Disusun Oleh:
dr. Rahmawati
Pembimbing:
dr. Linda Ramayeti
Disusun oleh :
dr. Rahmawati
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga laporan minipro dengan judul “Gambaran
Tingkat Pengetahuan Lansia Terhadap Covid-19 di Puskesmas Sepinggan ” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan minipro ini terwujud atas bimbingan, dukungan,
serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg.Sulastri, selaku kepala Puskesmas Sepinggan Baru Balikpapan.
2. dr.Linda Ramayeti, selaku dokter pembimbing internsip periode II bulan Mei
tahun 2021 di Puskesmas Sepinggan Baru.
3. Teman-teman sejawat dokter internsip.
4. Segenap tenaga medis di Puskesmas Sepinggan Baru Balikpapan.
5. Para peserta penelitian yang telah meluangkan waktu dan membantu dalam
menyelesaikan laporan minipro ini.
6. Kepada orangtua dan keluarga penulis yang selama ini telah memberikan doa,
semangat, dan perhatian dalam mengerjakan penelitian.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dalam membantu
terselsaikannya laporan minipro ini. Penulis ucapkan terimakasih.
Penulis menyadari bahwa laporan minipro ini masih jauh dari kata sempurna, maka
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran. Semoga laporan minipro ini dapat
memberikan manfaat baik bagi penulis, maupun bagi pengembangan Puskesmas Sepinggan
Baru Balikpapan.
dr. Rahmawati
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corona Virus Disease-19........................................................................ 3
2.1.1 Definisi ................................................................................................... 4
2.1.2 Etiologi ................................................................................................... 4
2.1.3 Epidemiologi .......................................................................................... 5
2.1.4 Patogenesis ............................................................................................. 5
2.1.5 Diagnosis ................................................................................................ 7
2.1.6 Tatalaksana COVID-19 .......................................................................... 9
2.2 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Covid-19 ..................................... 14
2.3 Lanjut Usia ............................................................................................ 15
2.3.1 Pengertian lansia ................................................................................... 16
2.3.2 Klasifikasi Lansia ................................................................................. 16
2.3.3 Karakteristik Lansia .............................................................................. 16
2.3.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia ................................. 16
2.3.5 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia ....................................... 18
2.3.6 Konsep ADL (Activity Of Daily Living) ............................................. 20
2.3.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Lansia ............... 21
2.3.8 Cara Pengukuran Kemampuan Melakukan ADL ................................. 23
2.4 Vaksinasi .............................................................................................. 23
2.4.1 Sasaran dan Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19.....................................24
2.4.2 Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19 .................................................... 25
2.4.3 Tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) ............................... 28
2.4.4 Tentang Kehalalan ............................................................................... 29
2.4.5 Vaksin dan Logistik ............................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………… 31
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 31
3.2 Rancangan Penelitian .............................................................................. 31
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 35
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 39
LAMPIRAN .................................................................................................... 42
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pengeluaran droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh
pasien terinfeksi pada saat batuk ataupun bersin. Droplet di udara
selanjutnya dapat terhirup oleh manusia lain di dekatnya yang tidak
terinfeksi COVID-19 melalui hidung ataupun mulut. Droplet selanjutnya
masuk menembus paru-paru dan proses infeksi pada manusia yang sehat
berlanjut6. Secara klinis, representasi adanya infeksi virus SARS-CoV-2
pada manusia dimulai dari adanya asimptomatik hingga pneumonia sangat
berat, dengan sindrom akut pada gangguan pernapasan, syok septik dan
kegagalan multiorgan, yang berujung pada kematian5. Hal ini akan
meningkatkan ancaman dalam masa pandemi COVID-19 sehingga jumlah
kasus COVID-19 di masyarakat dapat terus meningkat.
Guna melawan adanya peningkatan kasus COVID-19, maka
berbagai tindakan preventif mutlak harus dilaksanakan, baik oleh
pemerintah ataupun masyarakat. Upaya preventif sejauh ini merupakan
praktik terbaik untuk mengurangi dampak pandemi COVID-19,
mengingat belum adanya pengobatan yang dinilai efektif dalam melawan
virus SARS-CoV-2. Pengetahuan dan tindakan yang nyata dari
pemerintah dan masyarakat terkait PHBS mampu menurunkan jumlah
kasus COVID-19, sehingga masa pandemi COVID-19 dapat berakhir
dengan cepat5.
Latar belakang tersebut menarik minat penulis untuk meneliti
gambaran pengetahuan masyarakat tentang pandemi COVID-19.
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Manfaat penelitian ini adalah sebagai data Puskesmas untuk
kemudian hari dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai syarat untuk
menyelasaikan tugas progam Dokter Internsip 2020-2021.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corona Virus Disease-19
2.1.1 Definisi
Corona virus adalah keluarga besar virus RNA yang diketahui
menyebabkan infeksi pernapasan. Kelompok virus ini dapat menyebabkan flu
biasa hingga penyakit yang lebih serius seperti Severe Acute Respiratory
Sindrom (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS)6. Virus
corona baru ini telah dinamai oleh Komite Internasional Taksonomi Virus
(ICTV) sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-
CoV-2). ICTV telah menentukan bahwa SARS-CoV-2 adalah spesies yang
sama dengan SARS-CoV tetapi strain yang berbeda. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah menamai penyakit dengan infeksi SARS-CoV-2 sebagai
Corona "COVID-19"7
2.1.2 Etiologi
COVID-19 disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS CoV-2)8. Secara umum, virus korona memiliki
4
2.1.3 Epidemiologi
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus
pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari,
pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah
hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada awalnya data epidemiologi
menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar
seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Tanggal 7
Januari 2020, Cina menyatakan pneumonia tersebut sebagai penyakit baru
virus korona. Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pada
tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina3.
Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan
setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kasus
COVID-19 hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan kasus
sebanyak ratusan dan hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan.
Lalu, 30 Januari 2020, WHO menetapkan kondisi Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Lalu, tanggal 11
MARET 2020, WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemic.
Berdasarkan data World Health Organization, per tanggal 27 Mei 2021,
jumlah pasien total positif COVID-19 di dunia mencapai 168.040.871
orang, yang diakumulasikan dari pasien positif dirawat, pasien positif
sembuh, serta pasien positif meninggal, dengan jumlah kasus baru
539.384 kasus dan total kematian 3.494.758 kasus4. Kasus di Indonesia
menurut WHO sejak tanggal 03 Januari 2020 sampai dengan 27 Mei 2021,
tercatat 1.791.221 kasus konfirmasi positif covid-19, dengan total kasus
meninggal 49.771 kasus yang dilaporkan ke WHO. Provinsi dengan
jumlah kasus tertinggi di Indonesia sendiri, per tanggal 26 Mei 2021,
berdasarkan data dari situs web Satuan Tugas Penanganan COVID-19,
adalah provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dengan jumlah
kasus terkonfirmasi mencapai 425.829 kasus (23.8%) dari 24 provinsi.
Sedangkan untuk provinsi Kalimantan Timur sendiri, jumlah kasus
terkonfirmasi, per tanggal 26 Mei 2021 berjumlah 71.092 kasus (4%)
dengan total kasus sembuh 68.195 kasus, total kasus dalam
perawatan/isolasi mandiri sejumlah 1.190 kasus dan total kasus meninggal
sejumlah 1.707 kasus4.
Tercatat dari total jumlah 1.791.221 kasus terkonfirmasi di
Indonesia, kematian tertinggi didominasi oleh kelompok usia >60 tahun
dengan jumlah total 49.4% dari total kasus meninggal yang tercatat oleh
gugu tugas covid Indonesia4.
2.1.4 Patogenesis
5
Periode inkubasi COVID-19 berlangsung 1-14 hari, rata-rata
sekitar lima hari. Periode inkubasi merupakan waktu antara pertama kali
terkena virus hingga pertama kali gejala muncul. Gejala yang timbul
sangat bervariasi dari gejala ringan hingga berat11. Perjalanan penyakit
dan proses munculnya gejala dari sejak virus masuk sebagai berikut.
Protein S yang melekat pada sampul virus berperan untuk berikatan
dengan reseptor selular sel target, yaitu ACE2 untuk Sars-CoV-2. Ikatan
antara protein S dengan ACE2 akan memicu fusi antara membran plasma
dengan virus. Setelah virus memasuki sel, RNA virus akan terlepas ke
sitoplasma lalu ditranslasikan menjadi dua polyprotein dan protein
struktural. Lalu, virus memulai replikasi. Partikel-partikel pembentuk
virus kemudian masuk ke dalam Endoplasmic Reiculum-Golgi
Intermediate Compartment (ERGIC). Setelah bagian virus selesai dirakit,
sel akan membentuk vesikel untuk selanjutnya berfusi dengan membran
plasma, melepaskan virus yang siap menginfeksi sel-sel lain. Ketika
menginfeksi sel, antigen virus akan dipresentasikan Antigen Presentation
Cells (APC) sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh. Antigen ini
dipresentasikan oleh Major Histocompatibility Complex (MHC; atau
Human Leukocyte Antigen (HLA) di manusia) pada permukaan sel APC
untuk dikenali sel limfosit T sitotoksik. Hingga saat ini belum diketahui
struktur molekul HLA yang dapat memberikan efek protektif dari SARS-
CoV212,13.
Gambar 2.2 Patogenesis Covid-19
6
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit. Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak
awal pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan
mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan
mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis.
Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada
kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal
atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan14.
2.1.6 Diagnosis
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh
pasien yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah
metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test)
seperti pemeriksaan RTPCR14.
Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu Kasus Suspek, Kasus
Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Pelaku Perjalanan, Discarded,
Selesai Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus Suspek, Kasus Probable,
Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman
sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam
Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG)14.
1. Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
• Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
• Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
• Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.
2. Kasus probable adalah kasus suspek dengan ISPA
Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan
COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
7
3. Kasus konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi
virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-
PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2 yaitu kasus konfirmasi dengan
gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
4. Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus
probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud
antara lain:
8
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
8. Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus
konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal.
Catatan:
Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal kembali dengan
istilah kasus suspek.
* ISPA yaitu demam (≥38°C) atau riwayat demam; dan disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit
tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
** Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan
adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang
melaporkan kasus tersebut.
***Pneumonia berat / ISPA berat
Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi
saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress
pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu
dari berikut ini:
• Sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• Distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
• Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :
<2 bulan : ≥ 60x/menit;
2–11 bulan : ≥ 50x/menit;
1–5 tahun : ≥ 40x/menit;
>5 tahun : ≥ 30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada dapat membantu
penegakan diagnosis dan dapat menyingkirkan komplikasi.
9
Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:
1. Pasien:
Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
Menerapkan etika batuk
Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38 derajat
2. Lingkungan/kamar:
Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
Membuka jendela kamar secara berkala
Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin. - Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan
air sabun atau bahan desinfektan lainnya
3. Keluarga:
Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
Anggota keluarga senanitasa pakai masker
Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
Senantiasa mencuci tangan
Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
10
Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk
tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila
pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan
golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker
perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau
Dokter Spesialis Jantung
Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk
14 hari)
Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30
hari)
Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24
jam (selama 30 hari). Dianjurkan multivitamin yang
mengandung vitamin C,B, E, Zink
Vitamin D
Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
2. DERAJAT RINGAN
a) Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal
10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala
demam dan gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari,
maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan
3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah
Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan
kondisi pasien.
Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP
terdekat.
b) Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi
tanpa gejala)
c) Farmakologis
Vitamin C dengan pilihan:
11
Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk
14 hari)
Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24
jam (selama 30 hari). Dianjurkan multivitamin yang
mengandung vitamin C,B, E, Zink
Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
Antivirus : - Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral
selama 5- 7 hari (terutama bila diduga ada infeksi
influenza) ATAU - Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg)
loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
3. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/
Rumah Sakit Darurat COVID-19
Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/
Rumah Sakit Darurat COVID-19 b
b. Non Farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,
status hidrasi/terapi cairan, oksigen
Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut
dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan
dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto toraks
secara berkala
c. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9%
habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV)
selama perawatan
Diberikan terapi farmakologis berikut:
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750
mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Ditambah salah satu antivirus berikut :
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5) atau
12
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan
1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
13
2. Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien
dengan edema paru.
3. Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake
prone position)
Terapi Oksigen
Terapi oksigen diperlukan terutama pada pasien-pasien yang
mengalami severe acute respiratory infection (SARI) dan
distress napas, hipoksemia, sentral sianosis, syok, koma
atau konvulsi. Berikut adalah teknis pemberian terapi
oksigen pada pasien dengan COVID-19: (a) Dewasa:
berikan oksigen 5L/menit selama proses resusitasi hingga
mencapai target SpO2≥93% atau gunakan face mask
dengan reservoir bag 10–15 L/ menit pada pasien kritis.
Ketika pasien sudah stabil, target SpO2 adalah >90% pada
pasien yang tidak hamil dan ≥92– 95% pada pasien hamil;
(b) Anak-anak: berikan oksigen melalui nasal prongs atau
nasal cannula dengan target SpO2≥94% selama proses
resusitasi. Target SpO2 pada pasien anak yang stabil adalah
≥90%; (c) Pantau kondisi pasien dengan COVID-19 secara
ketat dan lakukan identifikasi gejala perburukan kondisi
seperti terjadinya gagal napas dan sepsis. Berikan tindakan
secepatnya untuk menyelamatkan nyawa pasien; (d)
Perhatikan kondisi penyerta pasien, dan terapi COVID-19
tetap perlu memperhatikan kondisi penyerta tersebut.
2.2 . Pengetahuan Masyarakat Mengenai Covid-19
Survei KAP (Knowledge, attitude, practice) COVID-19 yang dilakukan
oleh Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) bekerja
sama dengan Facebook, WHO, Massachusetts Institute of Technology (MIT),
dan Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN) di 67 negara,
termasuk Indonesia, memberikan gambaran pengetahuan, sikap dan praktik
masyakat seputar covid-19. Berdasarkan survei longitudinal yang dilakukan
pada bulan Juli 2020 (gelombang I) terhadap 5,852 pengguna Facebook di
Indonesia dengan usia di atas 18 tahun tersebut, lebih dari 80% responden
telah menerapkan cuci tangan pakai sabun dan menggunakan masker
sementara sebagian besar masyarakat (sekitar 70% responden)
melakukan jaga jarak.Selanjutnya, hasil survei bulan Oktober 2020
terkait tiga perilaku kunci menunjukkan 86% responden melaporkan
penggunaan masker dan perilaku mencuci tangan pakai sabun turun
dari 83% ke 81% dan menjaga jarak turun dari 72% menjadi 70%.
Terkait informasi mengenai COVID-19, sebagian besar masyarakat
mengetahui gejala dari Covid-195
14
Tabel 1 Pengetahuan dan Keyakinan Terkait COVID-19 di
Indonesia
Aspek Informasi Persentase
Pengetahuan Mampu mengidentifikasi individu yang 29%
berisiko tinggi terpapar
Mampu menyebutkan 3 atau lebih gejala 49%
COVID-19
Keyakinan Yakin bahwa COVID-19 berbahaya dan 65%
mengancam lingkungan sekitarnya
Yakin bahwa dirinya berisiko tertular 49%
COVID-19
Cemas/takut akan berakibat serius apabila 60%
tertular
Kemampuan menghadapi COVID-19 (efikasi 34%
diri)
15
kehidupan. Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melewati 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua16.
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan17.
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan
sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998
Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun18. Penuaan adalah normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu19.
16
Kardiovaskular : katub jantung menebal dan kaku, kemampuan
memompa darah menuruh (menurunnya kontraksi dan volume),
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
Respirasi : otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga
menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun, serta terjadinya penyempitan pada
bronkus.
Persarafan : saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khusunya
yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan
mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik
dan refleks.
Muskuloskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh,
bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram,
tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
Gastrointestinal : esofagus melebar, asam lambung menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori
menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan
enzim pencernaan.
Genitouinaria : ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,
penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut
menurun.
Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia.
Vagina : selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
Pendengaran : membran tympani atrofi sehingga terjadi
gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami
kekakuan.
Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap
gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan
katarak.
Endokrin : produksi hormon menurun.
Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidun dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vasikularisasi
menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras
dan rapuh serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
17
Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori atau daya ingat menurun karena proses incoding
menurun.
Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah.
b. Perubahan sosial
Meliputi perubahan peran, keluarga, teman, masalah hukum, pensiun,
ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan,
agama dan panti jompo.
c. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi, dan kecemasan.
18
proses yang menghambat aliran darah yang pada suatu saat dapat
menutup pembuluh darah. Pada tahap awal gangguan dari dinding
pembuluh darah yang menyebabkan elastisitasnya berkurang
memacu jantung bekerja lebih keras, karena terjadi hipertensi. Bila
terjadi sumbatan maka jaringan yang dialiri zat asam oleh pembuluh
darah ini akan rusak/mati, terjadi infark. Bila terjadi diotak akan terjadi
stroke, bila terjadi di jantung dapat menyebabkan infark jantung atau
infark miokard.
Penyakit Sistem Pencernaan
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan
kompleks karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelicin
makanan berkurang sehingga proses menelan lebih sukar. Keluhan
seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya,
seringkali disebabkan makanan yang kurang bisa dicernakan akibat
berkuangnya toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung
lemak. Penyakit dan gangguan pada lambung yaitu gastritis atau
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung,
insidensi gastritis meningkat dengan lanjutnya proses menua.
Penyakit Sistem Urogenital
Peradangan dalam sistem urogenital terutama dijumpai wanita lanjut
usia berupa peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal
akibat sisa air seni pada vesika urinaria. Keadaan ini disebabkan
berkurangnya tonus kandung kemih dan adanya tumor yang
menyumbat saluran kemih. Pada pria berusia 50 tahun, sisa air seni
dalam kandung kemih dapat disebabkan pembesaran kelenjar prostat
(hipertrofi prostat).
Penyakit gangguan endokrin (metabolik)
Penyakit metabolik yang banyak pada lansia terutama disebabkan
menurunnya produksi hormon antara lain terlihat pada wanita
mendekati 50 tahun yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak
teratur sampai berhenti sama sekali/menopause. Penyakit
metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetes melitus atau kencing
manis dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan
mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis).
Penyakit Persendian dan Tulang
Penyakit pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada
permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia.
Hampir 8% orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada
sendi- sendinya, misal : linu-linu, pegal, dan kadang terasa seperti
nyeri. Biasanya yang terkena ialah persendian pada jari-jari, tulang
punggung sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).
19
Biasanya nyeri akut pada persendian itu disebabkan oleh gout, hal ini
disebabkan gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh.
20
Transferring. Dikatakan independen bila mampu naik turun sendiri
dari tempat tidur atau kursi/kursi roda. Bila hanya memerlukan
sedikit bantuan atau bantuan yang bersifat mekanis, tidak termasuk.
Sebaliknya, dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk
kegiatan tersebut diatas. Atau tidak mampu melakukan satu atau
lebih aktifitas transferring.
Kontinensia atau eliminasi. Dikatakan indenpenden bila mampu
buang hajat sendiri (urinasi dan defekasi). Sebaliknya, termaksud
dependen bila pada salah satu atau keduanya (miksi atau defekasi)
memerlukan enema dan kateter. Juga bila lansia menggunakan bed
pan secara regular.
Makan. Dikatakan independen, bila mampu menyuap makanan
sendiri, mengambil dari piring. Dalam penilaian tidak termaksuk
mengiris poto gan daging. Misalnya, juga menyiapkan hidangan.
Keadan sebaliknya tergolong dependen.
21
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu
dalam berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam
melaksanakan activity of daily living.
d.Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat
sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu
cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks
antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau
ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab
keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah
komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan
peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily
living.
e. Tingkat Stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor),
dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu
keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti
injuri atau psikologi seperti kehilangan.
f. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur
lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal
(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama
biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam.
Perbedaaan irama sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi
tidur, temperatur tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut
berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan
seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi
activity of daily living.
g.Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang.
Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan
kebutuhan dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang
dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi
ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah
keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai
menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia
tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan –
kebutuhandasarnya
22
h.Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah
satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya
adalah pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan
ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik dari pada lansia yang tidak aktif ke posyandu
(Pujiono, 2009).
2.4 Vaksinasi
Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi
dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak
akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, biasanya dengan pemberian vaksin.
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme atau bagiannya
atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa sehingga aman, yang apabila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
Vaksin bukanlah obat, vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh agar
terhindar dari tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada obat yang
defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan efektif serta perilaku 3M
(memakasi masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak) adalah upaya
perlindungan yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit COVID-19.
Vaksin adalah produk biologi yang diberikan kepada seseorang untuk melindunginya dari
penyakit yang melemahkan, bahkan mengancam jiwa. Vaksin akan merangsang pembentukan
23
kekebalan terhadap penyakit tertentu pada tubuh seseorang. Tubuh akan mengingat virus atau
bakteri pembawa penyakit, mengenali dan tahu cara melawannya.
Kekebalan kelompok atau herd Immunity merupakan situasi dimana sebagian besar
masyarakat terlindung/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak
langsung (indirect effect), yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang rentan dan
bukan merupakan sasaran vaksinasi. Kondisi tersebut hanya dapat tercapai dengan cakupan
vaksinasi yang tinggi dan merata.
Vaksinasi tidak hanya bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit dan
menghentikan wabah saja, tetapi juga dalam jangka panjang untuk mengeliminasi bahkan
mengeradikasi (memusnahkan/ menghilangkan) penyakit itu sendiri.
Indonesia punya sejarah panjang dalam upaya penanggulangan penyakit menular dengan
vaksinasi atau imunisasi. Indonesia juga berkontribusi terhadap penanggulangan penyakit di
muka bumi ini melalui pemberian vaksinasi. Sebagai contoh sejak pertama kali imunisasi
cacar dicanangkan pada tahun 1956, akhirnya penyakit cacar bisa dieradikasi yaitu
dimusnahkan atau dihilangkan di seluruh dunia pada tahun 1974 sehingga pelaksanaan
imunisasi campak distop pada tahun 1980. Pun demikian dengan polio, sejak imunisasi polio
dicanangkan pertama kali tahun 1972, Indonesia akhirnya mencapai bebas polio tahun 2014.
Saat ini dunia, termasuk Indonesia sedang dalam proses menuju eradikasi polio yang
ditargetkan pada tahun 2023.
Contoh lain Indonesia dengan upaya gencar pemberian imunisasi tetanus toxoid pada ibu
hamil, Indonesia akhirnya mencapai status eliminasi tetanus maternal dan neonatal tahun
2016.
24
dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.
25
Meja Pelayanan Keterangan Kegiatan Pelayanan
Meja 1 (petugas 1) Petugas memanggil sasaran penerima vaksinasi ke meja 1
pendaftaran/verifikasi) sesuai dengan nomor urutan kedatangan
2) Petugas memastikan sasaran menunjukkan nomor tiket
elektronik (e-ticket) dan/atau KTP untuk dilakukan verifikasi
sesuai dengan tanggal pelayanan vaksinasi yang telah
ditentukan.
3) Verifikasi data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Pcare
Vaksinasi (pada komputer/laptop/HP) atau secara manual
yaitu dengan menggunakan daftar data sasaran yang diperoleh
melalui aplikasi Pcare Vaksinasi yang sudah disiapkan
sebelum hari H pelayanan (data sasaran pada aplikasi Pcare
diunduh kemudian dicetak/print)
26
Meja 3 (vaksinator) 1) Sasaran duduk dalam posisi yang nyaman
2) Untuk vaksin mutidosis petugas menuliskan tanggal dan
jam dibukanya vial vaksin dengan pulpen/spidol di label
pada vial vaksin
3) Petugas memberikan vaksinasi secara intra muskular
sesuai prinsip penyuntikan aman
4) Petugas menuliskan nama sasaran, NIK, nama vaksin dan
nomor batch vaksin pada sebuah memo. Memo diberikan
kepada sasaran untuk diserahkan kepada petugas di Meja 4.
5) Selesai penyuntikan, petugas meminta dan
mengarahkan sasaran untuk ke Meja 4 dan menunggu
selama 30 menit
27
2.4.2 Tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan semua kejadian
medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga
berhubungan dengan imunisasi. Misalnya demam atau nyeri pada area
suntikan.
Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama
dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain:
1. Reaksi lokal, seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan
dan reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
2. Reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia),
nyeri sendi (atralgia), badan lemah, dan sakit kepala.
3. Reaksi lain, seperti alergi misalnya urtikaria, oedem, reaksi anafilaksis,
dan syncope (pingsan)
Jika terjadi reaksi lokal, petugas kesehatan dapat menganjurkan
penerima vaksin untuk melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan
meminum obat paracetamol sesuai dosis.
Jika terjadi reaksi sistemik, petugas kesehatan dapat menganjurkan
penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang
nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol
sesuai dosis. Untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) serius, sasaran diminta untuk tetap tinggal di tempat
pelayanan vaksinasi selama 30 menit sesudah vaksinasi dan petugas harus
tetap berada di tempat pelayanan minimal 30 menit setelah sasaran terakhir
divaksinasi.
Untuk pemantauan dan penanggulangan KIPI, Menteri Kesehatan
membentuk Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI, serta
Gubernur membentuk Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan
KIPI. Berdasarkan laporan yang masuk, sebagian besar kasus KIPI yang
terjadi adalah KIPI ringan atau koinsiden (tidak berhubungan dengan
pemberian imunisasi.
Apabila terjadi KIPI, baik KIPI ringan maupun KIPI serius, masyarakat
28
harus melaporkan kepada petugas kesehatan yang ada di fasilitas pelayanan
kesehatan yang memberikan layanan vaksinasi atau ke puskesmas terdekat.
29
sudah cukup, BPOM dapat memberikan izin kemanusiaan atau penggunaan
darurat, walau nanti data-data akan disaatukan.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
31
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sampel dari penelitian adalah lansia yang akan divaksin dan telah divaksin di
Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya, yang datang untuk vaksin dan berobat
dipoli lansia di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, yang diadakan pada
tanggal 1 Juni 2021 sampai dengan 18 Agustus 2021.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis incidental
sampling.
• Kriteria Inklusi
o Lansia, yaitu usia >59 tahun yang telah mendapat vaksin covid-19
o Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sepinggan Baru Kota Balikpapan
o Bersedia menjadi subjek penelitian
• Kriteria Eksklusi
o Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
o Berusia kurang dari 60 tahun
o Tidak dapat divaksin
32
3.5 Definisi Operasional
Beberapa definisi atau batasan operasional yang digunakan pada penelitian ini, antara
33
• Melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuisioner pada lansia yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, di Puskesmas
Sepinggan Baru, Kota Balikpapan.
• Kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, lalu diperiksa kelengkapannya, dan kemudian
semua data yang telah dikumpulkan akan diolah secara statistika.
Data yang didapatkan dari penelitian ini kemudian direkapitulasi secara manual, dan
kemudian disusun ke dalam beberapa tabel sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Hasil pengumpulan data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan
pembahasannya.
34
BAB IV
Hasil data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara univariat untuk
mengetahui distribusi data responden secara keseluruhan. Data kuesioner responden
dianalisis secara univariat berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan
35
Tabel 4.3 Distribusi Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
36
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berpengetahuan baik yaiu sebesar 89 responden atau 55,6% , kemudian
berpengetahuan cukup sebesar 66 responden atau 42,3% dan berpengetahuan
kuranng sebesar 5responden atau 3,1 %
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian gambaran tingkat pengetahuan lanjut usia sebagai penerima
vaksin COVID-19 Di Wilayah Kerja Puskesmas Sepinggan Baru Kota Balikpapan
diketahui bahwa responden yang berpengetahuan baik berjumlah 89 orang (55,6%),
sisanya berpengetahuan cukup 66 orang (41.3%) dan pengetahuan kurang sejumlah 5
orang (3,1%).
Tingkat pengetahuan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kurangnya edukasi sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang covid 19.
Tingkat pengetahuan tentang covid-19 pada lansia dalam kategori baik masih
dapat ditingkatkan. Dengan pengetahuan yang baik maka penularan dapat
diminimalkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bahan bacaan
kepada lansia, edukasi, dan menganjurkan untuk mendengar informasi aktual
tentang COVID-19 dari sumber sumber atau media -media yang dapat dipercaya
(Saputra & Simbolon, 2020).
Dari hasil penelitian responden laki-laki terdiri dari 85 responden (53,1%) lebih
banyak dibandingkan responden perempuan yang terdiri dari 75 responden (46,9%).
diketahui tidak ada hubungan jenis kelamin dengan tingkat pengengetahuan lansia.
Dan di ketahui bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat
pengetahuan lansia. Dimana dari segi pendidikan, lansia yang berpendidikan tinggi
(SMA keatas) adalah 83 responden atau 52 %, pengetahuan masyarakat terhadap
sesuatu informasi dapat dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, yaitu semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin mudah untuk menerima informasi. Banyak
juga penelitian lain membahas dan memperkuat pernyataan tersebut yaitu adanya
peningkatan pengetahuan sehingga masyarakat dapat menjalankan peraturan yang
sudah ditentukan oleh pemerintah (Supardi, Sampurno, dan Notosiswoyo 2004)
37
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan bahwa tingkat
pengetahuan lansia di Puskesmas Sepinggan Balikpapan mengenai pandemic COVID-
19 adalah cukup baik.
5.2. Saran
1) Diharapkan dimasa mendatang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih
besar.
2) Diharapkan petugas tenaga kesehatan melakukan penyuluhan secara rutin agar dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat.
3) Diharapkan dimasa mendatang dapat dilakukan penelitian dengan metode analitik
observasional.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Güner, R., Hasanoğlu, İ., & Aktaş, F. (2020). Covid-19: Prevention and control
measures in community. Turkish Journal of Medical Sciences, 50(SI-1), 571–577.
https://doi.org/10.3906/sag-2004-146
2. https://covid19.who.int/table
4. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Peta Sebaran [Internet]. [cited 2021 27 Mei].
Available from: Peta Sebaran COVID-19 | Covid19.go.id
5. Ni Putu Emy Darma Yanti; , I Made Arie Dharma Putra Nugraha; Gede Adi Wisnawa;
Ni Putu Dian. (2020). Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Covid-19 dan
Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi . Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 3, 485-
490.
7. Health, Ministry. (2020, March). Coronavirus Disease 2019. Retrieved from Suadi
Center of Disease Prevention and Control: https://covid19.cdc.gov.sa
8. Isbaniah F, Saputro DD, Sitompul PA, Manalu R, Setyawaty V, Kandun IN, dkk.
Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementeran Kesehatan RI; 2020.
9. Novel coronavirus (2019-nCoV) [Internet]. [dikutip 27 Mei 2021]. Tersedia pada:
https://www.youtube.com/watch?v=mOV1aBVYKGA
10. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, ZhangW, dkk. A pneumonia outbreak
associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature. 2020;579(7798):270–
39
13. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk.
Coronavirus disease 2019: Review of current literatures. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45–67.
14. Isbaniah F, Saputro DD, Sitompul PA, Manalu R, Setyawaty V, Kandun IN, dkk.
Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementeran Kesehatan RI; 2020.
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI); Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI); Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN); . (2020, Desember). Pedoman Tatalaksana. Retrieved from
https://www.papdi.or.id/
17. Depkes RI. (2003). Pedoman Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan
II.
18. Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.
19. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
20. Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
21. Hardywinoto & Setiabudhi, T. (2007). Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama.
22. Agung, I. (2006). Uji keandalan dan kesahihan indeks activity of daily living Barthel
untuk mengukur status fungsional dasar pada usia lanjut di RSCM. Jakarta: Universitas
Indonesia.
23. Azizah, lilik mariatul. 2011. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha ilmu
25. Ediawati, Eka. 2013. Gambaran Tingkat Kemandirian Dalam Actuvity Of Daily
Living (ADL).
40
27. Keputusan direktur jenderal pencegahan dan pengendalian penyakit nomor hk.02.02/4/
1 /2021 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan
pandemi corona virus disease 2019 (covid-19)
28. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVI
D__call_center.pdf
29. Manurung, E., & Siagian, N. (2020). Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan
Siswa SMA Swasta terhadap Pandemi Covid -19. Nursing Inside Community, 8.
41
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Silahkan centang (√) pada kolom BENAR atau SALAH, dengan jawaban anda
No Pernyataan BENAR SALAH
1. COVID-19 adalah penyakit yang tidak
berbahaya dan sama seperti flu biasa
2. Virus korona dapat bertahan hidup beberapa
jam diluar tubuh manusia
3. Virus korona tidak akan menular pada saat
berbicara
4. Orang yang bisa menularkan COVID-19
hanyalah yang memiliki gejala sakit seperti
batuk, pilek dan penciuman menghilang
5. Orang yang sehat tidak perlu memakai
masker saat keluar rumah
6. Gejala COVID-19 pada usia tua umumnya
lebih berat daripada usia muda
7. Resiko kematian pasien COVID-19 lebih
tinggi pada penderita penyakit kronis, misalnya
Diabetes (kencing manis), Hipertensi (darah
tinggi), dan jantung
8. Anak-anak tidak termasuk kelompok yang
beresiko karena jarang terinfeksi covid-19
9. New normal artinya adalah kembali kepada
kebiasaan semula sebelum munculnya wabah
korona
10. Isolasi mandiri pada orang yang terinfeksi
covid-19 tidak diperlukan bagi yang tidak
memiliki gejala
42
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)
(………………………………) (………………………………)
43
LAMPIRAN 3
Data Statistik
44
Tingkat_pengetahuan
Frequ Perc Valid Cumulati
ency ent Percent ve Percent
3 1 .6 .6 .6
4 4 2.5 2.5 3.1
5 12 7.5 7.5 10.6
6 25 15.6 15.6 26.3
7 29 18.1 18.1 44.4
V
8 41 25.6 25.6 70.0
alid
9 41 25.6 25.6 95.6
1 7 4.4 4.4 100.0
0
T 160 100. 100.0
otal 0
45