indonesia (Kartasasmita, 2010).
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) yang dalam bahasa
indonesia disebut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu
pendekatan yang terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus
kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun secara menyeluruh. Kegiatan MTBS
merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
unit rawat jalan kesehatan dasar (puskesmas dan jaringannya termasuk Puskesmas
Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes), dll) (Nurhidayati, 2011).

2
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap
untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi
dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan
upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering
terjadi pada balita. WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian,
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. Menurut laporan Bank Dunia
(1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective yang
memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila puskesmas
menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan
kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang terpadu (Wijaya, 2009).
Menurut data hasil survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat
ini (SKRT 1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang
banyak menyerang bayi dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah
yang kurang-lebih sama yaitu gangguan perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan
masalah kekurangan gizi. Berdasarkan kenyataan (permasalahan) di atas,
pendekatan MTBS dapat menjadi solusi yang jitu apabila diterapkan dengan
benar. Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke puskesmas,
keluhan tunggal jarang terjadi. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit
seringkali memiliki beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya
menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Hal
ini dapat diakomodir oleh MTBS karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua
aspek/ kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan
diperiksa (Wijaya, 2009).

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,


namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan. Menurut data laporan rutin
yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui
pertemuan nasional program kesehatan anak tahun 2010, jumlah puskesmas yang
melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas
dikatakan sudah menerapkan MTBS bila sudah melakukan pendekatan MTBS

3
minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut. Berbagai
faktor turut berpengaruh terhdapa angka cakupan pneumonia. Faktor tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yakni peranan tenaga kesehatan dan
kader dalam mengenali gejala awal pneumonia serta peranan masyarakat
khususnya orang tua dalam kesigapannya membawa anak ke fasilitas pelayanan
kesehatan (Wijaya, 2009).
Pentingnya peranan tenaga kesehatan dalam mengenali dan melakukan deteksi
dini pada balita pneumonia serta kecepatan orang tua dalam mencari fasilitas
kesehatan diharapkan mampu meningkatkan angka cakupan balita dengan
pneumoni serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, sehingga dokter-
dokter internship Puskesmas I Cilongok dan RSUD Ajibarang tertarik untuk
mengangkat masalah tersebut dalam sebuah mini project yang berjudul
“Meningkatkan Peranan Tenaga Kesehatan, Kader dan Masyarakat dalam
Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia serta Deteksi Dini Pneumonia pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok”.

B. Perumusan Masalah

Berkaitan latar belakang di atas maka dapat ditarik suatu rumusan


masalah “Faktor apa saja yang berhubungan dengan cakupan penemuan kasus
pneumonia serta deteksi dini pneumonia pada balita yang berkaitan dengan
peranan tenaga kesehatan, kader dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui faktor yang berpengaruh pada angka cakupan penemuan
kasus pneumonia serta deteksi dini pneumonia pada balita.
b. Mengetahui gambaran kejadian penumonia pada balita di wilayah
kerja Puskesmas I Cilongok.

2. Tujuan Khusus

4
a. Mengetahui faktor yang berpengaruh pada cakupan penemuan dan
deteksi dini pneumonia, khususnya peranan tenaga kesehatan dan
kader
b. Mengetahui faktor yang berpengaruh pada masyarakat khususnya
orang tua dalam mencari pengobatan pada balita dengan pneumonia.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan dalam
kasus pneumonia pada balita dan sebagai bahan pertimbangan untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap angka cakupan penemuan penderita
pneumonia di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok.
b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam upaya peningkatan angka cakupan
penemuan penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas 1
Cilongok.
c. Sebagai bahan untuk perbaikan program penemuan penderita
pneumonia balita kearah yang lebih baik guna mengoptimalkan mutu
pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan individu pada
khususnya di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok.
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama melaksanakan program
internsip di Puskesmas I Cilongok.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
“PNEUMONIA”

A. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru dimana
sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).

B. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pneumonia pada bayi yang lebih besar dan anak balita sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Dinegara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri virus.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah,
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)
(Rahajoe et al., 2013).

6
Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia Menurut Umur

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Virus Moraxella cathralis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia legionella
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

C. Epidemiologi
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih
kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional
2001, 27% kematian bayi, 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit respiratori, terutama pneumonia (Rahajoe et al., 2013).

D. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian

7
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hapatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapang paru
(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi
pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau abses-abses kecil sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena
Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisis,
lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan
nekrosis, pendarahan, dan kavitas. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma
dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin,
sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan
koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumatokel dapat menetap
hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut
(Rahajoe et al., 2013).

E. Manifestasi Klinik
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di RS. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran
klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik,
mikroorganisme penyebab yag luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas
terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi

8
non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu,
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmuner.
2. Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan (Rahajoe et al., 2013).
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak
besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah (Santoso et
al., 2009).
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel. Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung (Santoso
et al., 2009).
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine
creackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan
pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal
fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine creakles (ronkhi basah

9
halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila
berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit
dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut (Santoso et
al., 2009).

F. Diagnosis Kerja
Pneumonia pada anak umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki
dan suara nafas melemah. Tanda bahaya pada anak (Rahajoe et al., 2013;
YAPNAS, 2007).
1. Usia 2 bulan–5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, dan gizi buruk
2. Tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.

Sumber : buku tatalaksa pneumonia pada balita

G. Diagnosis Banding
1. Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus,
seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian

10
timbul batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat
ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi,
muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada
pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis
adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C.
Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.
Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan
menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha
pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan
menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu,
dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. sianosis
dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada
bayi berusia 6 minggu. Pada rontgen toraks didapatkan gambaran
hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat
ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat
pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens
akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping,
diafragma datar dan peningkatan diameter antero-posterior.
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif,
yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena
dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu
barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobuline, atau humanized RSV monoclonal antibody
(palivizumab) (Meadow, 2005).
2. Bronkitis
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk,
serta biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Pemeriksaan
auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring
perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam
ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu

11
kombinasi. Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan
peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya, gejala akan menghilang
dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3 minggu,
perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi
bakteri sekunder (Meadow, 2005).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma
umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal ataus sedikit meningkat.
Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia
(>5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (<
3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chalmydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif
lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan
antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
2. C- Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF.
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan
dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk
evaluasi respon terapi antibiotik.
3. Uji Serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan

12
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen.
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit.
Untuk pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus,
kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang
positif. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung
lebih dari 25 lekosit dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada
pemeriksaan mikroskopis dengan pemebesaran kecil.
5. Rontgen Toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang
diagnosis pneumonia di instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan
rontgen toraks posisi Antero-Posterior (AP). Posisi lateral tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia
pada anak. Foto AP lateral hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan
gejala klinik distress pernapasan. Gambaran foto rongen toraks pneumonia
pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas
pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia
pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu
merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko
terjadinya pleuritis lebih meningkat. Gambaran foto rontgen toraks dapat
membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, infiltrat intersisial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau
lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan
oleh bakteri. Pada pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses
kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran
retikonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh

13
infeksi mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran perkabutan atau
ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena
infiltrat intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi
mikoplasma (Rahajoe et al., 2013).

I. Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mu makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana
pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai,
serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus
ditanggulangi dengan adekuat, kompilasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan
diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab
tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh
karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya
pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab
dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidemiologis (tabel 2) (Rahajoe et al., 2013).
1. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotika lini
pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada
pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral
dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan
menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin
dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis
amoksisilin yang diberikan 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah

14
4mg/kgBB TMP-20mg/kgBB sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin
maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta
laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S.pneumoniae dan bakteri atipik.
2. Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik
golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak
responsif terhadap beta laktam dan kolramfenikol dapat diberikan
antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai
dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan
selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,
meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang
optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering
terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik
spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulonat dengan aminoglikosid,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. Pada balita dan anak lebih besar,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam/klavulanat, pada
kasus yang lebih berat diberika beta laktam/klavulanat dikombinasikan dengna
makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak
demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan
berobat jalan. Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan
antibiotik beta laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol (Rahajoe et al., 2013).

Tabel 2.2 Tatalksana pneumonia menurut etiologinya

Patogen Rekomendasi Terapi Terapi Alternatif

Streptococcus Seftriakson, sefoktaksim,


Sefuroksimaxetil, eritromisin,
pneumonia penisilin G atau penisilin
klindamisin, atau vaksomisin.
V

15
Streptococcus grup A Penisilin G
Sefuroksimaxetil, eritromisin,
Sefuroksim

Streptococcus grup B Penisilin G

Haemophilus Seftriekson, sefotaksim,


Sefuroksimaxetil,sefuroksim
influenza tipe B ampisilin-sulbaktam, atau
ampisilin

Bakteri aerob gram


Sefotaksim dengan Piperacilin-tazobactam
negatif
ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosid

P. aeroginosa
Seftazidim dengan Piperacillin-tazobactam
ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosida

Staphylococcus
Nafsilin, sefazolin, Vankomisin (untuk MRSA)
aureus
klindamisin (untuk
MRSA)

Chelydophilis
Eritromisin, azitromisin Doksisiklin (<9 tahun),
pneumonia
atau klaritomisin florokuinolon (>18 tahun)

Chalmydia
Eritromisin, azitromisin,
trachomatis
atau klaritomisin

Herpes simplex virus


asiklovir

J. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri. Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis
yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan

16
deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim (Rahajoe et al., 2013).

K. Prognosis
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan
sembuh sempurna, walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8
minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia
dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang. Pada kasus seperti
ini kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus dinvestigasi lebih
lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk
penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub
kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelaianan anatomis atau mencari benda
asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroeusofageal (Marcdante
et al., 2014).

L. Pencegahan
Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak
berusia 6 bulan- 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun
memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi dari influenza yang dilemahkan dapat
diberikan pada pasien 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi
untuk digunakan sejak berusia 6 bulan. vaksinasi universal sejak masa kanak-
kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B terkonjungasi dan S.pneumonia telah
menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu
infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivisumab pada pasien yang
berisiko tinggi (Marcdante et al., 2014).
Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik
dengan bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur
pada bagian kepala harus dinaikan setinggi 30-450 pada pasien terintubasi untuk
meminimalisasi risiko aspirasi dan semua instrumen penghisap lendir dan cairan
saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan setelah kontak dengan setiap
pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika menggunakan prosedur
invasif sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial.
Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau menjadi pembawa
penyakit tertentu seperti MRSA (methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi
kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien.

17
Sterilisasi peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat
mencegah terjadinya pneumonia Legionella (Marcdante et al., 2014).
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya
untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu
selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan
terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal
sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi
dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan,
imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2
bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang
disertai dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi didalam dan diluar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan
dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur
serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan

18
tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk
angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit
pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit
batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan
pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan
droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan
menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak
yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada
hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi
(YAPNAS, 2007; Rahajoe et al., 2013; Marcdante et al., 2014).

19
BAB III
DESKRIPSI EPIDEMIOLOGI

A. Gambaran Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok


1. Kondisi Geografis
Puskesmas I Cilongok terletak di Kelurahan Cikidang Kabupaten
Banyumas. Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok meliputi 11 (Sebelas)
Desa yang berada di Kecamatan Cilongok, yaitu desa Cilongok, Cikidang,
Pernasidi, Rancamaya, Panembangan, Karanglo, Kalisari, Karangtengah,
Sambirata, Gununglurah, dan Sokawera dengan luas wilayah kurang lebih
sebesar 62,1 Ha. Sebagian besar wilayah kerja terdiri dari dataran tinggi
(73,5%) dan hanya sebagian kecil dataran rendah (26,5%). Sedangkan luas
penggunaan lahan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok terbanyak
adalah dalam bentuk tanah sawah (25%) dan tanah hutan (25%).
Secara geografis, Puskesmas I Cilongok berada pada 225 meter dari
permukaan laut.
Wilayah Puskesmas I Cilongok berbatasan dengan:
 Sebelah Utara : Karesidenan Pekalongan
 Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok
 Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok dan Karang
Lewas
 Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas II Ajibarang dan Pekuncen
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari hasil registrasi
pertumbuhan penduduk pada akhir tahun 2016. Jumlah penduduk di
wilayah Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 68.417 jiwa yang terdiri
dari 34.653 jiwa laki–laki dan 33.764 jiwa perempuan yang tergabung
dalam 23.981 KK.
2. Demografi
a. Jumlah Penduduk : 68.417 Jiwa
b. Jumlah Kepala Keluarga : 23.981 KK
c. Mata Pencaharian :
PNS : 2052 Jiwa (3%)
Petani : 15.375 Jiwa (23%)
Buruh Tani : 20.525 Jiwa (30%)
Pedagang : 5473 Jiwa (8%)
Pengusaha : 7525 Jiwa (11%)

20
Buruh Industri : 10.262 Jiwa (15%)
Buruh Bangunan : 5473 Jiwa (8%)
Lain-lain : 1368 Jiwa (2%)
d. Sarana Pendidikan :
SD/MI : 45 / 21 Buah
SLTP/MTs : 8 / 6 Buah
SLTA/MA/SMK : 1 / 1 / 1 Buah
e. Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD : 14.908 Jiwa (21,79%)
Tamat SD : 30.089 Jiwa (43,98%)
Tamat SLTP/MTs : 12.472 Jiwa (18,23%)
Tamat SLTA/SMK : 9505 Jiwa (13,89%)
Tamat PT : 1443 Jiwa (2,11%)

3. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan faktor yang sangat penting berpengaruh
dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian
peningkatan upaya program-program kesehatan tidak akan berhasil guna dan
berdaya guna jika tidak memperhatikan baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial budaya serta sumber daya yang memegang peranan
penting.
a. Fasilitas Gedung
1) Jumlah puskesmas induk : 1 Buah
2) Jumlah puskesmas pembantu : 1 Buah
3) Jumlah Poskesdes : 11 Buah
4) Jumlah Posyandu : 103 Buah
b. Sarana Transportasi
1) Puskesmas Keliling : 3 Buah
2) Sepeda Motor : -
c. Sarana Obat – obatan
d. Sarana Ruang Perawatan
1) Kapasitas perawatan tempat tidur di Puskesmas I Cilongok
 Tempat Tidur untuk perawatan umum
 Tempat Tidur untuk persalinan umum
e. Ketenagaan Puskesamas I Cilongok

1 Dokter Umum : 4 orang


2 Dokter gigi : 1 orang
3 Dokter Obsgyn : 1 orang
4 Bidan : 8 orang
5 Bidan Desa : 13 orang
6 Perawat Kesehatan : 12 orang
7 Perawat Gigi : 1 orang

21
8 Kesehatan Masyarakat : 2 orang
9 Sanitarian/Kesling : 1 orang
10 Petugas Gizi : 1 orang
11 Apoteker : 1 orang
12 Analis laboratorium : 1 orang
13 Radiografer : 1 orang
14 Petugas Rekam Medis : 1 orang
15 Tenaga Administrasi : 11 orang
16 Sopir & Penjaga : 5 orang
17 Pramusaji : 1 orang
18 Petugas Kebersihan 2 orang

6. Dana / Anggaran Kesehatan


a. Anggaran rutin APBD
b. Anggaran alokasi dana yang didapat lewat Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas, yang mana bersumber dari:
1) DAU Kab. Banyumas
2) Dana Jamkesmas
3) DAU Propinsi
4) JPKM
5) BPJS
7. Pelayanan Kesehatan
Secara Umum Pelaksanaan ada 6 pokok. Program yang telah ditetapkan
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI Telah dilaksanakan
oleh Puskesmas I Cilongok walaupun ada beberapa bagian yang belum
terlaksana secara optimal. Pelayanan yang telah dilaksanakan di
Puskesmas I Cilongok adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan Ibu dan Anak.
b. KB.
c. Perbaikan Gizi.
d. Kesehatan Lingkungan.
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit.
f. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
g. Pengobatan Rawat Jalan.
h. Pengobatan Rawat Inap.
i. Usahan Kesehatan Sekolah.
j. Perawatan Kesehatan Masyarakat.
k. Kesehatan Gigi dan Mulut.
l. Laboratorium sederhana.
m. Unit Gawat Darurat.

22
BAB IV
SURVEILANS PNEUMONIA

Peranan surveilans dalam dunia kesehatan sangatlah penting. Hal ini


dikarenakan surveilans merupakan kegiatan pemantauan berkesinambungan
terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan deteksi dini adanya masalah
yang mungkin timbul agar dapat melakukan tindakan atau intervensi sehingga
keadaan yang lebih buruk dapat dicegah. Surveilans terdiri dari tiga komponen
antara lain pemantauan berkala, deteksidini, dan intervensi. Ketiga komponen
tersebut jika diterapkan secara efektif dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Mengetahui luas dan beratnya masalah pada situasi terakhir


2. Mengetahui daerah yang harus mendapat prioritas
3. Memperkirakan kebutuhan sumberdaya yang diperlukan untuk intervensi
4. Mengetahui target sasaran yang paling tepat
5. Mengevaluasi keberhasilan program

Indikator keberhasilan dalam surveilans Penemuan Penderita Pneumonia


Balita adalah Cakupan penemuan Penderita Pneumonia dengan rumus (Jumlah
Kasus pneumonia yang ditemukan x 100% / Target penderita di wilayah kerja)
dimana jumlah target penderita = 10% x Jumlah balita diwilayah kerja.

Sehubungan dengan upaya untuk mendapatkan permasalahan di


masyarakat, maka peran data primer ataupun sekunder dari puskesmas yang
didapatkan dari hasil surveilans terkait. Berdasarkan Data Puskesmas I Cilongok
Januari – Desember 2017 dilaporkan bahwa :

No Bulan Jumlah Jumlah Kasus Cakupan Target


Balita Pneumonia (Target 10% dari SPM
Tahun 2017 4288 = 428,8 balita)
1 Januari 9 balita 2.09%
2 Febuari 20 balita 4.66%
3 Maret 17 balita 3.96%
4 April 14 balita 3.26%
5 Mei 17 balita 3.96%
6 Juni 4288 10 balita 2.33% 70%
7 Juli 14 balita 3.26%

23
8 Agustus balita 16 balita 3.73% dari
9 September 31 balita 7.22% Cakupan
10 Oktober 10 balita 2.33%
11 November 10 balita 2.33%
12 Desember 10 balita 2.33%
Jumlah 178 balita 41.51%

Berdasarkan Data Puskesmas I Cilongok pada bulan Januari – Desember 2017


dilaporkan bahwa didapatkan temuan kasus pneumonia pada balita sebesar
41,51% dari target pada tahun 2017 adalah 70 %, sehingga target SPM Pneumonia
pada balita tidak tercapai. Ada beberapa faktor yang menyebabkan target SPM
tidak tercapai, Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui factor apa saja yang
menyebabkan SPM pneumonia pada balita tidak tercapai.

24
BAB V
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif univariat.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

B. Ruang Lingkup Kerja


Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok pada bulan Juli 2018.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Peranan Tenaga Kesehatan, Kader serta
Masyarakat
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah Cakupan Penemuan Kasus
Pneumonia Dan Deteksi Dini Pneumonia Pada Balita

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Populasi Target
Semua Tenaga Kesehatan, Kader, dan Masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok
b. Populasi terjangkau
Masyarakat yang memiliki anak balita di Desa Kalisari yang berobat ke
Puskesmas 1 Cilongok.

2. Sampel
a. Cara pengambilan sample menggunakan teknik simple random sampling yaitu
mengambil sampel dengan cara memberikan peluang yang sama untuk setiap
populasi untuk dipilih menjadi anggota sample.
b. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi:
1) Masyarakat Ds. Kalisari yang melakukan pemeriksaan pada balita di
Puskesmas I Cilongok sepanjang tahun 2017.
2) Masyarakat yang memiliki Balita sakit sepanjang tahun 2017.
3) Masyarakat yang bersedia untuk diwawancarai.
c. Kriteria eksklusi meliputi:

30
1) Tenaga Kesehatan dan Kader yang tidak melakukan pemeriksaan balita di
wilayah kerja Puskesmas I Cilongok sepanjang tahun 2017.
2) Masyarakat yang tidak memiliki Balita.
3) Masyarakat yang tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data.
Pada penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner merupakan
daftar pertanyaan tersusun dengan baik dimana responden hanya memberikan jawaban
saja. Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel yang
diteliti sesuai dengan masing-masing kelompok sampel penelitian.

F. Sumber Data Penelitian


Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan
wawancara dan kuisioner. Ada 2 kuisioner yang digunakan untuk menilai masing-
masing sampel :
1. Kuisioner untuk Tenaga Kesehatan dan Kader menelaah tingkat pengetahuan,
tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja, motivasi dan sikap.
2. Kuisioner untuk Masyarakat menelaah tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan,
serta Sikap.

G. Cara Penelitian
Pengumpulan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok pada bulan Juli
2018. Setiap tenaga kesehatan dan kader diminta mengisi kuesioner mengenai faktor –
faktor yang berhubungan dengan angka cakupan penemuan kasus Pneumonia Pada
Balita.
Data dalam penelitian ini data dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
distribusi frekuensi sesuai dengan masing-masing kelompok sampel penelitian.

H. Tempat dan Waktu


Tempat : Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok
Waktu : Juli 2018

I. Analisa Data
Data yang diambil kemudian dijabarkan dan dianalisis univariat untuk mengetahui
distribusi dari variabel yang telah ditentukan mengenai karakteristik subyek penelitian
serta pengetahuan tentang pneumonia dengan sistem klasifikasi tingkat pengetahuan
buruk, sedang, dan baik dengan menggunakan skoring 0-4 (pengetahuan buruk), 5-9
31
(pengetahuan sedang) dan 10-14 (pengetahuan baik). Data yang diperoleh dioleh
dengan menggunakan SPSS.

J. Alur Penelitian
1. Menetapkan topik masalah
2. Mengumpulkan data
3. Menentukan skala prioritas
4. Mengembangkan solusi penatalaksanaan
5. Melaksanakan solusi masalah
6. Evaluasi keberhasila
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Desa Kalisari terletak di sebelah Barat Ibu Kota Kabupaten Banyumas dengan
jarak kurang lebih 17 km dan terdiri atas daerah Dataran Rendah dan Dataran Tinggi
yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Desa Karang tengaah Kecamatan Cilongok
Sebelah Timur : Desa Karanglo Kecamatan Cilongok
Sebelah Selatan : Desa Lesmana Kecamatan Ajibarang
Sebelah Barat : Desa Cikembulan Kecamatan Pekuncen
Secara administratif Desa Kalisari termasuk dalam wilayah Kecamatan cilongok
dan berjarak kurang lebih 3 km dari Ibu Kota Kecamatan. Secara kewilayahan Desa
Kalisari terdiri atas 2 dusun, 4 Rukun Warga dan 27 Rukun Tetangga (RT), dengan
rincian sebagai berikut Dusun I terdiri atas 2 Rukun Warga (RW)
1. RW 1 terdiri atas 8 RT
2. RW 2 terdiri atas 7 RT Dusun II terdiri atas 2 Rukun Warga (RW)
3. RW 3 terdiri atas 5 RT
4. RW 4 terdiri atas 7 RT
Adapun luas Desa Kalisari adalah 204,355 hektar (Ha.) atau 2,04 Km² dengan
rincian penggunaan lahan sebagai berikut :
1. Jalan : 1,4 Ha.
2. Sawah : 126 Ha.
3. Ladang/ Perkebunan : 21 Ha.
4. Kolam ikan/ empang : 4 Ha.
5. Pemukiman / Perumahan : 30,035 Ha.

32
6. Bangunan Umum : 0,5 Ha.
7. Kuburan : 4,50 Ha.
8. Hutan/ Tanah Negara : - Ha.
9. Lainnya : 16,92 Ha.

Jumlah penduduk Desa Kalisari keadaan sampai dengan 31 Desember


2011 sebanyak 5.030 jiwa, dengan rincian sebagai berikut :
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
1. Laki-laki : 2.528 orang.
2. Perempuan : 2.502 orang
3. Jumlah Kepala Keluarga : 1.286 KK.

B. Hasil
Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Juli 2018 di desa Kalisari kec Cilongok.
Subjek penelitian diberikan kuesioner mengenai pengetahuan tentang pneumonia pada
balita. Total subjek penelitian yang terkumpul yaitu sebanyak 20 orang.
1. Karakteristik subyek penelitian
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah ibu- ibu yang memiliki anak
balita. Untuk pendidikan didapatkan sebanyak 2 orang berpendidkan hingga SD, 8
orang berpendidkan hingga SMP, 8 orang hingga SMA, dan sisanya yang hingga
Perguruan tinggi ada 2 orang. Dari 20 responden didaptkan 11 orang yang bekerja
dan sisanya 9 orang hanya sebagai ibu rumah tangga saja.
2. Pengetahuan ibu tentang pneumonia
Kuesioner yang diberikan pada subjek penelitian berisi beberapa
pertanyaan yang menyangkut pengetahuan ibu mengenai penyakit pneumonia.
Diantaranya mengenai apakah ibu mengettahui mengenai penyakit pneumonia,
apakah pneumonia, gejala dari pneumonia, apakah penyebab pneumonia,
bagaimnan cara penyebaran penyakit pneumonia, bagaimna jika pneumonia tidak
segera diobati. Pertanyaan kemudian diskoring dengan hasil 0-4 berpengetahuan
buruk, 5-9 berpengetahuan sedang dan 10-14 berpengetahuan baik. Didapatkan
hasil yaitu sebanyak 3 orang atau 15% berpengetahuan baik, 10 orang tau 50%
subjek penelitian berpengetahuan sedang dan sisanya sebanyak 7 orang atau 35%
berpengetahuan buruk.

33
Tabel 6.1 Distribusi Pendidikan Masyarakat Desa Kalisari
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid SD 2 10.0 10.0 10.0
SMP 8 40.0 40.0 50.0
SMA 8 40.0 40.0 90.0
PERGURUAN
2 10.0 10.0 100.0
TINGGI
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.2 Distribusi Pekerjaan Masyarakat Desa Kalisari


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Bekerja 11 55.0 55.0 55.0
Tidak
9 45.0 45.0 100.0
Bekerja
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.3 Apakah Ibu Pernah mendengar istilah pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Pernah 5 25.0 25.0 25.0
Tidak
15 75.0 75.0 100.0
Pernah
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.4 Pengetahuan Definisi Pneumonia Masyarakat Desa Kalisari


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent

34
Valid demam, nafas
cepat disertai 2 10.0 10.0 10.0
batuk
penyakit demam
14 70.0 70.0 80.0
dan batuk biasa
tidak tahu 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.5 Pengetahuan Gejala Pneumonia yang Ibu ketahui


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Batuk yang
disertai demam
3 15.0 15.0 15.0
dan nafas
sesak/cepat
batuk berhari-
9 45.0 45.0 60.0
hari
tidak tahu 8 40.0 40.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.6 Pengetahuan Tentang Penyebab Pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Bakteri,virus 3 15.0 15.0 15.0
penyebab
lain seperti 10 50.0 50.0 65.0
jamur
tidak tahu 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.7 Pemahaman Tentang Bahaya Pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent

35
Valid membahayakan hidup
karena dapat
4 20.0 20.0 20.0
menyebabkan
kematian
terjadi komplikasi
dan penyakit lama 10 50.0 50.0 70.0
sembuh
tidak tahu 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.8 Apakah yang terjadi jika batuk dan influenza tidak segera diobati
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid akan
mempermudah
3 15.0 15.0 15.0
terjadinya
pneumonia
akan memperoleh
8 40.0 40.0 55.0
penyakit lain
tidak tahu 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.9 Pemahaman Cara Penularan Pneumonia


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid melalui kontak
langung, udara nafas,
5 25.0 25.0 25.0
batuk dan bersin
bersin
kontak/bersentuhan 10 50.0 50.0 75.0
dengan anak yang
demam

36
tidak tahu 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tabel 6.10 Tingkat Pendidikan

Percen Valid Cumulative


Frequency t Percent Percent
Vali baik 3 15.0 15.0 15.0
C.
sedang 10 50.0 50.0 65.0
d
buruk 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pembahasan

Berdasarkan hasil survey dengan menggunakan kuesioner didapatkan secara


garis besar orang tua anak masih banyak yang belum mengetahui tentang penyakit
pneumonia. Sangat penting untuk tahu tentang penyakit pneumonia terkait deteksi
awal, pencegahan, dan pertolongan pertama sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan.
Mengingat riset Riskesdas 2007 pneumonia merupakan penyebab kematian kedua
setelah diare dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya.
Persentase jumlah kematian balita akibat pneumonia di Indonesia adalah 15,5% atau
30.470 balita ( 15,5%x196.579), atau rata-rata 83 orang balita meninggal dunia setiap
hari akibat pneumonia. Angka ini sangat besar sehingga perlu menjadi perhatian bagi
pengelola program ISPA agar upaya pengendalian penyakit pneumonia dapat
dilaksanakan dengan optimal sehingga angka kematian ini dapat diturunkan.
Pneumonia balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam rencana strategi
Kementrian Kesehatan tahun 2010- 2014. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan
pneumonia pada bayi dan balita dengan perbaikan gizi dan meningkatkan upaya
manajemen tatalaksana pneumonia (Weber et al., 2010). Oleh karena itu diperlukan
sosialisasi lebih terkait penyakit pneumonia meliputi apa itu pneumonia, pencegahan,
gejala awal, tanda bahaya, dan penanganan awal ke ibu yang mempunyai anak balita
atau yang ingin mempunyai anak.

37
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengamatan yang telah dilakukan di
Desa Kalisari dengan menggunakan metode kuesioner didapatkan sebanyak 70%
responden tidak mengetahui tentang penyakit pneumonia.

B. Saran
1. Perlunya sosialisasi yang lebih intens ke ibu yang mempunyai bayi, balita atau yang
ingin yang mempunyai anak terkait tentang penyakit pneumonia.
2. Perlunya peran aktif kader puskesmas dengan upaya posyandu sebagai fungsi
deteksi awal penyakit pneumonia.
3. Pemberian materi tentang pneumonia anak kepada seluruh kader Puskesmas
Cilongok I

38
BAB VIII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Pemilihan prioritas pemecahan masalah harus dilakukan karena adanya berbagai


keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu. Salah satu metode yang dapat
digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah adalah metode Rinke.
Metode ini menggunakan dua kriteria, yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Kriteria efektifitas terdiri dari pertimbangan mengenai besarnya masalah yang
dapat diatasi, kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah.
Efisiensi dikaitkan dengan jumlah biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat murah (1), hingga sangat mahal (5).
Tabel 8.1 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
C
M I V (jumlah biaya
(besarnya (kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
Skor
masalah yang selesainya penyelesaia untuk
dapat diatasi) masalah) n masalah) menyelesaikan
masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat Sangat murah
langgeng lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke adalah sebagai


berikut :
Tabel 8.2 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke
Efektivitas Efisiensi Urutan
Daftar Alternatif MxIxV
No Prioritas
Jalan Keluar M I V C C
Masalah

39
1 Penyuluhan metode 4 4 3 3 16 1
bermain ular tangga
dan pembagian buku
edukasi untuk
menjabarkan
etiologi, gejala,
penannganan,
pencegahan pada
pneumonia anak
2 Penyuluhan metode 2 2 2 1 8 2
paparan biasa, tanpa
ada komunikasi 2
arah
3 Pembagian poster 2 3 3 3 6 3
mengenai
Pneumonia anak di
Puskesmas 1
Cilongok

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan metode Rinke,


didapatkan proioritas alternatif pemecahan masalah, yaitu Penyuluhan metode bermain ular
tangga dan pembagian buku edukasi untuk menjabarkan etiologi, gejala, penannganan,
pencegahan pada pneumonia anak.

BAB IX
RENCANA KEGIATAN
40
A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil survey dengan menggunakan kuesioner didapatkan secara
garis besar orang tua anak masih banyak yang belum mengetahui tentang penyakit
pneumonia. Sangat penting untuk tahu tentang penyakit pneumonia terkait deteksi
awal, pencegahan, dan pertolongan pertama sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan.
Persentase jumlah kematian balita akibat pneumonia di Indonesia adalah 15,5% atau
30.470 balita (15,5%x196.579), atau rata-rata 83 orang balita meninggal dunia setiap
hari akibat pneumonia. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator keberhasilan
program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam
rencana strategi Kementrian Kesehatan tahun 2010- 2014. Oleh karena itu diperlukan
sosialisasi lebih terkait penyakit pneumonia meliputi apa itu pneumonia, pencegahan,
gejala awal, tanda bahaya, dan penanganan awal ke ibu yang mempunyai anak balita
atau yang ingin mempunyai anak.

B. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, gejala, penanganan awal,
pencegahan dan dampak dari pneumonia anak secara paripurna dan berkelanjutan.

C. Bentuk dan Materi Kegiatan


Bentuk kegiatan adalah penyuluhan menggunakan metode permainan ular
tangga dengan aturan dan atribut permainan yang dimodifikasi sehingga sesuai dengan
tujuan kegiatan. Kegiatan ini bernama Si-Baik (Sistem Informasi Bronkopneumonia
Anak). Aturan permainan (terlampir)

D. Sasaran
Menggunakan sistem berjenjang dimulai dari bidan dan perawat, tenaga
kesehatan lainnya, kader-kader kesehatan desa, dan masyarakat umum di wilayah kerja
Puskesmas 1 Cilongok.

E. Pelaksanaan
41
1. Personil
a. Penanggung Jawab : dr. Teguh Ariyanto
b. Pengarah : dr. Nurul Eka Santi
c. Pelaksana :

42
1) dr. ssad 12) dr. h S.
Gaga eli Pupu Dew
h B. 7) dr. t T. i
A. Joni Enda
Nugr R. rtin
aha Must 13) dr.
2) dr. akim Fitri
May 8) dr. a
unda Faris Nurl
R. Nagi aely
Andr b 14) dr.
isti 9) dr. Pins
3) dr. Mari ky P.
Anis ska Uta
Fitri Wid ma
ana ya 15) dr.
4) dr. Wira Sutri
Muti wan sno
a 10) dr. 16) dr.
Mili Yovi Nour
diah Tri ma
5) dr. M. L.
Sigit Rach Sari
U. may 17) dr.
Purn anti Anis
omo 11) dr. a
6) dr. Alve Para
Rizq ga mita
on X. 18) dr.
Roh Sutir Kus
matu to Inda
43
2. Waktu dan Tempat
a. Hari : Rabu, Jumat, Sabtu
b. Tanggal : 12, 14, 22 September 2018
c. Tempat : Puskesmas 1 Cilongok dan Polindes Desa Kalisari

F. Rencana Anggaran
1. Pemasukan
Dana iuran pelaksana : Rp 1.018.500,-
2. Pengeluaran
a. Pencetakan media ular tangga besar (5m x 5m) : Rp 144.000,-
b. Pencetakan media ular tangga kecil (A3) : Rp 260.000,-
c. Pencetakan atribut ular tangga : Rp 413.000,-
d. Dadu dan mangkuk undi : Rp 2 86.500,-
e. Doorprize peserta : Rp 210.000,-
f. Snack ringan : Rp 105.000,- +
TOTAL : Rp 1.018.500,-
G. Evaluasi
Dalam pelaksanaan implementasi pemecahan masalah terdapat beberapa hambatan
proses kelebihan dan kekurangan dari metode yang digunakan. Hal tersebut dapat
dilihat pada (tabel 9.1)
Tabel 9.1 Kelebihan dan Kekurangan “Si-Baik”
KELEBIHAN KEKURANGAN
1. Mekanisme permainan yang menarik 1. Permainan tidak dapat dimainkan dalam
sehingga meningkatkan antusiasme satu waktu karena membutuhkan proses
peserta permainan. pemahaman dari buku edukasi.
2. Menggunakan media ular tangga yang 2. Ukuran ular tangga “Si Baik” yang lebar
sudah dikenal masyarakat luas sehingga sehingga membutuhkan biaya yang cukup
dapat dimainkan oleh siapa saja. banyak.
3. Dapat dimainkan dalam jumlah banyak 3. Tidak dapat mengklasifikasi tingkat
dengan sistem lomba. pengetahuan peserta tentang pneumonia.
4. Mampu menilai kemampuan pengetahuan
tentang pneumonia secara real time saat
itu juga.
5. Proses menggunakan interaksi dua arah
antara peserta dan edukator.
44
6. Buku edukasi dapat disimpan dan
diperbanyak sehingga ilmu pneumonia
dapat bertahan lama.

45
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit


dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.

Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial Edisi ke-6. Elsevier : Singapura.

Meadow R, Newell S. 2005. Lecture Notes Pediatrika Edisi ke-7. Erlangga : Jakarta.

Rahajoe N, Supriyanto B, setyanto D. 2013. Respirologi Anak Edisi ke-1. IDAI :


Jakarta.

Santoso M, Kurniadhi D, Tandean M, Oktavia E, Ciulianto R. 2009. Panduan


Kepanitraan Klinik Pendidikan Dokter. FK Ukrida : Jakarta.

Weber M, F Handy, M Said, CB Kartasasmita, Kusbiyantoro. Pneumonia balita. Dalam:


Pangriwibowo S, A Tryadi, IS Indah, editor. Bulletin jendela epidemiologi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI;2010. 1-22

Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia. 2007. Manajemen Kasus Respirologi Anak
dalam Praktek Sehari-hari. YAPNAS SUDDHAPRANA : Jakarta

46
Lampiran 1

Proses Pengambilan data

47
Lampiran 2

Media Ular Tangga

48
Lampiran 3

Atribut Permainan “Si-Baik”

49
Lampiran 4

50
ATURAN MAIN
SI – BAIK
1. Permainan dilakukan oleh maksimal 5 orang peserta dan 1 orang “Edukator”.
2. Edukator diperankan oleh tenaga kesehatan dari puskesmas/kader yang
bertugas sebagai :
a. Mengawasi jalannya permainan
b. Menilai jawaban dari pertanyaan peserta
c. Membacakan pertanyaan dari kartu pertanyaan
d. Mencatat jumlah “nyawa cadangan” yang dimiliki peserta
3. Tiap peserta menggunakan kartu nomor di dada.
4. Lempar dadu dilakukan berdasarkan urutan nomor urut kartu di dada.
5. Peserta harus menjelaskan makna gambar/informasi sesuai tempat dia berdiri.
6. Jika peserta tidak bisa menjelaskan dengan benar, peserta harus keluar dari
permainan dan memulai lagi dari awal.
7. Peserta yang tidak dapat menjelaskan makna gambar/informasi kotak sebanyak
2x akan didiskualifikasi atau dikeluarkan dari permainan.
8. ULAR bermakna
a. Peserta harus menjelaskan informasi kotak sesuai tempat dia berdiri
b. Peserta kemudian turun mengikuti arah kepala ular
c. Peserta mendapatkan 1 pertanyaan dari Edukator
9. TANGGA bermakna
a. Peserta harus menjelaskan makna gambar atau informasi sesuai kotak
tempat dia berdiri
b. peserta kemudian naik mengikuti arah tangga
c. peserta mendapatkan 1 “nyawa cadangan”
10. Nyawa cadangan adalah 1 kesempatan untuk tidak keluar dari permainan saat
tidak dapat menjelaskan makna gambar atau informasi kotak atau saat tidak
dapat menjawab pertanyaan dari edukator.
11. Untuk memenangkan permainan, peserta harus berhenti tepat di kotak terakhir
atau kotak no.25. Jika peserta mendapatkan angka dadu yang lebih besar dari
kotak terakhir maka dia harus berjalan mundur.
Contoh : peserta berdiri di kotak no.23 dan mendapatkan angka dadu 5, maka
dia akan berhenti di kotak no.22.

51
Lampiran 5
Proses Implementasi Project “Si-Baik”

Gambar 1. Refresh materi pneumonia

Gambar 2. Uji Coba permainan “Si-Baik”

52
Gambar 3. Implementasi perawat-bidan

Gambar 4. Penjelasan aturan main kepada kader

Gambar 5. Implementasi “Si-Baik” kader

Gambar 6. Penyerahan pemenang “Si-Baik”

53
Gambar 7. Implementasi “Si-Baik” dengan dinkes banyumas

54

Anda mungkin juga menyukai