PROPOSAL
DISUSUN OLEH:
OKTA SEPTIANA
NIM 1913451010
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan proposal hubungan lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA usia 0-10 tahun pada wilayah Pekon Karang Agug, Kecamatan
Way Tenong,Kabupaten Lampung Barat ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan proposal yang
menjadi tugas akhir mahasiswa DIII Jurusan Kesehatan Lingkungan, Prodi
Sanitasi, Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan proposal ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah proposal ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
proposal ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, proposal
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk
keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan
Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil-guna dan berdayaguna, sehingga tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).
Penyakit berbasis lingkungan merupakan fenomena penyakit
terjadi pada
sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar atau memiliki
kaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah
ruang
dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu
tertentu (Achmadi, 2012).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kematian pada anak di Negara berkembang. ISPA adalah penyakit
saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit
tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung, factor lingkungan,factor pejamu. Namun
demikian, sering juga ISPA didefenisikan sebagai penyakit saluran
pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari
manusia kemanusia.Timbulnya gelaja biasanya cepat, yaitu dalam waktu
beberapa jam sampai beberapa hari.Gejalanya meliputi demam, batuk, dan
sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau
kesulitan bernapas (Masriadi,2017).
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan
masalah kesehatan yang utama karena merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang terbanyak di dunia. Infeksi saluran pernapasan atas
merupakan penyebab kematian dan kesakitan balita dan anak di Indonesia.
Angka kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) pada balita
dan anak di Indonesia masih tinggi (Safarina, 2015)
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya
pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan
kematian bayi dan Balita. Pneumonia menyebabkan 4 juta kematian di
dunia, khususnya di benua Asia, Afrika serta Amerika Latin dan
merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada (Kanra,1997 dalam
Depkes 2005). Sedangkan di negara – negara berkembang, ISPA –
pneumonia merupakan penyebab kematian utama. Keadaan ini berkaitan
erat dengan berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi,
kondisi lingkungan, polusi udara dan sebagainya (Ostapchuk, 2004 dalam
Depkes 2005).
Menurut World Health Organzation (WHO) tahun 2016 jumlah
penderita ISPA adalah 59.417 anak dan memperkirakan di Negara
berkembang berkisar 40-80 kali lebih tinggi dari Negara maju. WHO
menyatakan tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang pertahun, dan
diproyeksikanakan membunuh 10 juta sampai tahun 2020. Dari jumlah itu
70 persen korban berasal dari Negara berkembang (Safarina, 2015).
Penyakit ISPA dalam beberapa tahun terakhir terus menjadi
masalah kesehatan utama di Indonesia, prevalensi ISPA di Indonesia pada
tahun 2018 adalah 4,4% dengan total kasus sebanyak 1.017.290 kasus.
Kelompok umur 1-4 tahun sebesar 2,0% dan <1 tahun sebesar 4,0% adalah
kelompok umur dengan prevalensi ISPA yang tertinggi (Kementerian
Kesehatan RI, 2019).
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA
diantaranya yaitu status imunisasi, dimana status imunisasi yang kurang
akan menjadi faktor risiko yang penting terjadinya ISPA. Balita dengan
imunisasi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan imunisasi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan tenaga dan daya
tahan tubuh yang kuat (Dharmage, 2009).
Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan
martabat serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam kehidupan
bermasyarakat. Persyaratan perumahan sehat dan lingkungan pemukiman
meliputi luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di
dalamnya (sesuai dengan jumlahpenghuninya). Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan (overcrowded).
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur. Hal ini berdampak kurang baik terhadap kesehatan
penghuninya, karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi O2 dan jika
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menularkan kepada anggota keluarga yang lain. Kondisi perumahan dan
lingkungan yang tidak sehat ini merupakan faktor risiko terhadap
penularan penyakit tertentu, seperti ISPA. Pertukaran udara yang tidak
memenuhi syarat dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme, yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan
manusia. Upaya penyehatan dapat dilakukan dengan mengatur pertukaran
udara, antara lain rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal 10%
luas lantai dengan sistem ventilasi silang dan mengatur tata letak ruang.
(Dharmage, 2009).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan. Adakah hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA
pada wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris
mengenai gambaran lingkungan rumah pada kejadian ISPA Di wilayah
Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung
Barat Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti-
peneliti selanjutnya tentang gambaran lingkungan rumah pada kejadian
ISPA Di wilayah Pekon Karang Agung,Kecamatan Way
Tenong,Kabupaten Lampung Barat.
2. Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2021, mulai dari
penyusunan proposal sampai dengan laporan hasil penelitian.
3. Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan Di wilayah Pekon Karang
Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat tahun
2021.
4. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan Cross Sectional. Menurut Notoatmodjo (2002) Cross
Sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dan dengan suatu
pendekatan, observasi ataupun dengan pengumpulan data suatu saat
tertentu (point time approach).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama
14 hari.Penyakit ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah.Gejala yang ditimbulkan yaitu
gejala ringan (batuk dan pilek), gejala sedang (sesak danwheezing) bahkan
sampai gejala yang berat (sianosis dan pernapasan cuping hidung).
Komplikasi ISPA yang berat mengenai jaringan paru dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab
kematian nomor satu pada balita (Riskesdas, 2013)
Faktor risiko terjadinya ISPA adalah faktor lingkungan, ventilasi,
kepadatan rumah, umur, berat badan lahir, imunisasi, dan faktor perilaku
(Naning et al, 2012).
a) Batuk
b) Serak, yaitu bersuara paru pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis)
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas (Hersoni, 2015).
2. Gejala dari ISPA sedang
Seseorang dinyatakan ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan
2) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
dari pembakaran sampah, asap pabrik, asap knalpot kendaraan,
debu dan lain-lain.
3) Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin
c. Kelembaban
Kandungan uap air dalam udara dinyatakan dengan kelembaban
relatif dengan satuan persen Kelembaban yang terlalu tinggi maupun
terlalurendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme dalam udara ruangan rumah. Konstruksi rumah
yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai dan dinding rumah
yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan
maupun alami dapat mempengaruhi kelembaban dalam rumah.
Kelembaban udara yang baik yaitu 40% 60%. Jika kelembaban
udara kurang dari 40%, kita dapat melakukan upaya penyehatan di
rumah antara lain dengan menggunakan alat yang bertujuan
meningkatkan kelembaban udara yaitu:
a) Humidifier (alat pengatur kelembaban udara)
b) Membuka jendela
e. Suhu
2. Faktor pendidikan
3. Faktor umur
Faktor
penyebab :
- Bakteri
- Virus
- Parasit
- Jamur
Faktor penjamu
- Umur
- Jenis Kelamin
- Penyakit
penyerta
selain ISPA
- Pemberian ASI
eksklusif
- Status gizi
- Berat badan
lahir
- Imunisasi
Faktor lingkungan
- Kepadatan hunian
- Pencemaran udara
dalam rumah
- Pendidikan ibu
- Status sosial
ekonomi
E. Kerangka konsep
Pengetahuan ibu
tentang
penyakit ISPA
-Penyebab
-tanda-tanda
minimal 4 m.
4 kelembapan Kelembapan udara Wawancara Hygrometer 1.Baik
yang baik yaitu 40% - kelembapan
60%. 40%-60%
2.Tidak bai
kelembapan
kurang dari 4
lebih dari
(Permenkes
No.1077/Men
V/2011)
5 suhu Suhu udara dalam Wawancara termometer 1.Baik jika su
rumah yang cukup dalam rumah
nyaman untuk iklim 30oc
tropis seperti 2.Tidak, jik
Indonesia adalah udara dalam
berkisar antara 18oc – kurang dari 1
30oc. lebih dari
Permenkes
1077/Menkes/
011)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan Cross Sectional. Menurut Notoatmodjo (2002) Cross Sectional
adalah suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan efek, dan dengan suatu pendekatan,
observasiataupun dengan pengumpulan data suatu saat tertentu (point time
approach). Pengumpulan data dimulai dari kasus ISPA yang telah terjadi
kemudian di telusuri ada atau tidaknya riwayat ISPA pada lingkungan
rumah sebagai faktor penyebabnya
B. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel,
yaitu variabel independen dan variabel dependen.
2. Sampel
a) Sampling
Sample pada penelitian ini yaitu anak-anak dari umur 0-10
tahun sebagai sample control sesuai dengan kriteria kriteria yang
telah penelitian tentukan.
b) Teknik sampling
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan probability
sampling. Menurut Sugiono (2017:82) “probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberi peluang atau
kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel”.
Dalam penelitian ini menggunakan simple random
sampling, kemudian menurut Sugiono (2017:82) simple random
sampling adalah pengambilan anggota sample dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan diwilayah yang terjangkit penyakit ISPA Di
wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat pada tahun 2021.
D. Etika Penelitian
Menurut notoadmojo (2010), penelitian kesehatan pada umumnya
menggunakan manusia sebagai objek yang diteliti disatu sisi, dan sisi lain
manusia sebagai peneliti. Hal ini berarti bahwa ada hubungan timbal balik
antara orang sebagai peneliti dan orang sebagai diteliti. Oleh sebab itu,
sesuai dengan prinsip etika dan moral, maka dalam pelaksaannya penelitian
kesehatan harus diperhatikan hubungan antara kedua belah pihak ini secara
etika atau yang disebut etika penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerapakan etika penelitian,
antara lain:
1. Anonymity
Anonymity bertujuan untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti
tidak mencantumkan nama subyek penelitian.
2. Izin penelitian
Untuk menjaga kenyamanan dan tanggung jawab peneliti melakukan
perizinan terlebih dahulu kepada institusi pendidikan dan puskesmas
pembantu.
3. Kejujuran
Jujur dalam pengumpulan data, metode pelaksaan prosedur penelitian
dan publikasi hasil jujur pada kekurangan dan kegagalan metode yang
dilakukan.
E. Pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder data yang
diperoleh di wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong,
Kabupaten Lampung Barat.
G. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a) Melakukan studi pustaka dan konsultasi denga pembimbing untuk
menentukan judul penelitian
b) Mengurus surat ijin studi pendahuluan dari institusi pendidikan
c) Melakukan studi pendahuluan di puskesmas pembantu kabupaten
lampung barat, kecamatan air hitam, kelurahan sumber alam.
d) Menyusun proposal penelitian
e) Mempresentasikan proposal penelitian
f) Melakukan revisi untuk menyempurnakan proposal penelitian
g) Mengurus Ethical Clearence pada komisi Etik Penelitian di
Universitas Poltekkes TanjungKarang.
h) Mengurus surat ijin penelitian yang diajukan kepada puskesmas
Rawat Inap kabupaten lampung barat, kecamatan Way Tenong,
kelurahan Fajar Bulan
2. Tahap Pelaksanaan
hari.
3. Tahap penyelesaian
Anik Maryunani, 2010, Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta: CV.Trans
Info Media.
A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., 0 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN,
DETERMINAN SANITASI RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI
KELUARGA TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA
SERTA MANAJEMEN PENANGGULANGANNYA DI PUSKESMASA.
https://media.neliti.com/media/publications/3966-ID-determinan-sanitasi-
rumah-dan-sosial-ekonomi-keluarga-terhadap-kejadian-ispa-pad.pdf VOL. 3,
NO.1, JULI 2006 : 49 – 58
Dharmage. 2009. Risk Factor of Acute Lower Tract Infection in Children Under Five
Years of Age. Jakarta: Medical Public Health
Hartati dkk. (2014). Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Gastritis Pada Mahasiswa
Yang Menjalani Sistem Kbk. Universitas Riau. Jurnal JOM PSIK VOL. 1 NO.2
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada :Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis
Kesehatan dan Farmasi PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI)
EKSLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI RAB RSU dr.
SOEKARJDO KOTA TASIKMALAYA
https://ejurnal.stikesbth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/viewFile/450/400
Volume 19 Nomor 1 Februari 2019 56
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
Sugiharto, Mugeni & Oktami, Rika Sertiana . 2018. Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di
Puskesmas Gucialit Dan Puskesmas Gambut Dalam Menanggulangi Penyakit
Berbasis Lingkungan Sanitation Clinics Performance In Gucialit And Gambut
Public Health Centers In Tackling Environmental Based Diseases. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 21 No. 4 Oktober 2018: 261–270.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article /view/44/83.
Diakses tanggal 15 Agustus 2015 09.30 WIB.
Widodo, T.J., 2013. Paparan Polusi Rumah Tangga Memiliki Hubungan Dengan
Kejadian Pneumonia Balita di Kabupaten Temanggung. Tesis, p.Universitas
Gadjah Mada.
Winardi. 2015. Manajemen Prilaku Organisasi, Edisi Revisi, Prenada Media Group,
Jakarta