Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik

atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim

paru (Trisnawati & Juwarni, 2012)

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Negara

berkembang dengan angka kematian balita diatas 50 per 1000 kelahiran

hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita 13 juta anak balita

di dunia meninggal setiap tahunnya. Penyakit infekasi saluran pernapasan

akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Penyakit ini

menjadi penyebab utama morbilitas penyakit infeksi di seluruh dunia

(WHO, 2015) dengan angka kejadian sebesar 18,8 miliar kasus dan jumlah

kematian sebesar 4 juta orang setiap tahunnya (WHO, 2015). Penyakit ini

terjadi di seluruh wilaya mulai dari Negara miskin di negara berkembang

sampai negara maju. Pada tahun 2016 jumlah kematian ISPA tertinggi

terjadi diwilayah Afrika yang selanjutnya di ikuti oleh Asia Tenggara.

Angka kematian balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran

hidup (WHO, 2016)

Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di Indonesia telah

mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5%-41,4% dengan

16 provinsi diantaranya mempunyai revalensi diatas angka nasional.

1
2

kelompok umur1-4 tahun merupakan kelompok dengan kejadian

ISPA tertinggi sebesar 25,8% dan pada data laporan rutin subdit ISPA

tahun 2017 didapatkan isiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54%

(Kementerian Kesehatan RI, 2017).

ISPA terjadi di seluruh provinsi dan kota di Indonesia, salah satunya

di Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2015 jumlah penemuan kasus

ISPA Balita pada Program P2 ISPA Provinsi Sumatera Selatan adalah

17.254 kasus atau sebesar 59,4 % dari target dimana target penemuan

penderita sebanyak 29.047 balita. Pada kasus ISPA golongan umur<1 tahun

sebanyak 5.821 kasus (34,71%) dan untuk golongan umur 1-5 tahun

sebanyak 10.949 kasus (65,29 %) dari seluruh kasus ISPA. Pada ISPA

untuk golongan umur <1 tahun sebanyak 209 kasus (43,18%) dan pada

golongan umur 1-5 tahun sebanyak 275 kasus (56,82%) dari seluruh kasus

ISPA (Kementerian Kesehatan Sumatera Selatan, 2015)

Dilihat dari aktivitas balita yang lebih sering melakukan kegiatan

didalam rumah bersama orang tua/anggota keluarga, ISPA yang terjadi pada

balita bias disebabkan oleh lingkungan dalam rumah balita yang tidak

memenuhi syarat (Lindawati, 2010). Faktor-faktor lingkungan rumah yang

dapat mempengaruhi ISPA yaitu factor lingkungan fisik rumah, factor

perilaku, factor individu, factor sosial-ekonomi (Departemen Kesehatan RI,

2004). Faktor lingkungan fisik rumah salah satunya yaitu ventilasi rumah.

Berdasarkan peraturan No. 1077/MENKES/PER/V/2011, setiap rumah

wajib memiliki ventilasi minimum 10% dari luas rumah untuk memenuhi
3

persyaratan rumah sehat (Departemen Kesehatan RI, 2011). Menurut

penelitian yang dilakukan Lindawaty (2010) ventilasi rumah yang tidak

memenuhi syarat bisa mengakibatkan kejadian ISPA pada balita dengan

resiko 3,07 kali lebih besar disbanding dengan ventilasi rumah yang

memenuhi syarat.

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut

para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa

karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat, dengan kondisi anak yang

lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA

mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi

menyebabkan kecacatan seperti ototis media akut ( OMA) dan mastoiditis,

bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yaitu pneumonia (Listyowati,

2013).

Anak merupakan manusia kecil yang memiliki potensi yang harus

dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak

sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin

tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan mereka seolah-o;ah

tidak pernah berhenti bereksplorasi dan belajat. Anak bersifat ergosentris

dan memiliki rasa ingin tahu secara alamiah. Anak merupakan makhluk

sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki masa yang paling potensial

untuk belajar (Sugiono, 2009).

Rumah yang vengtilasinya tidak memenuhi syarat akan

mempengaruhi kesehatan pada penghuni rumah tersebut termasuk balita


4

yang masih sangat rentan. Ini dikarenakan pertukaran udara dari luar

kedalam rumah tidak lancar atau tidak ada, sehinggga penyebab ISPA

seperti bakteri atau virus didalam rumah tidak bisa keluar rumah.

(Notoatmodjo, 2003)

Faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit ISPA terdiri dari

Faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita yaitu

faktor lingkungan dalam rumah seperti kondisi fisik rumah (ventilasi, suhu,

kelembaban, pencahayaan, letak dapur, konstruksi dinding, jenis lantai, dan

lubang asap dapur), kepadatan hunian, dan kegiatan dalam rumah (jenis

bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, anggota keluarga

yang terkena ISPA, dan keberadaan hewan peliharaan dalam rumah).

Berdasarkan penelitian kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Wonosobo,

faktor lingkungan fisik rumah seperti ventilasi, kelembaban, dinding rumah,

cerobong asap, kepadatan hunian, jenis bahan bakar masak, anggota

keluarga yang merokok, anggota keluarga yang terkena ISPA, menunjukkan

adanya hubungan bermakna dengan kejadian ISPA pada balita (Afandi,

2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangemanan,

Sumampouw, & Akili, (2016) penelitian ini menunjukkan bahwah jenis

lantai rumah memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita dengan

nilai yaitu p =0,046, disebabkan karena lantai rumah yang berada di wilayah

kerja Puskesmas Melonguane masih memiliki lantai rumah semen. Hasil

penelitian ini sama dengan hasil penelitian dari Bee, dkk (2014)
5

menunjukkan bahwa kondisi lantai rumah dengan kejadian ISPA pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Salibabu Kabupaten Kepulauan Talaud

ada hubungan yang bermakna dengan nilai (ρ= 0,000). Jenis lantai rumah

mempengaruhi Kejadian ISPA pada balita. Dimana rumah yang memiliki

jenis lantai keramik atau ubin cenderung lebih baik karena mudah

dibersihkan dan tidak lembab. Sebaliknya lantai yang hanya dicor

cenderung lembab, tidak kedap air, dan bias menjadi tempat berkembang-

biaknya bakteri atau virus penyebab ISPA.

Beberapa faktor lain yang berkaitan dengan penyakit ISPA yang

terjadi masyarakat diantaranya adalah (a) pendidikan masyarakat tentang

kebersihan dan kesehatan, (b) pengetahuan masyarakat tentang

memeliharaha kesehatan dan lingkungannya, (c) informasi yang diperoleh

masyarakat dari penyuluh kesehatan tentang penyakit dan penyebab

penyakit tersebut khususnya pada penyakit ISPA. (Notoatmodjo, 2003)

Menurut penelitian Citra (2012) yang mengatakan bahwa perokok

pasiflah yang mengalami resiko kesakitan lebih besar dari perokok aktif.

Rumah yang penghuni/anggota keluarga mempunyai kebiasaan merokok

berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan

dengan rumah balita yang penghuninya tidak merokok didalam rumah.

(Citra, 2012)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pulau Beringin

jumlah penderita ISPA mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Pada

tahun 2016 sebanyak 312, tahun 2017 sebanyak 336 penderita kemudian
6

menjadi 392 penderita pada tahun 2018. Dan ISPA termasuk penyakit

pertama teratas di puskesmas pulau beringin dan masih banyak masyarakat

yang tidak berobat ke puskesmas tetapi berobat ke bidan dan tidak didata.

Peningkatan jumah ISPA bukan hanya disebabkan oleh factor dari

lingkungan saja tetapi dari faktor sosial juga.

Berdasarkan uraian diatas, penyebab terjadinya ISPA bukan hanya

berasal darilingkungan luar rumah. Namun harus diperhatikan apakah ada

penyebab dari lingkungan dalam rumah yang meliputi factor lingkungan

fisik rumah, sosial dalam lingkup kecil yang paling dekat dengan balita

setiap hari yang berpotensi menyebabkan balita terkena ISPA. Hal ini

supaya program pencegahan yang ingin dilakukan diawali dari lingkup kecil

menuju pencegahan yang bersifat lebih luas terhadap penyebab munculnya

ISPA. Oleh karenaitu, dalam studi ini peneliti ingin mengetahui apakah ada

hubungan antara pengaruh determinan lingkungan fisik rumah dan Sosial

terhadap kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin, Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas bahwa di puskesmas Pulau Beringin jumlah

penderita ISPA mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun

2016 terdapat sebanyak 312, tahun 2017 sebanyak 336 penderita kemudian

menjadi 392 penderita ISPA pada tahun 2018. Dan selalu ada peningkatan

jumlah penyakit ISPA per tahunnya. Penyakit ISPA ini merupakan penyakit
7

tertinggi di puskesmas Pulau Beringin. Namun mungkin bisa disebabkan

oleh factor lingkungan dalam rumah dimana balita lebih banyak

menghabiskan aktivitas didalam rumah. Faktor-faktor lingkungan rumah

yang dapat mempengaruhi ISPA yaitu faktor lingkungan fisik rumah, factor

sosial (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada

hubungan Determinan Lingkungan Fisik Rumah dan Sosial Terhadap

Kejadian ISPA pada Balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahu Hubungan Determinan Lingkungan Fisik Rumah

dan sosial Terhadap Kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu,

Kecamatan Pulau Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan balita terhadap kejadian ISPA di Desa

Gunung Batu, Kecamatan Pulau Beringin Kabupaten OKU

Selatan 2019.

b. Mengetahui hubungan ventilasi rumah terhadap kejadian ISPA

pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau Beringin

Kabupaten OKU Selatan 2019.


8

c. Mengetahui hubungan Ventilasi dapur terhadap kejadian ISPA

pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau Beringin

Kabupaten OKU Selatan 2019.

d. Mengetahui hubungan kepadatan hunian terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

e. Mengetahui hubungan jenis lantai rumah terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

f. Mengetahui hubungan jenis dinding rumah terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

g. Mengetahui hubungan bahan dapur memasak terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

h. Mengetahui hubungan obat nyamuk bakar terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

i. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan Ibu terhadap kejadian

ISPA pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau

Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.


9

j. Mengetahui hubungan Pengetahuan Ibu terhadap kejadian ISPA

pada balita di Desa Gunung Batu, Kecamatan Pulau Beringin

Kabupaten OKU Selatan 2019.

k. Mengetahui hubungan Kebiasaan merokok dalam keluarga

terhadap kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu,

Kecamatan Pulau Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah

wawasan dan pengalaman bagi penulis mengenai Hubungan

Determinan Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA pada

balita.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat

dan keluarga balita melalui penyuluhan kesehatan tentang Hubungan

Determinan Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA pada

balita.

1.4.3 Bagi Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi yang ingin melakukan

penelitian serupa ditempat lain, ataupun sebagai dasar untuk

melakukan penelitian yang lebih rinci mengenai masalah yang sama.

1.5 Ruang Lingkup


10

Studi ini termasuk dalam ruang lingkup kesehatan masyarakat

peminatan kesehatan lingkungan. Penelitian dilakukan di Desa Gunung

Batu, Kecamatan Pulau Beringin Kabupaten OKU Selatan 2019 pada bulan

September 2019 yang bertujuan untuk mengetahui hubungan determinan

lingkungan fisik rumah terhadap ISPA pada Balita di Dusun Gunung Batu,

Kecamatan Pulau Beringin, Kabupaten OKU Selatan karena selalu ada

peningkatan angka ISPA di Puskesma Pulau Beringin. Dengan responden

Ibu balita yang terdapat di desa tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Variabel

dalam penelitian ini yaitu variabel dependen yaitu ISPA dan variable

independen yaitu faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kepadatan

hunian, ventilasi dapur, jenis lantai rumah, jenis dinding rumah), dan faktor

sosial (pendidikan Ibu, pengetahuan Ibu, kebiasaan merokok dalam

keluarga, penggunaan obat nyamuk bakar, bahan bakar memasak). Data

yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan data primer melalui

wawancara dengan kuisioner serta pengukuran. Pengolahan data

menggunakan Microsoft Excel dan SPSS.

Anda mungkin juga menyukai