Anda di halaman 1dari 49

Gambaran Tingkat Pengetahuan pada

Lansia Peserta Vaksinasi Covid-19


di Puskesmas Sepinggan Baru Balikpapan

Disusun Oleh:
dr. Rahmawati

Pembimbing:
dr. Linda Ramayeti

PUSKESMAS SEPINGGAN BARU BALIKPAPAN


2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN MINI PROJECT

Disusun oleh :

dr. Rahmawati

Telah Dipresentasikan Pada Tanggal: 31 Agustus 2021

Pembimbing Dokter Internsip

dr. Linda Ramayeti dr. Rahmawati

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga laporan minipro dengan judul “Gambaran
Tingkat Pengetahuan Lansia Terhadap Covid-19 di Puskesmas Sepinggan ” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan minipro ini terwujud atas bimbingan, dukungan,
serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg.Sulastri, selaku kepala Puskesmas Sepinggan Baru Balikpapan.
2. dr.Linda Ramayeti, selaku dokter pembimbing internsip periode II bulan Mei
tahun 2021 di Puskesmas Sepinggan Baru.
3. Teman-teman sejawat dokter internsip.
4. Segenap tenaga medis di Puskesmas Sepinggan Baru Balikpapan.
5. Para peserta penelitian yang telah meluangkan waktu dan membantu dalam
menyelesaikan laporan minipro ini.
6. Kepada orangtua dan keluarga penulis yang selama ini telah memberikan doa,
semangat, dan perhatian dalam mengerjakan penelitian.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dalam membantu
terselsaikannya laporan minipro ini. Penulis ucapkan terimakasih.
Penulis menyadari bahwa laporan minipro ini masih jauh dari kata sempurna, maka
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran. Semoga laporan minipro ini dapat
memberikan manfaat baik bagi penulis, maupun bagi pengembangan Puskesmas Sepinggan
Baru Balikpapan.

Balikpapan, 31 Agustus 2021


Penulis

dr. Rahmawati

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corona Virus Disease-19........................................................................ 3
2.1.1 Definisi ................................................................................................... 4
2.1.2 Etiologi ................................................................................................... 4
2.1.3 Epidemiologi .......................................................................................... 5
2.1.4 Patogenesis ............................................................................................. 5
2.1.5 Diagnosis ................................................................................................ 7
2.1.6 Tatalaksana COVID-19 .......................................................................... 9
2.2 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Covid-19 ..................................... 14
2.3 Lanjut Usia ............................................................................................ 15
2.3.1 Pengertian lansia ................................................................................... 16
2.3.2 Klasifikasi Lansia ................................................................................. 16
2.3.3 Karakteristik Lansia .............................................................................. 16
2.3.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia ................................. 16
2.3.5 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia ....................................... 18
2.3.6 Konsep ADL (Activity Of Daily Living) ............................................. 20
2.3.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Lansia ............... 21
2.3.8 Cara Pengukuran Kemampuan Melakukan ADL ................................. 23
2.4 Vaksinasi .............................................................................................. 23
2.4.1 Sasaran dan Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19.....................................24
2.4.2 Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19 .................................................... 25
2.4.3 Tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) ............................... 28
2.4.4 Tentang Kehalalan ............................................................................... 29
2.4.5 Vaksin dan Logistik ............................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………… 31
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 31
3.2 Rancangan Penelitian .............................................................................. 31
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 35
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 39
LAMPIRAN .................................................................................................... 42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) yang disebabkan


oleh virus SARS CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2) menjadi peristiwa yang mengancam kesehatan masyarakat
secara umum dan telah menarik perhatian dunia. Pada tanggal 30 Januari
2020, WHO (World Health Organization) telah menetapkan pandemi
COVID-19 sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi
perhatian dunia internasional1.Berdasarkan data World Health
Organization, per tanggal 27 Mei 2021, jumlah pasien total positif
COVID-19 di dunia mencapai 168.040.871 orang, yang diakumulasikan
dari pasien positif dirawat, pasien positif sembuh, serta pasien positif
meninggal, dengan jumlah kasus baru 539.384 kasus dan total kematian
3.494.758 kasus. Kasus di Indonesia menurut WHO sejak tanggal 03
Januari 2020 sampai dengan 27 Mei 2021, tercatat 1.791.221 kasus
konfirmasi positif covid-19, dengan total kasus meninggal 49.771 kasus
yang dilaporkan ke WHO2.
Di Indonesia sendiri, kasus terkonfirmasi pertama diumumkan
pada tanggal 2 Maret 2020, yang ditularkan melalui transmisi dari
manusia ke manusia3. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia
sendiri, per tanggal 26 Mei 2021, berdasarkan data dari situs web Satuan
Tugas Penanganan COVID-19, adalah provinsi Daerah Khusus Ibukota
(DKI) Jakarta, dengan jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 425.829
kasus (23.8%) dari 34 provinsi. Sedangkan untuk provinsi Kalimantan
Timur sendiri, jumlah kasus terkonfirmasi, per tanggal 26 Mei 2021
berjumlah 71.092 kasus (4%) dengan total kasus sembuh 68.195 kasus,
total kasus dalam perawatan/isolasi mandiri sejumlah 1.190 kasus dan
total kasus meninggal sejumlah 1.707 kasus4.
Tercatat dari total jumlah 1.791.221 kasus terkonfirmasi di
Indonesia, kematian tertinggi didominasi oleh kelompok usia >60 tahun
dengan jumlah total 49.4% dari total kasus meninggal yang tercatat oleh
gugus tugas covid Indonesia4.
Peningkatan kasus COVID-19 yang terjadi di masyarakat
didukung oleh proses penyebaran virus yang cepat, baik dari hewan ke
manusia ataupun antara manusia. Penularan virus SARS-CoV-2 dari
hewan ke manusia utamanya disebabkan oleh konsumsi hewan yang
terinfeksi virus tersebut sebagai sumber makanan manusia, utamanya
hewan keleawar5. Proses penularan COVID-19 disebabkan oleh

1
pengeluaran droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh
pasien terinfeksi pada saat batuk ataupun bersin. Droplet di udara
selanjutnya dapat terhirup oleh manusia lain di dekatnya yang tidak
terinfeksi COVID-19 melalui hidung ataupun mulut. Droplet selanjutnya
masuk menembus paru-paru dan proses infeksi pada manusia yang sehat
berlanjut6. Secara klinis, representasi adanya infeksi virus SARS-CoV-2
pada manusia dimulai dari adanya asimptomatik hingga pneumonia sangat
berat, dengan sindrom akut pada gangguan pernapasan, syok septik dan
kegagalan multiorgan, yang berujung pada kematian5. Hal ini akan
meningkatkan ancaman dalam masa pandemi COVID-19 sehingga jumlah
kasus COVID-19 di masyarakat dapat terus meningkat.
Guna melawan adanya peningkatan kasus COVID-19, maka
berbagai tindakan preventif mutlak harus dilaksanakan, baik oleh
pemerintah ataupun masyarakat. Upaya preventif sejauh ini merupakan
praktik terbaik untuk mengurangi dampak pandemi COVID-19,
mengingat belum adanya pengobatan yang dinilai efektif dalam melawan
virus SARS-CoV-2. Pengetahuan dan tindakan yang nyata dari
pemerintah dan masyarakat terkait PHBS mampu menurunkan jumlah
kasus COVID-19, sehingga masa pandemi COVID-19 dapat berakhir
dengan cepat5.
Latar belakang tersebut menarik minat penulis untuk meneliti
gambaran pengetahuan masyarakat tentang pandemi COVID-19.
1.2 Rumusan Masalah

Identifikasi masalah penelitian berdasarkan latar belakang


penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin mengetahui
gambaran tingkat pengetahuan masyarakat khususnya lansia di Puskesmas
Sepinggan terhadap pandemi COVID-19

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dilakukan penelitian mengenai gambaran


tingkat pengetahuan lansia di Puskesmas Sepinggan terhadap pandemi
COVID-19
1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan


lansia di Puskesmas Sepinggan terhadap pandemi COVID-19

2
1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai tingkat pengetahuan


lansia di Puskesmas Sepinggan terhadap pandemi COVID-19

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas
Manfaat penelitian ini adalah sebagai data Puskesmas untuk
kemudian hari dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai syarat untuk
menyelasaikan tugas progam Dokter Internsip 2020-2021.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corona Virus Disease-19
2.1.1 Definisi
Corona virus adalah keluarga besar virus RNA yang diketahui
menyebabkan infeksi pernapasan. Kelompok virus ini dapat menyebabkan flu
biasa hingga penyakit yang lebih serius seperti Severe Acute Respiratory
Sindrom (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS)6. Virus
corona baru ini telah dinamai oleh Komite Internasional Taksonomi Virus
(ICTV) sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-
CoV-2). ICTV telah menentukan bahwa SARS-CoV-2 adalah spesies yang
sama dengan SARS-CoV tetapi strain yang berbeda. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah menamai penyakit dengan infeksi SARS-CoV-2 sebagai
Corona "COVID-19"7

2.1.2 Etiologi
COVID-19 disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS CoV-2)8. Secara umum, virus korona memiliki

struktur sampul yang melingkupi materi genetik. Pada sampul terdapat


berbagai protein dengan berbagai fungsi, salah satunya berikatan dengan
reseptor membran sel sehingga dapat masuk sel. Struktur sampul dan
protein ini menyerupai mahkota atau crown sehingga virus ini dinamai
virus korona atau coronavirus. Struktur sampul virus ini bersifat hidrofobik
oleh karena itu diperlukan sabun atau handrub dengan kandungan alcohol
minimal 60%. Sabun atau alkohol 60% dapat berikatan dengan kapsul dan
memecah struktur virus9. Berdasarkan full-genome sequencing dan analisis
filogenik, SARS-CoV-2 memiliki struktur regio gen receptor-binding yang
mirip dengan virus SARS dan menggunakan reseptor yang sama untuk
menginfeksi sel, Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2)10

4
2.1.3 Epidemiologi
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus
pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari,
pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah
hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada awalnya data epidemiologi
menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar
seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Tanggal 7
Januari 2020, Cina menyatakan pneumonia tersebut sebagai penyakit baru
virus korona. Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pada
tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina3.
Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan
setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kasus
COVID-19 hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan kasus
sebanyak ratusan dan hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan.
Lalu, 30 Januari 2020, WHO menetapkan kondisi Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Lalu, tanggal 11
MARET 2020, WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemic.
Berdasarkan data World Health Organization, per tanggal 27 Mei 2021,
jumlah pasien total positif COVID-19 di dunia mencapai 168.040.871
orang, yang diakumulasikan dari pasien positif dirawat, pasien positif
sembuh, serta pasien positif meninggal, dengan jumlah kasus baru
539.384 kasus dan total kematian 3.494.758 kasus4. Kasus di Indonesia
menurut WHO sejak tanggal 03 Januari 2020 sampai dengan 27 Mei 2021,
tercatat 1.791.221 kasus konfirmasi positif covid-19, dengan total kasus
meninggal 49.771 kasus yang dilaporkan ke WHO. Provinsi dengan
jumlah kasus tertinggi di Indonesia sendiri, per tanggal 26 Mei 2021,
berdasarkan data dari situs web Satuan Tugas Penanganan COVID-19,
adalah provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dengan jumlah
kasus terkonfirmasi mencapai 425.829 kasus (23.8%) dari 24 provinsi.
Sedangkan untuk provinsi Kalimantan Timur sendiri, jumlah kasus
terkonfirmasi, per tanggal 26 Mei 2021 berjumlah 71.092 kasus (4%)
dengan total kasus sembuh 68.195 kasus, total kasus dalam
perawatan/isolasi mandiri sejumlah 1.190 kasus dan total kasus meninggal
sejumlah 1.707 kasus4.
Tercatat dari total jumlah 1.791.221 kasus terkonfirmasi di
Indonesia, kematian tertinggi didominasi oleh kelompok usia >60 tahun
dengan jumlah total 49.4% dari total kasus meninggal yang tercatat oleh
gugu tugas covid Indonesia4.

2.1.4 Patogenesis

5
Periode inkubasi COVID-19 berlangsung 1-14 hari, rata-rata
sekitar lima hari. Periode inkubasi merupakan waktu antara pertama kali
terkena virus hingga pertama kali gejala muncul. Gejala yang timbul
sangat bervariasi dari gejala ringan hingga berat11. Perjalanan penyakit
dan proses munculnya gejala dari sejak virus masuk sebagai berikut.
Protein S yang melekat pada sampul virus berperan untuk berikatan
dengan reseptor selular sel target, yaitu ACE2 untuk Sars-CoV-2. Ikatan
antara protein S dengan ACE2 akan memicu fusi antara membran plasma
dengan virus. Setelah virus memasuki sel, RNA virus akan terlepas ke
sitoplasma lalu ditranslasikan menjadi dua polyprotein dan protein
struktural. Lalu, virus memulai replikasi. Partikel-partikel pembentuk
virus kemudian masuk ke dalam Endoplasmic Reiculum-Golgi
Intermediate Compartment (ERGIC). Setelah bagian virus selesai dirakit,
sel akan membentuk vesikel untuk selanjutnya berfusi dengan membran
plasma, melepaskan virus yang siap menginfeksi sel-sel lain. Ketika
menginfeksi sel, antigen virus akan dipresentasikan Antigen Presentation
Cells (APC) sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh. Antigen ini
dipresentasikan oleh Major Histocompatibility Complex (MHC; atau
Human Leukocyte Antigen (HLA) di manusia) pada permukaan sel APC
untuk dikenali sel limfosit T sitotoksik. Hingga saat ini belum diketahui
struktur molekul HLA yang dapat memberikan efek protektif dari SARS-
CoV212,13.
Gambar 2.2 Patogenesis Covid-19

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul
secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum
adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin

6
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit. Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak
awal pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan
mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan
mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis.
Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada
kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal
atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan14.

2.1.6 Diagnosis
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh
pasien yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah
metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test)
seperti pemeriksaan RTPCR14.
Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu Kasus Suspek, Kasus
Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Pelaku Perjalanan, Discarded,
Selesai Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus Suspek, Kasus Probable,
Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman
sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam
Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG)14.

1. Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
• Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
• Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
• Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.
2. Kasus probable adalah kasus suspek dengan ISPA
Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan
COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

7
3. Kasus konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi
virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-
PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2 yaitu kasus konfirmasi dengan
gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
4. Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus
probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud
antara lain:

• Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus


konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau
lebih.
• Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti
bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
• Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable
atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
• Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan
epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir).
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik),
untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Pada
kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan
kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari
setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi
5. Pelaku perjalanan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari
dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
6. Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
• Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RTPCR
2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
• Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa
karantina selama 14 hari.
7. Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
• Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri
sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
• Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal
onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan
gejala demam dan gangguan pernapasan.
• Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang
mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif,

8
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
8. Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus
konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal.

Catatan:
Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal kembali dengan
istilah kasus suspek.
* ISPA yaitu demam (≥38°C) atau riwayat demam; dan disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit
tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
** Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan
adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang
melaporkan kasus tersebut.
***Pneumonia berat / ISPA berat
Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi
saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress
pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu
dari berikut ini:
• Sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• Distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
• Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :
<2 bulan : ≥ 60x/menit;
2–11 bulan : ≥ 50x/menit;
1–5 tahun : ≥ 40x/menit;
>5 tahun : ≥ 30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada dapat membantu
penegakan diagnosis dan dapat menyingkirkan komplikasi.

2.1.7 Tatalaksana Covid-1915


1. PASIEN TANPA GEJALA
a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah

9
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:
1. Pasien:
 Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
 Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
 Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
 Menerapkan etika batuk
 Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
 Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
 Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
 Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
 Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38 derajat

2. Lingkungan/kamar:
 Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
 Membuka jendela kamar secara berkala
 Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin. - Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan
air sabun atau bahan desinfektan lainnya
3. Keluarga:
 Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
 Anggota keluarga senanitasa pakai masker
 Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
 Senantiasa mencuci tangan
 Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih

10
 Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
 Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu
c. Farmakologi
 Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk
tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila
pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan
golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker
perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau
Dokter Spesialis Jantung
 Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
 Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk
14 hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30
hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24
jam (selama 30 hari). Dianjurkan multivitamin yang
mengandung vitamin C,B, E, Zink
 Vitamin D
Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
2. DERAJAT RINGAN
a) Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal
10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala
demam dan gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari,
maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan
3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah
 Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan
kondisi pasien.
 Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP
terdekat.
b) Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi
tanpa gejala)
c) Farmakologis
 Vitamin C dengan pilihan:

11
 Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk
14 hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24
jam (selama 30 hari). Dianjurkan multivitamin yang
mengandung vitamin C,B, E, Zink
 Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
 Antivirus : - Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral
selama 5- 7 hari (terutama bila diduga ada infeksi
influenza) ATAU - Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg)
loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
 Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
3. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/
Rumah Sakit Darurat COVID-19
 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/
Rumah Sakit Darurat COVID-19 b
b. Non Farmakologis
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,
status hidrasi/terapi cairan, oksigen
 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut
dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan
dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto toraks
secara berkala
c. Farmakologis
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9%
habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV)
selama perawatan
 Diberikan terapi farmakologis berikut:
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750
mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Ditambah salah satu antivirus berikut :
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5) atau

12
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan
1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

4. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS


a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat
secara kohorting
 Pengambilan swab untuk PCR
b. Farmakologis
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,
status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku
dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan
dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH,
D-dimer
 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
 Monitor tanda-tanda sebagai berikut:
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93%
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru
pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam
- Limfopenia progresif
- Peningkatan CRP progresif
- Asidosis laktat progresif
 Monitor keadaan kritis:
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau
gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan
penggunaan ventilator mekanik
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan
penyakit, yaitu sebagai berikut:
1. Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-
invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien
dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih
disarankan dibandingkan NIV.

13
2. Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien
dengan edema paru.
3. Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake
prone position)
 Terapi Oksigen
Terapi oksigen diperlukan terutama pada pasien-pasien yang
mengalami severe acute respiratory infection (SARI) dan
distress napas, hipoksemia, sentral sianosis, syok, koma
atau konvulsi. Berikut adalah teknis pemberian terapi
oksigen pada pasien dengan COVID-19: (a) Dewasa:
berikan oksigen 5L/menit selama proses resusitasi hingga
mencapai target SpO2≥93% atau gunakan face mask
dengan reservoir bag 10–15 L/ menit pada pasien kritis.
Ketika pasien sudah stabil, target SpO2 adalah >90% pada
pasien yang tidak hamil dan ≥92– 95% pada pasien hamil;
(b) Anak-anak: berikan oksigen melalui nasal prongs atau
nasal cannula dengan target SpO2≥94% selama proses
resusitasi. Target SpO2 pada pasien anak yang stabil adalah
≥90%; (c) Pantau kondisi pasien dengan COVID-19 secara
ketat dan lakukan identifikasi gejala perburukan kondisi
seperti terjadinya gagal napas dan sepsis. Berikan tindakan
secepatnya untuk menyelamatkan nyawa pasien; (d)
Perhatikan kondisi penyerta pasien, dan terapi COVID-19
tetap perlu memperhatikan kondisi penyerta tersebut.
2.2 . Pengetahuan Masyarakat Mengenai Covid-19
Survei KAP (Knowledge, attitude, practice) COVID-19 yang dilakukan
oleh Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) bekerja
sama dengan Facebook, WHO, Massachusetts Institute of Technology (MIT),
dan Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN) di 67 negara,
termasuk Indonesia, memberikan gambaran pengetahuan, sikap dan praktik
masyakat seputar covid-19. Berdasarkan survei longitudinal yang dilakukan
pada bulan Juli 2020 (gelombang I) terhadap 5,852 pengguna Facebook di
Indonesia dengan usia di atas 18 tahun tersebut, lebih dari 80% responden
telah menerapkan cuci tangan pakai sabun dan menggunakan masker
sementara sebagian besar masyarakat (sekitar 70% responden)
melakukan jaga jarak.Selanjutnya, hasil survei bulan Oktober 2020
terkait tiga perilaku kunci menunjukkan 86% responden melaporkan
penggunaan masker dan perilaku mencuci tangan pakai sabun turun
dari 83% ke 81% dan menjaga jarak turun dari 72% menjadi 70%.
Terkait informasi mengenai COVID-19, sebagian besar masyarakat
mengetahui gejala dari Covid-195

14
Tabel 1 Pengetahuan dan Keyakinan Terkait COVID-19 di
Indonesia
Aspek Informasi Persentase
Pengetahuan Mampu mengidentifikasi individu yang 29%
berisiko tinggi terpapar
Mampu menyebutkan 3 atau lebih gejala 49%
COVID-19
Keyakinan Yakin bahwa COVID-19 berbahaya dan 65%
mengancam lingkungan sekitarnya
Yakin bahwa dirinya berisiko tertular 49%
COVID-19
Cemas/takut akan berakibat serius apabila 60%
tertular
Kemampuan menghadapi COVID-19 (efikasi 34%
diri)

Hasil dari penelitian Ni Putu et al; yang dilakukan di Sumatra,


menggambarkan tingkat pengetahuan masyarakat Sumatra khususnya
masyarakat desa Kelod memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai
Covid-19. Berdasarkan hasil distribusi pengetahuan masyarakat beserta
distribusi kategori pengetahuan masyarakat tentang pandemi COVID-19,
masyarakat Desa Sumerta Kelod dikategorikan memiliki pengetahuan yang
baik terkait pandemi COVID-19 yang ditunjukkan dengan mayoritas jawaban
benar pada item-item pertanyaan yang diberikan terkait pandemi COVID-19.
Pengetahuan adalah salah satu hal yang penting diperhatikan dalam rangka
penanganan kasus COVID-19. Pengetahuan masyarakat khususnya dalam
mencegah transmisi penyebaran virus SARS-CoV-2 sangat berguna dalam
menekan penularan virus tersebut. Dengan memiliki pengetahuan yang baik
terhadap suatu hal, seseorang akan memiliki kemampuan untuk menentukan
dan mengambil keputusan bagaimana ia dapat menghadapinya5.

2.3 LANJUT USIA


2.3.1 Pengertian Lansia
Usia lanjut (lansia) adalah menurut WHO lanjut usia meliputi usia
pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun,
lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old)
yaitu antara 75 tahun sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old)
yaitu diatas 90 tahun16.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

15
kehidupan. Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melewati 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua16.
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan17.
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan
sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998
Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun18. Penuaan adalah normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu19.

2.3.2 Klasifikasi Lansia18


Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia
 Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
 Lansia yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih
 Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
 Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melaksanakan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
 Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
shingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

2.3.3 Karakteristik Lansia


Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki
karakteristik:
 Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang Kesehatan).
 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
 Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.3.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan
psikososial18
a) Perubahan fisik
 Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun, dan cairan intraseluler menurun

16
 Kardiovaskular : katub jantung menebal dan kaku, kemampuan
memompa darah menuruh (menurunnya kontraksi dan volume),
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
 Respirasi : otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga
menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun, serta terjadinya penyempitan pada
bronkus.
 Persarafan : saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khusunya
yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan
mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik
dan refleks.
 Muskuloskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh,
bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram,
tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
 Gastrointestinal : esofagus melebar, asam lambung menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori
menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan
enzim pencernaan.
 Genitouinaria : ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,
penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut
menurun.
 Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia.
 Vagina : selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
 Pendengaran : membran tympani atrofi sehingga terjadi
gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami
kekakuan.
 Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap
gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan
katarak.
 Endokrin : produksi hormon menurun.
 Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidun dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vasikularisasi
menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras
dan rapuh serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

17
 Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori atau daya ingat menurun karena proses incoding
menurun.
 Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah.

b. Perubahan sosial
Meliputi perubahan peran, keluarga, teman, masalah hukum, pensiun,
ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan,
agama dan panti jompo.

c. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi, dan kecemasan.

2.3.5 Penyakit yang Sering dijumpai pada Lansia16


 Penyakit Sistem Pernafasan
Fungsi paru-paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot
pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas. Fungsi paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru untuk digunakan tubuh. Jadi, konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Dengan demikian mudah dimengerti bahwa konsumsi oksigen akan
menurun pada orang usia lanjut. Infeksi yang sering diderita lanjut usia
adalah pneumonia bahkan mempunyai angka kematian cukup tinggi.
Tuberkulosis pada lanjut usia diperkirakan masih cukup tinggi. Secara
patofisiologis, lanjut usia tanpa penyakit saja sudah mengalaami
penurunan fungsi paru, apalagi menderita Tuberculosis/TB Paru maka
akan jelas memperburuk keadaan.
 Penyakit Sistem Kardiovaskular
Pada orang lanjut usia, umumnya besar jantung akan sedikit mengecil.
Yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri,
akibat semakin berkuarangnya aktivitas. Yang juga mengalami
penurunan adalah besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan
menurunnya kekuatan otot jantung. Tekanan darah akan naik secara
bertahap. Perubahan yang jauh lebih bermakna dalam kehidupan lanjut
usia adalah terjadi pada pembuluh darah. Proses yang disebut sebagai
Arterisklerosis atau pengapuran dinding pembuluh darah dapat
terjadi dimana-mana. Proses pengapuran ini akan berlanjut menjadi

18
proses yang menghambat aliran darah yang pada suatu saat dapat
menutup pembuluh darah. Pada tahap awal gangguan dari dinding
pembuluh darah yang menyebabkan elastisitasnya berkurang
memacu jantung bekerja lebih keras, karena terjadi hipertensi. Bila
terjadi sumbatan maka jaringan yang dialiri zat asam oleh pembuluh
darah ini akan rusak/mati, terjadi infark. Bila terjadi diotak akan terjadi
stroke, bila terjadi di jantung dapat menyebabkan infark jantung atau
infark miokard.
 Penyakit Sistem Pencernaan
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan
kompleks karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelicin
makanan berkurang sehingga proses menelan lebih sukar. Keluhan
seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya,
seringkali disebabkan makanan yang kurang bisa dicernakan akibat
berkuangnya toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung
lemak. Penyakit dan gangguan pada lambung yaitu gastritis atau
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung,
insidensi gastritis meningkat dengan lanjutnya proses menua.
 Penyakit Sistem Urogenital
Peradangan dalam sistem urogenital terutama dijumpai wanita lanjut
usia berupa peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal
akibat sisa air seni pada vesika urinaria. Keadaan ini disebabkan
berkurangnya tonus kandung kemih dan adanya tumor yang
menyumbat saluran kemih. Pada pria berusia 50 tahun, sisa air seni
dalam kandung kemih dapat disebabkan pembesaran kelenjar prostat
(hipertrofi prostat).
 Penyakit gangguan endokrin (metabolik)
Penyakit metabolik yang banyak pada lansia terutama disebabkan
menurunnya produksi hormon antara lain terlihat pada wanita
mendekati 50 tahun yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak
teratur sampai berhenti sama sekali/menopause. Penyakit
metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetes melitus atau kencing
manis dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan
mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis).
 Penyakit Persendian dan Tulang
Penyakit pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada
permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia.
Hampir 8% orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada
sendi- sendinya, misal : linu-linu, pegal, dan kadang terasa seperti
nyeri. Biasanya yang terkena ialah persendian pada jari-jari, tulang
punggung sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).

19
Biasanya nyeri akut pada persendian itu disebabkan oleh gout, hal ini
disebabkan gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh.

2.3.6 Konsep ADL (Activity Of Daily Living)


Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
activity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian
fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien
sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat18. Kemandirian
berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih
aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap
sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
Kemandirian adalah kemampuaan atau keadaan dimana individu
mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa
bergantung dengan orang lain18.
Adapun kemandirian disini dihubungkan dengan kemampuan klien
dalam melakukan fungsi tanpa memerlukan supervisi, petunjuk, maupun
bantuan aktif dengan pengecualian. Misalnya bagi lansia yang menolak
untuk melakukan sendiri suatu fungsi tertentu (padahal mungkin ia
masih mampu) dianggap tidak bisa melakukannya.
Menurut (Noorkasiani S.Tamher. 2008), untuk menetapkan apakah
salah satu fungsi tersebut mandiri atau dependen (yaitu memperlihatkan
tingkat ketergantungan ) diterapkan standar sebagai berikut20.
 Mandi. Dinilai kemampuan klien untuk menggosok atau
membersihkan sendiri seluruh bagian badanya, atau dalam hal
mandi dengan cara pancuran (shower) atau dengan cara masuk dan
keluar sendiri dari bath tub. Dikatakan independen (mandiri), bila
dalam melakukan aktivitas ini, lansia hanya memerlukan bantuan
untuk misalnya menggosok/membersihkan sebagian tertentu dari
anggota badannya. Lansia mampu mandiri sendiri tapi tak lengkap
seluruhnya. Dikatakan dependen bila klien memerlukan bantuan
untuk lebih dari satu bagian badannya. Juga bila klien tak mampu
masuk keluar bath tub sendiri.
 Berpakaian. Dikatakan independen bila tak mampu mengambil
sendiri pakaian dalam lemari atau laci misalnya, mengenakan
sendiri bajunya, memasang kancing atau resleting (mengikat tali
sepatu, dikecualikan).
 Toileting. Dikatakan independen bila lansia tak mampu ke toilet
sendiri, berajak dari kloset, merapikan pakaian sendiri organ eskresi,
bila harus menggunakan bed pan atau pispot. Untuk keluar masuk
toilet menggunakannya serta merapikan pakaiannya selalu
memerlukan bantuan.

20
 Transferring. Dikatakan independen bila mampu naik turun sendiri
dari tempat tidur atau kursi/kursi roda. Bila hanya memerlukan
sedikit bantuan atau bantuan yang bersifat mekanis, tidak termasuk.
Sebaliknya, dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk
kegiatan tersebut diatas. Atau tidak mampu melakukan satu atau
lebih aktifitas transferring.
 Kontinensia atau eliminasi. Dikatakan indenpenden bila mampu
buang hajat sendiri (urinasi dan defekasi). Sebaliknya, termaksud
dependen bila pada salah satu atau keduanya (miksi atau defekasi)
memerlukan enema dan kateter. Juga bila lansia menggunakan bed
pan secara regular.
 Makan. Dikatakan independen, bila mampu menyuap makanan
sendiri, mengambil dari piring. Dalam penilaian tidak termaksuk
mengiris poto gan daging. Misalnya, juga menyiapkan hidangan.
Keadan sebaliknya tergolong dependen.

2.3.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Lansia Dalam ADL


Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan untuk
melakukan activity of daily living tergantung pada beberapa faktor,
yaitu21:
a. Umur dan status Perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan
tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi
terhadap ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living.
Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara
perlahan–lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam
melakukan activity of daily living.
b.Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan
partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous
mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari
lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem
nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan cara
melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena
penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of
daily living (Hardywinoto, 2007).
c. Fungsi Kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses
menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor
stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental

21
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu
dalam berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam
melaksanakan activity of daily living.
d.Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat
sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu
cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks
antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau
ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab
keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah
komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan
peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily
living.
e. Tingkat Stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor),
dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu
keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti
injuri atau psikologi seperti kehilangan.
f. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur
lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal
(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama
biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam.
Perbedaaan irama sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi
tidur, temperatur tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut
berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan
seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi
activity of daily living.
g.Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang.
Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan
kebutuhan dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang
dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi
ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah
keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai
menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia
tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan –
kebutuhandasarnya

22
h.Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah
satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya
adalah pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan
ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik dari pada lansia yang tidak aktif ke posyandu
(Pujiono, 2009).

2.3.8 Cara Pengukuran Kemampuan Melakukan ADL


Kemandirian bagi lansia juga dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup lansia
dapat dinilai dari kemampuan melakukan activity of daily living. Activity of Daily Living
(ADL) ada 2 yaitu, ADL standar dan ADL instrumental. ADL standar meliputi
kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil, dan
mandi. Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang kompleks
21
seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang .
Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran terhadap aktivitas
yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas tersebut antara lain: memasak,
berbelanja, merawat/mengurus rumah, mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan
memanfaatkan sarana transportasi. Skala ADL terdiri atas skala ADL dasar atau Basic
Activity of Daily Living (BADLs) Instrumental or Intermediate Activity of Daily Living
(IADLs), dan Advanced Activity of Daily Living (AADLs). Skala ADL dasar mengkaji
kemampuan dasar seseorang untuk merawat dirinya sendiri (self care), dan hanya mewakili
rentang (range) yang sempit dari kinerja (performance)21.
Skala ADL dasar ini sangat bermanfaat dalam menggambarkan status fungsional
dasar dan menentukan target yang ingin dicapai untuk pasien–pasien dengan derajat gangguan
fungsional yang tinggi, terutama pada pusat–pusat rehabilitasi. Terdapat sejumlah alat atau
instrument ukur yang telah teruji validitasnya untuk mengukur ADL dasar salah satunya adalah
indeks ADL Katz. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi defisit status fungsional dasar dan
mencoba memperoleh cara mengatasi dan memperbaiki status fungsional dasar tersebut. Skor
ADL dasar dari setiap pasien lansia harus diikuti dan dipantau secara berkala/periodik untuk
melihat apakah terjadi perburukan atau perbaikan.
Pengukuran Activity daily living pada lansia dapat diukur dengan menggunakan instrument
Barthel Indeks.

2.4 Vaksinasi
Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi
dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak
akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, biasanya dengan pemberian vaksin.
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme atau bagiannya
atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa sehingga aman, yang apabila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
Vaksin bukanlah obat, vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh agar
terhindar dari tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada obat yang
defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan efektif serta perilaku 3M
(memakasi masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak) adalah upaya
perlindungan yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit COVID-19.
Vaksin adalah produk biologi yang diberikan kepada seseorang untuk melindunginya dari
penyakit yang melemahkan, bahkan mengancam jiwa. Vaksin akan merangsang pembentukan

23
kekebalan terhadap penyakit tertentu pada tubuh seseorang. Tubuh akan mengingat virus atau
bakteri pembawa penyakit, mengenali dan tahu cara melawannya.
Kekebalan kelompok atau herd Immunity merupakan situasi dimana sebagian besar
masyarakat terlindung/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak
langsung (indirect effect), yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang rentan dan
bukan merupakan sasaran vaksinasi. Kondisi tersebut hanya dapat tercapai dengan cakupan
vaksinasi yang tinggi dan merata.
Vaksinasi tidak hanya bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit dan
menghentikan wabah saja, tetapi juga dalam jangka panjang untuk mengeliminasi bahkan
mengeradikasi (memusnahkan/ menghilangkan) penyakit itu sendiri.
Indonesia punya sejarah panjang dalam upaya penanggulangan penyakit menular dengan
vaksinasi atau imunisasi. Indonesia juga berkontribusi terhadap penanggulangan penyakit di
muka bumi ini melalui pemberian vaksinasi. Sebagai contoh sejak pertama kali imunisasi
cacar dicanangkan pada tahun 1956, akhirnya penyakit cacar bisa dieradikasi yaitu
dimusnahkan atau dihilangkan di seluruh dunia pada tahun 1974 sehingga pelaksanaan
imunisasi campak distop pada tahun 1980. Pun demikian dengan polio, sejak imunisasi polio
dicanangkan pertama kali tahun 1972, Indonesia akhirnya mencapai bebas polio tahun 2014.
Saat ini dunia, termasuk Indonesia sedang dalam proses menuju eradikasi polio yang
ditargetkan pada tahun 2023.
Contoh lain Indonesia dengan upaya gencar pemberian imunisasi tetanus toxoid pada ibu
hamil, Indonesia akhirnya mencapai status eliminasi tetanus maternal dan neonatal tahun
2016.

2.4.1 Sasaran dan Pelaksanaan Vaksinasni Covid-19


Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di Indonesia yang
berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18 tahun dapat diberikan vaksinasi
apabila telah tersedia data keamanan vaksin yang memadai dan persetujuan penggunaan pada
masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Dilaksanakan dalam 4 tahapan dengan mempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan
dan Tahapan pelaksanaan vaksinasi COVID 19 dilaksanakan sebagai berikut:
3 Tahap 1 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021
Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 1 adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga
kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan
profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4 Tahap 2 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 Sasaran vaksinasi COVID-
19 tahap 2 adalah:
4.4 Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian
Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik
lainnya yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal,
perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta
petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
4.5 Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).
5 Tahap 3 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022
Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek
geospasial, sosial, dan ekonomi.
6 Tahap 4 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022
Sasaran vaksinasi tahap 4 adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya

24
dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

Pentahapan dan penetapan kelompok prioritas penerima vaksin dilakukan


dengan memperhatikan Roadmap WHO Strategic Advisory Group of Experts on
Immunization (SAGE) serta kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional
(Indonesian Technical Advisory Group.
Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan secara bertahap setelah vaksin mendapatkan
izin dari BPOM berupa Emergency Use of Authorization (EUA). Calon penerima
vaksin COVID-19 akan mendapatkan SMS-Blast untuk melakukan registrasi
ulang dan memilih tempat dan waktu pelayanan vaksinasi COVID-19. Pemberian
vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan yang memiliki
kompetensi. vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Ada beberapa
kriteria inidvidu atau kelompok yang tidak boleh di imunisasi Covid-19 :
6.4 Orang yang sedang sakit, tidak boleh menjalani vaksinasi.
6.5 Memiliki penyakit penyerta. Orang dengan penyakit penyerta yang tidak
terkontrol seperti diabetes atau hipertensi (>180/100mmHg) disarankan
tidak menerima vaksin. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan vaksinasi,
semua orang akan dicek kondisi tubuhnya terlebih dahulu. Mereka yang
memiliki penyakit komorbid harus dalam kondisi terkontrol untuk mendapat
persetujuan vaksinasi dari dokter yang merawat.
6.6 Tidak sesuai usia
Sesuai anjuran pemerintah, orang yang mendapat vaksin COVID-19 adalah
kelompok usia 18+ tahun. Artinya, mereka yang diluar kelompok tersebut
seperti anak-anak, belum boleh menerima vaksin.
6.7 Memiliki riwayat autoimun.
6.8 wanita hamil
Dosis dan cara pemberian harus sesuai dengan yang direkomendasikan untuk
setiap jenis vaksin COVID-19. Tabel di bawah ini menjelaskan dosis pemberian
untuk setiap jenis platform vaksin COVID-19.

1) Alur Pelayanan Vaksinasi COVID-19


Mekanisme/alur pelayanan baik di puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya maupun pos pelayanan vaksinasi dapat dilihat pada Gambar 6 di
bawah ini.

25
Meja Pelayanan Keterangan Kegiatan Pelayanan
Meja 1 (petugas 1) Petugas memanggil sasaran penerima vaksinasi ke meja 1
pendaftaran/verifikasi) sesuai dengan nomor urutan kedatangan
2) Petugas memastikan sasaran menunjukkan nomor tiket
elektronik (e-ticket) dan/atau KTP untuk dilakukan verifikasi
sesuai dengan tanggal pelayanan vaksinasi yang telah
ditentukan.
3) Verifikasi data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Pcare
Vaksinasi (pada komputer/laptop/HP) atau secara manual
yaitu dengan menggunakan daftar data sasaran yang diperoleh
melalui aplikasi Pcare Vaksinasi yang sudah disiapkan
sebelum hari H pelayanan (data sasaran pada aplikasi Pcare
diunduh kemudian dicetak/print)

Meja 2 (petugas 1) Petugas kesehatan melakukan anamnesa untuk melihat kondisi


kesehatan) kesehatan dan mengidentifikasi kondisi penyerta (komorbid)
serta melakukan pemeriksaan fisik sederhana. Pemeriksaan
meliputi suhu tubuh dan tekanan darah.
2) Vaksinasi COVID-19 tidak diberikan pada sasaran yang
memiliki riwayat konfirmasi COVID-19, wanita hamil,
menyusui, usia di bawah 18 tahun dan beberapa kondisi
komorbid yang telah disebutkan dalam format skrining (Tabel
8).
3) Data skrining tiap sasaran langsung diinput ke aplikasi Pcare
Vaksinasi oleh petugas menggunakan komputer/laptop/HP.
Bila tidak memungkinkan untuk menginput data langsung ke
dalam aplikasi (misalnya akses internet tidak ada atau sarana
tidak tersedia), maka hasil skrining dicatat di dalam format
skrining (Tabel 8) untuk kemudian diinput ke dalam aplikasi
setelah tersedia koneksi internet.
4) Berdasarkan data yang dimasukkan oleh petugas, aplikasi akan
mengeluarkan rekomendasi hasil skrining berupa: sasaran
layak divaksinasi (lanjut), ditunda atau tidak diberikan. Jika
diputuskan pelaksanaan vaksinasi harus ditunda, maka petugas
menyampaikan kepada sasaran bahwa akan ada notifikasi ulang
melalui sms blast atau melalui aplikasi peduli lindungi untuk
melakukan registrasi ulang dan menentukan jadwal pengganti
pelaksanaan vaksinasi.
5) Dilanjutkan dengan pengisian keputusan hasil skrining
oleh Petugas di dalam aplikasi Pcare Vaksinasi.
a. Ketika pada saat skrining dideteksi ada penyakit tidak
menular atau dicurigai adanya infeksi COVID-19 maka
pasien dirujuk ke Poli Umum untuk mendapat pemeriksaan
lebih lanjut
b. Sasaran yang dinyatakan sehat diminta untuk melanjutkan
ke Meja 3.
c. Petugas memberikan penjelasan singkat tentang vaksin yang
akan diberikan, manfaat dan reaksi simpang (KIPI) yang
mungkin akan terjadi dan upaya penanganannya.

26
Meja 3 (vaksinator) 1) Sasaran duduk dalam posisi yang nyaman
2) Untuk vaksin mutidosis petugas menuliskan tanggal dan
jam dibukanya vial vaksin dengan pulpen/spidol di label
pada vial vaksin
3) Petugas memberikan vaksinasi secara intra muskular
sesuai prinsip penyuntikan aman
4) Petugas menuliskan nama sasaran, NIK, nama vaksin dan
nomor batch vaksin pada sebuah memo. Memo diberikan
kepada sasaran untuk diserahkan kepada petugas di Meja 4.
5) Selesai penyuntikan, petugas meminta dan
mengarahkan sasaran untuk ke Meja 4 dan menunggu
selama 30 menit

Meja 4 (petugas 1) Petugas menerima memo yang diberikan oleh petugas


pencatatan) Meja 3
2) Petugas memasukkan hasil vaksinasi yaitu jenis vaksin dan
nomor batch vaksin yang diterima masing-masing sasaran
ke dalam aplikasi Pcare Vaksinasi.
3) Bila tidak memungkinkan untuk menginput data langsung ke
dalam aplikasi (misalnya akses internet tidak ada atau sarana
tidak tersedia), maka hasil pelayanan dicatat di dalam format
pencatatan manual (Tabel 10) yang sudah disiapkan sebelum
hari H pelayanan untuk kemudian diinput ke dalam aplikasi
setelah tersedia koneksi internet.
4) Petugas memberikan kartu vaksinasi, manual (Gambar 8)
dan/atau elektronik, serta penanda kepada sasaran yang telah
mendapat vaksinasi. Petugas dapat mencetak kartu vaksinasi
elektronik melalui aplikasi Pcare Vaksinasi. Kartu tersebut
ditandatangi dan diberi stempel lalu diberikan kepada sasaran
sebagai bukti bahwa sasaran telah diberikan vaksinasi.
5) Petugas mempersilakan penerima vaksinasi untuk menunggu
selama 30 menit di ruang observasi dan diberikan penyuluhan
dan media KIE tentang pencegahan COVID-19 melalui 3M
dan vaksinasi COVID-19

27
2.4.2 Tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan semua kejadian
medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga
berhubungan dengan imunisasi. Misalnya demam atau nyeri pada area
suntikan.
Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama
dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain:
1. Reaksi lokal, seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan
dan reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
2. Reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia),
nyeri sendi (atralgia), badan lemah, dan sakit kepala.
3. Reaksi lain, seperti alergi misalnya urtikaria, oedem, reaksi anafilaksis,
dan syncope (pingsan)
Jika terjadi reaksi lokal, petugas kesehatan dapat menganjurkan
penerima vaksin untuk melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan
meminum obat paracetamol sesuai dosis.
Jika terjadi reaksi sistemik, petugas kesehatan dapat menganjurkan
penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang
nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol
sesuai dosis. Untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) serius, sasaran diminta untuk tetap tinggal di tempat
pelayanan vaksinasi selama 30 menit sesudah vaksinasi dan petugas harus
tetap berada di tempat pelayanan minimal 30 menit setelah sasaran terakhir
divaksinasi.
Untuk pemantauan dan penanggulangan KIPI, Menteri Kesehatan
membentuk Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI, serta
Gubernur membentuk Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan
KIPI. Berdasarkan laporan yang masuk, sebagian besar kasus KIPI yang
terjadi adalah KIPI ringan atau koinsiden (tidak berhubungan dengan
pemberian imunisasi.
Apabila terjadi KIPI, baik KIPI ringan maupun KIPI serius, masyarakat

28
harus melaporkan kepada petugas kesehatan yang ada di fasilitas pelayanan
kesehatan yang memberikan layanan vaksinasi atau ke puskesmas terdekat.

2.4.3 Tentang Kehalalan Vaksin


Komisi Fatwa MUI Pusat sudah menetapkan vaksin COVID-19
produksi Sinovac Lifescience Co yang sertifikasinya diajukan oleh PT
Biofarma sebagai produsen vaksin yang akan memproduksi vaksin COVID-
19, konsorsium dengan Sinovac, suci dan halal.
UntukA vaksin COVID-19 lainnya, Pemerintah dan produsen
farmasi di Indonesia terus melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOMUI) dan Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia dalam proses pengujian aspek kehalalan vaksin
COVID-19 yang akan dikembangkan dan dihadirkan. Para produsen vaksin
COVID-19 berkomitmen untuk memenuhi standar halal dan mengikuti
mekanisme sertifikasi halal yang berlaku.

2.4.4 Vaksin dan Logistik


Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, jenis
vaksin COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia adalah:
 Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero)
 AstraZeneca
 China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)
 Moderna
 Novavax Inc
 Pfizer Inc. and BioNTech, dan

Selain vaksin, Kemenkes menyediakan alat suntik (Auto Dysable


Syiringe), Safety Box, Alcohol Swab, APD level 1 dan media KIE.
Kondisi pandemi membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat
untuk menekan kasus kesakitan dan kematian, sehingga proses evaluasi
vaksin secara normal tidak mungkin diterapkan pada kondisi darurat,
sementara pilihan vaksin yang tersedia terbatas. Namun, hal yang
ditekankan adalah mutu, keamanan, dan khasiat obat/vaksin harus terjamin.
Izin penggunaan vaksin untuk keadaan darurat dapat dikeluarkan
didasari data uji klinis tahap tiga di luar negeri dan di Indonesia, yang
dilakukan bersamaan dengan proses pengajuan izin edar ke Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Semua proses tersebut mengikuti
standar protokol internasional untuk penggunaan vaksin untuk
kegawatdaruratan.
Terlebih lagi, uji klinis tidak harus dilaksanakan di negara tersebut, kita
bisa menggunakan data uji klinis dari negara lain. Terlebih uji klinisnya
multi center. Jika pemerintah merasa data terkait keamanan dan efikasi

29
sudah cukup, BPOM dapat memberikan izin kemanusiaan atau penggunaan
darurat, walau nanti data-data akan disaatukan.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia di Puskesmas


Sepinggan Baru Terhadap Pandemi COVID-19” menggunakan metode deskriptif. Pada
penelitian deskriptif, peneliti hanya memberikan gambaran mengenai fenomena yang
ditemukan. Hasil pengukuran disajikan apa adanya, tidak dilakukan analisis mengapa
fenomena terjadi.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia di Puskesmas


Sepinggan Terhadap Pandemi COVID-19” menggunakan metode penelitian
dekskriptif. Pada rancangan penelitian dekskriptif, peneliti memberikan gambaran
mengenai tingkat pengetahuan lansia terhadap pandemic COVID-19

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sepinggan Baru, Kota


Balikpapan.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan penelusuran kepustakaan, penyusunan usulan


penelitian dan etik penelitian, pengumpulan sampel, pengolahan data, hingga
penyusunan laporan dimulai dari 1 Juni 2021 hingga 18 Agustus 2021.

31
3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian tentang “Gambaran


Tingkat Pengetahuan Lansia di Puskesmas Sepinggan Terhadap Pandemi COVID-19”
adalah lembar pertanyaan yang berisi Nama, Usia, Jenis Kelamin, Tempat Tinggal,
Nomor Telfon, serta 10 daftar Pertanyaan mengenai COVID-19 yang diberikan pada
subjek penelitian di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian adalah lansia yang akan divaksin dan telah divaksin di
Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya, yang datang untuk vaksin dan berobat
dipoli lansia di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, yang diadakan pada
tanggal 1 Juni 2021 sampai dengan 18 Agustus 2021.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis incidental
sampling.
• Kriteria Inklusi
o Lansia, yaitu usia >59 tahun yang telah mendapat vaksin covid-19
o Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sepinggan Baru Kota Balikpapan
o Bersedia menjadi subjek penelitian
• Kriteria Eksklusi
o Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
o Berusia kurang dari 60 tahun
o Tidak dapat divaksin

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel populasi dari penelitian ini diambil dengan menggunakan metode


incidental sampling. Jumlah sampel yang didapatkan pada penelitian ini adalah
sebanyak 160 sampel lansia yang telah mendapatkan vaksin covid-19 di wilayah kerja
Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan.

32
3.5 Definisi Operasional
Beberapa definisi atau batasan operasional yang digunakan pada penelitian ini, antara

Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala Ukur


Objektif
Jenis Kelamin Jenis kelamin lansia Laki-laki Nominal
yang telah mendapatkan Perempuan
vaksinasi covid-19 di
Puskesmas Sepinggan
Umur Adalah umur lansia 60-69 tahun Interval
yang telah mendapatkan 70-79 tahun
vaksinasi covid-19 di 80-90 tahun
Puskesmas Sepinggan
yang dinyatakan dalam
tahun.

Tingkat Jenjang pendidikan SD Ordinal


Pendidikan formal yang terakhir SMP/SLTP
diselesaikan oleh SMA/SLTA
lansia. Dalam Perguruan
penelitian ini, tingkat Tinggi
pendidikan responden Tidak Sekolah
digolongkan ke dalam
4 kelompok, yaitu
tamat SD, tamat SMP,
tamat SMA/SMK, dan
tamat
akademi/perguruan
tinggi.

3.6 Prosedur Penelitian

• Menyiapkan kuesioner untuk melakukan penelitian mengenai gambaran tingkat


pengetahuan lansia terhadap pandemic COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi yang telah ditetapkan di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan.
• Meminta izin kepada Kepala Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, untuk
melakukan penelitian di Puskesmas Sepinggan Baru.
• Penelitian dilakukan setelah dilakukan informed consent secara lisan dan tulisan
kepada subjek penelitian dan subjek penelitian memberikan persetujuan secara
sukarela.

33
• Melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuisioner pada lansia yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, di Puskesmas
Sepinggan Baru, Kota Balikpapan.
• Kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, lalu diperiksa kelengkapannya, dan kemudian
semua data yang telah dikumpulkan akan diolah secara statistika.

3.8 Teknik Pengolahan Data

Data yang didapatkan dari penelitian ini kemudian direkapitulasi secara manual, dan
kemudian disusun ke dalam beberapa tabel sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan sebelumnya.

3.9 Penyajian Data

Hasil pengumpulan data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan
pembahasannya.

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner pada responden lansia


Puskesmas Sepinggan Baru, Kota Balikpapan, pada tanggal 1 Juni 2021 sampai 18
Agustus 2021 didapatkan 160 responden yang memenuhi kriteria inklusi, tidak ada
responden yang dieksklusikan, sehingga terdapat sebanyak 160 responden yang
digunakan sebagai sampel penelitian.

4.1. Hasil Penelitian

Hasil data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara univariat untuk
mengetahui distribusi data responden secara keseluruhan. Data kuesioner responden
dianalisis secara univariat berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan

Tabel 4.1 Distribusi Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota


Balikpapan, sebanyak 160 responden dengan dominasi laki-laki sebesar 85 (53.1%)
responden .

Tabel 4.2 Distribusi Data Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota


Balikpapan, sebanyak 133 (83.1%) responden berusia 60 sampai dengan 69 tahun, 26
responden (16,3%) berusia 70 sampai dengan 79 tahun, dan 1 responden (0.6%)
berusia 80 sampai dengan 90 tahun.

35
Tabel 4.3 Distribusi Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa di Puskesmas Sepinggan Baru, Kota


Balikpapan, sebanyak 0 responden (0%) tidak bersekolah, 32 responden (20%) tamat
SD, 45 responden (28.1%) tamat SMP, 62 responden (38.8%) tamat SMA/SMK, dan
21 responden (13.2%) akademi/perguruan tinggi.

Tabel 4.4 Nilai Hasil Penelitian


Tingkat_pengetahuan
Frequ Perc Valid Cumulative
ency ent Percent Percent
3 1 .6 .6 ih.6
4 4 2.5 2.5 3.1
5 12 7.5 7.5 10.6
6 25 15.6 15.6 26.3
7 29 18.1 18.1 44.4
Valid 8 41 25.6 25.6 70.0
9 41 25.6 25.6 95.6
7 4.4 4.4 100.0
10
160 100. 100.0
Total
0

36
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berpengetahuan baik yaiu sebesar 89 responden atau 55,6% , kemudian
berpengetahuan cukup sebesar 66 responden atau 42,3% dan berpengetahuan
kuranng sebesar 5responden atau 3,1 %

4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian gambaran tingkat pengetahuan lanjut usia sebagai penerima
vaksin COVID-19 Di Wilayah Kerja Puskesmas Sepinggan Baru Kota Balikpapan
diketahui bahwa responden yang berpengetahuan baik berjumlah 89 orang (55,6%),
sisanya berpengetahuan cukup 66 orang (41.3%) dan pengetahuan kurang sejumlah 5
orang (3,1%).
Tingkat pengetahuan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kurangnya edukasi sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang covid 19.
Tingkat pengetahuan tentang covid-19 pada lansia dalam kategori baik masih
dapat ditingkatkan. Dengan pengetahuan yang baik maka penularan dapat
diminimalkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bahan bacaan
kepada lansia, edukasi, dan menganjurkan untuk mendengar informasi aktual
tentang COVID-19 dari sumber sumber atau media -media yang dapat dipercaya
(Saputra & Simbolon, 2020).
Dari hasil penelitian responden laki-laki terdiri dari 85 responden (53,1%) lebih
banyak dibandingkan responden perempuan yang terdiri dari 75 responden (46,9%).
diketahui tidak ada hubungan jenis kelamin dengan tingkat pengengetahuan lansia.
Dan di ketahui bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat
pengetahuan lansia. Dimana dari segi pendidikan, lansia yang berpendidikan tinggi
(SMA keatas) adalah 83 responden atau 52 %, pengetahuan masyarakat terhadap
sesuatu informasi dapat dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, yaitu semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin mudah untuk menerima informasi. Banyak
juga penelitian lain membahas dan memperkuat pernyataan tersebut yaitu adanya
peningkatan pengetahuan sehingga masyarakat dapat menjalankan peraturan yang
sudah ditentukan oleh pemerintah (Supardi, Sampurno, dan Notosiswoyo 2004)

37
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan bahwa tingkat
pengetahuan lansia di Puskesmas Sepinggan Balikpapan mengenai pandemic COVID-
19 adalah cukup baik.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat saran sebagai berikut:

1) Diharapkan dimasa mendatang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih
besar.
2) Diharapkan petugas tenaga kesehatan melakukan penyuluhan secara rutin agar dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat.
3) Diharapkan dimasa mendatang dapat dilakukan penelitian dengan metode analitik
observasional.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Güner, R., Hasanoğlu, İ., & Aktaş, F. (2020). Covid-19: Prevention and control
measures in community. Turkish Journal of Medical Sciences, 50(SI-1), 571–577.
https://doi.org/10.3906/sag-2004-146

2. https://covid19.who.int/table

3. Tugas G, Penanganan P. PENANGANAN PANDEMI COVID-19. 2019;19.

4. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Peta Sebaran [Internet]. [cited 2021 27 Mei].
Available from: Peta Sebaran COVID-19 | Covid19.go.id

5. Ni Putu Emy Darma Yanti; , I Made Arie Dharma Putra Nugraha; Gede Adi Wisnawa;
Ni Putu Dian. (2020). Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Covid-19 dan
Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi . Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 3, 485-
490.

6. Health, A. G. (2021,05 27). Coronavirus 2019. Australia. Retrieved from


https://www.heatlh.gov.au

7. Health, Ministry. (2020, March). Coronavirus Disease 2019. Retrieved from Suadi
Center of Disease Prevention and Control: https://covid19.cdc.gov.sa

8. Isbaniah F, Saputro DD, Sitompul PA, Manalu R, Setyawaty V, Kandun IN, dkk.
Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementeran Kesehatan RI; 2020.
9. Novel coronavirus (2019-nCoV) [Internet]. [dikutip 27 Mei 2021]. Tersedia pada:
https://www.youtube.com/watch?v=mOV1aBVYKGA

10. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, ZhangW, dkk. A pneumonia outbreak
associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature. 2020;579(7798):270–

11. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and diagnosis


of COVID-19. J Pharm Anal [Internet]. 27 Mei 2021 [dikutip 27 Mei 2021]; Tersedia
pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S2095177920302045

12. MODUL TANGGAP PANDEMI COVID-19: RANGKUMAN MATERI.


JAKARTA:MEDICAL EDUCATION UNIT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA 2019-2020

39
13. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk.
Coronavirus disease 2019: Review of current literatures. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45–67.

14. Isbaniah F, Saputro DD, Sitompul PA, Manalu R, Setyawaty V, Kandun IN, dkk.
Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementeran Kesehatan RI; 2020.
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI); Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI); Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN); . (2020, Desember). Pedoman Tatalaksana. Retrieved from
https://www.papdi.or.id/

16. Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

17. Depkes RI. (2003). Pedoman Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan
II.

18. Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.

19. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

20. Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

21. Hardywinoto & Setiabudhi, T. (2007). Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama.

22. Agung, I. (2006). Uji keandalan dan kesahihan indeks activity of daily living Barthel
untuk mengukur status fungsional dasar pada usia lanjut di RSCM. Jakarta: Universitas
Indonesia.

23. Azizah, lilik mariatul. 2011. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha ilmu

24. Efendi,FerryMakhfudli. 2009 .KeperawatanKomunitas:Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

25. Ediawati, Eka. 2013. Gambaran Tingkat Kemandirian Dalam Actuvity Of Daily
Living (ADL).

26. Hardywinoto. 2007. Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama.


Kushariyadi.2009. Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.

40
27. Keputusan direktur jenderal pencegahan dan pengendalian penyakit nomor hk.02.02/4/
1 /2021 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan
pandemi corona virus disease 2019 (covid-19)

28. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVI
D__call_center.pdf

29. Manurung, E., & Siagian, N. (2020). Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan
Siswa SMA Swasta terhadap Pandemi Covid -19. Nursing Inside Community, 8.

41
LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN

Silahkan centang (√) pada kolom BENAR atau SALAH, dengan jawaban anda
No Pernyataan BENAR SALAH
1. COVID-19 adalah penyakit yang tidak
berbahaya dan sama seperti flu biasa
2. Virus korona dapat bertahan hidup beberapa
jam diluar tubuh manusia
3. Virus korona tidak akan menular pada saat
berbicara
4. Orang yang bisa menularkan COVID-19
hanyalah yang memiliki gejala sakit seperti
batuk, pilek dan penciuman menghilang
5. Orang yang sehat tidak perlu memakai
masker saat keluar rumah
6. Gejala COVID-19 pada usia tua umumnya
lebih berat daripada usia muda
7. Resiko kematian pasien COVID-19 lebih
tinggi pada penderita penyakit kronis, misalnya
Diabetes (kencing manis), Hipertensi (darah
tinggi), dan jantung
8. Anak-anak tidak termasuk kelompok yang
beresiko karena jarang terinfeksi covid-19
9. New normal artinya adalah kembali kepada
kebiasaan semula sebelum munculnya wabah
korona
10. Isolasi mandiri pada orang yang terinfeksi
covid-19 tidak diperlukan bagi yang tidak
memiliki gejala

42
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : ……………………………………………………
Usia : ……………………………………………………
Jenis Kelamin : ……………………………………………………
Pendidikan Terakhir :…………………………………………………….
Alamat : ……………………………………………………
No. Telp / HP : ……………………………………………………

Bersedia menjadi responden penelitian di Puskesmas Sepinggan Baru. Saya


mendapatkan informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan di Puskesmas Sepinggan
Baru dan saya memahami betul bahwa penelitian ini tidak berakibat negatif terhadap diri saya.
Dengan alasan apapun apabila saya menghendaki maka saya berhak membatalkan surat
persetujuan ini. Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada unsur
paksaan.
Balikpapan, Juni 2021
Saksi Responden

(………………………………) (………………………………)

43
LAMPIRAN 3
Data Statistik

44
Tingkat_pengetahuan
Frequ Perc Valid Cumulati
ency ent Percent ve Percent
3 1 .6 .6 .6
4 4 2.5 2.5 3.1
5 12 7.5 7.5 10.6
6 25 15.6 15.6 26.3
7 29 18.1 18.1 44.4
V
8 41 25.6 25.6 70.0
alid
9 41 25.6 25.6 95.6
1 7 4.4 4.4 100.0
0
T 160 100. 100.0
otal 0

45

Anda mungkin juga menyukai