Anda di halaman 1dari 14

USUL SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI SKABIES TERHADAP


TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HUDA
DESA LANGGONGSARI KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN
BANYUMAS

Oleh :
Sinta Triagustina
G1A015106

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2018
USUL SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI SKABIES TERHADAP


TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HUDA
DESA LANGGONGSARI KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN
BANYUMAS

Diajukan Sebagai Pedoman Pelaksanaan Penelitian Pada


Fakultas Kedokteran Unsoed
Purwokerto

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal ………………………..

Pembimbing I Pembimbing II

……………………………. ………………………………

NIP. ……………………… NIP. ………………………..

Mengetahui :
Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran UNSOED

………………………………

NIP. ………………………..
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat penting karena

terletak di luar tubuh (Nuraeni, 2016). Kulit yang tidak terjaga

kesehatannya dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit. Penyakit kulit

merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada negara beriklim

tropis seperti Indonesia (Putri et al., 2017). Data Profil Kesehatan

Indonesia 2010 menunjukkan, penyakit kulit menjadi peringkat ketiga dari

sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit se-

Indonesia, dan prevalensinya meningkat di tahun 2013 sebesar 9%

(Kemenkes, 2010; Depkes RI, 2013). Penyakit kulit adalah kelainan kulit

akibat adanya jamur, kuman, parasit, virus maupun infeksi yang dapat

menyerang siapa saja dari segala umur (Putri et al., 2017). Salah satu

penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Handoko,

2016).

Skabies adalah suatu penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh

tungau Sarcoptes scabie (Golant et al., 2012). Skabies merupakan salah

satu infeksi parasit yang cukup banyak kejadiannya dan menjadi isu

penting terutama di daerah padat penduduk. Penyakit ini dapat menyerang

segala usia dan berbagai kalangan sosial. Beberapa penyebab tingginya

angka kejadian skabies adalah penularan yang cepat, siklus hidup

Sarcoptes scabiei yang pendek, dan ketidakpatuhan pasien pada terapi

(Tan et al., 2017). Menurut World Health Organization (WHO) (2009)

distribusi, prevalensi, dan insiden penyakit infeksi parasit pada kulit ini

juga tergantung dari area dan populasi yang diteliti.


World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian

skabies pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang di dunia (WHO, 2009).

Tahun 2014 menurut Internasional Alliance for the Control Of Scabies

(IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46% (IACS,

2014). Di Indonesia pada tahun 2011 jumlah penderita skabies sebesar

6.915.135 atau 2,9 % dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa. Pada tahun

2012 jumlah penderita skabies meningkat sebesar 3,6 % dari jumlah

penduduk (Depkes, 2012). Sedangkan Menurut Depkes RI, pada tahun

2013 prevalensi skabies di seluruh Indonesia adalah 3,9 – 6%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun

2011, kejadian skabies di 20 puskesmas menunjukkan bahwa kejadian

terbanyak terdapat di daerah Cilacap dengan jumlah 46,8% kasus, urutan

kedua terbanyak di daerah Bukateja dengan jumlah 34,2% kasus dan

urutan ketiga terbanyak di daerah Semarang dengan jumlah 19% kasus

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Berdasarkan profil

kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 skabies pernah muncul

sebagai kejadian luar biasa yang menyerang 4 kecamatan di Jawa Tengah

(Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, 2013). Menurut Ayuningtias (2012)

prevalensi skabies di salah satu pesantren Purwokerto Utara mencapai

7,9% sedangkan prevalensi skabies yang ada di Pesantren Kedungbanteng,

Banyumas mencapai 20,47%.

Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren karena

kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi buruk, kurang gizi dan

kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara
langsung (Djuanda, 2010). Di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah

penduduk muslim terbanyak di dunia, terdapat 14.798 pondok pesantren

dengan prevalensi skabies cukup tinggi (Saad, 2008). Menurut Analisis

Data Statistik Islam tahun 2012, Pondok Pesantren yang memiliki jumlah

tertinggi siswa terletak di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,

dan Banten, sekitar 78,6% dari total pesantren di Indonesia (Annisa et al.,

2017).

Pondok pesantren termasuk tempat yang berisiko terjadi skabies

karena merupakan salah satu tempat yang berpenghuni padat (Wijaya,

2011). Pondok pesantren merupakan sekolah Islam berasrama dimana

santri biasanya tinggal bersama dengan teman-teman dalam satu kamar.

Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko

mudah tertular berbagai penyakit, khususnya skabies (Ratna et al., 2015).

Kebanyakan santri yang terkena skabies adalah santri baru yang belum

dapat beradaptasi dengan lingkungan. Santri baru yang belum tahu

kehidupan di pondok pesantren, membuat mereka luput dari kesehatan,

seperti kebiasaan mandi secara bersama-sama, saling tukar pakaian,

handuk, bahkan bantal, guling, dan kasur kepada sesamanya, sehingga

sangat memungkinkan terjadinya penularan penyakit skabies (Badri,

2008). Menurut Muzakir (2008) faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian penyakit skabies di pondok pesantren antara lain pengetahuan dan

sikap santri terhadap kejadian skabies serta tindakan kebersihan santri.

Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa, sehingga

penangannya tidak menjadi prioritas. Namun skabies kronis dan berat


dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Penderita skabies

menularkan penyakitnya secara langsung melalui berjabat tangan, tidur

bersama, dan hubungan seksual (Handoko, 2016). Skabies juga dapat

menular secara tidak langsung melalui pakaian, handuk, sprei, dan sarung

bantal (Baker, 2010).Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena gatal

pada lesi berupa papul, vesikel, atau pustule (Johnstone et al., 2008). Gatal

yang dirasakan terutama saat malam hari menurunkan kualitas hidup dan

prestasi akademik pada penderita khususnya santri di pondok pesantren

(Sutejo et al., 2017).

Pengetahuan tentang kebersihan diri sangatlah penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan (Hidayat, 2009).

Misalnya pada pasien penderita skabies harus menjaga kebersihan dirinya.

Pengetahuan merupakan tindakan yang diambil untuk mengetahui sesuatu.

Ketika seseorang telah mengetahui atau mendapatkan informasi mengenai

sesuatu maka ia akan melaksanakannya (Rahmayani, 2014). Menurut

Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya akan

menimbulkan respon yang lebih jauh seperti tindakan seseorang dalam

menjaga kebersihan diri.

Pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat terutama

kebersihan perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang baik

(Depkes, 2007). Sebagai salah satu upaya dalam menanggulanginya adalah

dengan cara pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan salah

satu tindakan keperawatan yang mempunyai peranan yang penting dalam


memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat, kelompok atau

individu (Rahmawati, 2009). Upaya pendidikan kesehatan tersebut dapat

memberikan efek peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan yang

signifikan pada santri apabila metode pembelajaran yang digunakan sesuai

dan efektif (Riyanto, 2011).

Pendidikan kesehatan memiliki beberapa metode, yaitu metode

perorangan kelompok dan juga massa. Dalam melakukan penyuluhan

tentunya dibutuhkan media, media ini yang nantinya akan membantu

seseorang yang akan diberikan pendidikan kesehatan menyerap

informasinya. Media-media ini dapat berupa: benda baik benda hidup,

mati, atau benda sesungguhnya; gambar yang dapat berbentuk poster,

leaflet; gambar optik seperti foto, slide, dan film (Depkes RI, 2008).

Adapun metode yang nantinya akan digunakan selama peunyuluhan

adalah metode penyuluhan dua arah (ceramah) dengan media yang

digunakan yaitu media visual (alat bantu lihat/visual aids) dapat berupa

slide, gambar, film, ataupun bagan dalam bentuk Power Point serta media

audio visual (alat bantu lihat-dengar/audio visual aids) berupa video.

Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan oleh Ina dan kawan-

kawan di Pondok Pesantren Sukahideng Kabupaten Tasikmalaya Periode

Januari – Desember 2013, didapatkan sebanyak 86 santri (27,21%)

penderita skabies dan 230 santri (72,79%) bukan penderita skabies. Jika

dilihat distribusi tingkat pengetahuan santri, dari 72 santri yang diteliti, 38

santri (52,8%) memiliki pengetahuan yang baik, 21 santri (29,2%)

memiliki pengetahuan yang cukup dan 13 santri (18,1%) memiliki


pengetahuan yang kurang. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

fika dan kawan-kawan (2016) dari 48 responden, siswa yang

berpengetahuan cukup pada saat pre test adalah sebanyak 23 responden

(47,9%) dan pada saat post test bertambah menjadi 43 responden (89,6%).

Sedangkan siswa yang berpengetahuan kurang pada saat pre test adalah

sebanyak 25 responden (52,1%) dan pada saat post test berkurang menjadi

5 responden (10,4%). Hasil tersebut menunjukkan ada pengaruh

pengetahuan santri tentang penyakit skabies sebelum dan sesudah

diberikan pendidikan kesehatan.

Dari uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan

kesehatan mengenai skabies terhadap tingkat pengetahuan santri di

Pondok Pesantren Nurul Huda Desa Langgong Sari Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

perumusan masalah yang dapat diambil adalah “Bagaimanakah pengaruh

pendidikan kesehatan mengenai skabies terhadap tingkat pengetahuan

santri di Pondok Pesantren Nurul Huda Desa Langgong Sari Kecamatan

Cilongok Kabupaten Banyumas?”.

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan mengenai

skabies terhadap tingkat pengetahuan santri di Pondok Pesantren

Nurul Huda Desa Langgong Sari Kecamatan Cilongok Kabupaten

Banyumas.

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui tingkat pengetahuan santri mengenai skabies

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan di Pondok Pesantren

Nurul Huda Desa Langgong Sari Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas.

2) Mengetahui tingkat pengetahuan santri mengenai skabies

setelah dilakukan pendidikan kesehatan di Pondok Pesantren

Nurul Huda Desa Langgong Sari Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas.

2. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Penilitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

pada penelitian selanjutnya serta meningkatkan pengetahuan

tentang pengaruh pendidikan kesehatan mengenai skabies terhadap

tingkat pengetahuan santri di pondok pesantren.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peniliti

Menjadi sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan

dalam menganalisis masalah kesehatan khususnya penyakit

skabies.
2) Bidang Kesehatan

Menjadi referensi dan sarana informasi bagi unit pelayanan

kesehatan dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit

skabies terutama di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Huda

Desa Langgongsari Kecamatan Cilongok Kabupaten

Banyumas.

3) Bagi peneliti lain

Memberikan gambaran serta menjadi dasar dalam penelitian

selanjutnya terkait dengan penyakit skabies.

4) Bagi masyarakat

Menjadi sarana informasi dan dasar ilmiah dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup terutama yang berkaitan dengan

penyakit skabies.

5) Bagi subjek penelitian

Menjadi sarana informasi serta meningkatkan pengetahuan dan

wawasan mengenai penyakit skabies dalam upaya perbaikan

kebiasaan hidup (kebersihan dan kesehatan diri) sehingga

diharapkan dapat melindungi diri dari penyakit skabies.


D. Keaslian Penilitian

Tabel 1.1 Keaslian Penilitian

Peniliti dan Desain Metode -


Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
Tahun Penilitian Media

Fika Daulian, Peningkatan Pra- Diskusi Sama-sama Metode dan


Hartati Bahar, Pengetahuan, Sikap, Experiment kelompok menggunakan media yang
Farit Rezal dan Tindakan Santri dengan desain - Booklet desain digunakan
(2016) Melalui Metode One Group penilitian yaitu dengan
Diskusi Kelompok Pretest- Pra- metode
tentang Penyakit Posttest Experiment ceramah dan
Skabies di Pondok dengan desain media berupa
Pesantren Al-Wahdah One Group Power Point
Kendari Tahun 2016 Pretest- dan video
Posttest

Vinda Yulia Pengaruh Pendidikan Quasi Ceramah - Sama-sama Menggunakan


Dewi (2013) Kesehatan Terhadap Experiment Leaflet menggunakan desain
Pengetahuan dan dengan desain metode penelitian
Sikap Pada Penderita Pretest and ceramah Pra-
Skabies tentang Posttest Experiment
Penyakit Skabies di control Group dengan desain
Desa Geneng Sari One Group
Kecamatan Kemsu Pretest-
Kabupaten Boyolali Posttest serta
media yang
digunakan
berupa Power
Point dan
video
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, I. R., Alfiasari. 2017. Pengaruh Lingkungan Non Fisik Pesantren dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Penyesuaian Remaja (Kasus Pesantren
Modern). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 10(3): 216-226.
Baker, F. 2010. Scabies Management. Journal of Paediatrics and Child Health. 6:
775-777.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman penyelenggaraan dan
pembinaan pos kesehatan pesantren. Diunduh dari:
http://perpustakaan.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengelolaan
Promosi Kesehatan dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Penyelenggaraan
dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren. Diunduh
dari:http://perpustakaan.depkes.go.id.
Dinkes Provinsi Jateng. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2012. Semarang; Dinkes Provinsi Jateng.
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Golant, A. K., Levitt, J. O. 2012. Scabies : A review of diagnosis and
management based on mite biology: Pediatrics In Review. 33(10): 31-3.
Handoko, R.P. 2016. Skabies. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., and Aisah S. Ed.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene. diakses dari
http://www.hidayat2.wordpress.com, 20 agustus 2015.
IACS. 2014. Skabies. http;//www.controlscabies.org/about-scabies/. Tanggal 20
Oktober 2016.
Johnstone, P., Strong, M. 2008. Scabies. British Medical Journal. 8:1707.
Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Muzakir. 2008. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit scabies di
pesantren di Kabupaten Aceh besar tahun 2007. Tesis. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Nuraeni, F., 2016. Aplikasi Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Kulit Menggunakan
Metode Forward Chaining Di Al Arif Skin Care Kabupaten Ciamis.
Teknik Informatika STMIK Tasikmalaya.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Putri, D. D., Furqon, M. T., Perdana, R. S. 2017. Klasifikasi Penyakit Kulit Pada
Manusia Menggunakan Metode Binary Decision Tree Support Vector
Machine (BDTSVM) (Studi Kasus: Puskesmas Dinoyo Kota Malang).
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 2(5):
1912-1920.
Rahmawati. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan
Penderita Diabetes melitus Dalam Program Senam Diabetes di Club
Senam Kesehatan Meilea Bogor. Skripsi. Jakarta: Perpustakaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Rahmayani, S. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku dengan Frekuensi
Kejadian Penyakit Kulit pada Masyarakat Pengguna Air Kuantan. Jurnal
Keperawatan Universitas Riau. Riau: Universitas Riau.
Ratna, I., Rusmartini, T., Wiradihardja. 2015 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Perilaku dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Sukahideng
Kabupaten Tasikmalaya Periode Januari – Desember 2013. Skripsi.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Riyanto, A. 2011. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Saad. 2008. Pengaruh faktor hygiene perorangan terhadap kejadian scabies di
Pesantran An- Najach Magelang. Skripsi. Semarang: FK Universitas
Diponegoro.
Sutejo, I. R., Rosyidi, V.A., Zaelany, A, I. 2017. Prevalensi, Karakteristik dan
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Skabies di Pesantren
Nurul Qarnain Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 6(1) : 30-
34.
Tan, S. T., Angeline, J., Krisnataligan. 2017. Scabies: Terapi Berdasarkan Siklus
Hidup. Cermin Dunia Kedokteran-254. 44 (7) : 507-510.
WHO. 2009. Epidemiology and management of common skin disease in children
in developing countries. (serial di internet).
(http://www.who.int/bulletin/volumes/87/2/07- 047308/en/edit, diakses 12
November 2016).

Anda mungkin juga menyukai