Anda di halaman 1dari 33

HUBUNGAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA USIA

0-10 TAHUN PADA PEKON KARANG AGUNG, KECAMATAN WAY


TENONG, KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2021.

PROPOSAL

DISUSUN OLEH:

OKTA SEPTIANA

NIM 1913451010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJJUNG KARANG

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan proposal hubungan lingkungan rumah dengan
kejadian ISPA usia 0-10 tahun pada wilayah Pekon Karang Agug, Kecamatan
Way Tenong,Kabupaten Lampung Barat ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan proposal yang
menjadi tugas akhir mahasiswa DIII Jurusan Kesehatan Lingkungan, Prodi
Sanitasi, Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan proposal ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah proposal ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
proposal ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, proposal
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Bandar Lampung, 30 Agustus 2021


 

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk
keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan
Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil-guna dan berdayaguna, sehingga tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).
Penyakit berbasis lingkungan merupakan fenomena penyakit
terjadi pada
sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar atau memiliki
kaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah
ruang
dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu
tertentu (Achmadi, 2012).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kematian pada anak di Negara berkembang. ISPA adalah penyakit
saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit
tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung, factor lingkungan,factor pejamu. Namun
demikian, sering juga ISPA didefenisikan sebagai penyakit saluran
pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari
manusia kemanusia.Timbulnya gelaja biasanya cepat, yaitu dalam waktu
beberapa jam sampai beberapa hari.Gejalanya meliputi demam, batuk, dan
sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau
kesulitan bernapas (Masriadi,2017).
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan
masalah kesehatan yang utama karena merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang terbanyak di dunia. Infeksi saluran pernapasan atas
merupakan penyebab kematian dan kesakitan balita dan anak di Indonesia.
Angka kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) pada balita
dan anak di Indonesia masih tinggi (Safarina, 2015)
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya
pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan
kematian bayi dan Balita. Pneumonia menyebabkan 4 juta kematian di
dunia, khususnya di benua Asia, Afrika serta Amerika Latin dan
merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada (Kanra,1997 dalam
Depkes 2005). Sedangkan di negara – negara berkembang, ISPA –
pneumonia merupakan penyebab kematian utama. Keadaan ini berkaitan
erat dengan berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi,
kondisi lingkungan, polusi udara dan sebagainya (Ostapchuk, 2004 dalam
Depkes 2005).
Menurut World Health Organzation (WHO) tahun 2016 jumlah
penderita ISPA adalah 59.417 anak dan memperkirakan di Negara
berkembang berkisar 40-80 kali lebih tinggi dari Negara maju. WHO
menyatakan tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang pertahun, dan
diproyeksikanakan membunuh 10 juta sampai tahun 2020. Dari jumlah itu
70 persen korban berasal dari Negara berkembang (Safarina, 2015).
Penyakit ISPA dalam beberapa tahun terakhir terus menjadi
masalah kesehatan utama di Indonesia, prevalensi ISPA di Indonesia pada
tahun 2018 adalah 4,4% dengan total kasus sebanyak 1.017.290 kasus.
Kelompok umur 1-4 tahun sebesar 2,0% dan <1 tahun sebesar 4,0% adalah
kelompok umur dengan prevalensi ISPA yang tertinggi (Kementerian
Kesehatan RI, 2019).
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA
diantaranya yaitu status imunisasi, dimana status imunisasi yang kurang
akan menjadi faktor risiko yang penting terjadinya ISPA. Balita dengan
imunisasi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan imunisasi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan tenaga dan daya
tahan tubuh yang kuat (Dharmage, 2009).
Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan
martabat serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam kehidupan
bermasyarakat. Persyaratan perumahan sehat dan lingkungan pemukiman
meliputi luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di
dalamnya (sesuai dengan jumlahpenghuninya). Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan (overcrowded).
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur. Hal ini berdampak kurang baik terhadap kesehatan
penghuninya, karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi O2 dan jika
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menularkan kepada anggota keluarga yang lain. Kondisi perumahan dan
lingkungan yang tidak sehat ini merupakan faktor risiko terhadap
penularan penyakit tertentu, seperti ISPA. Pertukaran udara yang tidak
memenuhi syarat dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme, yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan
manusia. Upaya penyehatan dapat dilakukan dengan mengatur pertukaran
udara, antara lain rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal 10%
luas lantai dengan sistem ventilasi silang dan mengatur tata letak ruang.
(Dharmage, 2009).

Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) di Propinsi


Lampung tahun 2009 penyakit ISPA merupakan penyakit saluran
pernafasan yang banyak di derita oleh responden (18,8%) di ikuti oleh
pneumonia (0,8%). ISPA merupakan penyakit yang banyak diderita
terutama pada bayi dan anak balita yaitu pada umur 1-4 tahun sebesar
37,9%. Berdasarkan hasil profil kesehatan Propvinsi Lampung menempati
ururtan ke tiga terbesar kejadian ISPA yaitu 19.774 (13,06%) (Profil Dinkes
Prop Lampung, 2010).

Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit ISPA (P2ISPA)


merupakan hal yang sangat penting karena penyakit ini mudah menular dan
dapat menyebabkan kematian. Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78%
balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA. Hal-hal
y ang bisa terjadi antara lain perdarahan paru-paru, gagal napas akut (acute
respiratory distress syndrome/ARDS), hingga kematian, sebelum hal ini
terjadi maka diperlukan upaya pencegahan penularan ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut) dan Perawatannya pada Balita di Rumah. (Menurut WHO
tahun 2012)

Puskesmas Rawat Inap Fajar Bulan , Kecamatan Way Tenong,


Kabupaten Lampung Barat, ISPA merupakan salah satu 10 kasus tertinggi
dengan kasus ISPA berjumlah 56 penderita dan paling banyak dialami oleh
anak-anak dari umur 0-10 tahun. (sumber: Puskesmas Rawat Inap Fajar
Bulan , Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan. Adakah hubungan lingkungan rumah dengan kejadian ISPA
pada wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk membuktikan hubungan lingkungan rumah pada kejadian


ISPA Di wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong,
Kabupaten Lampung Barat pada bulan agustus 2020 sampai agustus
2021”.

2. Tujuan khusus

a. Untuk membuktikan hubungan keadaan ventilasi pada keluarga


penderita ISPA Di wilayah pada wilayah Pekon Karang Agung,
Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat pada tahun
2021

b. Untuk membuktikan hubungan kepadatan hunian pada keluarga


penderita ISPA Di wilayah Pekon Karng Agung, Kecamatan Way
Tenong, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2021
c. Untuk membuktikan hubungan kelembapan pada penderita ISPA Di
wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat pada tahun 2021
d. Untuk membuktikan hubungan suhu ruangan rumah pada penderita
ISPA Di pada wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way
Tenong, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2021
e. Untuk membuktikan hubungan lingkungan rumah dengan kejadian
ISPA usia 0-10 tahun pada wilayah Pekon Karang Agung,
Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat tahun 2021
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat
tentang kondisi rumah penyakit ISPA dan mengurangi angka kejadian
penyakit ISPA

2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris
mengenai gambaran lingkungan rumah pada kejadian ISPA Di wilayah
Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung
Barat Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti-
peneliti selanjutnya tentang gambaran lingkungan rumah pada kejadian
ISPA Di wilayah Pekon Karang Agung,Kecamatan Way
Tenong,Kabupaten Lampung Barat.

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Materi
Lingkup materi dalam penelitian ini adalah kondisi rumah pada
keluarga penderita ISPA Di wilayah Pekon Karang Agung,
Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat tahun 2021,
Ruang Lingkup dalam penelitian ini yaitu ventilasi, kepadatan hunian,
kelembapan dan suhu.

2. Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2021, mulai dari
penyusunan proposal sampai dengan laporan hasil penelitian.

3. Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan Di wilayah Pekon Karang
Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat tahun
2021.

4. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan Cross Sectional. Menurut Notoatmodjo (2002) Cross
Sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dan dengan suatu
pendekatan, observasi ataupun dengan pengumpulan data suatu saat
tertentu (point time approach).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama
14 hari.Penyakit ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah.Gejala yang ditimbulkan yaitu
gejala ringan (batuk dan pilek), gejala sedang (sesak danwheezing) bahkan
sampai gejala yang berat (sianosis dan pernapasan cuping hidung).
Komplikasi ISPA yang berat mengenai jaringan paru dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab
kematian nomor satu pada balita (Riskesdas, 2013)
Faktor risiko terjadinya ISPA adalah faktor lingkungan, ventilasi,
kepadatan rumah, umur, berat badan lahir, imunisasi, dan faktor perilaku
(Naning et al, 2012).

B. Etilogi (penyebab) ISPA


Etiologi ISPA terdiri dari:

Bakteri :Diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus


pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan lain-lain.

Virus : influenza, adenovirus, sitomegalovirus.


Jamur :Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain.

Aspirasi :makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)


biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-
bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain). (Dr. Widoyono, MPH. 2008:
156)

C. Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Penyakit ISPA dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan


gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit
telinga dan demam. Berikut gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain
sebagai berikut:

1. Gejala dari ISPA ringan

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau


lebih

gejala-gejala sebagai berikut :

a) Batuk
b) Serak, yaitu bersuara paru pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis)
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas (Hersoni, 2015).
2. Gejala dari ISPA sedang

Seseorang dinyatakan ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk


kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih untuk umur 2- <12 bulan dan 40 kali per menit atau
lebih pada umur 12 bulan - < 5 tahun.
b) Suhu tubuh lebih dari 39°C
c) Tenggorokan berwarna merah
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) atau berbunyi
menciut-ciut (Hersoni, 2015)
3. Gejala ISPA berat

Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala


sebagai berikut :

a) Bibir atau kulit membiru


b) Tidak sadar atau kesadaran menurun
c) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan tampak gelisah
d) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f) Tenggorokan berwarna merah merah (Hersoni, 2015).

D. Cara Penularan ISPA

Penularan penyakit ISPA terjadi melalui udara, bibit penyakit masuk


ke tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu ISPA termasuk dalam salah
satu penyakit golongan air borne disease. Penularan melalui udara yang
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat menular juga melalui kontak langsung,
namun dengan menghirup udara yang telah terkontaminasi oleh bibit
penyakit menjadikan risiko penularan penyakit. Manusia merupakan
reservoir utama dan diperkirakan seluruh umat manusia memiliki bakteri
penyebab ISPA pada saluran pernafasannya. Oleh sebab itu, dalam keadaan
daya tahan menurun, penyakit ini bisa berkembang dengan baik pada anak-
anak maupun orang tua (Achmadi, 2012).
Prinsipnya kuman ISPA yang ada di udara akan terhirup oleh orang
yang berada disekitarnya dan masuk ke dalam saluran pernafasan, dari
saluran pernafasan akan menyebar ke seluruh tubuh. Apabila orang
terinfeksi maka akan rentan terkena ISPA, ditambah dengan jika
kelembaban dan suhu kamar tinggi yang merupakan faktor pemicu
pertumbuhan dan perkembangan bakteri, virus, dan jamur penyebab ISPA.

Cara penularannya melalui udara yang recemar dan masuk ke dalam


tubuh melalui saluran pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan
air Air Borne Disease (penularannya melalui udara yang recemar). Bibit
penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang
melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya
bagian.

E. Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA

1. Faktor lingkungan

Lingkungan Fisik Rumah Rumah disamping merupakan


lingkungan fisik manusia sebagai tempat tinggal, juga dapat merupakan
tempat yang menyebabkan penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria
rumah sehat belum terpenuhi. Pernyataan diatas tidak sejalan dengan
hasil penelitian, analisa data secara bivariat menggambarkan bahwa
mahasiswa yang menderita ISPA tinggal dalam rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan yang menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara lingkungan fisik rumah dengan ISPA pada mahasiswa.
Hasil ini tidak sejalan dengan teori Depkes RI (2008) yang menyebutkan
faktor bahan bangunan dan kondisirumah serta lingkungan yang tidak
memenuhi syarat merupakan faktor resiko dan sumberpenularanpenyakit
diantaranya ISPA. 10 Dalam penelitian ini katagori rumah yang
memenuhi syarat kesehatan hanya diukur dari dinding rumah, keberadaan
flavon, tinggi lantai sampai plafon, dan luas ventilasi terhadap luas lantai
rumah. Informasi tentang hal-hal diatas tidak didapat langsung dari hasil
observasi dilapangan melainkan dari informasi yang disampaikan oleh
mahasiswa bersangkutan, sehingga dimungkinkan ada nya bias informasi
dimana mahasiswa harus mengingat kondisi rumah, jumlah ventilasi dan
jendela sertaukurannya.

a. Penggunaan bahan bakar untuk memasak


Penggunaan bahan bakar dalam rumah tangga untuk beberapa
keperluan seperti memasak dan penerangan biasanya dapat memberi
pengaruh terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah. Pemakaian
bahan bakar tradisional seperti kayu bakar, arang dan lainnya serta
bahan minyak tanah, sering menghasilkan pembakaran kurang
vsempurna sehingga banyak menimbulkan sisa pembakaran yang
dapat mempengaruhi kesehatan (Rosdiana, 2015).
Tingkat polusi yang dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu
jauh lebih tinggi dibandingkan bahan bakar menggunakan gas.
Sejumlah penelitian menunjukkan paparan polusi dalam ruangan
meningkatkan risiko kejadian ISPA pada anak-anak. Hasil
Penggunaan bahan bakar biomassa, menghasilkan antara lain CO,
NOx , SO2, Ammonia, HCL dan Hidrokarbon antara lain Formal
Dehide, Benzena dan Benzo (a) pyrene merupakan karsinogen
potensial dan partikulat (SPM : Suspended Partikulate Mater ),
Hidrokarbon dan CO di hasilkan dalam kadar tinggi. Zat-zat yang
dihasilkan dari penggunaan bahan bakar Biomassa merupakan zatzat
yang berbahaya bagi kesehatan yang dapat menyebabkan timbulnya
berbagai macam penyakit, contohnya Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA).
Penghawaan rumah tidak baik dan tidak ada lubang asap di
dapur untuk mengeluarkan asap dan partikel-partikel debu dari
dapur, maka asap akan memenuhi ruangan dan menyebabkan
sirkulasi udara di dalam ruangan tidak baik. Apabila ibu-ibu sering
memasak sambil menggendong anaknya, asap akan memperparah
penderita sakit pernapasan terutama pada balita dan lansia. Sedapat
mungkin menggunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan
pencemaran udara indoor atau sisa pembakarannya dapat disalurkan
keluar rumah. Kejadian ISPA 4,312 kali lebih beresiko pada balita
yang dirumahnya menggunakan bahan bakar memasak seperti kayu
bakar/arang/sejenisnya dibandingkan dengan balita yang di
rumahnya menggunakan bahan bakar memasak gas/minyak tanah
(Rosdiana, 2015).
b. Ventilasi kamar tidur
Untuk pergantian udara secara lancar diperlukan minimum luas
lubang ventilasi tetap 5% luas lantai, dan jika ditambah dengan luas
lubang yang dapat memasukan udara lainnya (celah pintu/jendela,
lubang anyaman bambu dan sebagainnya) menjadi berjumlah 10%
luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan proses sirkulasi
udara dalam rumah padat penghuni akan menyebabkan kurangnya
O2 (oksigen) dalam rumah sehingga kadar CO2 yang bersifat racun
bagi penghuni rumah menjadi meningkat (lindawaty, 2010).
Sirkulasi udara rumah yang baik akan mengurangi kadar
partikulat, sebaliknya apabila ventilasi tidak memenuhi syarat
menyebabkan peningkatan kadar partikulat di dalam ruangan. Selain
itu ventilasi yang baik dapat membebaskan udara ruangan dari
bakteri- bakteri terutama bakteri pathogen karena melalui ventilasi
selalu terjadi pertukaran aliran udara yang terus-menerus. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah
untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap pada kelembaban
yang optimum. Udara yang masuk sebaiknya udara yang bersih dan
bukan udara yang mengandung debu atau bau. Ventilasi di dalam
ruangan harus memenuhi persyaratan antara lain :
1) Luas lubang ventilasi yang tetap atau permanen dan lubang
ventilasi insidentil, berjumlah 10% dari luas lantai.

2) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
dari pembakaran sampah, asap pabrik, asap knalpot kendaraan,
debu dan lain-lain.
3) Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin

4) Penempatan ventilasi diusahakan berhadapan antara dua dinding


ruangan

5) Kelembaban udara jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu


rendah. (Winardi, 2015).

c. Kepadatan Hunian kamar

Kamar tidur adalah tempat untuk beristirahat penuh (tidur).


Makakamar hams bebas dari suara bising, udara panas dan lembab,
dan lain-lain agar dapat menjadi tempat beristirahat yang baik.
Persyaratan kepadatan hunian dinyatakan dalam m2 per orang.
Rumah dikatakan padat penghuninya apabila perbandingan luas
lantai seluruh ruangan di rumah dengan jumlah penghuni kecil lebih
dari 8m2/orang, sedangkan ukuran yang dipakai untuk luas lantai
ruang tidur minimal 3 m2 per orang dan untuk mencegah penularan
penyakit (misalnya penyakit pernapasan) jarak antara tepi tempat
tidur yang satu dengan yang lain minimum 90 cm (Depkes, RI
2012). Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali
untuk suami istri serta balita di bawah umur 2 tahun yang biasanya
masih membutuhkan kehadiran orang tuanya. Apabila ada salah satu
keluarga yang terkena penyakit terutama penyakit saluran pernafasan
sebaiknya jangan tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain
(Winardi, 2015).

c. Kelembaban
Kandungan uap air dalam udara dinyatakan dengan kelembaban
relatif dengan satuan persen Kelembaban yang terlalu tinggi maupun
terlalurendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme dalam udara ruangan rumah. Konstruksi rumah
yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai dan dinding rumah
yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan
maupun alami dapat mempengaruhi kelembaban dalam rumah.
Kelembaban udara yang baik yaitu 40% 60%. Jika kelembaban
udara kurang dari 40%, kita dapat melakukan upaya penyehatan di
rumah antara lain dengan menggunakan alat yang bertujuan
meningkatkan kelembaban udara yaitu:
a) Humidifier (alat pengatur kelembaban udara)

b) Membuka jendela

c) Menambah jumlah dan luas jendela rumah

d) Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan


dansirkulasi udara) sedangkan jika kelembaban udara lebih
dari 60%, kita dapat melakukan upaya penyehatan antara lain :

1) Memasang genteng kaca

2) Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti


humidifier (alat pengatur kelembaban udara). (PermenKes
RI No.1077/MenKes/Per/V/2011)

e. Suhu

Suhu adalah derajat panas atau dingin didalam ruangan yang di


hitung dengan satuan 0C (derajat celcius). Perubahan suhu udara
dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1) Penggunaan bahan bakar biomassa


2) Ventilasi yang tidak memenuhi syarat
3) Kepadatan hunian
4) Bahan dan struktur bangunan
5) Kondisi geografis
6) Kondisi topografi
Suhu udara dalam rumah yang cukup nyaman untuk iklim tropis
seperti Indonesia adalah berkisar antara 18ºC- 30ºC. Jika suhu udara
dalam rumah di atas 30ºC dapat diturunkan dengan cara
meningkatkan sirkulasi udara yaitu dengan menambahkan ventilasi
mekanik buatan. (PermenKes RI 1077/MenKes/Per/V/2011).

2. Faktor pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan pola pikir dan


wawasan, selain itu tingkat pendidikan juga merupakan bagian dari
pengalaman kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
diharapkan pengetahuan dan keterampilan akan semakin meningkat.
Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan
semakin tinggi pendidikan akan semakin berkualitas.

Tingkat pengetahuan seseorang yang semakin tinggi akan


berdampak pada arah yang lebih baik, sehingga ibu yang berpengetahuan
yang baik akan lebih objektif dan terbuka wawasannya dalam
mengambil keputusan atau tindakan positif (Syahrani, Santoso,&
Sayono. 2012).

Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap insidensi ISPA pada


anak. Semakin rendah pendidikan orang tua derajat ISPA yang diderita
anak semakin berat. Demikian sebaliknya, semakin tinggi pendidikan
orang tua, derajat ISPA yang diderita anak semakin ringan. ISPA
cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat
pengeluaran per kapita lebih rendah.

3. Faktor umur

Balita berumur 0-24 bulan merupakan kelompok umur yang sangat


rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi
yang relative tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain. Umur
sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA dan lebih berisiko
dibandingkan dengan anak balita. Hal ini disebabklan imunitas yang
belum sempurna. Dalam analisis gizi balita, data SUSENAS 1989-1999
disebutkan bahwa kelompok umur 6-17 bulan dan 6-23 bulan merupakan
saat pertumbuhan kritis, dimana kegagalan tumbuh (growth failure)
umumnya terjadi pada anak-anak di Negara berkembang karena masalah
gizi. (Muryunani, 2010)
3. Faktor ekonomi
Keadaan status ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat
dengan berbagai masalah kesehatan yang di hadapi, hal ini disebabkan
karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai
masalah tersebut terutama dalam kesehatan.
4. Faktor perilaku
Perilaku hidup bersih dan sehat penduduk merupakan salah satu
upaya mencegah terjadinya ISPA dengan memeperhatikan rumah dan
lingkungannya yang sehat. Beberapa perilaku penduduk yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA antara lain meludah sembarangan,
membakar sampah, kebiasaan merokok, kebiasaan membuka jendela, dan
kebiasaan tidur (Hardati dkk, 2014:162).
Perilaku penghuni yang masih mempunyai kebiasaan merokok,
tidak menutup mulut saat batuk, serta pengelolaan sampah dengan cara
dibakar yang menghasilkan partikulat berupa debu atau abu dan gas
hidrokarbon dapat mencemari lingkungan, polusi udara, dan mengganggu
kesehatan masyarakat, terutama gangguan saluran pernapasan.
5. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan
tubuh karena rokok merupakan zat adiktif yang memiliki kandungan
kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya berbahaya
bagi kesehatan tubuh menambahkan bahwa racun yang utama dan
berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon monoksida.
Racun itulah yang kemudian akan membahayakan kesehatan si perokok
(Jaya, 2009).

Dampak rokok tidak hanya mengancam siperokok tetapi juga


orang disekitarnya atau perokok pasif. Efek buruk asap rokok lebih besar
bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar
sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok disebut
asap utama, dan asap yang keluar dariujung rokok (bagian yang terbakar)
dinamakan sidestream smoke atauasap samping. Asap ini terbukti
mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap
utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, nikotin
3 kali lipat, ammonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai
penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar asap sampingan
disbanding dengan kadar asap utama (Umami, 2010).

Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah menjadikan balita


sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah yang orang
tuanya mempunyai kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan kejadian
ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang
tuanya tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu jumlah perokok
dalam suatu keluarga cukup tinggi. (rahmayatul, 2013).
F. Kerangka teori
Kejadian ISPA

Faktor
penyebab :

- Bakteri

- Virus

- Parasit

- Jamur

Faktor penjamu

- Umur

- Jenis Kelamin

- Penyakit
penyerta
selain ISPA

- Pemberian ASI
eksklusif

- Status gizi

- Berat badan
lahir

- Imunisasi
Faktor lingkungan

- Kepadatan hunian

- Pencemaran udara
dalam rumah

- Pendidikan ibu

- Status sosial
ekonomi

E. Kerangka konsep

Pengetahuan ibu
tentang
penyakit ISPA

-Penyebab

-tanda-tanda

-pencegahan Kejadian ISPA

Perilaku ibu tentang


penyakit ISPA

-penanganan ISPA Faktor yang mempengaruhi


penyakit ISPA
-pencegahan
1. Tingkat pendidikan
-penanggulanganISPA 2. Pekerjaan
3. Umur
4. Tingkat ekonomi
Lingkungan
5.
G. Definisi operasional
No variabel Definisi operasonal Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
1 ISPA Kejadian Infeksi Wawancara kuesioner 1.Ya,jika
slaluran pernapasan mengalami
akut yang ditandai batuk, pilek d
dengan gejala batuk, dalam waktu 1
pilek dan sesak yang 2.Tidak,
bisa disertai demam seseorang
dalam waktu 14 hari mengalami
terakhir. batuk, pilek d
dalam waktu
(Depkes RI, 2
2 Ventilasi Luas penghawaan atau Wawancara Meteran 1.Memenuhi
kamar ventilasi alamiah yang jika luas ven
permanen minimal 10% luas lanta
10% luas lantai. 2.tidak m
syarat jika
ventilasi ≤ 1
lantai.
3 Kepadatan Luas ruangan tidur Wawancara kuesioner 1.padat jik
hunian kamar
minimal 8 m2 dan
berbanding p
tidak di anurkan untuk
kamar ≤ 8m2.
di gunakan lebih dari 2.Tidak pad
2 orang tidur dalam luas kamar
berbanding p
satu kamar kecuali
kamar ≥ 8m2.
anak dibawah umur 5
(Depkes, RI 2
tahun, kebutuhan

udara satu orang

minimal 4 m.
4 kelembapan Kelembapan udara Wawancara Hygrometer 1.Baik
yang baik yaitu 40% - kelembapan
60%. 40%-60%
2.Tidak bai
kelembapan
kurang dari 4
lebih dari
(Permenkes
No.1077/Men
V/2011)
5 suhu Suhu udara dalam Wawancara termometer 1.Baik jika su
rumah yang cukup dalam rumah
nyaman untuk iklim 30oc
tropis seperti 2.Tidak, jik
Indonesia adalah udara dalam
berkisar antara 18oc – kurang dari 1
30oc. lebih dari
Permenkes
1077/Menkes/
011)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan Cross Sectional. Menurut Notoatmodjo (2002) Cross Sectional
adalah suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan efek, dan dengan suatu pendekatan,
observasiataupun dengan pengumpulan data suatu saat tertentu (point time
approach). Pengumpulan data dimulai dari kasus ISPA yang telah terjadi
kemudian di telusuri ada atau tidaknya riwayat ISPA pada lingkungan
rumah sebagai faktor penyebabnya

B. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel,
yaitu variabel independen dan variabel dependen.

1. Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang


mempengaruhi atau variabel yang menjadi penyebab. Dalam penelitian
ini, variabel independennya yaitu ventilasi, kepadatan hunian,
kelembapan, dan langit-langit.
2. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi.
Dalam penelitian ini, variabel dependennya yaitu penyakit ISPA

C. Populasi dan sampel


1. Populasi
Dalam penelitian ini adalah seluruh penderita ISPA berjumlah 56 Di
wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat

2. Sampel
a) Sampling
Sample pada penelitian ini yaitu anak-anak dari umur 0-10
tahun sebagai sample control sesuai dengan kriteria kriteria yang
telah penelitian tentukan.
b) Teknik sampling
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan probability
sampling. Menurut Sugiono (2017:82) “probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberi peluang atau
kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel”.
Dalam penelitian ini menggunakan simple random
sampling, kemudian menurut Sugiono (2017:82) simple random
sampling adalah pengambilan anggota sample dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan diwilayah yang terjangkit penyakit ISPA Di
wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat pada tahun 2021.

D. Etika Penelitian
Menurut notoadmojo (2010), penelitian kesehatan pada umumnya
menggunakan manusia sebagai objek yang diteliti disatu sisi, dan sisi lain
manusia sebagai peneliti. Hal ini berarti bahwa ada hubungan timbal balik
antara orang sebagai peneliti dan orang sebagai diteliti. Oleh sebab itu,
sesuai dengan prinsip etika dan moral, maka dalam pelaksaannya penelitian
kesehatan harus diperhatikan hubungan antara kedua belah pihak ini secara
etika atau yang disebut etika penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerapakan etika penelitian,
antara lain:

1. Anonymity
Anonymity bertujuan untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti
tidak mencantumkan nama subyek penelitian.
2. Izin penelitian
Untuk menjaga kenyamanan dan tanggung jawab peneliti melakukan
perizinan terlebih dahulu kepada institusi pendidikan dan puskesmas
pembantu.

3. Kejujuran
Jujur dalam pengumpulan data, metode pelaksaan prosedur penelitian
dan publikasi hasil jujur pada kekurangan dan kegagalan metode yang
dilakukan.

E. Pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder data yang
diperoleh di wilayah Pekon Karang Agung, Kecamatan Way Tenong,
Kabupaten Lampung Barat.

F. Metode Pengolahan dan Analisa Data


Setelah data terkumpul melalui rekam medis, langkah langkah dalam
penelitian ini adalah :
1. Pengolahan Data
a) Editing
Untuk memudahkan penilaian dan pengecekkan, semua data yang
diperlukan untuk menguji hipotesis untuk mencapai tujuan
penelitian itu sudah lengkap, dilakukan seleksi data atau proses
editing. Proses editing dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan
data. Terdapat data yang tidak lengkap dalam rekam medis maka
data tersebut tidak digunakan atau dihilangkan.
b) Coding
Setelah semua data terkumpul dan selesai editing, tahap berikutnya
adalah memberi kode terhadap data data yang ada. Coding data
didasarkan pada data yang dibuat berdasarkan pertimbangan
peneliti (Notoadmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, data terkumpul
akan berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan.
c) Memasukkan Data (Entry)
Memasukkan data yang telah diberi kode pada lembar hasil
pengukuran untuk diproses secara komputerisasi.
d) Membersihkan data atau pengecekan ulang (cleaning)
Apabila semua data atau responden selesai dimasukan, perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidak lengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. (Notoadmodjho, 2010)
2. Analisa Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk table,
kemudian dibandingkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 829/MenKes/SK/VII/1999 Tentang
Persyaratan Perumahan.

G. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a) Melakukan studi pustaka dan konsultasi denga pembimbing untuk
menentukan judul penelitian
b) Mengurus surat ijin studi pendahuluan dari institusi pendidikan
c) Melakukan studi pendahuluan di puskesmas pembantu kabupaten
lampung barat, kecamatan air hitam, kelurahan sumber alam.
d) Menyusun proposal penelitian
e) Mempresentasikan proposal penelitian
f) Melakukan revisi untuk menyempurnakan proposal penelitian
g) Mengurus Ethical Clearence pada komisi Etik Penelitian di
Universitas Poltekkes TanjungKarang.
h) Mengurus surat ijin penelitian yang diajukan kepada puskesmas
Rawat Inap kabupaten lampung barat, kecamatan Way Tenong,
kelurahan Fajar Bulan
2. Tahap Pelaksanaan

a) Penelitian mempersiapkan instrumen yang akan digunakan peneliti

berupa alat tulis dan lembar tabel pengambilan data Melaksanakan

pengambilan data ISPA pada bulan agustus 2020 sampai 20

agustus 2021 dengan bantuan pihak puskesmas yaitu kepala ruang

untuk melihat hasil rekapan pertahunan yaitu buku register. Serta

pengambilan data dibantu oleh assisten kepala puskesmas

pembantu yang sudah diberitahu alur jalannya penelitian terlebih

dahulu guna menyamakan persepsi agar data penelitian sesuai

dengan yang dibutuhkan. Pengambilan data dilakukan + selama 10

hari.

b) Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisa data

3. Tahap penyelesaian

a) Melengkapi hasil penelitian yang belum terselaikan

b) Menyusun laporan skripsi

c) Melakukan konsultasi dan perbaikan pada pembimbing

d) Melakukan seminar hasil penelitian

e) Perbaikan laporan hasil

f) Pengumpulan hasil penelitian


DAFTAR PUSTAKA

A.Bakar Rosdiana, (Cet. Ke III, 2012), Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung:


Citapustaka Media Perintis http://repository.uinsu.ac.id/4729/8

Anik Maryunani, 2010, Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta: CV.Trans
Info Media.

A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., 0 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN,
DETERMINAN SANITASI RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI
KELUARGA TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA
SERTA MANAJEMEN PENANGGULANGANNYA DI PUSKESMASA.
https://media.neliti.com/media/publications/3966-ID-determinan-sanitasi-
rumah-dan-sosial-ekonomi-keluarga-terhadap-kejadian-ispa-pad.pdf VOL. 3,
NO.1, JULI 2006 : 49 – 58

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.


Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Bella Juliana Baladiah1,Dyah Wulan SRW2,Minerva Nadia Putri 2 ,Khairun Nisa 3


Kebiasaan Merokok dan Status Gizi Kurang sebagai Faktor Risiko Kejadian
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Kemiling Bandar Lampung
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/2283/pdf
Medula|Volume 8|Nomor 2|Februari 2019|168

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
http://scholar.unand.ac.id/5089/4/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf Vol 6, No 4
(2017)
Depkes RI. 2008. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur
(WUS). Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.

Dharmage. 2009. Risk Factor of Acute Lower Tract Infection in Children Under Five
Years of Age. Jakarta: Medical Public Health

Hartati dkk. (2014). Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Gastritis Pada Mahasiswa
Yang Menjalani Sistem Kbk. Universitas Riau. Jurnal JOM PSIK VOL. 1 NO.2

Jaya M. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Sleman: Riz’ma.

Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada :Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis
Kesehatan dan Farmasi PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI)
EKSLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI RAB RSU dr.
SOEKARJDO KOTA TASIKMALAYA
https://ejurnal.stikesbth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/viewFile/450/400
Volume 19 Nomor 1 Februari 2019 56

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development


Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015

Kesehatan Lingkungan Potekkes Makassar Pengertian Kesehatan Lingkungan Dan


Menurut Para Ahli https://kesling.poltekkes-mks.ac.id/pengertian-kesehatan-
lingkungan-dan-menurut-para-ahli/21/12/2016
Mardiah PENCEGAHAN PENULARAN ISPA (INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT) DAN PERAWATANNYA PADA BALITA
DIRUMAH DI KABUPATEN PANGANDARAN
jurnal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/view/14853
Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers

Permenkes RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011


http://www.tungkuindonesia.org/images/downloads/Peraturan_Menteri_K
esehatan_No.1077.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2013 PEMERINTAH PROVINSI


LAMPUNG DINAS KESEHATAN
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2013/08_Prov_Lampung_2013.pdf

RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Safarina, L. (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian


ISPA pada Balita di Desa Cimareme Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Kesehatan Kartika.

Sugiharto, Mugeni & Oktami, Rika Sertiana . 2018. Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di
Puskesmas Gucialit Dan Puskesmas Gambut Dalam Menanggulangi Penyakit
Berbasis Lingkungan Sanitation Clinics Performance In Gucialit And Gambut
Public Health Centers In Tackling Environmental Based Diseases. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 21 No. 4 Oktober 2018: 261–270.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Afabeta
Syahrani, Santoso, & Sayono. (2012).Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
penatalaksanaan ISPA terhadap pengetahuan dan keterampilan ibu merawat
balita ISPA dirumah. Diunduh dari

http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article /view/44/83.
Diakses tanggal 15 Agustus 2015 09.30 WIB.

Umami, Z. (2010). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kepatuhan terhadap


Aturan pada Mahasiswa Penghuni Ma’had Sunan Ampel Al-Aly di Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.

Widodo, T.J., 2013. Paparan Polusi Rumah Tangga Memiliki Hubungan Dengan
Kejadian Pneumonia Balita di Kabupaten Temanggung. Tesis, p.Universitas
Gadjah Mada.

Winardi. 2015. Manajemen Prilaku Organisasi, Edisi Revisi, Prenada Media Group,
Jakarta

World Health Organization. (2008). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization).

Anda mungkin juga menyukai