Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium
Tuberkulosis, bakteri yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2013). Penyakit TB Paru merupakan penyakit
menular yang dapat disembuhkan. Penderita TB Paru berrisiko tinggi dalam menularkan
penyakit ini ke orang lain melalui droplet yang secara tidak sengaja terhirup oleh orang
yang sehat.

Biasanya yang rentan menghirup atau yang terpajan droplet dari


penderita adalah mereka yang dekat dengan penderita terutama keluarga dan
petugas pelayanan kesehatan. Menurut Crofton, seorang penderita
tuberkulosis dewasa dapat menularkan pada 10-15 orang. Sekali batuk
penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (droplet).
Tingginya kasus penularan TB Paru dibuktikan dengan bertambahnya
jumlah penderita TB. Menurut WHO (2015) pada tahun 2013 terdapat 9 juta
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB Paru dan pada tahun 2014
meningkat menjadi 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB Paru.

Unit pelayanan kesehatan banyak menemukan kasus TB Paru dan kejadian drop out
(DO). Berdasarkan data Dinkes Kota Pasuruan pada tahun 2020 ada 581 kasus TB Paru.
Data tersebut menyebut Kecamatan Panggungrejo adalah kasus TB Paru tertinggi yaitu
221 kasus, dibandingkan 4 kecamatan lain, yaitu purworejo dengan 67 kasus, Gadingrejo
32 kasus, Bugul Kidul 20 kasus, dan Rejoso 15 kasus. Dari data tersebut terdapat 75%
menyatakan bahwa tidak kembali berobat karena merasa keluhannya sudah membaik,
25% penderita menyatakan bahwa keluarga tidak mengingatkan untuk datang berobat,
dan 87% penderita menyatakan sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk mengambil
obat, selain itu 75% penderita tidak teratur menjalani pengobatan dengan alasan
penyakitnya 2 sudah sembuh sehingga pasien tidak melanjutkan pengobatannya (Dinas
Kesehatan Kabupaten Pasuruan). Tuberculosis Paru melibatkan inhalasi Mycobacterium
Tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari
bakteri Tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktiv. Selanjutnya, kemampuan basil
tahan asam ini untuk bertahan berpoliferasi dalam sel makrofag paru menjadikan
organisme ini mampu untuk menginfasi parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea,
bronkus (Intrapulmonary TB), dan menyebar keluar jaringan paru (Extrapulmonary TB).
Apabila terjadi keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan
yang lebih lama. Konsekuensinya biasanya terhadap ketidakpatuhan penderita terhadap
tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis (Nurarif, 20 (Dinas Kesehatan
Kota Padang, 2013) Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2014 sebesar 81,3%
sedangkan WHO menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
Sementara Kementerian Kesehatan menetapkan target minimal 88% untuk angka

keberhasilan pengobatan pada tahun 2014.Dengan demikian pada tahun 2014,


Indonesia tidak mencapai standar angka keberhasilan pengobatan pada kasus TB
paru.Berdasarkan hal tersebut, pencapaian angka keberhasilan pengobatan tahun
2014tidak memenuhi target rentra tahun 2014 (Kemenkes RI. 2015).
Terdapat 3 faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB paru di Indonesia yaitu,
waktu pengobatan yang relatif lama (6 sampai 8 bulan) menjadi penyebab
penderita TB sulit sembuh karena pasien TB paru berhenti berobat (Drop Out)
setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai sehingga
menyebabkan kekambuhan pada penderita TB paru dengan DO. Selain itu,
masalah TB paru diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang
berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB Multi Drugs Resistant
(MDR) atau kebal terhadap bermacam obat. Masalah lain adalah adanya
penderita TB paru laten, dimana penderita tidak sakit namun akibat daya tahanlgetik.
tubuh menurun, penyakit TB paru akan muncul.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu : Bagaimana Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn.M
dengan masalah penyakit TB Paru ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
pada Keluarga Tn.M dengan masalah penyakit TB Paru.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian Asuhan Keperawatan pada
Keluarga Tn.M dengan masalah penyakit TB Paru.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa padaAsuhan Keperawatan pada
Keluarga Tn.M dengan masalah penyakit TB Paru.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan masalah
pada Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn.M dengan masalah penyakit TB
Paru..
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada
Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn.M dengan masalah penyakit TB Paru.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn.M dengan masalah
penyakit TB Paru.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan yang telah dilaksanakan pada Asuhan Keperawatan pada Keluarga
Tn.H dengan masalah penyakit TB Paru.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan STIKes Eka
Harap Palangka Raya.

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga


Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit secara benar dan bisa
melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.

1.4.3 Bagi Institusi


1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa
dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan
khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakitsehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.

1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit


Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan melalui Asuhan
Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.

1.4.4 Bagi IPTEK


Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan terutama
penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep pendekatan proses
keperawatan dan pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan klien.
BAB 1I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep keluarga


2.1.1 Definisi keluarga
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012). Sedangkan menurut Friedman
keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya
dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan
perlu di perhitungkan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah ikatan
(perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu
atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan.

2.1.2 Fungsi keluarga


Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :
2.1.1.1 Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Friedman,
M.M et al., 2010) :
1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.
2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru.
2.1.2.2 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap
ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat
Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya
keluarga.
2.1.2.3 Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk
memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk
keluarga adalah meneruskan keturunan.
2.1.2.4 Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.
2.1.2.5 Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan, yaitu
untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang
sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.

2.1.3 Tahap-tahap perkembangan keluarga


Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi
menjadi 8 :
2.1.3.1 Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan
keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang
memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga
lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan menjadi
orangtua dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan
menjadi orangtua).
2.1.3.2 Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)
Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan krisis
keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu
adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang
memuaskan dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan
orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB
post partum 6 minggu.
2.1.3.3 Keluarga dengan anak pra sekolah
Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada
anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak
sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.
2.1.3.4 Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)
Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan keluarga
seperti membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong
anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan
aktifitas anak.
2.1.3.5 Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan terhadap
remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem
peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh
kembang anggota keluarga.
2.1.3.6 Keluarga dengan anak dewasa
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan
menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
dalam keluarganya.
2.1.3.7 Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak
waktu dan kebebasan mengolah minat sosial, dan waktu santai, memulihkan
hubungan generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.
2.1.3.8 Keluarga lanjut usia
Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian tahap
masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian pasangan,
dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa lalu.

2.1.4 Tugas keluarga dalam bidang Kesehatan


2.1.4.1 Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
2.1.4.2 Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
2.1.4.3 Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit
2.1.4.4 Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan
2.1.4.5 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat

2.1.5 Skoring keperawatan Keluarga


Penentuan skoring diagnosa keperawatan keluarga
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari
satu. Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan
Maglaya (1978).
Proses skoringnya dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan:
- Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
- Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

Skor yang diperoleh x Bobot


Skor tertinggi

- Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot,
yaitu 5)
Skoring diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya
(1978).
No Kriteria Skor Bobot
.
1. Sifat Masalah
 Tidak/kurang sehat 3 1

 Ancaman kesehatan 2
1
 Krisis atau keadaan
sejahtera
2. Kemungkinan Masalah Dapat Di ubah
 Dengan mudah 2 2

 Hanya sebagian 1
0
 Tidak dapat
3. Potensi Masalah Dapat Di cegah
 Tinggi 3 1

 Cukup 2
1
 Rendah
4. Menonjolnya Masalah
 Masalah berat, harus 2 1
segera ditangani 1
 Ada masalah, tetapi tidak 0
perlu segera ditangani
 Masalah tidak dirasakan

Kriteria yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas masalah :


1. Sifat masalah
- Kurang/tidak sehat: Merupakan kegagalan dalam mengoptimalkan kesehatan
- Ancaman kesehatan : Adalah keadaan yang memungkinkan
terjadinya penyakit/masalah kesehatan
- Krisis : Merupakan masa yang membutuhkan banyak penyesuaian dari
individu/keluarga
2. Kemungkinan masalah dapat di ubah
Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau mencegah masalah jika ada
tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor
kemungkinan masalah dapat dicegah :
- Pengetahuan dan tekhnologi serta tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah
- Sumber-sumber yang ada pada keluarga baik dalam bentuk fisik, keuangan atau
tenaga
- Sumber-sumber dari keperawatan misalnya, dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan dan waktu
- Sumber-sumber di masyarakat misalnya, dalam bentuk fasilitas kesehatan,
organisasi masyarakat, dukungan sosial masyarakat
3. Potensial masalah dapat di cegah
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat dikurangi atau
dicegah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :
- Kepelikan dari masalah
Yaitu berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah, prognosa penyakit
atau kemungkinan merubah masalah
- Pada lamanya masalah
Hal ini berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah tersebut.Biasanya
lamanya masalah mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah bila
dicegah.
- Adanya kelompok high risk atau kelompok yang peka atau rawan
- Adanya kelompok atau individu tersebut pada keluarga akan menambah
potensi masalah bila dicegah.
4. Menonjolnya masalah
Adalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah tentang beratnya masalah
serta mendesaknya masalah untuk diatasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam
memberikan skor pada kriteria ini adalah perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana
keluarga tersebut melihat masalah. Dalam hal ini jika keluarga menyadari masalah dan
merasa perlu untuk menangani segera maka harus diberikan skor yang tinggi.

2.2 Konsep dasar TB Paru

2.2.1 Pengertian

Tuberkulosis paru (TBC) yaitu suatu penyakit infeksius menyerang organ


parenkim pada paru (Brunner & Suddarth, 2016). Tuberkulosis paru yaitu penyakit pada
paru-paru yang diserang oleh penyakit infeksius biasa ditandai adanya pembentukan
granuloma yang menyebabkan terjadinya nekrosis pada jaringan dan sifatnya menahun
dan juga menular dari sipenderita TBC keorang lain melalui percikan ludah.(Angelina,
2016).
Menurut Andra S.F & Yessie M.P (2013), Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan
bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya
berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu
penularannya terutama terjadi pada malam hari. Tuberkulosis Paru atau TB adalah
penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium
Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer
dari ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2013). Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA
(bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan
BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun
dengan tingkat penularan yang kecil (kemenkes RI,2015).

2.2.2 Anatomi Fisiologi


1) Anatomi

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis,
yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
(Nursing Students, 2015)
1) Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang
memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke
rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali
dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh
bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian
dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak
sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring (di belakang
hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo
faring).
3) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas
dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring
ketika orang sedang menelan
Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus,
segmen bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan.
5) Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang
lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis
kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau
benda asing.
6) Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar
dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah;
sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan
dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah
bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
7) Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di
dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.
Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura
parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas
dua bagian (paru kanan dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut
terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut,
dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat
elastis, berpori, dan memiliki fungsi pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida.
2) Fisiologi
Fisiologi sistem pernapasan berdasarkan santa et al :
a) Ventilasi
Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paruparu. Gerakan
dalam pernafasan adalah ekspansi dan inspirasi. Pada inspirasi otot diafragma
berkontraksi dan kuabh dari diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan
otot-otot interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit
ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam dada meluas, tekanan
dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru. Pada ekspirasi
diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi. Diafragma naik,
dinding- dinding dada jatuh kedalam dan ruamg di dalam dada hilang. Pada
pernafasan normal yang tenang terjadi sekitas 16 kali permenit. Ekspirasi
diikuti dengan terhentinya sejenak. Kedalaman dan jumlah dari gerakan
pernafasan sebegian besar dikendalikan secara biokimiawi.
b) Difusi
Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam alveoli dan
darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas melewati hampir secara seketika
siantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas
mengalir dari tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang lebih
rendah tekanan parsialnya.
c) Transportasi gas dalam darah
Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah. Oksigen
ditrasportasi dalam darah: dalam sel-sel darah merah; oksigen bergabung
dengan hemoglobin utuk membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah
terang. Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam plasma
d) Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara
darah dan jaringan.
Fisiologi sistem pernafasan menurut Manurung (2016):
a) Pernafasan Paru-paru (pernafasan Eksternal)
Merupakan pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi pada paruparu. O2 diambil
melalui hidung pada waktu bernafas dimana O2 masuk melalui trakea sampai
ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli
memisahkan O2 dari darah. O2 menembus embran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
CO2 yang merupakan hasil buangan menembuh membran alveoli, dari
kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut
dan hidung.
b) Pernafasan Jaringan (Pernafasan Internal)
Hemoglobin yang banyak mengandung O2 masuk ke dalam jaringan tubuh
dan pada akhirnya mencapai kapiler. Darah mengeluarkan O2 ke dalam
jaringan dan mengambil CO2 untuk di bawa ke paru-paru.
2.2.3 Etiologi
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015),
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara
yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini
bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara.
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang
berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang
kondusif untuk penyakit Tuberkulosis
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari
tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan
penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli,
maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang kelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan tuberculosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada
usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit tuberkulosis paru, diantaranya adalah sebagai berikut
(Angelina, 2016) :

1. Kategorisasi menurut organ fisik yang mungkin terinfeksi :

a. Tuberkulosis Paru-paru. Tuberkulosis pada paru merupakan sumber penyakit


penyerang jaringan parenkim paru. Bukan termasuk pleura dan kelenjar didalam
hilar.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru-paru. Tuberkulosis yang menyerang organ fisik selain


paru, seperti parietal, selaput dalam otak, pericardium, tulang atau alat gerak,
kulit, usus, ginjal, saluran air seni, alat reproduksi, dan lainnya.

2. Kategorisasi dari hasil laboratorium sputum dahak mikroskop penderita


Tuberkulosis Paru

a. TB paru pada BTA hasilnya positif

1) Minimal dua dari tiga sampel secret SPS pada BTA hasilnya positif.

2) Dari 1 sampel sekret SPS pada BTA hasilnya positif, dan hasil photo
toraks pada dada menentukan adanya bayangan bakteri tuberkulosis.
3) Dari 1 sampel sekret SPS hasil BTA menunjukkan positif &
perkembang-biakan bakteri tuberkulosis hasilnya positif.

4) Dari 1/lebih sampel sekret yang hasilnya positif sesudah tiga spesimen
sekret SPS dipemeriksaan sebelum BTA hasilnya negatif dan tidak
menunjukkan perbaikan

b. TB paru pada BTA hasilnya negative

Diagnostik TBparu BTA hasilnya negatif berkriteria seperti berikut:

1) Setidaknya ada tiga spesimen sekret SPS pada BTA hasilnnya negatif.

2) Hasil photo toraks hasilnya normal tidak terdapat TB paru.

3) Menunjukan tidak membaik sesudah diberikan antibiotika non OAT.

4) Dokter mempertimbangkan mengenai pemberian obat.

3. Kategorisasi TB dari tangga keparahannya

a. Tuberkulosis paru BTA hasilnya negatif dan photo toraks hasilnya positif

terbagi dengan didasari tingkat keparahannya dari penyakit yang dialami,


berat/ringan penyakitnyaa. Dikatakan akut apabila gambaran hasil photo
toraks menunjukan kerusakan didalam paru menjadi luas (missal proses
dari“far advanced”), atau dikatakan kondisi penderita memburuk.

b. Tuberkulosis ekstraparu terbagi dengan dasar kenaikan nilai parah dari


penyakit, yaitu:

1) Tuberkulosis ekstra paru ringan, semisal: tuberkulosis kelenjar limfa,


pertulangan tidak termasuk tulang bagian belakang, persendian, dan
kelenjar pada adrenali.

2) Tuberkulosis ekstra peparu berat, semisal: infectious disease, milier,


perikarditise, peritonitisme, pleuritis-eksudativa-bilateral, tuberkulosis
pada kerangka bagian belakang, tuberkulosis pada organ usus,
tuberkulosis pada jalan kencing dan alat reproduksi.

4. Kategorisasi menurut riwayat pasien berobat, terbagi atas bebrapa tipe, yaitu :
a. Pasien Kasus Aktual Yaitu klien belum merasakan OAT atau telah
merasakan OAT minim minggu.

b. Pasien Kasus Kumat-kumatan Yaitu klien TBC sudah melakukan pengobatan


tuberkulosis dan telah dibuktikan sembuh melalui pemberian obat-obatan
lengkap, tetapi didiagnosis lagi menunjukkan BTA hasilnya positif.

5. Kasus pasien sesudah berhenti minum obat (default)


Yaitu klien yang sudah berhenti minum obat2 bulan lebih tetapi
pemeriksaan BTA hasilnya positif.

2.2.5 Patofisiologi
Port de entry kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
terjadi melalui udara, (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai
alveolus dan diinhalasi biasanya terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Basil yang
lebih besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus,
sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus,
kuman akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epitoloit yang dikelilingi
oleh foist. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam.
WOC Droplet yang dilepaskan px tb Bakteri menetap dan berkemang biak

Dihirup oleh orang yang sehat Suasana tempat yang gelap dan lembap

Bakteri masuk ke paru-paru

Menempel pada alveoli

Bakteri berkembang dipuncak aneks paru

Tuberkulosis paru

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Imun tubuh menurun Bakterimia Peradangan di pleura Batuk terus menerus


Droplet infection

Nekrosis Jaringan Persepsi nyeri Pembuluh darah


Menempel diparu-paru Inflamasi
pecah
Merangsang aktif simpatis efek pada G1
Aneurisma arteri
Pembentukan tuberkel Proses Inflamasi Hemoptisis
Pulmonal
Pergerakan makan mjd lambat
Anemia
Kerusakan membran alveolar Suhu Tubuh Merangsang Pengeluaran
Hemoptisis
Prostaglandin, Makanan tertahan didinding lambung
Bradikinin, Histamin Hb ↓
Pembentukan secret Hipertermia Hipovolemia Reflex Perengangan lambung
a Suplai o2 ke jaringan ↓
Sekret sulit Keluar Hipotalamus
Anoreksia Kelelahan

Bersihan jalan nafas Tidak Reseptor Nyeri


Risiko defisit Intoleransi Aktivitas
Efektif
Nutrisi
Nyeri Akut
2.2.6 Manifestasi Klinis
Bukti gejala tuberkulosis dibagi 2 (dua) golongan seperti gejala sistemik
dan gejala respiratorik (Inayah & Wahyono, 2018).
1. Gejala sistemik.
a. Badan Panas
Tuberkulosis paru gejala pertamanya kadang kala muncul suhu
meningkat dikit disiang hingga disore hari. Badan suhu meningkat menjadi
makin tinggi apabila prosess jadi progresif kemudian penderita merasakan
badannya menjadi hangat atau wajahnya panas.
b. Badan Kedinginan/menggigil
Badan merasa dingin terjadi apabila suhu fisik akan naik secara kilat,
tetapi tidak ada panas dengan angka sama dapat menjadi reaksi umum lebih
kuat.
c. Peluh dimalam hari
Peluh malam bukan salah satu gejala patognomonis dari penyakit TB
paru. Tetapi peluh malam pada umumnya akan timbul jika proses sudah
lanjut, kecuali penderita dengan vasodilation labil, peluh malam juga bisa
muncul lebih awal. tachycardia dan kliyengan hanya muncul apabila
disertai panas.
d. Malaise
Lantaran penyakit Tuberkulosis paru sifatnya radang menahun, maka
penderita akan merasakan badan sakit tidak enak dirasakan, nafsu makan
berkurang, pegal linu,badan semakin kurus, kliyengan, dan gampang capek.
2. Gejala Respiratorik
a. Batuk-batuk
Batuk awal mulai muncul jika proses dari penyakit TBC sudah
mengena bronkeolus, selanjutnya mengakibatkan peradangan bronkeolus,
dan batuk menjadi aktif. Kemudian bermanfaat sebagai pembuang produk
pengeluaran dahak yang meradang tersebut.
b. Sekret
Sesuatu yang sifatnya mukoid membuntangi paru-paru dan keluar
dengan jumlah sedikit, kemudian akan menjelma seperti muko purulen
berwarna kuning atau hijau sampai purulen tersebut mengalami perubahan
dengan tekstur kental jika secret telah terbentuk menjadi lunak atau seperti
keju.
c. Nyeri pada dada
Nyeri dadakan muncul jika sistem syaraf yang ada dalam parietal
sudah mengenai, gejala yang dirasakan sifatnya domestik.
d. Ronchii
Satu hasil pemeriksaan yang tersiar bunyi tambahan seperti suara
gaduh terutama pada saat penderita ekspirasi disertai adanya sekret pada
pernafasan.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
g. Pembesaran kelenjar servikalis yang superfisial
h. Pleuritis tuberculosa
i. Efusi pleura
j. Tuberkulosa milier
k. Meningitis tuberkulosa

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pengamatan fisik beserta cara anamnesa
2. Cek Lab darah rutin untuk mengetahui LED normal atau terjadi peningkatan.
3. Test photo thoraks PA&lateral. Hasil photo thoraks ada gambaran penunjang
designation tuberkulosis, yaitu :
a. Terdapat gambaran lesi yang terletak diarea paru-paru atau bagian apikal
lobus bagian dasar.
b. Terdapat gambaran berawan dan berbintik atau bopeng.
c. Terdapat adanyaa kavisitas satu atau dobel.
d. Terdapat kecacatan pada bilateral, pertama diarea arah paru-paru.
e. Terdapat adanya suatu kategorisasi.
f. Setelah melakukan photo kembali sebagian minggu akan datang hasilnya
terdapat gambaran masih tampak menetap.
g. Adanya bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum Basil Tahan Asam Suatu cara untuk memastikan diagnosis
tuberkulosis paru, akan tetapi pemeriksaan tidak sensitif yaitu hanya 30-70%
penderita TBC yang terdiagnosis hanya berdasarkan pemeriksaan sputum BTA.
5. Tes Peroksidase Anti Peroksidase
Cara untuk menguji serologi dari imunoperoksidase dengan memakai
alat histogen imunoperoksidase staning untuk menentukan ada tidaknya IgG
bersifat spesifik terhadap suatu basil Tuberkulosis.
6. Tes mantoux atau tuberculin
7. Teknik PCR (polymerase chain reaction)
Mendeteksi DNA kuman Mycobacterium Tuberculosis secara spesifik
melalui aplifikasi dengan berbagai tahap sehingga mampu mendeteksi
meskipun hanya ada-1 mikro organisme didalam spesimen. Dan juga dapat
mendeteksi adanya retensi adanya TB.
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC) Mendeteksi dengan cara
grouth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari suatu metabolisme asam lemak
oleh Mycobacterium Tuberculosis.
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELIA) Mampu mendeteksi respon humoral
yang memakai antigen atau anti body yang terjadi. Cara pelaksanaannya cukup rumit
dan antibodynya dapat menetap diwaktu lama sehingga dapat menimbulkan masalah.
(Brunner & Suddarth, 2016).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Ada fase metode penyembuhan tuberkulosis yaitu fase mendalam semasa
(2 sampai 3 bulan) dalam fase susulan hingga 4 atau 7 candra. Perpaduan obat
yang dipakaiyaitu perpaduan obat pertama dan pula obat susulan(Guyton & Hall,
2016). Obat pertama yang dipakai dalam terapi Tuberkulosis Paru celah lain
menjadi berikut:
1. Obat Rifampisin
Rifampisin sediaan obtatnya 10 mg/kg berat badan, maks600mg 2-3x/minggunya
(berat badan lebih 60kg sampai 600mg, berat badannya40-60kg
sampai 450mg, berat badan<40kg sampai 300mg, dosis intermediation yaitu 600 mg/x).
Obat rifampisin mampu mengakibatkan air seni/kencing berwarna
merah, peluh, air mata, dan selera. Proses metabolisme yang memproses air
seni berwarna merah dan termasuk obat yang tidak berbahaya. Hal tersebut
harus diinfokan kepada pengidap supaya dipahami dan tidak perlu
dikhawatirkan.
Efek samping ringan hanya perlu penyembuhan sistematis ialah :
a. Syndrome influenza seperti panas kedinginan bahkan nyeri tulang
b. Syndrome perut dirasakan sepertimulas, mual, taknafsu santap, muntah, kadang kala
berak air.
c. Syndrome kulit dirasakan seperti terasa renyem dan kebiraman.
2. Isoniazid(INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg berat badan,
maximal 300mg, 10 mg/kg berat badan 3x/seminggunya, 15 mg/kgBB 2x/1
minggu atau (300 mg/hari untuk orang cukup umur. lntermiten : 600 mg/kali).
Efek samping ringan muncul tanda terjadi keracunan syaraf
tepi,kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeriotot. Efek sampingnya bisa
dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100mg/hari dengan
vitamin Bkompleks. Pada suasana tersebut penyembuhan bisa dijalankan. Abnormalitas
lain ialah menyamai syndrom pelagra. Efek samping berat bisa berupa hepatitis yang
mungkin muncul kurang lebihnya0,5% pengidap. Jika terjadi hepatitis dampak obat,
Hentikan OAT dan penyembuhan sinkron dengan arahan tuberkulosis pada suasana
privat.
3. Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat faseintensif 25mg/kg berat badan,
35mg/kg berat badan 3x/semingggunya, 50 mg/kg berat badan 2 x/satu
minggu atau: berat badan lebih 60 kg :1500 mg, berat badan 40-60 kg
:1000mg, berat badan kurang 40kg :750mg
Efek samping pertamanya hepatitis dampak obat jika penatalaksanaan
menurutarahan tuberkulosis disuasana privat.Nyeri persendian dirasakanbisa
diberikan aspirin dan kadang kala dapat mengakibatkan serbuan arthritis Gout,
hal itu barang kali diakibatkan oleh terbatasnya ekskresi dan pengumpulan
asam urat. Kadang kala timbul reaksi seperti: panas dingin, meluah,
kemerahandan reaksi kulit yang lain.
4. Streptomisin
Pada obat streptomisin ini diberikan dosis 15mg/kg berat badan /(BB
lebih 60 kg sampai 1000mg, BBnya 40-60kg=750mg, BB kurang 40kg =sesuai
berat badan). Efek samping yang pertama dapat terjadi keburukan pada syaraf
kedelapan yang berangkaian pada kesepadanan dan pendengaran. Efek lainya
ini akan melonjak seiring dengan tingkat dosis yang digunakan dan
berdasarkan usia pengidap.
5. Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg/kg BB, fase
lanjut 15 mg/kg berat badan, 30mg/kg berat badan 3x/seminggunya, 45 mg/kg
berat badan 2x/seminggu atau : (BB lebih 60kg : 1500 mg, berat badan 40-60 kg
:1000mg, berat badan kurang 40 kg :750 mg, Dosis intermiten 40 mg/kg BB/
kali).
Etambutol juga mengakibatkan terganggunya pandangan berupa
kurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung dosis yang
digunakan, ronggang terjadi bila dosisnya 15-25mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB diberikan 3 x/seminggu. Gangguan pendangan bisa normal lagi
setelah seputar minggu obat diperhentikan. Dianjurkan etambutol tak
dikasihkan untuk anak-anak akibat risiko keburukan okuler dan sulit dideteksi
(Guyton & Hall, 2016).

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tatanan
komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar
keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (WHO, 2014).
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan melalui
praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut (Heniwati, 2008) :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar diperoleh
data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga. Sumber informasi dari
tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas
rumah, pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dan data sekunder.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :
a. Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1) Nama kepala keluarga
2) Alamat dan telepon
3) Pekerjaan kepala keluarga
4) Pendidikan kepala keluarga
5) Komposisi keluarga dan genogram
6) Tipe keluarga
7) Suku bangsa
8) Agama
9) Status sosial ekonomi keluarga
10) Aktifitas rekreasi keluarga
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi :
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga inti.
2) Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan mengenai tugas
perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada
keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit,
sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai riwayat kesehatan
pada keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
4) Sistem pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
1) Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar
anggota keluarga.
2) Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga mengendalikan
dan mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.
3) Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga
baik secara formal maupun informal.
4) Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan norma yang
dianut oleh keluarga yang berhubungan dengaan kesehatan.
5) Fungsi keluarga :
a) Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga lain, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan
bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
b) Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana berinteraksi atau hubungan
dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya
dan perilaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan, yaitu meenjelaskan sejauh mana keluarga
menyediakan makanan, pakaian, perlu dukungan serta merawat anggota
keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenal sehat sakit.
Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat
dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan
keluarga, yaitu mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan kesehatan pada anggota
keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatan
kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
terdapat di lingkungan setempat.
d) Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana
kemampuan keluarga dalam mengenal, mengambil keputusan dalam tindakan,
merawat anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang
mendukung kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.
6) Stres dan koping keluarga
a) Stressor jaangka pendek dan panjang
(1) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5 bulan.
(2) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor
c) Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
d) Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi permasalah
e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggotaa keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di
klinik. Harapan keluarga yang dilakukan pada akhir pengkajian, menanyakan
harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan keluarga


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan
potensial (Allen, 1998) dalam Salvari Gusti (2013)

Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada


pengkajian, komponen diagnosa keperawatan meliputi :

a. Problem atau masalah

b. Etiologi atau penyebab masalah

c. Tanda Sign dan Gejala (symptom)

Secara umum faktor-faktor penyebab / etiologi yaitu : ketidaktahuan,


ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang mengacu pada 5 tugas keluarga, antara lain :

a. Mengenal Masalah

b. Mengambil keputusan yang tepat


c. Merawat anggota keluarga

d. Memelihara / Memodifikasi lingkungan

e. Memanfaatkan fasilitas kesehatan


Setelah data dianalisa dan dtetapkan masalah keperawatan keluarga, selanjutnya
masalah kesehatan keluarga yang ada perlu diprioritaskan bersama keluarga dengan
memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki keluarga. Prioritas
masalah asuhan keperawatan keluarga dibuat dengan menggunakan proses skoring.

Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh (Bailon dan Maglaya,
1978) dalam Suprajitno (2012) yaitu dengan cara :

a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat

b. Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot

c. Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot, yaitu 5)

Tabel 2.2 Prioritas Masalah asuhan keperawatan keluarga


No Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah : 1
Tidak / kurang sehat / Aktual 3
Ancaman kesehatan / Resiko 2
Krisis atau keadaan sejahtera/potensial 1

2 Kemungkinan masalah dapat dirubah: 2


Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0

3 Potensial masalah untuk dicegah : 1


Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1

4 Menonjolnya masalah :
Masalah berat harus segera ditangani 2 1
Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0
Skor yang diperoleh
X Bobot
Skor Tertinggi

Jenis-Jenis Diagnosa Keperawatan Keluarga :

a. Diagnosa Aktual, menunjukkan keadaan yang nyata dan sudah terjadi saat pengkajian
keluarga
b. Diagnosa Resiko / Resiko Tinggi, merupakan masalah yang belum terjadi pada saat
pengkajian, namun dapat terjadi masalah aktual jika tidak dilakukan tindakan
pencegahan dengan cepat
c. Potensial / Wellness, merupakan proses pencapaian tingkat fungsi yang lebih tinggi, atau
suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan mempunyai sumper penunjang kesehatan yang memungkinkan
dapat ditingkatkan (Suprajitno, 2012)

Beberapa diagnosa keperawatan keluarga yang dapat dirumuskan pada anggota


keluarga dengan TB Paru sesuai dengan pathway diatas

adalah :

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah TB Paru yang terjadi pada


anggota keluarga
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi
penyakit TB Paru
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan TB Paru.
4. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan
yang dapat mempengaruhi penyakit TB Paru.
5. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan guna
perawatan dan pengobatan TB Paru
2.3.3 Intervensi Keperawatan keluarga
Intervensi / Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan

yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah

kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi dari masalah keperawatan

yang sering muncul (Salvari Gusti, 2013)

Perencanaan keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan

khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan

standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan

keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standar.

Langkah-langkah dalam rencana keperawatan keluarga adalah :

a. Menentukan sasaran atau goal

b. Menentukan tujuan atau objektif

c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang dilakukan

d. Menentukan kriteria dan standar kriteria

Standar mengacu kepada lima tugas keluarga sedangkan kriteria mengacu

pada 3 hal yaitu :

a. Pengetahuan (kognitif), intervensi ini ditujukan untuk memberikan

informasi, gagasan, motivasi, dan saran kepada keluarga sebagai

target asuhan keperawatan keluarga

b. Sikap (Afektif), intervensi ini ditujukan untuk membantu keluarga

dalam berespon emosional, sehingga dalam keluarga terdapat

perubahan sikap terhadap masalah yang dihadapi

c. Tindakan (Psikomotor), intervensi ini ditujukan untuk membantu

keluarga dalam perubahan perilaku yang merugikan ke perilaku

yang menguntungkan
Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan adalah :

a. Tujuan hendaknya logis

b. Kriteria hasil hendaknya dapat diukur

Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang dimiliki oleh
keluarga (Salvari Gusti, 2013)
No Diagnosa Sasaran Tujuan Kriteria Standar Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakmampuan Setelah tindakan Keluarga mengenal Keluarga dapat Keluarga dapat menjelaskan 1) Jelaskan arti penyakit TB Paru
keluarga mengenal keperawatan masalah penyakit TB menjelaskan secara pengertian, penyebab, tanda 2) Diskusikan tanda-tanda dan
masalah TB Paru keluarga dapat Paru setelah dua kali lisan tentang dan gejala penyakit TB Paru penyebab penyakit TB Paru
yang terjadi pada mengenal dan kunjungan rumah. penyakit TB Paru. serta pencegahan dan 3) Tanyakan kembali apa yang telah
keluarga. mengerti tentang pengobatan penyakit TB didiskusikan.
penyakit TB Paru Paru secara lisan.
.
2 Ketidakmampuan Setelah tindakan Keluarga dapat Keluarga dapat Keluarga dapat menjelaskan 1) Diskusikan tentang akibat
keluarga mengambil keperawatan mengambil menjelaskan secara dengan benar bagaimana penyakit TB Paru
keputusan yang keluarga dapat keputusan untuk lisan dan dapat akibat TB Paru dan dapat Tanyakan bagaimana keputusan
tepat untuk mengetahui akibat merawat anggota mengambil tindakan mengambil keputusan yang keluarga untuk merawat anggota
mengatasi penyakit lebih lanjut dari keluarga dengan TB yang tepat dalam tepat. keluarga yang menderita TB
TB Paru. penyakit TB Paru. Paru setelah tiga kali merawat anggota
Paru.
kunjungan rumah. keluarga yang sakit.

3 Ketidakmampuan Setelah tindakan Keluarga dapat Keluarga dapat Keluarga dapat melakukan 1) Jelaskan pada keluarga cara-cara
keluarga merawat keperawatan melakukan menjelaskan secara perawatan anggota pencegahan penyakit TB Paru.
anggota keluarga keluarga mampu perawatan yang tepat lisan cara keluarga yang menderita 2) Jelaskan pada keluarga tentang
dengan TB Paru merawat anggota terhadap anggota pencegahan dan penyakit TB Paru secara manfaat istirahat, diet yang tepat
keluarga yang keluarga yang perawatan penyakit tepat. dan olah raga khususnya untuk
menderita penyakit menderita TB Paru TB Paru anggota keluarga yang menderita
TB Paru. setelah dua kali TB Paru.
kunjungan rumah.
4 Ketidakmampuan Setelah tindakan Keluarga dapat Keluarga dapat Keluarga dapat 1) Ajarkan cara memodifikasi
keluarga dalam keperawatan memodifikasi menjelaskan secara memodifikasi lingkungan lingkungan untuk mencegah dan
memelihara atau keluarga mengerti lingkungan yang lisan tentang yang dapat mempengaruhi mengatasi penyakit TB Paru
memodifikasi tentang pengaruh dapat menunjang pengaruh lingkungan penyakit TB Paru . misalnya :
lingkungan yang lingkungan terhadap penyembuhan dan terhadap proses a) Jaga lingkungan rumah agar
dapat mempengaruhi penyakit TB Paru. pencegahan setelah penyakit TB Paru bebas dari resiko kecelakaan
penyakit TB Paru. tiga kali kunjungan misalnya benda yang tajam.
rumah. b) Gunakan alat pelindung bila
bekerja Misalnya sarung
tangan.
c) Gunakan bahan yang lembut
untuk pakaian untuk
mengurangi terjadinya iritasi.
2) Motivasi keluarga untuk
melakukan apa yang telah
dijelaskan.

5 Ketidakmampuan Setelah tindakan Keluarga dapat Keluarga dapat Keluarga dapat Jelaskan pada keluarga ke mana
keluarga keperawatan menggunakan menjelaskan secara menggunakan fasilitas mereka dapat meminta pertolongan
menggunakan keluarga dapat tempat pelayanan lisan ke mana pelayanan secara tepat. untuk perawatan dan pengobatan TB
fasilitas pelayanan menggunakan kesehatan yang tepat mereka harus Paru.
kesehatan guna fasilitas pelayanan untuk mengatasi meminta pertolongan
perawatan dan kesehatan sesuai penyakit TB Paru untuk perawatan dan
pengobatan TB Paru. kebutuhan. setelah dua kali pengobatan penyakit
kunjungan rumah. TB Paru.
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
1.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan
yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun
menggunakan SOAP.

Anda mungkin juga menyukai