EPILEPSI
OLEH :
NIM : 48802819
KUPANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa
penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-
ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
B. Etiologi
Menurut Tarwato (2007), penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum
diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah
epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan
epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal.
Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan
RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-
masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi
neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai
berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan
pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik
terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12
bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang
terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan
pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan
resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan
pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil
muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan
bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan
kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami
kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang
tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang
otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau
kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) - Hipoksia dan iskemia paranatal
- Cedera lahir intrakranial
- Infeksi akut
- Gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi
piridoksin)
- Malformasi kongenital
- Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) - Idiopatik
- Infeksi akut
- Trauma
- Kejang demam
Remaja (12- 18 th) - Idiopatik
- Trauma
- Gejala putus obat dan alcohol
- Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) - Trauma
- Alkoholisme
- Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) - Tumor otak
- Penyakit serebrovaskular
- Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
- Alkoholisme
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan
pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada
hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif,
sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-
mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada
satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel
lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke
dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi
di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat
membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk
yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami
deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan;
kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada
faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme
kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
Pathway Epilepsi
D. Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
- Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo).
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula
baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan
A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
- Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
- Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
- Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
- Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya
dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai
pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,
leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama
sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-
tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-
otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
E. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,
mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal
seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara
tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran
menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap
rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan
tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya
menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari
liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan
badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi
tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di
luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan
keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis
maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar
otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan,
memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh
darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh
sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan
oleh berbagai faktor.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak,
fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi
simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT
scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas
tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik
yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya
infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
G. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai, yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya
adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan
metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung,
melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang
melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung
beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan
napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani
situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu
banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula
kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang
memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya
dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala.
Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan
dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan
kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan
secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan
obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan
obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan
minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti
pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah
cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu
harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila
pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika
terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama pengobatan
adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone,
tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi
dimulai dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang
atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping,
maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila
tak mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan
mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan
neurotransmitter.
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat memperpanjang
inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam membran sinaptik.
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan
anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara mengikat
ke sisi kompleks saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular, fenobarbital
memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan amplitudonya.
Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl- dan menambah lamanya letupan saluran
Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan karbamazepin, fenobarbital dapat
memblokade aksi potensial yang diatur oleh Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan
transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade saluran Ca peka voltase.11
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-
transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua pada
jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi tinggi
dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.11
Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka
voltase, dapat menambah pelepasan GABA.11
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.11
Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.11
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat akan efek jangka
panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidone, dan
asam valproat dapat menyebabkan osteopenia, osteomalasia, dan fraktur. Fenobarbital
dan primidone dapat menyebabkan gangguan jaringan ikat, mis frozen shoulder da
kontraktur Dupuytren. Fenitoin dapat menyebabkan neuropati perifer. Asam valproat
dapat menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.
J. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis
epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah
dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena
atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang
serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan
atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat
memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-
tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu:
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
- Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
- Tumor Otak
- Kelainan pembuluh darah
- demam,
- stroke
- gangguan tidur
- penggunaan obat
- hiperventilasi
- stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan
penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-
8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f. Riwayat psikososial
- Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain): penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota
tubuh, mengeluh meriang
h. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera
DO: pasien kejang (kaki otak
menendang- nendang, Keseimbangan terganggu
ekstrimitas atas fleksi), gigi gerakan tidak terkontrol
geligi terkunci, lidah menjulur
DS: sesak, gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas tidak
DO:apnea, cianosis lidah melemah efektif
menutup saluran trakea
Adanya obstruksi
DS: terjadi aura (mendengar Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi sensori
bunyi yang melengking di Bangkitan listrik di bagian
telinga, bau- bauan, melihat otak serebrum
sesuatu), halusinasi, perasaan Menyebar ke nervus- nervus
bingung, melayang2. Mempengaruhi aktivitas organ
DO: penurunan respon sensori persepsi
terhadap stimulus, terjadi
salah persepsi
DS: klien terlihat rendah diri Stigma masyarakat yang Isolasi sosial
saat berinteraksi dengan orang buruk tentang penyakit
lain epilepsi atau ”ayan”
DO:menarik diri Klien merasa rendah diri
Menarik diri
DS: klien terlihat cemas, Terjadi kejang epilepsi Ansietas
gelisah. Kurang pengetahuan tentang
DO: takikardi, frekuensi napas kondisi penyakit
cepat atau tidak teratur Bingung
DS: pasien mengeluh sesak Terjadi bangkitan listrik di Ketidakefektifan pola napas
DO: RR meningkat dan tidak otak
teratur, Menyebar ke daerah medula
oblongata
Mengganggu pusat respiratori
Mempengaruhi pola napas
DS: klien merasa lemas, klien terjadi bangkitan listrik di otak Intoleransi aktivitas
mengeluh cepat lelah saat menyebar ke MO
melakukan aktivitas mengganggu pusat
DO:takikardi, takipnea, kardiovaskular
takikardia
CO menurun
Suplai darah (O2) ke jaringan
menurun
metabolisme aerob menjadi
anaerob
ATP dari 38 menjadi 2
kelelahan
intoleransi aktifitas
DS: pasien menunjukkan CO menurun Resiko penurunan perfusi
kelelahan, diam, tidak banyak Suplai darah ke otak serebral
bergerak berkurang
DO: penurunan kesadaran, Iskemia jaringan serebral (O2
penurunan kemampuan tidak adekuat)
persepsi sensori, tidak ada
reflek
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
4) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea
5) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia
6) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori persepsi
7) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
8) Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak
3. Intervensi dan rasional
1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien,
menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak
ada memar, tidak jatuh
Intervensi Rasional
Observasi:
Identivikasi factor lingkungan yang Barang- barang di sekitar pasien dapat
memungkinkan resiko terjadinya cedera membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
Jauhkan benda- benda yang dapat Mengurangi terjadinya cedera seperti
mengakibatkan terjadinya cedera pada akibat aktivitas kejang yang tidak
pasien saat terjadi kejang terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk
mencegah cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah Area yang rendah dan datar dapat
dan datar mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu Memberi penjagaan untuk keamanan
beberapa lama setelah kejang pasien untuk kemungkinan terjadi kejang
kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah Lidah berpotensi tergigit saat kejang
terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi karena menjulur keluar
kejang
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal
tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum terjadinya kejang pada pasien
sebelum kejang
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai Mengurangi aktivitas kejang yang
advice dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika Sebagai informasi pada perawat untuk
merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, segera melakukan tindakan sebelum
atau mengalami sesuatu yang tidak biasa terjadinya kejang berkelanjutan
sebagai permulaan terjadinya kejang.
Berikan informasi pada keluarga tentang Melibatkan keluarga untuk mengurangi
tindakan yang harus dilakukan selama resiko cedera
pasien kejang
Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care,
Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.
Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt Ed,
Philadelpia London.
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
TRIAGE P1 P2
P3 P4
PRIMER SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : kejang
Mekanisme Cedera : Pasien a.n F.S berusia 3 tahun, tanggal 8 desember 2011 masuk ke
IGD. Alamat,kupang.Berdasarkan anamnesa, diketahui pasien demam sejak 1 hari
yang lalu, kejang 3 kali dengan lama kejang ± 2 menit, pasien memiliki riwayat
epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20 bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23
bulan (2/02/10 sampai 5/02/10) , umur 32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit
yang sama. Berdasarkan keterangan keluarga pasien, hanya An F.S yang menderita
penyakit epilepsi dari keluarganya.Berdasarkan pemeriksaan fisik diketahui berat
badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C. Pasien memiliki riwayat epilepsi.
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : √ Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Keluhan Lain: … …
Diagnosa Keperawatan:
CIRCULATION
Pendarahan : Ya √ Tidak
arteri vena
Lemah √ Kuat
Keluhan Lain: -
Keluhan Lain : … …
Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Deformitas : Ya Tidak
Contusio : √ Ya Tidak
Abrasi : Ya Tidak
Penetrasi : Ya Tidak
Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak
Keluhan Lain:… …
ANAMNESA Diagnosa Keperawatan:
Even/Peristiwa Penyebab:-
Tanda Vital :
BP : N : 100x/mny S: 40 Oc RR :28X/Mnt
SpO2 : 95%
Dada:
Palpasi -
Abdomen:
Inspeksi :datar
Perkusi :Timpani
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Punggung :
Neurologis
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. … … …………………………………
…………………………………………
√ RONTGEN CT-SCAN USG EKG 2. ………………………………………….
Hasil :
Fenitonin
Benzodiazepim
Fenorbital
Keterangan : hadir
ANALISA DATA
anaknya
batuk,dan nafasnya
terlihat sesak.
Do . napas pendek RR 28
takipnea, batuk.
DS klien
mengatakan
anaknya slalu
menangis dan
wajahnya
seperti orang
yang sedang
kesakitan.
KEPERAWATAN
1 22 mei 2020 Resiko pola nafas NOC : NIC :
tidak afektif
Respiratory status : Peripheral Sensation
Ventilation Management
(Manajemen sensasi
Respiratory status :
perifer)
Airway patency
Monitor adanya
Vital sign Status
daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tu
Mendemonstrasikan mpul
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak Monitor adanya
ada sianosis dan paretese
dyspneu (mampu
Instruksikan
mengeluarkan sputum,
keluarga untuk
mampu bernafas
mengobservasi kulit
dengan mudah, tidak
jika ada lsi atau
ada pursed lips)
laserasi
Menunjukkan jalan
Gunakan sarun
nafas yang paten (klien
tangan untuk proteksi
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi Batasi gerakan
pernafasan dalam pada kepala, leher dan
rentang normal, tidak punggung
ada suara nafas
Monitor
abnormal)
Tanda Tanda vital kemampuan BAB
dalam rentang normal
Kolaborasi
(tekanan darah, nadi,
pemberian analgetik
pernafasan)
Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan
menganai penyebab
perubahan sensasi
NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
2 Nyeri akut
Pain control, Lakukan
Comfort level pengkajian nyeri
secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnik Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan)
Gunakan teknik
Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan manajemen pengalaman nyeri
nyeri pasien
Mampu mengenali Kaji kultur yang
nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi respon
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri
Menyatakan rasa Evaluasi
nyaman setelah nyeri pengalaman nyeri
berkurang masa lampau
Tanda vital dalam Evaluasi bersama
rentang normal pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan
istirahat
Kolaborasikan
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
YAYASAN MARANATHA
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
TRIAGE P1 P2 P3 √ P4
PRIMER SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera : pada tanggal 22 mey 2020 klien mengalami kecelakaan lalu lintas (tabrakan) dan klien
dibawa ke RS oleh keluarga dengan keluhan ada luka robekan di kaki kanan,dan perdarahan
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : √ Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Keluhan Lain: … …
Jika ya : sebutkan lokasinya di kaki kanan 1. Inefektif perfusi jaringan b/d kerusakan
jaringan
arteri vena
Lemah √ Kuat
Keluhan Lain: -
Keluhan Lain : … …
Contusio : √ Ya Tidak
Abrasi : Ya Tidak
Penetrasi : Ya Tidak
Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak
Keluhan Lain:… …
Even/Peristiwa Penyebab:-
Tanda Vital :
SpO2 : 95%
Dada:
Palpasi -
Abdomen:
Inspeksi :datar
Perkusi :Timpani
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Punggung :
Neurologis
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
3. … … …………………………………
…………………………………………
√ RONTGEN CT-SCAN USG EKG 4. ………………………………………….
Hasil :
Ketorolac 10 mg / IV
MAHASISAWA
Jam : 10 00 wita
Keterangan : hadir
ANALISA DATA
- perdarahan +250 Ml
- Klien merintih
kesakitan
P : Nyeri karna luka di kaki
kanan
tusuk
R: nyeri di menjalar
keseluruh kaki
S : Skala nyeri 4
dextra)
KEPERAWATAN
1 22 mei 2020 Inefektif perfusi NOC : NIC :
involunter
2 Nyeri akut NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Pain control, Lakukan
pengkajian nyeri
Comfort level
secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu
menggunakan tehnik Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan)
Gunakan teknik
Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan manajemen pengalaman nyeri
nyeri pasien
EVALUASI
NO HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI
(SOAP)
O : S = 37c
O : TD 100/80
MmHg
S 37,5%C
Terdapat
balutan luka
A.masalah teratasi
sebagian
P: lanjutkan
intervensi
YAYASAN MARANATHA
NUSA TENGGARA TIMUR
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
JLN. KAMP. BAJAWA NASIPANAF - BAUMATA BARAT – KAB.
KUPANG
Telp/Fax : 0380-8552971 ; admin@STIKESmaranathakupang.ac.id
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
IDENTITAS
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : penurunan kesadaran
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Pendarahan : Ya Tidak
…
Jika ya : sebutkan lokasinya……………….
arteri vena
perkiraan jumlah
perdarahan………….
Lemah Kuat
Sianosis : Ya Tidak
Keluhan Lain:
DISABILITY Diagnosa Keperawatan:
PRIMER SURVEY
1. Ketidakefeftifan jaringan
Respon : Alert Verbal Pain cerebraal
Unrespon
Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Deformitas : Ya
Tidak
Contusio : Ya
Tidak
Abrasi : Ya
Tidak
Penetrasi : Ya
Tidak
Laserasi : Ya
Tidak
Edema : Ya
Tidak
Keluhan Lain:… …
SpO2 : 95%
Dada:
Abdomen:
Ektremitas Atas/Bawah: ,
Keterangan : HADIR
(HELDAI SABUNA)
1. ANALISA DATA
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihhan jalan tidak efektif b.d Penumpukan sekret
2. Ketidakefeftifan jaringan cerebraal b.d Adanya hemoragi intrra ccerebral
3. INTERVENSI
No Diagnosa Noc Nic
1. 1. Bersihhan jalan tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau irama nafas pasien
efektif b.d Penumpukan keperawatan 1x2 jam 2. Pantau jalan nafas pasien
sekret masalah nyeri akut dapat 3. Bebaskan jalan nafas
teratasi pasien
Dengan kriteri hasil : 4. Observasi adanya sumbatan
1. Jalan napas pasien bebas jalan nafas
2. Dapat mengeluarkan 5. Lakukan penghisapan jalan
sekresi secara efektif nafas sesuai kebutuhan
3. Irama nafas normal 20x/m
2. 2. Ketidakefeftifan jaringan
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV
cerebraal b.d Adanya hemoragi
keperawatan 1x 2jam masalah 2. Pantau status neurologis pasien
intrra ccerebral risiko gangguan integritas kulit 3. Pantau puppil pasien
dapat teratasi 4. Pantau tingkat kesadaran pasien
Dengan kriteria hasil: 5. Pertahahnkan oksigenasi
1. Pasien komunikasi jelas 6. Kaloborasi pemberian terapi infus
2. Menunjukan perhatian D ½ Ns20 tpm
3. Konsentrasi, orientasi,
4. Pupil isikor
5. TTV dalam rentang normal
6. Tidak ada peningkatan TIK:nyeri
Nyeri kepala, muntah proyektif,
pupil edema
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
Nama : NY K
Jenis Kelamin : P
TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : 3 jam sebelum masuk rs klien mengalami gatal-gatal karna alergi makanan, dan
klien juga mengatakan badannya lemas, mual dan muntah.
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : √ Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Lain-lain: vesikuler
Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Diagnosa Keperawatan:
CIRCULATION
Pendarahan : √ Ya Tidak
Tidak ada masalah keperawatan
Jikaya :sebutkanlokasinya……………….
√ arteri vena
perkiraanjumlahperdarahan………….
FrekwensiNadi90x/mnt
Lemah√ Kuat
Sianosis : √ Ya Tidak
TekananDarah: 110/70
Abrasi : Ya √ Tidak
Penetrasi : Ya √ Tidak
Laserasi : Ya √ Tidak
KeluhanLain:gatal-gatal di
kulit, hidung dan
kemerahandiseluruhtubuh
Medikasi :
Tanda Vital :
SpO2 : 96%
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Dada:
Inspeksi :simetris
Auskultasi : normal
Abdomen:
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi : Adanya luka kemerahan dibagian seluruh
tubuh
Punggung :
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Leukosit 29.600/
Trombosit 213.000/
TERAPI SAAT INI
Keterangan : HADIR
(HELDAI SABUNA)
ANALISA DATA
1 24 april 2020 DS :Pasien mengatakan Gangguan integritas
badannya gatal-gatal kulit
karna alergi makanan
DO :
pasien tampak
mengaruk-garuk
badannya.
Tampak
bengkakdi
bagian kulit
TD: 110/70 mmHg N : 90
x/mnt S: 36,5 oC
RR : 20 x/mnt
SpO2 : 96%
2 24 april 2020 DS: pasien mengatakan Posisi tubuh yang Ketidakefektifan pola
badannya lemas, mual menghambat napas
dan muntah ekspansi paru
DO:
pasien tampak
pucat
pasien tampak
lemah
TD: 110/70 mmHg N : 90
x/mnt S: 36,5oC
RR : 20 x/mnt
SpO2 : 96%
KEPERAWATAN
1 24april 2020 Gangguan integritas Setelah dilakukan Pencegahan kulit
kulit tindakan
Aktivitas-aktivitas
keperawatan …x 24 jam
klien dapat integritas 1. Periksa kulit dan
jaringan kulit & selaput lendir
membran mukosa terkait dengan
dengan kriteria : adanya,
Suhu kulit kemerahan
Sensasi kehangatan,
edema atau
Elastisitas
drainase.
Hidrasi
2. Amati warna,
kehangatan,
bengkak pulpasi,
tekstur edemadan
ulserasi pada
ekstremitas.
3. Monitor warna
dan suhu kulit
4. Monitor infeksi
terutama dari
daerah edema.
Mempertahankan berkurang
A. masalah
keperawatan teratasi
sebagian
P. intervensi
dilanjutkan
2 24 april 2020 Kekurangan volume Mengkaji tanda- S: pasien
cairan tanda vital mengatakan tidak
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
YAYASAN MARANATHA
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri pada kaki dan sesak nafas akibat gigitan ular berbisa
Mekanisme Cedera :
arteri vena
Nadi : Teraba
: Kuat
Akral :Hangat
Respon :Alert
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye 4 Verbal 5 Motorik 6
Pupil : Isokor
Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Deformitas : Tidak
Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penetrasi : Tidak
SECONDARY SURVEY
Laserasi : Tidak
Edema : edema
dibagian tungai kaki
bagian kanan
SpO2 : 85%
Leher:
Inspeksi : Bentuk leher simetris
Dada:
Abdomen:
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Punggung :
Hasil :
TERAPI SAAT INI
Pemberian antibiotik dan deuretika untuk
mempertahankan deuresis
Adrenalin 0,2 mg
NO
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
.
1. 26 April DS : pasien Bisa ular masuk Ketidakefektifan pola
2020 mengatakan ia sesak kedalam tubuh nafas
nafassetelah digigit ular
berbisa
Gangguan system
Edema pada
saluran pernafasan
Ketidakefektifan
pola nafas
2. DS: pasien mengatakan Gigitan ular Nyeri akut
nyeri pada tungkai kaki
bagian kanan setelah
digigit ular Cytolitik
berat)
DO:
- Pasien tampak
meringis kesakitan
- Pasien tampak
memegang lokasi
nyeri
- Tampak
membengkak pada
gigitan ular berbisa
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA (NANDA)
2. Irama pernapasan di
pertahankan pada 2 (berat)
ditingkatkan ke 5 (tidak ada)
C. IMPLEMENTASI
N EVALUASI
HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O (SOAP)
1. 26 April Ketidakefektifan Jam 12.00 WITA Jam: 15.00 WITA
pola nafas b/d S: Pasien mengatakan
2020 1. Memberikan posisi pada
keletihan otot masih sesak nafas
pasien untuk
pernapasan O:
meringankan sesak nafas
- Pasien tampak sesak
2. Melakukan pemasangan
oksigen 8 lpm pada nafas
pasien - peningkatan frekuensi
pernafasan
Jam: 12.15 WITA
(RR: 28x/menit)
3. Memonitoring status A: Ketidakefektifan
pernapasan dan pola tidak
oksigenasi sebagaimana teratasi
mestinya
P: Intervensi no: 1-
4. Melakukan auskultasi
4 dilanjutkan
suara nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun pada pasien
Website : http//www.STIKESmaranathakupang.ac.id
TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera : pada tanggal 26 mey 2020 klien mengalami kecelakaan lalu lintas dan klien dibawa ke
RS oleh keluarga dengan keluhan ada luka robekan di bahu kanan,
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : √ Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Keluhan Lain: … …
Diagnosa Keperawatan:
CIRCULATION
Pendarahan : √ Ya Tidak
Jika ya : sebutkan lokasinya di kaki kanan 2. Inefektif perfusi jaringan b/d kerusakan
jaringan
arteri vena
Lemah √ Kuat
Keluhan Lain: -
PRIMER SURVEY
Keluhan Lain : … …
Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Contusio : Ya √ Tidak
Abrasi : Ya √ Tidak
Penetrasi : Ya √ Tidak
Laserasi : Ya √ Tidak
Edema : Ya √ Tidak
Keluhan Lain:… …
Even/Peristiwa Penyebab:-
Tanda Vital :
SpO2 : 95%
Dada:
Palpasi -
Inspeksi :datar
Perkusi :Timpani
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Punggung :
Neurologis
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
5. … … …………………………………
…………………………………………
√ RONTGEN CT-SCAN USG EKG 6. ………………………………………….
Hasil :
Ketorolac 10 mg / IV
Tanggal Pengkajian :Rabu 26 mei 2020
Keterangan : hadir
ANALISA DATA
- Klien merintih
kesakitan
tangan kanan
tusuk
R: nyeri di menjalar
keseluruh kaki
S : Skala nyeri 5
otot.
KEPERAWATAN
1 26 mei 2020 Inefektif perfusi NOC : NIC :
menunjukkan Kolaborasi
perhatian, konsentrasi dan pemberian analgetik
orientasi
Monitor adanya
memproses informasi tromboplebitis
membuat keputusan Diskusikan
dengan benar
menganai penyebab
c. menunjukkan fungsi
perubahan sensasi
sensori motori cranial
involunter
EVALUASI
NO HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI
(SOAP)
3
S : terdapat luka
Kerusakan integritas - Memonitoring robekan di kaki
kulit warna kulit kanan
- Memonitoring
temperatur kulit
O : TD 100/80
- Menginspeksi kulit
MmHg
dan membran
mukosa S 37,5%C
- Menginspeksi
kondisi insisi bedah Terdapat
- Memonitoring kulit balutan luka
pada daerah A.masalah teratasi
kerusakan dan sebagian
kemerahan
Memonitoring infeksi
P: lanjutkan
dan oedema intervensi