Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak (Rumarhorbo, 2016). ISPA merupakan singkatan dari

Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian

atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran

pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa

hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti

sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi

saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Program Pemberantasan Penyakit

(P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan

yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu

pneumonia berat dan pneumonia tidak berat (Purnama, 2016).

Menurut WHO (World Health Organization), bahwa ± 13 juta anak balita

di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat

di Negara berkembang di Asia dan Afrika seperti: India (48%), Indonesia

(38%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), China (3,5%), Sudan (1,5%), dan

Nepal (0,3%). Dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian

dengan membunuh ± 4 juta dari _ 13 juta anak balita setiap tahun. Ketua Unit

Kerja Koordinasi Repiratory Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Nastiti

Kaswandani menambahkan pada tahun 2016 WHO melaporkan hamper enam

1
juta anak balita meninggal dunia dan 16 persen dari jumlah tersebut

disebabkan oleh ISPA.

Sedangkan menurur Riset Kesehatan Dasar Prevalensi ISPA tahun 2018 di

Indonesia sebanyak 4,4% penderita, lebih rendah di bandingkan tahun 2013

sebesar 13,8 % ini menunjukkan menurunnya angka ISPA di Indonesia tetapi

meskipun menurun masih ada banyak yang mengalami ISPA dan menjadi

pusat perhatin berbagai pelayanan kesehatan. Pada data morbiditas penyakit

pneumonia di Indonesia pertahun berkisar antara 10-20% dari populasi balita

pertahunnya (Kemenkes,2018).

Menurut Riset Kesehatan Dasar Prevalensi pada tahun 2018 penderita

ISPA di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 7,5 % mendapat peringkat ke

empat terbanyak setelah Papua sebesar 10,5 %, Bengkulu sebesar 8,8 %, dan

Papua Barat 7,7 % penderita (Kemenkes, 2018).

Menurut Dinas Kesehatan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)

mencatat penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

mencapai 32.450 kasus. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan dasar pada

tahun 2018 total penderita ISPA sebanyak 54.174 orang penderita dan pada

tahun 2019 sudah tercatat sebanyak 32.450 orang penderita (Dinkes, 2018).

Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah

ampuh untuk menangkal penyakit. Pengetahuan tentang PHBS diperlukan

bagi keluarga dalam upaya untuk mengajak dan mendorong kemandirian

keluarga untuk berperilaku hidup bersih sehat (Nadesul, 2008 dalam Yuliana,

2009). Perilaku hidup bersih dan sehat yang rendah pada keluarga

menyebabkan mudahnya agen infeksi pada keluarga terutama balita. Balita

2
sangat rentan terhadap berbagai penyakit seperti ISPA karena daya tahan

tubuh menurun (Sumarmo et al, 2008).

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran

sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok

atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang

kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat

(Kemenkes RI, 2011).

PHBS juga sangat berperan penting dalam keluarga terutama di bidang

kesehatan pada anak sehingga anak tidak mudah terserang suatu penyakit

sama halnya yang di kemukaan oleh Dimas Akhamad Ardiyanto, 2015,

tentang Hubungan antara perilaku Hidup Bersih Sehat Keluarga Dengan

Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Leksono 1 Wonosobo. Dan juga

Nadhilah Zhafirah, 2018, tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

dengan Kejadian Gangguan Pernapasan pada Balita di Kawasan Pesisir Desa

Sedari, Kecamatan Cibuaya, Karawang, Jawa Barat.

PHBS dikembangkan melalui lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga,

institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan fasilitas kesehatan.

Terdapat 10 indikator PHBS di keluarga terdiri dari persalinan ditolong oleh

tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan,

menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban

sehat, memberantas jentik nyamuk, mengonsumsi buah dan sayur setiap hari,

melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok di dalam rumah

(Kemenkes RI, 2011)

3
Hasil survei pengambilan data awal pada tanggal 17 Desember 2019

bahwa penderita ISPA pada Puskesmas Pasir Panjang secara keseluruhan pada

bulan Oktober sebanyak 629 penderita dan bulan September sebanyak 439

penderita dan pada bulan Agustus 524 penderita. Data yang didapatkan pada

penderita ISPA menunjukkan adanya peningkatan penderita setiap bulan.

Sedangkan pada Anak usia 6 sampai 11 tahun pada bulan oktober sebanyak 83

penderita, pada bulan September 43 penderita, dan pada bulan Agustus 35

penderita. Ini menunjukkan adanya peningkatan setiap bulan.

Berdasarkan paparan di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil

judul Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan kejadian

Penyakit ISPA pada Anak Usia 6 sampai 11 tahun di Wilayah Kerja

Puskesmas Pasir Panjang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah dari uraian latar belakang diatas maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “Apakah Ada Hubungan Antara Perilaku

Hidup Bersih Sehat Dengan kejadian Penyakit ISPA pada Anak Usia 6

sampai 11 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Panjang ? ’’

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan

kejadian Penyakit ISPA pada Anak Usia 6 sampai 11 tahun di Wilayah

Kerja Puskesmas Pasir Panjang

1.3.2 Tujuan khusus

4
1. Mengindentifikasi penyakit ISPA pada anak usia 6 sampai 11 tahun di

wilayah kerja puskesmas pasir panjang.

2. Mengindentifikasi Perilaku Hidup Bersih sehata (PHBS) pada anak usia 6

sampai 11 tahun di wilayah kerja puskesmas pasir panjang.

3. Menganalis Perilaku Hidup Bersih sehata (PHBS) dengan penyakit Ispa

pada anak usia 6 sampai 11 tahun di wilayah kerja puskesmas pasir

panjang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan kejadian Penyakit

ISPA pada Anak Usia 6 sampai 11 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Pasir Panjang

Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi kajian pengembangan ilmu pengetahuan

untuk menambah informasi seputar pengobatan ISPA serta dapat menjadi

bahan referensi untuk pustaka.

1.4.2 Bagi Institusi

Hasil penelitian di harapkan jadi bahan ajar untuk lebih mengembangkan

ilmu pengetahuan dalam pendidikan keperawatan dalam bentuk

pemberian campuran kecap manis dan jeruk nipis

1.4.3 Bagi Penulis

Hasil penelitian di harapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

dalam pendidikan keperawatan dalam bentuk Hubungan Antara Perilaku

5
Hidup Bersih Sehat Dengan kejadian Penyakit ISPA pada Anak Usia 6

sampai 11 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Panjang dan dapat

memenuhi syarat dalam pendidikan Sarjana Keperawatan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Konsep Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.1.1 Pengetian

ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang

menyebar melalui udara. Penyakit ini dapat menular apabila virus atau

bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup oleh orang sehat. Droplet

penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses

terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam

masa inkubasi selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan

menimbulkan ISPA. Apabila udara mengandung zat – zat yang tidak

diperlukan manusia dalam jumlah yang membahayakan Oleh karena

itu kualitas lingkungan udara dapat menentukan berbagai macam

transmisi penyakit (Shibata et al dalam Nur, Sonia A. 2017).

Menurut Alsagaff dkk, ISPA adalah radang akut saluran

pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad

renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang

parenkim paru. (Rumahorbo, 2016)

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak,

karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit

batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali

pertahun, yang berarti seorang balita rata- ratamendapat serangan

batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Purnama, 2016).

7
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan

dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :

Infeksi, adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam

tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala

penyakit (Purnama, 2016).

Saluran pernapasan, adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah

dan pleura (Purnama, 2016).

Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini

dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Purnama, 2016).

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas,

saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan

organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru

termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).. Sebagian besar

dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk

pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun

demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak

diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian. Program

Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu :

1. ISPA non – Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk

pilek.

8
2. Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti

kesukaran

bernapas, peningkatan frekuensi napas (napas cepat).

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh

membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung

disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar

dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan

partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan

silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke

arah superior menuju faring (Purnama, 2016).

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan

dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku

bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran

pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan

meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan

dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari

hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda

asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran

pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran

pernapasan (Purnama, 2016).

Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada

peyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis

rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam

pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan

9
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran

napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui bersin, udara

pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat

kesaluran pernapasannya (Purnama, 2016).

2.1.2 Etiologi

Etiologi ISPA menurut Departemen Kesehatan terdiri lebih dari

300 jenis bakteri, virus, dan riketsia ISPA bagian atas umumnya

disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat

disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang

berat sehingga, menimbulkan beberapa masalah dalam

penanganannya. Bakteri penyebab ISPA seperti : Diplococcus

pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus

aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander. Virus seperti :

Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,

cytomegalovirus. Jamur seperti : Mycoplasma pneumoces

dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida albicans.

(R, 2016)

2.1.3 Penularan

ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang

mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran

pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang

disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat

pada bulan-bulan musim dingin (Purnama, 2016).

10
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti

tetesan cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang.

Bila penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme

penyerang untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing,

cairan memberi tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada

dalam paru-paru atau sistem pernapasan (Purnama, 2016).

Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung dari

seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada

waktu batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat

terhirup oleh orang yang berdekatan dengan penderita (Purnama,

2016).

2.1.4 Gejala Klinis

WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat

keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala – gejala klinis

yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA.

Adapun pembagiannya sebagai berikut : (Purnama, 2016)

Secara anatomis yang termasuk infeksi saluran pernapasan akut :

1. ISPA Ringan

a. Batuk

b. Pilek dan atau tanpa deman

2. ISPA Sedang

a. Pernapasan cepat.

b. Umur 1-4 tahun : 40 kali/ menit atau lebih

c. Wheezing (napas menciut – ciut)

11
d. Sakit atau keluar cairan dari telinga

e. Bercak kemerahan (pada bayi)

3. ISPA Berat

a. Penarikan sela iga kedalam sewaktu inspirasi

b. Kesadaran menurun

c. Bibir/ kulit pucat kebiruan

d. Stridor ( napas ngorok) sewaktu istirahat

e. Adanya selaput membran difteri.

2.1.5 Upaya Pencegahan ISPA

Pengendaliaan Faktor Resiko (Wiendra, 2016)

Salah satu unsur penting dalam pencegahan kejadian ISPA adalah

pengendalian faktor risiko, yang meliputi antara lain:

1. Pemberian ASI eksklusif,

2. Kekurangan gizi pada balita,

3. Pencegahan terjadinya berat badan lahir rendah,

4. Pengurangan polusi udara dalam ruangan, dan paparan polusi di

luar ruangan

5. Imunisasi

6. Kepadatan Penduduk.

Penerapan beberapa intervensi dalam pengendalian faktor risiko telah

dilakukan

di beberapa negara dan didokumentasikan sebagai lesson learned

1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

2. Immunisasi.

12
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit

ISPA pada anak

antara lain :

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya

dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung

cukup gizi.

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan

tubuh terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara

adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung

dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita

penyakit ISPA (Purnama, 2016).

2.1.6 Perawatan ISPA

Perawatan pada penderita ISPA sangat penting dalam kesembuhan

penderita. Berikut prinsip perawatan ISPA (Purnama, 2016).

1. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

2. Meningkatkan makanan bergizi

3. Bila demam beri kompres dan banyak minum

4. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung

dengan sapu tangan yang bersih

13
5. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis

tidak terlalu ketat.

6. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak

tersebut masih menyusui.

2.3 Perilaku Hidup Bersih Sehat


2.3.1 Pengertian
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia
pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan
lain sebagainya. Secara singkat, aktivitas manusia tersebut
dikelompokkan menjadi 2 yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
a Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain,
misalnya berjalan, bernyanyi, tertawa dan lain-lain.
b Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari dalam)
misalnya berfikir, berfantasi, bersikap dan lain-lain.

2.4 Perilaku Kesehatan


WHO merumuskan kesehatan sebagai suatu keadaan sehat jasmani,
mental dan sosial yang sempurna dan bukan hanya keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Kesehatan merupakan suatu kesatuan yang utuh dari
manusia, sebagai hasil dari hubungan yang seimbang antara komponen
jasmani, psikologi dan sosio-kultural. Konsep kesehatan yang
dikembangkan oleh Halbert (1996) dalam Sumijatun et al, (2005)
dikatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan ketika seseorang dapat
berfungsi dengan baik karena potensi orang tersebut sedang di puncaknya.
Menurut Undang-Undang tentang kesehatan No.36 Tahun 2009 mencakup
4 aspek yaitu :
A. Kesehatan fisik
a) Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit
atau tidak adanya keluhan dan memang secara klinis tidak ada
penyakitnya. Semua organ tubuh berfungsi dengan normal atau
tidak ada gangguan fungsi tubuh.
b) Kesehatan mental (jiwa)

Perilaku kesehatan adalah tindakan yang dilakukan orang untuk


memahami status kesehatan, mempertahankan status kesehatan optimal,
mencegah penyakit dan cedera, dan mencapai potensi mental dan fisik maksimum
(Blais et al, 2006). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

14
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo,
2007).

Menurut Skinner (1928) dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku


kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,
dan minuman, serta lingkungan.

Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat di klasifikasikan menjadi 3


kelompok (Maulana, 2009) :

A. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)


Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan
kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu (Wawan dan Dewi, 2010) :

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila

sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari

penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam

keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu

sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun

perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman

dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi

sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab

menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan

penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap

makanan dan minuman tersebut.

15
d. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan
(health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan
atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri (self treatment)
sampai mencari pengobatan lain.
2.5 Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang
merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya
sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau
masyarakat. limbah dan sebagainya (Maulana, 2009).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain
tentang perilaku kesehatan :
a. Perilaku hidup sehat.
Perilaku hidup sehat adalah hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.

b. Perilaku sakit

Perilaku sakit adalah segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit,

termasuk juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk

mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha

mencegah penyakit tersebut (Wawan dan Dewi, 2010). Pada saat

orang sakit atau anaknya, ada beberapa tindakan atau perilaku yang

muncul antara lain :

16
c. Didiamkan saja (No action) artinya sakit tersebut diabaikan dan

tetap menjalan kegiatan sehari-hari.

d. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self

treatment). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara yakni : cara

tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok) dan cara modern,

misalnya minum obat yang dibeli di warung, toko obat atau

apotek.

e. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas

pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni : fasilitas

pelayanan kesehatan tradisional (dukun, paranormal), dan fasilitas

atau pelayanan kesehatan modern atau professional (Puskesmas,

Poloklinik, Dokter atau Bidan, Rumah Sakit dan sebagainya).

f. Perilaku peran sakit


Perilaku peran sakit adalah segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

Perilaku peran orang sakit ini antara lain (Maulana, 2009) :

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

2) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas

kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.

3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain

mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk

mempercepat kesembuhannya.

4) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses

17
penyembuhannya.

5) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya dan

sebagainya.

2.6 Perilaku Hidup Bersih Sehat


Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali
dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan
mampu mempraktekkan PHBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi),
bina suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat
(Empowerment). Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu PHBS Rumah Tangga,
PHBS Sekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana Kesehatan, PHBS
Tempat-tempat Umum (Dinkes Jateng, 2009).
2.7 Perilaku Hidup Bersih Sehat pada Keluarga
a. PHBS Keluarga

PHBS keluarga adalah wahana atau wadah dimana orang tua

(bapak dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam

melaksanakan kehidupan sehari-hari bertolak dari pengertian di atas

PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu upaya yang dilakukan untuk

memberdayakan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes Jateng, 2009).

b. Manfaat
Perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak bermanfaat bagi
penduduk Indonesia, yaitu (Kamisah, 2009) :
1) Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah
sakit.

2) Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja

anggota keluarga.

3) Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga

maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan

18
dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya

pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan

kesejahteraan anggota rumah tangga.

4) Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah

Daerah Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.

5) Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.

c. Manajemen Pelaksanaan

Sasaran PHBS pada keluarga adalah seluruh anggota

keluarga yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak

dan remaja, usia lanjut dan pengasuh anak (Kamisah, 2009).

d. Karaktersitik Keluarga dengan PHBS

1. Umur

Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan

perilaku dan dengan bertambahnya umur seseorang akan sulit

menerima informasi, mereka kurang aktif, mudah terserang

penyakit dan cederung mengabaikan PHBS. Menurut Suryanto

dalam Hidup Bersih dan sehat keluarga tidak hanya diukur dari

aspek fisik dan mental saja, tetapi juga diukur dari

produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau

menghasilkan secara ekonomi sehingga diharapkan dapat lebih

mendorong atau memfasilitasi keluarga untuk PHBS.

2. Pendidikan

19
merupakan salah satu usaha pengorganisasian

masyarakat untuk meningkatkan kesehatan karena tingkat

pendidikan dapat mempengaruhi perilaku sehat keluarga

dengan tingkat pendidikan yang kurang mendukung akan

menyebabkan rendahnya kesadaran lingkungan, semakin

baik tingkat pendidikan formal sehingga akan

mematangkan pemahaman tentang pengetahuan kesehatan

lingkungan dan kesadaran menjaga kesehatan lingkungan

termasuk penerapan prinsip - prinsip PHBS.

3. Pekerjaan

pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

informasi kesehatan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Perilaku Hidup Bersih dan sehat keluarga tidak

hanya diukur dari aspek fisik dan mental saja, tetapi juga

diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai

pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi sehingga

diharapkan dapat lebih mendorong atau memfasilitasi

keluarga untuk PHBS.

20
2.5 Kerangka Teori

Konsep ISPA

1. Pengertian
2. Etiologi
3. Penularan
4. Gejala Klinis
5. Faktor yang
mempengaruhi
6. Upaya
Pencegahan
7. Perawatan ISPA

Konsep PHBS
1. Perilaku Hidup bersih
dan sehat
2. Perilaku kesehatan
3. Perilaku kesehatan
lingkungan
4. Perilaku hidup bersih
sehat
5. Perilaku hidup bersih
bersih sehat pada
keluarga

Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan


Kejadian Ispa Pada Anak
21 Usia 6-11 Tahun
22

Anda mungkin juga menyukai