Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN PERILAKU KESEHATAN DAN KEBERSIHAN

LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA


PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BAMBANGLIPURO
BANTULYOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Oktarika Dianing Pratiwi, Agustina Rahmawati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
HUBUNGAN PERILAKU KESEHATAN DAN KEBERSIHAN
LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BAMBANGLIPURO
BANTUL YOGYAKARTA1

Oktarika Dianing Pratiwi2, Agustina Rahmawati3

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Berdasarkan wawancara dari perawat koordinator pencatatan Wilayah Kerja Puskesmas
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta mengatakan selama ini belum terkaji faktor–faktor salah
satunya tentang perilaku kesehatan dan kebersihan lingkungan yang dapat berhubungan
dengan tingginya kejadian ISPA pada balita.
Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan perilaku kesehatan dan kebersihan lingkungan
dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul
Yogyakarta
Metode: Penelitian ini merupakan survey analitik dengan pendekatan waktu retrospektif.
Teknik pendekatan sampel menggunakan simple random sampling. Metode pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Sampel pada penelitian ini 42 responden. Teknik analisis data
uji non parametric menggunakan Chi-Square.
Hasil: Terdapat hubungan antara perilaku kesehatan dan kebersihan lingkungan (p
value=0,007) dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bambanglipuro
Bantul Yogyakarta.
Simpulan dan saran: Ada hubungan antara perilaku kesehatan dan kebersihan lingkungan
dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul
Yogyakarta. Ibu/bapak hendaknya lebih memperhatikan perilaku kebersihan & kesehatan
lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA dan ISPA berulang yang terjadi pada
balitanya dan mencegah timbulnya kejadian ISPA bersama dengan pihak Puskesmas
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta.

Kata Kunci : Perilaku kebersihan dan kesehatan, Kejadian ISPA, Balita


Daftar Pustaka : 26 buku, 13 jurnal, 16 skripsi, 11 website
Halaman : i-xv, 146 halaman, 46 tabel, 5 gambar, 18 lampiran

1
Judul Skripsi
2
Mahasiswa PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
PENDAHULUAN Kota Yogyakarta jumlah perkiraan penderita
ISPA merupakan penyakit yang (3,886) dan penderita ditemukan dan ditangani
menyerang pada sistem pernafasan. Sistem (15,9%), Kabupaten Gunung Kidul jumlah
pernafasan yang terserang adalah salah satu perkiraan penderita (6,754) dan penderita
bagian dan atau lebih dari saluran nafas, mulai ditemukan dan ditangani (7,3%), Kabupaten
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli Bantul jumlah perkiraan penderita (9,115) dan
(saluran bawah) termasuk jaringan penderita ditemukan dan ditangani (5,1%),
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga Kabupaten Kulon Progo jumlah perkiraan
tengah dan pleura (Irianto, 2015). ISPA dibagi penderita (3,889) dan penderita ditemukan dan
menjadi 2 golongan yaitu pneumonia dan ditangani (2,1%), Kabupaten Sleman jumlah
bukan pneumonia. Penyakit batuk pilek seperti perkiraan penderita (10,931) dan penderita
rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan ditemukan dan ditangani (0,8%). Data
napas atas lainnya digolongkan sebagai bukan perkiraan pneumonia di Kabupaten Bantul
pneumonia sedangkan infeksi akut yang akan semakin meningkat dengan adanya
mengenai jaringan paru–paru (alveoli) disertai alokasi dana yang besar untuk pembangunan
tarikan dinding dada digolongkan sebagai jalan lintas selatan yang menimbulkan dampak
pneumonia (Depkes RI, 2009). bagi kesehatan seperti polusi udara (Dinkes
DIY, 2012).
Data dunia memperkirakan setiap
tahunnya lebih dari 2 juta balita meninggal Beberapa hal yang secara tidak langsung
karena pneumonia (satu balita/15 detik) dari dapat menyebabkan peningkatan penyakit
sembilan total kematian balita. Tahun 2000 ISPA di Kabupaten Bantul antara lain (1)
kematian anak balita sebesar 2 juta disebabkan tingkat polusi udara yang semakin meningkat
karena ISPA (UNICEF, 2002 dalam Hasan, dengan adanya proyek perbaikan jalan besar-
2012). Kasus total setiap tahun di seluruh besaran di semua akses jalan lintas selatan dan
dunia ada 156 juta kasus pneumonia pada arah menuju bandara baru; (2) bertumbuhnya
balita yang tersebar dalam 15 negara. Lebih industri di Kabupaten Bantul seperti pabrik
dari setengah kasus tersebut terkonsentrasi di rokok, pabrik gula, pabrik semen dan pabrik
enam negara antara lain India 43 juta, China BH; (3) mobilitas penduduk Bantul yang
21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, cukup tinggi; (4) sanitasi lingkungan yang
Indonesia dan Nigeria, masing-masing 6 juta masih rendah seperti pengolahan air bersih
kasus per tahun (Rudan, 2008 dalam akibat pencemaran air dari pabrik; dan (5)
Kemenkes RI, 2010). jumlah rumah sehat yang masih rendah
(Dinkes Bantul, 2014).
Menurut Depkes (2008) dikutip dari
penelitian Kusuma (2014) setiap anak Menurut Depkes RI (2004) faktor resiko
diperkirakan mengalami 3-6 kali episode ISPA terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok
setiap tahunnya dan 40-60% dari kunjungan yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
puskesmas ialah penyakit ISPA termasuk Faktor internal merupakan suatu keadaan
keluhan batuk pilek. Survei mortalitas yang didalam diri penderita (balita) yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 memudahkan untuk terpapar dengan bibit
menempatkan ISPA/pneumonia sebagai penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia kelamin, berat badan lahir, status ASI, dan
dengan persentase 22,30% dari seluruh status imunisasi. Sedangkan faktor eksternal
kematian. Berdasarkan Profil Kesehatan merupakan suatu keadaan yang berada diluar
Provinsi DIY Tahun 2011 tentang penemuan diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik,
pneumonia balita, didapatkan data dimulai dari biologis, sosial dan ekonomi yang
memudahkan penderita untuk terpapar bibit data pada bulan Agustus tercatat bahwa
penyakit (agent) meliputi: polusi asap rokok, terdapat 90 balita yang terkena ISPA bukan
polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, pneumonia. Data tersebut meliputi Kelurahan
keadaan geografis, ventilasi dan pencahayaan Sidomulyo dengan jumlah batuk bukan
(Astuti, 2017). pneumonia sebesar 28 balita, Kelurahan
ISPA merupakan penyebab utama Mulyodadi dengan jumlah bukan pneumonia
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di sebesar 41 balita, Kelurahan Sumbermulyo
dunia. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada dengan jumlah batuk bukan pneumonia
bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, sebesar 14 balita, dan RS/sumber lain dengan
terutama pada negara-negara dengan jumlah bukan pneumonia sebesar 7 balita.
pendapatan per kapita rendah dan menengah. Berdasarkan wawancara dari perawat
ISPA juga merupakan salah satu penyebab koordinator pencatatan penderita ISPA di
utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro
pelayanan kesehatan terutama pada bagian Bantul Yogyakarta mengatakan bahwa selama
perawatan anak (WHO, 2008). Jika tidak ini belum terkaji faktor perilaku kesehatan dan
segera ditangani, ISPA dapat menyebar ke kebersihan lingkungan yang berhubungan
seluruh sistem pernapasan tubuh. Apabila dengan tingginya kejadian ISPA pada balita di
tubuh tidak bisa mendapatkan cukup oksigen wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro
karena infeksi yang terjadi maka kondisi ini Bantul Yogyakarta. Hasil pengkajian pada
bisa berakibat fatal, bahkan mungkin ibu/bapak yang memiliki balita sedang
mematikan. Kondisi ini juga berpotensi menderita ISPA 7 dari 10 diantaranya
menyebar dari orang ke orang. Bagi yang mengatakan batuk dan pilek merupakan hal
mengalami kelainan sistem kekebalan tubuh yang wajar dan mengatakan belum mengetahui
dan juga orang yang lanjut usia akan lebih perilaku kesehatan dan kebersihan
mudah terserang penyakit ini. Terlebih lagi lingkungandapat menyebab kejadian ISPA
pada anak-anak, di mana sistem kekebalan maupun kejadian ISPA berulang. Sebagai
tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya tenaga kesehatan, perawat berperan penting
(Dinkes Kabupaten Lamongan, 2015). dalam memberikan asuhan keperawatan
Program nasional Pelaksanaan Program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh
(Program P2 ISPA) adalah bagian dari dan berkesinambungan sesuai dengan pasal 47
pembangunan kesehatan dan merupakan upaya Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
yang mendukung peningkatan kualitas sumber kesehatan. Salah satu asuhan keperawatan
daya manusia serta merupakan bagian dari tersebut adalah upaya preventif dan promotif
upaya pencegahan dan pemberantasan mengendalikan perilaku kesehatan dan
penyakit menular. Kebijakan pemerintah kebersihan lingkungan sebagai salah satu
lainnya yaitu penyusunan pedoman dan modul penyebab ISPA. Mengingat permasalahan di
sesuai dengan dengan Permenkes Nomor atas, maka peneliti tertarik meneliti Hubungan
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Perilaku Kebersihan dan Kesehatan
Penyakit Menular Tertentu yang dapat lingkungan dengan Kejadian ISPA pada Balita
Menimbulkan Wabah dan Upaya di Wilayah Kerja Puskesmas Bambanglipuro
Penanggulangan. Bantul Yogyakarta.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakukan pada hari Kamis, 12 Oktober METODE PENELITIAN
2017 di wilayah kerja Puskesmas Jenis penelitian adalah penelitian survey
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta, laporan analitik yaitu survey atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
fenomena kesehatan itu terjadi kemudian berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo,
melakukan analisis dinamika korelasi antara 2012).
fenomena atau antara faktor risiko dengan
faktor efek. Metode pendekatan waktu yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan dalam penelitian ini case control
HASIL
dengan pendekatan retrospektif yaitu faktor
1. Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah
risiko diukur dengan melihat kejadian masa
KerjaPuskesmas Bambanglipuro Bantul
lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor
Yogyakarta
risiko yang dialami (Notoatmojo, 2012).
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Tabel 1
Maret-April 2018 di wilayah kerja Puskesmas
Frekuensi Responden Berdasarkan
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta. Populasi
Kejadian ISPA pada Balita di
penelitian ini adalah ibu/bapak yang memiliki
Wilayah Kerja Puskesmas Bambanglipuro
anak balita yang menderita ISPA bulan Januari
Bantul
2018. Pengambilan sampel menggunakan
Yogyakarta
teknik simple random sampling yaitu Jenis ISPA Frekuensi (%)
pengambilan secara acak sederhana bahwa ISPA ringan 28 66.7
setiap responden dari populasi mempunyai
ISPA sedang 12 28.6
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai
sampel dengan cara membuat undian. Jumlah ISPA berat 2 4.8
sampel dalam penelitian ini sebanyak 42 Total 42 100.0
responden (Notoatmodjo, 2012).
Instrument yang dipakai untuk Data diatas menunjukkan bahwa
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita di Wilayah
lembar kuesioner modifikasi dari penelitian Kerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul
Namira (2013). Variabel bebas dari penelitian Yogyakarta terdapat ISPA ringan, ISPA
ini adalah perilaku kesehatan dan kebersihan sedang, dan ISPA berat.Kejadian ISPA
lingkungan dengan skala data ordinal. Variabel ringan terdapat 28 balita (66,7%), ISPA
terikat adalah kejadian ISPA pada balita sedang terdapat 12 balita (28,6%),
dengan skala ordinal. Analisa data yang sedangkan 2 balita (4,8%) menderita ISPA
digunakan dalam penelitian ini adalah berat.
menggunakan uji statistik uji Chi-
Square.Lembar kuesioner dilakukan uji
validitas dan reliabilitas di Puskesmas Kretek
Bantul Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 2018
dengan hasil 2 dari 22 item tidak valid (r
hitung<t tabel 0,3) untuk nomor 17 dan 18
sedangkan hasil reliabilitas 0.880 (>t tabel)
(Sugiyono, 2015).
Analisa data yang dilakukan yaitu
analisis univariat dan bivariat. Analisis
univariat digunakan untuk untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan karakterisktik setiap
variabel penelitian. Bentuk analisis univariat
tergantung dari jenis datanya. Analisis bivariat
3. Hubungan Perilaku Kesehatan dan
2. Perilaku Kesehatan dan Kebersihan Kebersihan Lingkungan dengan
Lingkungan Kejadian ISPA pada Balita Bulan
Januari 2018 di Wilayah Kerja
Tabel 2 Puskesmas Bambanglipuro Bantul
Frekuensi Responden Bapak/Ibu Balita Yogyakarta
ISPA Berdasarkan Perilaku Kesehatan
dan Kebersihan Lingkungan Tabel 3
di Wilayah Kerja Puskesmas Tabulasi Silang Perilaku Kesehatan dan
Bambanglipuro Bantul Kebersihan lingkungan dengan
Yogyakarta Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas
Perilaku Kesehatan dan Frekuensi (%)
Kebersihan Lingkungan
Bambanglipuro Bantul
Sangat baik 3 7.1 Yogyakarta
Cukup baik 33 78.6 Kejadian Perilaku kesehatan dan
Kurang baik 6 14.3 ISPA kebersihan lingkungan
pada Sangat Cukup Kurang Total
Total 42 100.0 balita Baik Baik baik
F% F % F % F %
Dari data diatas dapat diketahui bahwa Ringan 3 7.1 22 52.4 3 7.1 28 66.7
perilaku kesehatan dan kebersihan Sedang 0 0.0 11 26.2 1 2.4 12 28.6
lingkungan bapak/ibu yang memiliki balita Berat 0 0.0 0 0.0 2 4.8 2 4.8
ISPA bulan Januari 2018 di Wilayah Kerja
Puskesmas Bambanglipuro Bantul Total 3 7.1 33 78.6 6 14.3 42 100.0
Yogyakarta rata – rata perilaku kesehatan
dan kebersihan lingkungan cukup baik Berdasarkan tabel diatas dapat
terdapat 33 bapak/ibu (78,6%) dan sisanya diketahui bahwa kejadian ISPA ringan
yaitu sangat baik terdapat 3 bapak/ibu banyak ditemukan pada perilaku
(7,1%), sedangkan kurang baik yaitu 6 kesehatan dan kebersihan lingkungan
bapak/ibu (14,3%). cukup baik sebanyak 22 bapak/ibu balita
(52,4%) dan sisanya memiliki angka yang
sama kategori sangat baik dan cukup baik
yaitu sebanyak 3 bapak/ibu balita (7,1%).
Kejadian ISPA sedang ditemukan pada
perilaku kesehatan dan kebersihan
lingkungan cukup baik sebanyak 11
bapak//ibu balita (26,2%) dan kurang baik
sebanyak 1 bapak/ibu balita (2,4%).
Kejadian ISPA berat hanya ditemukan
pada perilaku kesehatan dan kebersihan
lingkungan kurang baik sebanyak 2
bapak/ibu balita (4,8%).
mencapai gizi yang seimbang, mencegah
Tabel 4 penularan penyakit infeksi terhadap anak
Korelasi Chi-Square pada Hubungan dengan cara melakukan cuci tangan, menutup
Perilaku Kesehatan dan Kebersihan hidung saat bersin, menjauhkan anak dari
Lingkungan dengan Kejadian ISPA asap-asap yang mengganggu sistem
pada Balita di Wilayah Kerja pernapasan seperti asap rokok dan asap
Puskesmas Bambanglipuro pembakaran yang lainnya. Perilaku yang
Bantul Yogyakarta dibutuhkan selain itu perilaku kebersihan
(n=42) rumah dan udara rumah yang dijadikan tempat
Variabel Variebel
ContingencyP tinggal dan tempat bermain anak. Hasil
Coefficient Value penelitian ini terdapat anggota keluarga yang
Independen Dependen
(r)
merokok di dalam rumah yaitu sebanyak 15
Kejadian .502 .007
Pencemaran orang. Hal tersebut menunjukkn bahwa
ISPA pada
Udara semakin rendah perilaku kesehatan dan
Balita
kebersihan lingkungan bapak/ibu terutama ibu
Berdasarkan Tabel 4.39 dapat maka akan menyebabkan ISPA yang memiliki
diketahui hasil analisis dengan uji Chi- gejala lebih dari ISPA ringan yaitu batuk,
Square diperoleh nilai signifikan 0,007 pilek, dan demam.
yang lebih kecil dari 0,05 (sig<0,05) Menurut teori Hendrik L. Blum dalam
dengan nilai korelasi r 0.502, maka Ho Notoatmodjo (2012), status kesehatan
ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor
disimpulkan bahwa terdapat hubungan penentu yang saling berinteraksi satu sama
perilaku kesehatan dan kebersihan lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah
lingkungan dengan kejadian ISPA pada lingkungan, perilaku (gaya hidup), keturunan,
balita di Wilayah Kerja Puskesmas dan pelayanan kesehatan. Model ini
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta memperlihatkan sehat tidaknya seseorang
dengan korelasi sedang (0,40-0,599) dan tergantung 4 faktor yaitu keturunan,
korelasinya positif, arah korelasinya lingkungan, perilaku, dan pelayanan
positif artinya semakin buruk perilaku kesehatan. Faktor tersebut berpengaruh
kesehatan dan kebersihan lingkungan langsung pada kesehatan dan juga berpengaruh
bapak/ibu balita maka semakin banyak satu sama lain. Status kesehatan akan tercapai
kejadian ISPA. optimal jika 4 faktor tersebut kondisinya juga
optimal (Astuti, 2017).
PEMBAHASAN Perilaku adalah suatu kegiatan atau
Hubungan Perilaku Kesehatan dan aktifitas organisme atau makhluk hidup yang
Kebersihan Lingkungan dengan Kejadian bersangkutan. Perilaku merupakan respon atau
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja reaksi seseorang terhadap stimulus atau
Puskesmas Bambanglipuro Bantul rangsangan dari luar. Perilaku kesehatan
Yogyakarta (health behavior) adalah semua aktifitas atau
kegiatan seseorang baik yang dapat diamati
Hasil tersebut menunjukkan bahwa (observable) maupun yang tidak dapat diamati
kejadian ISPA ada hubungan dengan perilaku (unobservable) yang berkaitan dengan
kesehatan dan kebersihan lingkungan. Perilaku pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
orang tua untuk menjalani perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
anak terutama terhadap penyakit ISPA yakni Perilaku dalam pencegahan dan
dengan cara meningkatkan gizi anak hingga penanggulangan penyakit ISPA pada lebih
efektif dilakukan oleh keluarga baik yang bahwa semakin baik perilaku penanganan
dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal ISPA di keluarga, maka semakin ringan pula
dalam satu rumah. Keluarga sangat kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini juga
mempengaruhi munculnya penyakit didalam selaras dengan penelitian Astuti (2017),
rumah. Bila salah satu keluarga mengalami perilaku keluarga yang tidak baik dengan
gangguan kesehatan yang bersifat menular balita terkena ISPA sebesar 76,7% P value chi-
maka akan mempengaruhi anggota keluarga square sebesar 0,0001 menunjukan arti bahwa
lainya. Keberadaan anggota keluarga yang perilaku keluarga berhubungan dengan
terkena ISPA juga sangat mempengaruhi kejadian ISPA. Nilai OR (95%CI) sebesar
anggota keluarga yang lain. Penyebaran ISPA 7,667 (2,424-24,245) memiliki arti bahwa
ditularkan kepada orang lain melalui udara perilaku keluarga balita yang tidak baik
pernafasan atau percikan air ludah. Prinsipnya berpeluang 7,667 kali untuk terjadi ISPA pada
kuman ISPA yang ada diudara terhisap oleh balita daripada perilaku yangbaik.
penjamu baru dan masuk ke seluruh saluran
pernafasan. Oleh sebab itu salah satu upaya KESIMPULAN DAN SARAN
pencegahan ISPA dilakukan dengan menutup Kesimpulan
mulut pada waktu bersin untuk menghindari 1. Kejadian ISPA pada balita di Wilayah
penyebaran kuman melalui udara, membuang Kerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul
dahak pada tempat yang seharusnya (WHO, Yogyakarta terbanyak adalah kategori
2007 dalam Astuti, 2017). ISPA ringan 28 balita, ISPA sedang, dan
Penelitian ini selaras dengan penelitian ISPA berat.
Fibrila (2015), berdasarkan hasil analisis 2. Hasil analisis terdapat hubungan antara
sebesar -.667 dengan nilai sig 0.042. Hal ini perilaku kesehatan dan kebersihan
menunjukan bahwa nilai sig lebih kecil lingkungan dengan kejadian ISPA pada
daripada nilai=0,05, sehingga terdapat balita di wilayah kerja Puskesmas
hubungan yang signifikan sebesar -.667 antara Bambanglipuro Bantul Yogyakarta.
faktor perilaku dengan kejadian ISPA pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis 1 Saran
Bantul. Nilai korelasi sebesar -.667 1. Bagi Subjek Penelitian
menunjukkan kekuatan hubungan antara faktor Ibu/bapak hendaknya lebih
perilaku dengan kejadian ISPA pada balita di memperhatikan perilaku kebersihan &
Wilayah Kerja Puskesmas Jetis 1 Bantul kesehatan lingkungan yang berhubungan
termasuk pada kategori hubungan kuat, dengan kejadian ISPA dan ISPA berulang
sedangkan diperoleh hasil korelasi yang yang terjadi pada balitanya dan mencegah
negatif yaitu menunjukkan adanya korelasi timbulnya kejadian ISPA.
dengan arah berlawanan, yaitu semakin baik 2. Bagi Puskesmas Bambanglipuro Bantul
perilaku penanganan ISPA di keluarga, maka Yogyakarta
semakin ringan tingkat kejadian ISPA pada Agar lebih memperhatikan
balita atau sebaliknya semakin kurangnya kelengkapan dan ketepatan dokumen balita
perilaku penanganan ISPA di keluarga, maka dan orang tua pada arsip di komputer serta
semakin berat tingkat kejadian ISPA pada meningkatkan pelayanan terpadu pada
balita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balita baik pada saat pelayanan di
perilaku penanganan ISPA di keluarga yang posyandu atau pelayanan di Puskesmas
baik memiliki nilai sebanyak 27 atau 90% dan dan melakukan tindakan pencegahan
mengalami ISPA ringan (bukan pneumonia) meliputi perilaku kebersihan & kesehatan
sebanyak 24 atau 80%, sehingga dapat dilihat lingkungan yang berhubungan dengan
kejadian ISPA pada balita sesuai dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.
program–program kesehatan yang Diperoleh dari
diadakan oleh pihak Puskesmas https://lamongankab.go.id/dinkes/lebih-
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta. dalam-tentang-ispa-infeksi-saluran-
3. Bagi Ilmu Pengetahuan pernapasan-akut/ diakses tanggal 17
Agar menjadi salah satu referensi bagi Oktober 2017 jam 5:43.
peneliti selanjutnya yang akan meneliti Fibrila, F. (2015). Hubungan Usia Anak, Jenis
tentang ilmu keperawatan anak dan Kelamin Dan Berat Badan Lahir Anak
komunitas khususnya di bidang ilmu ISPA Dengan Kejadian Ispa Jurnal Kesehatan
dan faktor–faktor yang mempengaruhi Metro Sai Wawai. Jurnal Volume VIII
kejadian ISPA pada balita yaitu tentang No.2 Edisi Des 2015, ISSN: 19779-469X.
pengembangan tindakan intervensi Tanjungkarang : Program Studi
preventif yang sesuai dengan faktor–faktor Kebidanan Metro Politeknik Kesehatan
yang dapat menyebabkan kejadian ISPA Tajungkarang. diakses
atau kejadian ISPA yang berulang. https://media.neliti.com/ tanggal 15
4. Bagi Peneliti Selanjutnya November 2017 jam 20:24.
Peneliti selanjutnya hendaknya Hasan, N. R. (2012). Faktor-Faktor Yang
meneliti kasus keperawatan khususnya Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
memberikan intervensi yang dapat Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD
mengendalikan dan mencegah perilaku Kesehatan Luwuk Timur, Kapubaten
kebersihan & kesehatan lingkungan yang Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
dapat meningkatkan kejadian ISPA. Sulawesi Tengah: Skripsi Universitas
Indonesia. Diakses dari
DAFTAR PUSTAKA http://lontar.ui.ac.id/ pada 28 Oktober
Astuti, C. (2017). Hubungan Perilaku 2017 jam 19:51.
Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Irianto K. (2015). Memahami Bebagai Macam
Balita Di Desa Cijati Kecamatan Penyakit. Bandung: Alfabeta.
Cimanggu Kabupaten Cilacap. Jawa Kemenkes RI. (2010). Buletin Jendela
Barat: http://repository.ump.ac.id/ diakses Epidemolgi Pneumonia Balita Volume 3
pada 7 Juli 2018 pukul 07:21. ISSN 2087-1546. Jakarta: Kementerian
Depkes RI. (2009). Pedoman Pengendalian Republik Indonesia.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Kusuma S, P. (2014). Gambaran Perilaku
Direktorat Jenderal Pengendalian Pencegahan ISPA Pada Keluarga yang
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. memiliki Balita di Puskesmas Piyungan
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Bantul. Yogyakarta: Skripsi Stikes
Dinkes Bantul. (2014). District Health ‘Aisyiyah Yogyakarta. Diperoleh dari
Account Tahun 2014. Bantul: Dinas http://digilib.unisayogya.ac.id/ diakses
Kesehatan : Bantul. Diperoleh dari pada 16 Oktober 2017 jam 20:07.
http://dinkes.bantulkab.go.id diakses 16 Namira S. (2013). Gambaran Faktor-Faktor
Oktober 2017 jam 21.54. yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada
Dinkes DIY. (2012). Profil Kesehatan Daerah Anak Prasekolah di Kampung Pemulung
Istimewa Yogyakarta Tahun 2011. Tangerang Selatan. Jakarta2013:
Yogyakarta: Dinas kesehatan DIY. Universitas Islam Negeri Syarif
Diperoleh dari http://www.depkes.go.id/ Hidayatullah Jakarta. Diakses
diakses 16 Oktober 2017 jam 21:19. repository.uinjkt.ac.id/ tanggal 19 Oktober
Dinkes Kabupaten Lamongan. (2015). 2017 jam 22:09.
Mengenal Lebih Dalam ISPA. Lamongan:
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan WHO. (2008). Buku Pencegahan dan
Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Pengendalian Infeksi saluran Pernapasan
Notoatmojo, S. (2012). Metodologi Penelitian akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi
Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pelayanan Kesehatan . Diakses pada 17
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Oktober 2017 jam 07:40.
Bandung: Alfabeta. Melaluihttp://apps.who.int/http://apps.who
.int/

Anda mungkin juga menyukai