Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama

kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara-negara

berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali

mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi

aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017).

Riskesdas (2013) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih

menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan,

karena merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan kematian pada balita di

berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. ISPA adalah infeksi akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru

(Wijayaningsih, 2013). Pada Riskesdas 2018, ISPA ditanyakan pada semua responden

semua umur dalam kurun waktu 1 bulan sebelum enumerasi.

ISPA berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah,

darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman. ISPA diawali

dengan gejala seperti pilek biasa, batuk, demam, bersin-bersin, sakit tenggorokan,

sakit kepala, sekret menjadi kental, nausea, muntah dan anoreksia (Wijayaningsih,

2013). Banyak orang tua yang sering mengabaikan gejala tersebut, sementara kuman

dan virus dengan cepat berkembang di dalam saluran pernafasan yang akhirnya

menyebabkan infeksi. Jika telah terjadi infeksi maka anak akan mengalami kesulitan

bernafas dan bila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa semakin parah menjadi

1
2

pneumonia yang menyebabkan kematian (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015).

Pengetahuan merupakan sesuatu yang ada dalam pikiran manusia. Tanpa ada

pemikiran tersebut, maka pengetahuan tidak akan ada. (Hidayat, 2008).Pengetahuan

merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera. Pengetahuan

atau kognitif merupakan desain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (overt behavior). Pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang

(Notoatmodjo, 2014).

Rumah adalah salah satu persayaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah

atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. pada

zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang,dengan

mendirikan rumah tempat tinggal di hutan hutan dan dibawah pohon. Sampai pada

abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggal nya) bertingkat

dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.

Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, jarak dari

tempat pembuangan sampah lebih dari 100 meter, dekat dengan sarana pembersihan ,

berada di tempat dimana air hujan dan air kotor tidak tergenang.

Persyaratan kesehatan perumahan adalah ketentuan teknis kesehatan yang

wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di

perumahan dan masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan. Persyaratan

kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan

pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena

pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat

kesehatan individu, keluarga dan masyrakat. Adapun ketentuan persyaratan kesehatan

rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Rumah yang tidak


3

sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit misalnya diare, keracunan, alergi saluran

pernafasan, iritasi kulit, demam berdarah dan stress.

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan angka kematian

pada balita di dunia pada tahun 2013 sebesar 45,6 per 1.000 kelahiran hidup dan 15%

diantaranya disebabkan oleh ISPA. Menurut data yang diperoleh dari WHO pada

tahun 2012, ISPA atau pneumonia merupakan penyakit yang paling sering diderita

oleh balita yaitu sebanyak 78% balita datang berkunjung ke pelayanan kesehatan

dengan kejadian ISPA. Setiap tahun, jumlah balita yang dirawat di rumah sakit dengan

kejadian ISPA sebesar 12 juta (Tazinya et al, 2018). Insiden ISPA pada balita di

negara berkembang diperkirakan 0,29 anak setiap tahun dan di negara maju sebanyak

0,05 anak setiap tahun. Penyebab kematian akibat ISPA di negara berkembang lebih

tinggi dibandingkan negara maju yaitu sebesar 10-50 kali (Ramani et al, 2016).

ISPA pada balita tahun 2014 berkisar antara 20-30%, sedangkan pada tahun

2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%. Data dari Buletin Surveilans ISPA Berat di

Indonesia (SIBI) pada tahun 2014 yang dilaksanakan di enam rumah sakit provinsi di

Indonesia, didapatkan 625 kasus ISPA berat, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah

perempuan. Sementara kejadian ISPA pada balita di Sumatera Barat tahun 2015

sebanyak 11.326 kasus (22,94%) dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 13.384

kasus (27,11%) (Dinkes, 2016).

Berdasarkan prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) tahun 2016 di

Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 %

dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Survei

mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA/ISPA

sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari

seluruh kematian balita (Pangaribuan, 2017). Secara nasional berdasarkan data


4

Riskesdas 2018 kejadian ISPA di Propinsi Sumatera Selatan sekitar 16,69% (Kemkes

RI, 2018). Sedangkan untuk kabupaten Ogan Komering Ulu cakupan penemuan kasus

pneumonia tahun 2017 sebesar 60,36% dari perkiraan jumlah kasus yang ditetapkan

(Profil Kesehatan Kab. OKU, 2018). Berdasarkan data puskesmas Sukaraya Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) termasuk sepuluh penyakit terbanyak dimana pada

tahun 2016 ditemukan 34,19 % kasus ISPA, tahun 2017 ditemukan 24,51% kasus

dan pada tahun 2018 ditemukan 48,30% dan di temukan sebanyak 143 orang pada

bulan januari-juni 2019.

Berdasarkan data diatas peneliti akan mengambil judul gambaran pengetahuan

tentang parameter penilaian rumah sehat pada masyarakat di kelurahan Sukajadi

wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah belum diketahuinya gambaran pengetahuan kepala keluarga tentang kriteria

rumah sehat di Sukajadi wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran pengetahuan kepala keluarga tentang kriteria rumah sehat

di Sukajadi wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya. ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan kepala keluarga tentang kriteria

rumah sehat di Sukajadi wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya.

1.4.1. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan kepala keuarga tentang

kriteria rumah sehat di Sukajadi wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya.


5

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dalam upaya

membuat rumah sehat guna mencegah dan mengurangi resiko terjadinya

kejadian ISPA pada balita.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten OKU

Sebagai bahan masukan dalam penentuan intervensi dari permasalahan

kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan

kondisi rumah tinggal.

3. Bagi Akademi Keperawatan Al-Ma’arif Baturaja

Sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam

mengembangkan ilmu terkait tentang masalah yang berkaitan dengan

parameter rumah sehat

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber bacaan, pengetahuan dan

sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sukajadi dalam wilayah kerja Puskesmas Sukaraya

Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2019, waktu

penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni- juli 2019.

Anda mungkin juga menyukai